Anda di halaman 1dari 9

PAPER

PENGENDALIAN GULMA SECARA FISIK DILAHAN TEBU

Disusun oleh:
RAMLI HASAN BASRI (1303015031)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut Kuntohartono (1987), gulma merupakan kendala utama di areal
perkebunan tebu terutama karena terjadi peningkatan kelebatan pertumbuhan
gulma yang cepat dan lebat dengan berbagai macam spesies yang mendominasi.
Padahal pada masa-masa tertentu tebu harus terhindar dari persiangan gulma,
salah satunya adalah ketika tebu pada masa bertunas dan memulai fase anakan.
Masa tersebut merupakan masa kritis pertumbuhan tebu dan selepas masa kritis
tersebut tebu mampu bersaing dengan gulma. Gulma tumbuh rapat sejak tanaman
tebu berumur 4-6 minggu dan sangat lebat pada saat umur tanaman tebu 8-12
minggu.
Gulma

berinteraksi

dengan

tanaman

melalui

persaingan

untuk

mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas, seperti cahaya, hara,
dan air. Tingkat persaingan bergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah,
kerapatan gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur tanaman saat
gulma mulai bersaing (Jatmiko et al. 2002).
Kehadiran gulma akan mempersulit pemeliharaan dan pemanenan serta
menurunkan kualitas penebangan tebu, baik yang dilakukan secara manual,
maupun mekanik. Peng (1984) menyatakan bahwa penurunan hasil yang
disebabkan oleh gulma pada pertanaman tebu bisa mencapai 6.6% 11.7% pada
berbagai jenis tanah yang beragam. Pengaruh buruk yang diberikan oleh gulma
dapat dilihat pada berkurangnya jumlah anakan tebu, batang tebu menjadi kecil,
ruas pendek-pendek dan berwarna pucat.
2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah mengendalikan gulma secara fisik dilahan tebu ?
3. Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya tugas ini adalah untuk mengetahui teknik
pengendalian gulma secara fisik serta peralatan yang digunakannya

BAB II
PEMBAHASAN
1. GULMA PADA TANAMAN TEBU
Jenis gulma tertentu merupakan pesaing tanaman dalam mendapatkan air,
hara, dan cahaya. Di Indonesia terdapat 140 jenis gulma berdaun lebar, 36 jenis
gulma rumputan, dan 51 jenis gulma teki (Laumonier et al. 1986).
Pengelompokan gulma diperlukan untuk memudahkan dalam
pengendalian, pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan daur hidup, habitat,
ekologi, klasifikasi taksonomi, dan tanggapan terhadap herbisida. Berdasarkan
daur hidup dikenal gulma setahun (annual) yang hidupnya kurang dari setahun
dan gulma tahunan (perennial) yang siklus hidupnya lebih dari satu tahun.
Berdasarkan habitatnya dikenal gulma daratan (terrestrial) dan gulma air
(aquatic) yang terbagi lagi atas gulma mengapung (floating), gulma tenggelam
(submergent), dan gulma sebagian mengapung dan sebagian tenggelam
(emergent). Berdasarkan ekologi dikenal gulma sawah, gulma lahan kering, gulma
perkebunan, dan gulma rawa atau waduk. Berdasarkan klasifikasi taksonomi
dikenal gulma monokotil, gulma dikotil, dan gulma paku-pakuan. Berdasarkan
tanggapan pada herbisida, gulma dikelompok kan atas gulma berdaun lebar (broad
leaves), gulma rumputan (grasses), dan gulma teki (sedges). Pengelompokan yang
terakhir ini banyak digunakan dalam pengendalian secara kimiawi menggunakan
herbisida.
Perkembangan gulma di UU Cinta Manis telah mengalami banyak
perubahan sejak pengelolaan lahan untuk perkebunan tebu pertama kali
dilaksanakan. Menurut beberapa praktisi perkebunan tebu di UU Cinta Manis,
awalmula gulma yang banyak berkembang adalah gulma daun lebar dan beberapa
jenis kayu-kayuan, namun pada tahun-tahun terakhir, jenis gulma mulai bergeser
pada jenis daun sempit dan teki-tekian yang dominan di areal perkebunan. Dan
kini bahkan jenis gulma Rottboelia dan jenis kumpai (Brachiaria mutica) telah
banyak dijumpai di lahan perkebunan.
2. PERSAINGAN GULMA PADA TANAMAN TEBU

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di suatu tempat dalam waktu


tertentu yang tidak dikehendaki oleh manusia. Gulma tidak dikehendaki karena
bersaing dengan tanaman yang dibudidayakan dan dibutuhkan biaya pengendalian
yang cukup besar yaitu sekitar 25-30% dari biaya produksi (Soerjani et al. 1996).
Persaingan tanaman dengan gulma terjadi dalam hal kebutuhan unsur hara, air,
cahaya dan ruang tumbuh sehingga dapat:
1) Menurunkan hasil,
2) Menurunkan kualitas hasil,
3) Menurunkan nilai dan produktivitas tanah,
4) Meningkatkan biaya pengerjaan tanah,
5) Meningkatkan biaya penyiangan,
6) Meningkatkan kebutuhan tenaga kerja, dan
7) Menjadi inang bagi hama dan penyakit.
Gulma mampu bersaing efektif selama jangka waktu kira-kira 1/4 - 1/3 dari umur
tanaman semusim (annual crops) sejak awal pertumbuhannya. Pada lahan kering
gulma tumbuh lebih awal dan populasinya lebih padat dan menang bersaing
dengan tanaman yang dibudidayakan, sehingga gulma seringkali menjadi masalah
utama setelah faktor air dalam sistem produksi tanaman tebu .Gejala kerusakan
tebu akibat kompetisi gulma tidak tampak segera, sehingga pengendalian gulma
sering terlambat dan tanaman sudah memasuki periode kritis yang berakibat
negatif terhadap pertumbuhan dan berujung terhadap penurunan produksi. Periode
kritis merupakan periode pertumbuhan tebu yang peka terhadap kompetisi
gangguan gulma.
3. PENGENDALIAN GULMA SECARA FISIK
Cara ini telah dilaksanakan jauh sebelum penemuan herbisida
1. Hand-weeding (pencabutan/bubut)

Paling efektif untuk gulma yang baru tumbuh, gulma yang masih
muda, terutama gulma semusim

tidak efektif dalam mengendalikan gulma tahunan yang telah kuat


tumbuhnya dimana organ perbanyakan vegetatifnya yang terdapat
di bawah permukaan tanah tidak akan terganggu oleh pencabutan .

Baik untuk mengendalikan gulma di pekarangan atau di kebun


yang tidak terlalu luas.

2. Tillage (mengolah tanah)

Tidak satupun cara olah tanah yang sesuai untuk semua kondisi
pertanian, sehingga membutuhkan beberapa fleksibilitas.

Cara ini dapat menimbun gulma dan biji-bijinya, memisahkan


sistem perakaran, menyebabkan gulma di atas permukaan tanah
menjadi mengering dan/atau dapat menstimulasi perkecambahan
biji gulma agar selanjutnya dapat dikendalikan

Biasanya digunakan cangkul atau bajak

Masih bertahan sebagai alat pengendali gulma sampai saat ini di


hampir seluruh tempat di dunia

Sangat efektif untuk gulma semusim yang baru tumbuh

Gulma akan segera mati bila semua bagian gulma bisa


dibenamkan

Tidak efektif membenamkan gulma tahunan yang punya alat


perbanyakan yang terbenam di dalam tanah (teki dan alang-alang)

3. Mowing (Pembabatan)
Terbatas penggunaannya, terutama dilakukan untuk mengurangi produksi
biji gulma dan untuk membatasi pertumbuhan gulma tertentu pada
pekarangan, lapangan golf, dan sepanjang tepi jalan.
4. Mulching (Pemulsaan)
Mulsa dapat mengurangi perkecambahan biji-biji gulma dan mengurangi
terbentuknya seed-bank, melalui

Menyekat/membatasi tanah dari variasi temperatur harian agar dapat


mengurangi perkecambahan banyak spesies gulma

Mencegah cahaya mencapai biji gulma di permukaan tanah, sehingga


mencegah perkecambahan biji gulma yang butuh cahaya dalam

perkecambahan. Selanjutnya, bila biji-biji tersebut dapat berkecambah


tidak akan mampu tumbuh karena tidak dapat menembus mulsa yang
tebal.

Terlepasnya senyawa fitotoksik dari dekomposisi mulsa organik


seperti jerami padi, kulit-kulit kayu dan potongan-potongan kayu
yang

tidak

terdekomposisi

sempurna.

Hal

ini

dapat

juga

mempengaruhi tanaman terutama tanaman yang masih kecil

Untuk pertanian berskala luas, residu tanaman dapat berfungsi sebagai


mulsa. Kondisi ini dapat menjadi penyangga terhadap fluktuasi
temperatur, mengurangi laju evaporasi air dari permukaan tanah, dan
dapat menimbulkan efek alelopati.

Beberapa hambatan/kendala:

Tidak cukup membatasi pertumbuhan gulma dibawah ambang


batas ekonomi, butuh herbisida

Residu tanaman dapat membatasi efisiensi aplikasi herbisida,


terutama bila penutupan tidak cukup

Residu tersebut dapat membatasi efektivitas pengendalian gulma


melalui cara pengolahan tanah

5. Penggenangan
o Irigasi dapat digunakan untuk memanipulasi biji gulma dengan
cara

menstimulasi

perkecambahannya,

dan

kemudian

melaksanakan pengendalian yang tepat sebelum tanam (preplanting).


o Dapat mengatasi masalah gulma daratan, terutama Echinochloa
crussgalli.
o Tetapi, akan muncul gulma air yang lain seperti Cyperus diformis;
Sagittaria montevidensis
Akan efektif bila:

Semua bagian gulma betul-betul terendam

Dibatasi oleh jenis tanah (harus kedap air)

Tersedianya air dalam jumlah cukup

Esensinya: mencegah pengambilan O2 oleh akar dari tanah karena tanah jadi
anaerob
6. Pembakaran
Pembakaran gulma menyebabkan terjadinya penggumpalan protoplasma
karena suhu tinggi sehingga bagian gulma tersebut akan mati, namun
bagian gulma yang tidak terbakar belum tentu ikut mati, contoh pada
pembakaran padang alang-alang hanya memusnahkan bagian atas gulma,
namun tidak lama berselang gulma alang-alang tersebut akan tumbuh
kembali dengan memanfaatkan stolon yang berada di bawah permukaan
tanah. Pembakaran juga akan memicu biji-biji gulma dalam tanah masak
sebelum waktunya dan tumbuh/berkecambah lebuh cepat.
7. Perlakuan Panas
Potting mixtures (media tanam komersial), pada industri hortikultura,
sering diperlakukan panas untuk mengendalikan patogen, tetapi sekaligus
juga dapat mengendalikan gulma. Perlakuan uap panas dapat membunuh
biji-biji gulma pada temperatur diatas 70C sekurang-kurangnya 30 menit.
Api juga dapat menyebabkan biji gulma jadi steril bergantung pada
tingginya suhu

BAB III
KESIMPULAN
Dalam upaya untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman tebu, maka
salah satu yang perlu diperhatikan adalah adanya gangguan pertumbuhan tanaman
dari organism pengganggu tanaman (OPT) yang salah satunya adalah gulma.
Penurunan produksi akibat gulma tergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama
persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Secara
keseluruhan, kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma dapat melebihi
kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit (Fadhly, 2004).
Oleh karena itu, upaya pengendalian gulma dilaksanakan secara fisik dengan
pelaksana (SDM) yang memahami prihal gulma dan pengendaliannya.

DAFTAR PUSTAKA
Fadhly, A.F., R. Efendi, M. Rauf, dan M. Akil. 2004. Pengaruh cara penyiangan
lahan dan
pengendalian gulma terhadap pertumbuhan dan hasil jagung pada tanah bertekstur
berat. Seminar Mingguan Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, 18 Juni
2004, 14p.
Klingman, G.C., F.M. Ashton and L.J. Noordhoff. 1975. Weed Science :
Principles and
Practices. John Wiley & Sons, New York, 431p.
Kropac, Z. 1966. Estimation of weed seeds in arable soils. Pedobiologia. 6:105128.
Murwandono, 2009. Macam-macam Herbisida di Tebu. Kumpulan Materi In
House Training
Tanaman. Cinta Manis.
Rahayu, E. Suwarsi, 2003. Peranan Penelitian Allelopati Dalam Pelaksanaan Low
External
Input Dan Sustainable Agriculture (LEISA). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tjitrosedirdjo, S., I.H. Utomo dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di
Perkebunan.
Badan Penerbit Kerjasama Biotrop Bogor dan Gramedia, Bogor, 210 p.

Anda mungkin juga menyukai