Anda di halaman 1dari 11

Akuntansi Sektor Publik

Analisis Kinerja Pemerintahan Kabupaten Sleman


Tahun 2009 dan 2010
Ujian Tengah Semester

Nama Kelompok :
Stefani Mutiara 12.60.0104
Yemima Diesti 12.60.0108
Willy Suryajaya Yulio 12.60.0109
Andreas Suryawan 12.60.0110

Universitas Katolik Soegijapranata


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan Akuntansi

Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan
membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode
sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi.

Rasio-Rasio yang digunakan untuk menganalisis Laporan Keuangan Sektor


Publik :
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio Kemandirian akan menunjukkan seberapa besar dana sendiri (Pendapatan Asli
Daerah) yang digunakan untuk membiayai semua kegiatan pemerintahan, pembangunan
dan pelayanan kepada masyarakat. Semakin besar rasio ini berarti ketergantungan terhadap
bantuan dari pihak luar semakin berkurang seperti hibah, bantuan pemerintah pusat maupun
propinsi. Rasio ini pun menggambarkan seberapa besar partisipasi masyarakat dalam
melakukan pembangunan karena PAD diperoleh dari masyarakat melalui pajak, retribusi
daerah yang menjadi komponen utama dalam PAD.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah = Pendapatan Asli Daerah (PAD) / Bantuan
Pemerintah Pusat,Propinsi dan Pinjaman
(Semakin tinggi rasio di atas maka semakain baik kinerja suatu lembaga sektor publik.)
Kemampuan Keuangan
Rendah sekali
Rendah
Sedang
Tinggi

Rasio Kemandirian (%)


0-25
>25-50
>50-75
>75-100

Perhitungan :
1. Rasio Kemandirian
Keterangan
PAD(000)
Transfer Dari Pemerintah Pusat, Propinsi dan Pinjaman (000)
Rasio Kemandirian
Kemampuan Keuangan

2009
Rp157.231.267
Rp829.251.118
19%
Rendah Sekali

Tahun
2010
Rp163.056.459
Rp915.987.628
18%
Rendah Sekali

Berdasarkan Tabel, dapat dilihat bahwa Rasio Kemandirian antara tahun 2009-2010 masih
belum dapat dikatan baik. Ditahun 2009 rasio kemandirian 19% namun pada tahun 2010 rasio
kemandirian turun menjadi 18%.

2. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah


Setiap pemerintahan telah memiliki estimasi Pendapatan Asli Daerah yang tentunya disusun
berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki suatu daerah. Tidak tertutup kemungkinan dalam
realisasinya, Pendapatan Asli Daerah lebih besar atau lebih kecil dari yang telah
diestimasikan. Rasio Efektivitas PAD ini menunjukkan seberapa efektif suatu daerah dalam
merealisasikan PAD yang telah dianggarkan tersebut.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Efektifitas = Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) / Target
Penerimaan PAD yang ditetapkan Berdasarkan Potensi Riil Daerah
(Semakin tinggi rasio di atas maka semakin baik kinerja suatu lembaga sektor publik,
karena semua rencana benar-benar terlaksana dan hal itu berarti bahwa kinerjanya terbukti)
Perhitungan :
2. Rasio Efektifitas
Keterangan

Tahun
2010
Realisasi PAD (Rp/000)
Rp163.056.459
Target PAD (Rp/000)
Rp163.530.209
Rasio Keefektifan PAD (%)
100%
Pada Tabel dapat dilihat antara realisasi PAD dengan target PAD pada tahun 2010 sudah
terpenuhi sesuai dengan yang ditargetkan. Yaitu mencapai 100%. Kinerja pemerintah benarbenar terbukti sesuai rencana dan terlaksana.

3. Rasio Efisiensi Pendapatan Asli Daerah


Dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah tentunya dikeluarkan biaya-biaya, hal ini
akan menggambarkan kinerja pemerintah dalam melakukan pemungutan pendapatan yang
diimbangi dengan biaya yang memenuhi batas kewajaran.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Efisiensi PAD = Biaya yang Dikeluarkan untuk Memungut PAD / Realisasi
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Perhitungan
3. Rasio Efisiensi
Keterangan

Tahun

Total Biaya (000)

2009
Rp183.969.51

2010
Rp147.387.381

Total Penerimaan Realisasi PAD (000)

2
Rp157.231.26

Rp163.056.459

Rasio Efisiensi

7
117%

90%

Pada Tabel dapat dilihat bahwa efisiensi pemakaian biaya untuk mendapatkan pendapatan asli
daerah dinilai kurang efisien karena mendekati 100% bahkan di tahun 2009 melebihi 100%.
Pada tahun 2009 tingkat efisiensi sebesar 117% dan menurun di tahun 2010 menjadi 90%. Ini
berarti kinerja pemerintah daerah sudah mengalami kenaikan efisiensi pengelolaan biaya.

4. Rasio Kemampuan Rutin


Rasio Kemampuan Rutin adalah kemampuan Pendapatan asli daerah dalam memenuhi total
pengeluaran rutin.
Dapat dirumuskan : PAD/ Total Pengeluaran Rutin
Perhitungan :
4. Rasio Kemampuan Rutin
Keterangan
PAD (Rp/000)

Tahun
2009
Rp157.231.26

2010
Rp163.056.459

Total Pengeluaran Rutin (Rp/000)

7
Rp860.189.98

Rp989.131.133

4
Rasio Kemampuan Rutin
18%
16%
Berdasarkan Tabel, kemampuan PAD menutup total pengeluaran rutin dibilang masih sangat
kurang karena masih dibawah 40%. Pada tahun 2009 rasio kemampuan rutin sebesar 18%
dan ditahun 2010 mengalami penurunan menjadi 16%.

5. Rasio Keserasian
Rasio keserasian menunjukkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi
dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Terdapat 2 macam rasio
keserasian, yaitu rasio belanja rutin dan belanja pembangunan.
Rasio Belanja rutin dapat dirumuskan : Total Belanja rutin / Total anggaran belanja daerah
Perhitungan :
Analisis Keserasian

Keterangan
Total Belanja Rutin (000)
Total Belanja APBD (000)

Tahun
2009
Rp860.189.984
Rp1.016.026.60

2010
Rp989.131.133
Rp1.131.602.398

Rasio Belanja Rutin (%)

1
85%

87%

Rasio Belanja Pembangunan dapat dirumuskan : Total belanja pembangunan / Total anggaran
belanja daerah
Perhitungan :
Rasio Belanja Pembangunan
Total Belanja Pembangunan (000)

Rp

Rp

Total Belanja APBD (000)

99.812.269
Rp

115.846.912
Rp

Rasio Belanja Pembangunan (%)

1.016.026.601
10%

1.131.602.398
10%

Pada kedua tabel dapat dilihat Pemerintah Sleman lebih memprioritaskan kepada belanja
rutin daripada belanja pembangunan. Pada tahun 2009 sebesar 85% dari total anggaran dan
pada tahun 2010 meningkat sebesar 87% dari total anggaran. Sedangkan untuk belanja
pembangunan pada tahun 2009 hanya sebesar 10% saja dari total anggaran, demikian pada
tahun 2010 total belanja pembangunan juga 10% saja dari total anggaran.

6. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah
daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari
periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing
komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensipotensi mana yang perlu mendapatkan perhatian.
Perhitungan :
Analisis rasio pertumbuhan
Keterangan
PAD (000)

Tahun
2009
Rp157.231.26
7

2010
Rp163.056.459

Pertumbuhan PAD
Total Pendapatan (000)

0%
Rp996.182.71

4%
Rp1.095.628.887

Perttumbuhan Pendapatan
Belanja Rutin (000)

4
0%
Rp860.189.98

10%
Rp989.131.133

4
Pertumbuhan Belanja Rutin
0%
15%
Belanja Pembangunan (000)
Rp99.812.269
Rp115.846.912
Pertumbuhan Belanja Pembangunan
0%
16%
Pada Tabel analisis rasio pertumbuhan dapat dilihat pemerintah daerah Sleman sudah
lumayan baik dalam peningkatanya pada tahun 2009 ke 2010. Kenaikan PAD sebesar 4%,
kenaikan total pendapatan sebesar 10%, kenaikan pertumbuhan belanja rutin sebesar 15%,
dan kenaikan pertumbuhan belanja Pembangunan sebesar 16%. Berarti terjadi kenaikan
disetiap sektor dalam rasio pertumbuhan.

7. Derajat Desentralisasi
Rasio Derajat desentralisasi digunakan untuk mengukur seberapa besar Pendapatan asli
daerah menyumbang dalam total penerimaan daerah.
Dapat dirumuskan : PAD / Total Penerimaan Daerah.
Perhitungan :
Derajat Desentralisasi
PAD (000)
Penerimaan Daerah (000)
Derajat Desentralisasi

2009
Rp157.231.267
Rp996.182.714
16%

2010
Rp163.056.459
Rp1.095.628.887
15%

Pada Tabel dapat dilihat besarnya Pendapatan asli daerah dalam sumbanganya terhadap total
penerimaan daerah masih relatif kecil karena masih dibawah 20%. Pada tahun 2009 derajat
desentralisasinya sebesar 16% dan pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 15%.

8.

Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar
tingkat ketergantungan pemerintah daerah menggunakan dana-dana yang diberikan
pemerintah.
Rasio Ketergantungan =Pendapatan Transfer/ Total Penerimaan Daerah

(Semakin tinggi rasio ketergantungan maka semakin buruk pemerintah daerah karena tidak
adanya dana dari penghasilan daerah sendiri yang seharusnya dapat membiayai kebutuhan
daerahnya sendiri)
Perhitungan :
Rasio Ketergantungan
Pendapatan Transfer (000)
Total Penerimaan Daerah (000)
Rasio Ketergantungan

Rp882.650.618
Rp996.182.714
89%

Rp909.887.128
Rp1.095.628.887
83%

Pada tabel dapat dilihat rasio ketergantungan masih tergolong kurang baik. Dalam tolal
penerimaan daerah sekitar 80% nya berasal dari pendapatan transfer pemerintah pusat
maupun provinsi. Pada tahun 2009, rasio ketergantungan 89% dan pada tahun 2010 rasio
ketergantungan menurun menjadi 83%. Berarti cukup mengalami perkembangan yang bagus
karena rasio kertergantungan nya menurun sebesar 6%.

Kesimpulan
Kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam mendukung
otonomi daerahnya masih tergolong rendah. Dapat dibuktikan dari tingkat rasio kemandirian
yang menyatakan bahwa pola hubungan keuangan pemerintah daerah kabupaten Sleman
selama dua tahun anggaran terakhir masih lemah (<25%). Pemerintah Kabupaten Sleman
masih kurang dan tidak dapat menutupi pengeluaran rutin dengan pendapatan asli daerahnya
sendiri. Pendapatan terbesar diperoleh dari sumbangan transfer pemerintah pusat melebihi
80%. Sedangkan yang benar-benar diperoleh dari pendapatan asli daerahnya masih dibawah
20%.
Artinya daerah masih belum mampu melaksanakan otonomi daerahnya dan masih tergantung
pada pemerintah pusat.
Dalam Penilaian keefektifan dan keefisienan dalam mengelola pendapatan asli daerah
nya, Pemerintah Kabupaten Sleman sudah dibilang baik. Pada tahun 2010, keefektifan sudah
mencapai tingkat 100% sesuai dari anggaran yang ditetapkan. Artinya pemerintah benar-

benar mencapai target yang sudah ditargetkan. Dalam tingkat keefisienan, pemerintah masih
belum cukup efisien karena besarnya biaya masih tergolong besar dibandingkan pendapatan
yang diterima.
Pada rasio keserasian, Pemerintah Kabupaten Sleman masih belum dapat membagi
penganggaranya dengan baik. Pembiayaan terlalu difokuskan kepada pembiayaan rutin yaitu
diatas 85%, sedangkan pembiayaan untuk pembangunan hanya sekitar 10% saja. Sebaiknya
pemerintah Kabupaten Sleman lebih mengalokasikan kepada pembiayaan pembangunan,
karena dalam belanja pembangunan digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi
masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Sleman dapat dibilang mengalami peningkatan yang cukup
baik dalam kinerja nya hampir disemua aspek dari tahun 2009 ke tahun 2010. Kinerja
pemerintah membaik dari tahun sebelumnya. Hanya dalam beberapa aspek yang mengalami
penurunan, namun tidak signifikan. Besarnya pendapatan asli daerah mengalami peningkatan
yang cukup baik. Dalam anggaran dan realisasi di tahun 2010 hampir semuanya mendekati
100% atau tercapai. Namun, kebutuhan belanja masih terlalu sedikit dari anggaran yang
ditetapkan. Dalam hasil akhir dianggarkan akan terjadi defisit sebesar 147.387.126.539, tetapi
dalam realisasinya defisit sebesar 35.973.511.344. ini berarti menghemat cukup biaya dari
apa yang dianggarkan dibanding realisasinya.

Lampiran :

Anda mungkin juga menyukai