Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
Kaitan suatu tempat dan sejarah sangat erat karena suatu tempat adalah
sumber memori individu dan memori kolektif. Dengan demikian suatu tempat juga
memberi kontribusi pada identitas individu dan kolektif karena karakter dan
kepribadian tempat itu sendiri yang membedakannya dari tempat lain dan masyarakat
yang tinggal di suatu tempat mempunyai rasa memiliki dan keterikatan dengan
tempat tersebut.
Para perencana kota harus mempertahankan kelayakan inti kota dengan
memastikan bahwa bangunan-bangunan baru dan pembangunan berskala besar tidak
menghilangkan ciri khas kota yang mudah dikenali. Hal ini hanya dapat dilakukan
dengan menyelamatkan dan merehabilitasi sebanyak mungkin bangunan lama,
membangun yang baru hanya jika yang diperlukan dan kemudian dengan
mengintegrasikan yang baru dengan yang lama (Lotmann, 1976).
Selain itu, karakter suatu tempat juga ditentukan oleh faktor-faktor lain yaitu
lingkungan binaan. Menurut K. Lynch (1960) dalam bukunya The Image of the city
bahwa kualitas lingkungan binaan yakni citra (imageability) dan kejelasan (legibility)
bangunan-bangunan memberi kontribusi pada munculnya identitas yang menonjol
pada suatu tempat.
Citra suatu tempat merupakan kombinasi beberapa faktor lansekap yang
saling terkait yaitu bentuk, tampak dan warna bangunan, ritme kumpulan orang,
kemeriahan serta acara-acara yang diadakan di tempat tersebut. Faktor lain yang
menentukan identitas suatu tempat adalah kombinasi berbagai elemen kultur nonmaterial seperti karakteristik masyarakat (etnis, agama, bahasa) serta apa yang di
sebut sebagai genius loci. Istilah genius loci dikemukakan oleh Dubos yang dikutip
dalam buku Place and placeness (1976) yang artinya adalah roh suatu tempat,
mencakup keunikan lingkungan binaan, kekayaan dan momen-momen historis.
Hal yang sama juga dikemukakan dalam Guidelines for preparing
conservation plan (1994) bahwa penentuan apakah suatu bangunan atau tempat
tertentu layak dilindungi sebagai warisan sejarah ditentukan juga oleh aspek-aspek
non-fisik yaitu :
1. Mempunyai nilai estetik yaitu menunjukkan aspek desain dan arsitektur suatu
tempat.
2. Mempunyai nilai edukatif yaitu menunjukkan gambaran kegiatan manusia di
masa lalu di tempat itu dan menyisakan bukti-bukti yang asli. Bisa mencakup
teknologi, arkeologi, filosofi, adat istiadat, selera dan kegunaan sebagaimana
halnya juga teknik atau bahan-bahan tertentu.
3. Nilai sosial atau spiritual yaitu keterikatan emosional kelompok masyarakat
tertentu terhadap aspek spiritual, tradisional, politis atau suatu peristiwa.
4. Nilai historis yaitu asosiasi suatu bangunan bersejarah dengan pelaku sejarah,
gagasan atau peristiwa tertentu. Mencakup analisis tentang aspek-aspek yang
tidak kasat mata (intangible aspects) dari masa lalu bangunan tersebut.
kuno saja yang perlu untuk dilestarikan, tetapi juga wilayah kota yang dipertahankan
sebagai cagar budaya, karena peninggalan-peninggalan arkeologi yang tersisa masih
cukup banyak.
2.2. Melestarikan Bangunan Bersejarah
Pelestarian bangunan bersejarah merupakan suatu pendekatan yang strategis
dalam pembangunan kota, karena pelestarian menjamin kesinambungan nilai-nilai
kehidupan dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh aktor pembangunan
(stakeholder). Istilah yang digunakan untuk bangunan lama yang memiliki nilai-nilai
berharga adalah historical building, atau dapat kita samakan artinya dengan bangunan
bersejarah. Pada pusat kota terjadi perkembangan dan perubahan yang dinamis
ditandai dengan munculnya berbagai aktivitas, terutama perekonomian dan
mengakibatkan perubahan secara fisik.
Menurut seorang ahli hukum dari Denmark yang bernama JJA Worsaae pada
abad ke 19 mengatakan bahwa :
bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak hanya melihat masa kini dan
masa mendatang, tetapi mau berpaling ke masa lampau untuk menyimak
perjalanan yang dilaluinya.
Senada dengan ucapan di atas ungkapan lain muncul yang ditegaskan oleh
filsuf Aguste Comte mengatakan bahwa :
mempelajari masa lalu, melihat masa kini, untuk menentukan masa depan.
Melihat masa lalu yang diungkapkan dengan keberadaan fisik bangunan kuno
tentunya tidak dilihat dari sosok bangunannya saja, tetapi nilai sejarah besar apa
yang melekat dan membungkusnya sebagai makna kultural. Karena tampilan
pembungkus makna ini dapat diikutkan dalam menentukan dan memberikan
Upaya pelestarian yang telah dilakukan dahulu dan sekarang pada dasarnya
mempunyai tujuan yang sama, yaitu pelestarian demi kepentingan penggalian nilainilai budaya dan proses-proses yang pernah terjadi pada masa lalu. Namun seiring
dengan usaha pembangunan yang terus berlangsung di negara kita, maka memberi
tantangan tersendiri terhadap upaya pelestarian. Pembangunan sering kali berdampak
negatif terhadap kelestarian benda cagar budaya. Problem semacam ini muncul
dimana-mana terutama di daerah perkotaan. Kegiatan pembangunan tanpa
menghiraukan keberadaan benda cagar budaya hingga saat ini masih terus
berlangsung. Hal ini tampak dari semakin menurunnya kualitas dan kuantitas benda
cagar budaya.
Upaya pelestarian benda cagar budaya membutuhkan keterlibatan banyak
pihak dan yang terpenting adalah keterlibatan masyarakat, terutama pada benda cagar
budaya yang masih dipakai (living monument). Pelestarian living monument
terkadang lebih sulit, dikarenakan kurangnya pemahaman sang pemilik tentang
pentingnya pelestarian benda cagar budaya miliknya. Menurut Mundarjito (UI 2002,
dalam Jurnal FT UMJ 2005: 3) tentang upaya pelestarian benda cagar budaya secara
garis besar sebagai berikut:
1. Perlindungan
Perlindungan merupakan upaya melindungi benda cagar budaya dari kondisikondisi yang mengancam kelestariannya melalui tindakan pencegahan terhadap
gangguan, baik yang bersumber dari perilaku manusia, fauna, flora maupun
lingkungan alam. Upaya perlindungan yang dilakukan melalui :
a. Penyelamatan
Penyelamatan dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi benda cagar
budaya dari kerusakan dengan kegiatan berupa ekskavasi penyelamatan,
pemindahan, pemagaran, pencungkupan, penguasaan benda cagar budaya oleh
negara melalui imbalan, dan pemasangan papan larangan.
b. Pengamanan
Pengamanan dilakukan untuk pencegahan terhadap gangguan perbuatan
manusia yang dapat mengakibatkan kerugian fisik dan nilai benda. Kegiatannya
berupa Penempatan Satuan Pengamanan Peninggalan Sejarah dan Purbakala
(SATPENJARLA), dan Penyuluhan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya.
c. Perizinan
Perizinan dilakukan melalui pengawasan dan perizinan, baik dalam bentuk
ketentuan atau ketetapan maupun tindakan penertiban terhadap lalu lintas benda
cagar budaya. Kegiatannya berupa mengeluarkan ijin pemanfaatan untuk
kepentingan pendidikan Siswa sekolah dan keagamaan.
2. Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan upaya untuk melestarikan benda cagar budaya dari
kerusakan yang diakibatkan oleh manusia dan alam. Upaya pemeliharaan dilakukan
melalui :
a. Konservasi
Kegiatan pemeliharaan benda cagar budaya dari kemusnahan dengan cara
menghambat proses pelapukan dan kerusakan benda sehingga umurnya dapat
diperpanjang dengan cara kimiawi dan non kimiawi. Kegiatannya berupa
pengangkatan
Juru
pelihara
(Jupel),
penataan
lingkungan,
pertamanan,
c. Apabila telah rusak berat atau hilang, maka dapat diganti dengan bahan
baru. Namun bahan pengganti harus sama, baik jenis maupun kualitasnya.
3) Keaslian Tata Letak
a. Tata letak bangunan harus dipertahankan dengan lebih dahulu melakukan
pemetaan
b. Keletakan komponen-komponen bangunan seperti hiasan, arca, dan lainlain harus dikembalikan ke tempat semula.
4) Keaslian Teknologi
Keaslian teknologi pengejaan dengan bahan asli maupun baru harus tetap
dipertahankan. keaslian teknologi ini antara :
a. Teknologi Pembuatan
b. Teknologi Konstruksi
Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, maka perlu dipahami bahwa pemugaran
bukan merupakan pekerjaan pembangunan atau pembuatan bangunan, melainkan
pekerjaan perbaikan dan pengawetan.
3. Dokumentasi atau Publikasi
Dokumentasi atau publikasi merupakan upaya untuk mendokumentasikan
benda cagar budaya dan menyebarluaskannya kepada masyarakat melalui media
cetak atau media elektronik. Upaya dokumentasi atau publikasi dilakukan melalui :
a. Perekaman Data
Perekaman Data merupakan rangkaian kegiatan pembuatan dokumen tentang
benda cagar budaya yang dapat memberikan informasi atau pembuktian tentang
keberadaannya. Kegiatannya berupa pemotretan, pemetaan, penggambaran, dan
survei.
b. Publikasi
Publikasi merupakan upaya menyebarluaskan informasi pelestarian benda
cagar budaya agar dapat diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Kegiatannya
berupa pameran, penerbitan buletin dan buku, film dokumenter dan website.
Bangunan-bangunan kuno bernilai sejarah dihancurkan dan ruang-ruang
terbuka disulap menjadi bangunan. Banyak perencanaan arsitektur dan kota
dikerjakan tidak atas dasar cinta dan pengertian sesuai etik profesional, melainkan
berdasarkan eksploitasi yang bermotif komersial, sehingga menghasilkan karya
berkualitas rendah. Dengan demikian, kehendak untuk membisniskan kota hendaknya
mempertimbangkan secara matang, karena setiap kota mempunyai budaya dan
sejarah yang berbeda-beda dengan kota-kota lainnya.