BAB 1
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel
fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyers patch.
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan
demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama
dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini biasanya
disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis, sedangkan demam enterik dipakai
baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.1
Istilah typhoid berasal dari kata Yunani typhos.Terminologi ini dipakai
pada
penderita
yang
mengalami
demam
disertai
kesadaran
yang
BAB 2
STATUS PASIEN
1. ANAMNESIS
A. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama
: An. SH
Umur
: 8 tahun
Alamat
: Pabedilan Kidul
Pendidikan
: TK
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Tanggal masuk RS : 18 Juni 2016 jam 09.20
Tanggal pemeriksaan : 23 Juni 2016 jam 12.00 WIB
2) Identitas orang tua pasien
Nama ayah
: Tn. S
Umur
: 37 tahun
Alamat
: Pabedilan Kidul
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: wiraswasta
Hubungan
: ayah kandung
Nama Ibu
: Ny. K
Umur
: 35 tahun
Alamat
: Pabedilan Kidul
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: IRT
Hubungan
: Ibu kandung
B. Keluhan Utama
Demam
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan demam
sejak 10 hari yang lalu. Pada2 minggu pertama, demam timbul perlahan,
demam meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun saat pagi
tetapi sekarang demam terus menerus tinggi. Demam tidak disertai
menggigil. Keluhan ini disertai dengan BAB cair selama kurang lebih 4
hari, setiap hari BAB 2x/hari. Pasien juga mengeluh nyeri perut di seluruh
lapang abdomen, mual, muntah 1x berisi makanan, lemas, sakit kepala,
keringat dingin dan nafsu makan menurun. Keluhan ini tidak disertai
dengan batuk, pilek, mimisan, gusi berdarah. BAK tidak ada keluhan.
Pasien sempat dibawa ke dokter pada hari ke-3 demam dan
mendapat obat sirup penurun panas yang di minum 3 kali sehari dengan
dosis 1 cth, tetapi demam tidak turun. Karena keluhan demam yang
tidak juga turun serta nyeri perut terus menerus, maka orang tua pasien
membawa pasien ke RSUD Waled.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Pasien juga menyangkal pernah masuk rumah sakit sebelum ini. Riwayat
batuk lama dengan pengobatan selama 6 bulan disangkal. Riwayat alergi
makanan dan obat di sangkal.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga dan lingkungan sekitar yang sakit dengan
keluhan yang sama di sangkal.
F. Riwayat tumbuh kembang
0 3 bulan
: bereaksi dan mengoceh spontan
3 6 bulan
: mulai memegang benda disekitarnya
6 9 bulan
: mulai dapat membalikan tubuh
9 12 bulan : mencoba bisa duduk
12 - 18 bulan : mecoba berdiri dan berjalan dengan bantuan
18 24 bulan : sudah mulai bisa berjalan sendiri
24 36 bulan : mulai berjalan lebih lama
G. Riwayat Imunisasi
Imunisasi
Hep. B
BCG
DPT-HB
Polio
Campak
Awal
Usia 1 hari
Usia 1 bulan
Usia 2 bulan
Usia 1 bulan
Usia 9 bulan
Ulangan
Usia 3 dan 4 bulan
Usia 2,3 dan 4 bulan
2. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: CM
Tanda - tanda vital
: Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 96 x/menit, regular, isi kuat
Frekuensi Napas
: 24 x/menit
Suhu
: 38,40C
Status antopometri
BB : 18 kg
TB : 115 cm
Status gizi
:
BB/U
: SD < 1 (Gizi baik)
TB/U
: SD <0 (normal)
BB/TB : SD <0 (normal)
BMI/U : SD <2 (normal)
Kepala
: bentuk kepala normocephal, masa (-), edema (-),
deformitas (-)
: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek pupil
Mata
Hidung
Mulut
Tenggorok
hiepremis (+)
: orofaring, uvula tenang, T1-T1 tdk hiperemis
Leher
Thoraks
:
Anterior :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
:
inspeksi
auskultasi
: BU(+) normal
palpasi
Ekstremitas
Kulit
Superior
Inferior
3. RESUME
Pasien datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan demam
sejak 8 hari yang lalu. Pada minggu pertama, demam timbul perlahan, demam
meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun saat pagi tetapi
sekarang demam terus menerus tinggi. Demam tidak disertai menggigil.
Keluhan ini disertai dengan BAB cair selama kurang lebih 4 hari,, setiap hari
BAB 2x/hari. Pasien juga mengeluh nyeri perut, mual, muntah 1x berisi
makanan, lemas, pusing, keringat dingin dan nafsu makan menurun. Keluhan
ini tidak disertai dengan batuk, pilek, mimisan, gusi berdarah. BAK tidak ada
keluhan.
Pasien sudah berobat ke dokter dan mendapat obat penurun panas dan
obat batuk yang di minum 3 kali sehari dan setelah diobati keluhan tidak
membaik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu febris, tifoid tongue, serta
palpasi abdomen terdapat nyeri tekan di regio epigastrium, hipokondria
kanan, lumbal kanan, dan umbilicus.
4. DIAGNOSIS BANDING
a. Demam Tifoid
b. DHF
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Darah rutin
Hemoglobin 11,2 gr %
Hematokrit 32 %
Trombosit 150.000 mm3
Leukosit 3.400 mm3
MCV 74 mikro m3
MCH 25 pg
MCHC 36 g/dl
Eritrosit 4.300 mm
Eosinophil 0 %
Basophil 0%
Neutrofil batang 0 %
Neutrofil segmen 72 %
Limfosit 20 %
Monosit 5%
Kimia Klinik (elektrolit)
Na : 134,8 mg/dl
K : 4,04 mg/dl
Cl : 101,8 mg/dl
2) Widal Test
3) Imunoserologi
6. DIAGNOSIS KERJA
Demam Tifoid
7. TERAPI
a. Non medikamentosa
- Tirah baring
- Diet makanan lunak yang mudah dicerna
- Nutrisi TKTP
b. Medikamentosa
- IVFD RL 56 cc/jam = 1344 cc/hari
10 kg pertama 4 cc x 10 kg = 40 cc
10 kg kedua 2 cc x 8 kg = 16 cc
Total
56 cc
Antrain 4x160 mg IV bila suhu lebih dari 38 0c
Ranitidin 2x20 mg IV
Kloramfenikol 3x450 mg IV selama 14-21 hari
Dosis 75 mg/kgBB/hari
18 kg X 75 mg = 1350 mg/hari dibagi 3 = 450 mg
Atau bila kloramfenikol tidak ada :
Cefotaxim 3x900 mg IV
Dosis 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis
18 kg X 150 mg = 2700 mg/ hari dibagi 3 = 900 mg
8. PROGNOSIS
- Quo ad vitam
- Quo ad sanationam
- Quo ad functionam
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam tifoid atau typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi
sistemik terutama mengenai sistem retikuloendotelial, jaringan limfoid
intestinal, dan kantung empedu, yang disebabkan oleh kuman basil gram
negatif Salmonella typhimaupun Salmonella paratyphi.
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh Salmonella typhi(Widoyo, 2008).
Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam
tifoid adalah penyakit demam sistemik akut generalisata yang disebabkan oleh
Salmonella typhi, biasanya menyebar melalui ingesti makanan dan air yang
terkontaminasi, ditandai dengan bakteremia berkepanjangan serta invasi oleh
patogen dan multifikasinya dalam sel-sel fagosit mononuklear pada hati, limpa,
kelenjar getah bening, dan plak Peyeri di ileum (Sudoyo, dkk. 2006).
B. Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang
sangat luas. Data World Health
Organization
reservoir).Manusia
yang
10
terinfeksi
Salmonella
typhi
dapat
mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka
waktu yang sangat bervariasi.Salmonella typhi yang berada diluar tubuh
manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es,
debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S. Typhi
dan mudah
besar
melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman, biasanya keluar bersama sama dengan tinja (melalui rute
oral fekal = jalurr oro-fekal).
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang
berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi
oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya
kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.1
C. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri
Gram negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora,
fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari
oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.Mempunyai makromolekuler
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin.Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid
faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.Bakteri
Salmonella typhi mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :
1. Antigen dinding sel (o) merupakan polisakarida dan bersifat spesifik grup
2. Antigen flagella (H) yg merupakan kompnen protein berada dlm
flagella,bersifat spesifik spesies.
3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida,beradadi kapsul.Berhubungan
dengan daya invasif bakteri dan efektifitas vaksin.Endotoksin merupakan
bagian terluar dinding sel terdiri dari :
a. antigen O yg sdh dilepaskan
b. lipopolisakarida
c. lipid A.
Ketiga antigen tadi di tubuh akan membentuk antibodi aglutinin.
4. Outer Membran Protein :
a. Antigen inimerupakanbagian dari dinding sel terluar
10
mesenterica,
dan
organ-
organ
extra
intestinal
sistem
11
Retikuloendotelial tubuh terutama hati dan Limpa. Di organ- organ RES ini
kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar
sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik
yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala
infeksi sistemik.
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam
lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk
lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang
kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat
fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi
yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi,
sampai gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak
gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang
terjadi dalam 3 hari berturut- turut.1,4
Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi
jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe
lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ).Perdarahan saluran cerna
dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar peyer patch yang sedang
mengalami nekrosis dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel mononuclear di
dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan
otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat
menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi
12
13
14
Bila penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila
lebih prominen.
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal
minggu kedua.Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter
2 4 mm, berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan.Roseola ini
merupakan emboli kuman yang didalamnya mengandung kuman salmonella,
dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, kadang-kadang di bokong,
ataupun bagian fleksor lengan atas.
Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu
pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran karena malaria. Pembesaran
limpa pada demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak.
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan
ukuran 1 5mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks,
ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan
ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7 10 dan
bertahan selama 2 -3 hari.1,4,5
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Maas tunas rata-rata 10-20 hari.
Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,sedangkan yang
terlamasampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodormal, yaitu perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian
menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
15
16
17
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini
meliputi :
a) Uji Widal
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi
antibodi terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan
sejak tahun 1896. Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara
antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin.
Prinsip uji Widal adalah serum penderita dengan pengenceran yang
berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang sama. Jika
pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi.
Pengenceran
tertinggi
yang
masih
menimbulkan
aglutinasi
2.
3.
18
dini
dengan
antibiotik,
pemberian
kortikosteroid.
2. Gangguan pembentukan antibodi.
3. Saat pengambilan darah.
4. Daerah endemik atau non endemik.
5. Riwayat vaksinasi.
6. Reaksi anamnesik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada
infeksi bukan demam akibat infeksi demam tifoid masa
lalu atau vaksinasi.
Faktor teknik, yaitu
1. Akibat aglutinin silang.
2. Strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
3. Teknik pemeriksaan antar laboratorium.
Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:
Negatif Palsu
19
partikel
yang
berwarna
untuk
meningkatkan
dalam diagnosis
infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak
mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes
TUBEX ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan
bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik
daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan
hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. 15 Penelitian lain
mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. 9
Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan
untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana,
terutama di negara berkembang.6
20
21
pengikatan
kompetitif
dan
memungkinkan
keuntungan
metode
ini
adalah
memberikan
22
23
24
hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan
volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.
Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada
anak kecil dibutuhkan 2-4 mL.Sedangkan volume sumsum tulang yang
dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1 mL.Bakteri dalam sumsum
tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada
bakteri dalam darah. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa kultur
sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan
darah walaupun dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah
mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya.Media pembiakan yang
direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi
dimana dikatakan media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil
karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media
tersebut.
Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat
pengambilan pada perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan
biakan darah positif 40-80% atau 70-90% dari penderita pada minggu
pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga.
Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah
mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai dengan volume darah
dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai.Bakteri dalam feses
ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga minggu
ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah
minggu pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas
karena mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif
didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan
penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama
bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau
dengan kultur darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat
invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan
25
dalam
isolasi/biakan
dapat
disebabkan
oleh
26
27
28
mg/kg dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam
sampai 48 jam.
Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadangkadang diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi
harus segera dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika
metronidazol.
2. Non medikamentosa
a. Tirah baring
Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu.
Pasien harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai
pemulihan.5
b. Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah
serat adalah yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita
namun tidak memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa
(rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita demam tifoid, basanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur
lunak, tim, dan nasi biasa.
c. Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral
maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit
berat,
ada
komplikasi,
makan.Cairan
harus
penurunan
mengandung
kesadaran
elektrolit
serta
dan
yang
kalori
sulit
yang
belakang.
Ketika
reseptor
yang
peka
terhadap
panas
berkeringat
dan
vasodilatasi
perifer.Perubahan
ukuran
29
30
tifoid
mengeluarkan
bakteri
tifoid.
31
yang
abnormal,
seperti
schistosomiasis,
mungkin
BAB 4
SIMPULAN
Demam tifoid pada anak disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella
typhi yang ditularkan melalui jalur fecal-oral yang mana pada nantinya akan
masuk ke saluran cerna dan melakukan replikasi dapal ileum terminal.
32
Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa
demam, gangguan gastro intestinal, dan gangguan saraf pusat.Demam yang terjadi
lebih dari 7 hari terutama pada sore menjelang malam dan turun pada pagi
hari.Gejala gastrointestinal bisa terjadi diare yang diselingi konstipasi.Pada cavum
oris bisa didapatkan Tifoid Tongue yaitu lidah kotor dengan tepi hiperemi yang
mungkin disertai tremor.Gangguan Susunan Saraf Pusat berupa Sindroma Otak
Organik, biasanya anak sering mengigau waktu tidur.Dalam keadaan yang berat
dapat terjadi penurunan kesadaran seperti delirium, supor sampai koma.
Diagnosis cukup ditegakkan secara klinis.Pemeriksaan penunjang yang
dapat menunjang infeksi Demam Tifoid ini adalah Darah Lengkap, Uji Widal,
atau pemeriksaan serologi khusus yaitu IgM dan IgG antiSalmonella.
Penatalaksanaan penyakit ini meliputi 3 pokok utama yaitu: istirahat
dengan tirah baring yang cukup, Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Rendah Serat,
dan Antibiotika yang memiliki efektivitas yang cukup tinggi terhadap kuman
Salmonella typhi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &
2.
35
dari
http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_P
3.
33
4.
5.
EGC ; 2000.
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam
Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta :
6.
2003. h. 2-20.
Prasetyo,Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada
7.
Kota
Gorontalo.
2012.
Diunduh
dari
http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSV
ol05No01_08_2012.pdf. 22 Januari 2012.
8. Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta: EGC.
9. Ganong, WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC.
10. Garna Herry, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
11. Gunawan, SG, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
12. Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
13. Nasronudin, dkk. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia: Solusi Kini dan Mendatang.
Jakarta: Airlangga University Press.
14. Staf Pengajar FKUI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
15. Sudoyo, AW, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4. Jakarta:
FKUI.
16. Prasetyo, Risky Vitria., Ismoedijanto. 2010. Metode diagnostik demam tifoid
pada anak. Divisi tropik dan penyakit infeksi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UNAIR/ RSU dr.Soetomo Surabaya
17. Siswandari, wahyu. 2012. Lecture : Pemeriksaan laboratorium pada infeksi
bakteri.Blok TROPMED
18. Wardhani, puspa., Prihatani., Probohusodo, M.Y. 2005. Kemampuan uji
tabung widal menggunakan antigen import dan antigen lokal. ndonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 1, Nov
2005: 31-37