Anda di halaman 1dari 22

Skenario 4

TINGGINYA PREVALENCE TB
I.

SKENARIO
Dokter dari Puskesmas Sukamadi ingin melaksanakan program menekan
tingginya prevalensi diwilayahnya. Prevalensi Tb didaerahnya termasuk tertinggi di
Kabupaten. Angka prevalensi Kecamatan Sukamadi 455/100.000 penduduk
sedangkan angka prevalensi Kabupaten keseluruhan sekitar 385/100.000 penduduk.
Dokter puskesmas tersebut ingin membuat program yang mungkin dapat
menurunkan angka prevalensi dengan menggunakan beberapa faktor risiko
terjadinya kejadian tingginya angka prevalensi Tb tersebut.
Dalam analisis odds ratio dari penelitian yang dilakukan terlihat sebagai berikut :
Tabel 1 : Beberapa jenis faktor risiko dan odds ratio penyakit Tb
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

II.

Faktor risiko
Kurangnya penyuluhan Tb
Rendahnya PMO
Kondisi lingkungan
Kepadatan hunian
Pengertian PHBS
Rendahnya pendidikan
Kondisi social ekonomi

Odds ratio
2
9
5
6
0.2
1
4

Keterangan

TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penelitian menggunakan case control
study.
2. Mahasiswa dapat mengartikan arti dari Odds Ratio (OR)
OR<1, OR=1 dan OR>1
3. Mahasiswa dapat membuat rencana program berdasarkan hasil dari table oddsratio diatas.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) masih merupakan penyakit penting sebagai penyebab
morbiditas dan mortalitas, dan tingginya biaya kesehatan Setiap tahun diperkirakan 9
juta kasus TB baru dan 2 juta di antaranya meninggal. (Kartasasmita C.B,2009) Dari
9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah anak usia <15 tahun.
(Kartasasmita C.B,2009) Dari seluruh kasus anak dengan TB, 75% didapatkan di
duapuluh dua negara dengan beban TB tinggi (high burden countries). (Kartasasmita
C.B,2009) Dilaporkan dari berbagai negara resentase semua kasus TB pada anak
berkisar antara 3% sampai >25%. (Kartasasmita C.B,2009) Mayoritas anak tertular
TB dari pasien TB dewasa, sehingga dalam penanggulangan TB anak, penting untuk
mengerti gambaran epidemiologi TB pada dewasa. (Kartasasmita C.B,2009) Infeksi
TB pada anak dan pasien TB anak terjadi akibat kontak dengan orang dewasa sakit
TB aktif. Diagnosis TB pada dewasa mudah ditegakkan dari pemeriksaan sputum
yang positif. Sulitnya konfirmasi diagnosis TB pada anak mengakibatkan
penanganan TB anak terabaikan, sehingga sampai beberapa tahun TB anak tidak
termasuk prioritas kesehatan masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia.
Akan tetapi beberapa tahun terakhir dengan penelitian yang dilakukan di negara
berkembang, penanggulangan TB anak mendapat cukup perhatian. Dari beberapa
negara Afrika dilaporkan hasil isolasi Mycobacterium tuberculosis (MTB) 7%-8%
pada anak yang dirawat dengan pneumonia berat akut dengan dan tanpa infeksi
human immunodeficiency virus (HIV), dan TB merupakan penyebab kematian pada
kelompok anak tersebut Dilaporkan juga dari Afrika Selatan bahwa pada anak anak
yang sakit TB didapatkan prevalensi HIV 40 %-50%.(Kartasasmita C.B,2009)
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB
tertinggi di dunia. (WHO, 2010) Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar
660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per
tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian pertahunnya.
(Kemenkes, 2011).
Case control Studi adalah Yaitu rancangan penelitian epidemiologi

yang

mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara

membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status


paparannya. (Swarjana, I. K,2012)Pemilihan subyek berdasarkan status penyakit,
untuk kemudian dilakukan pengamatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar
faktor penelitian atau tidak.
Odds Ratio (OR) adalah ukuran asosiasi paparan (faktor risiko) dengan kejadian
penyakit; dihitung dari angka kejadian penyakit pada kelompok berisiko (terpapar
faktor risiko) dibanding angka kejadian penyakit pada kelompok yang tidak berisiko
(tidak terpapar faktor risiko). (Swarjana, I. K,2012)
Pada kasus dibawah, peneliti mendapatkan bahwa angka angka prevalensi di
kecamatan Sukamandi sebesar 455/100.000 penduduk sedangkan angka prevalensi
kabupaten keseluruhan sekitar 385/100.000. Data tersebut, mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian dengan case control study pada penduduk di kecamatan
Sukamandi dengan tujuan untuk melihat faktor risiko atau paparan yang ada pada
penduduk di kecamatan Sukamandi terhadap angka prevalensi TB yang ada di
kecamatan tersebut.
Uji statistik yang akan dipakai dibawah ialah dengan odd ratio yang dapat
menilai tujuan dan maksud dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dari hasil
yang didapat diharapkan peneliti dapat memberikan masukan yang dapat
menghasilkan langkah langkah yang kongkrit dalam menekan angka prevalensi TB
di kecamatannya.
Penelitian ini dirasa penting karena selain penyakit TB adalah salah satu
penyakit menular yang sangat mudah menyebar dan mempunyai efek samping dan
komplikasi yang dapat membahayakan nyawa. Selain itu penyakit TB ini juga salah
satu penyakit yang masa pengobatannya lama sehingga sangat perlu diperhatikan
dalam praktik sehari hari. Dari prevalensi yang didapatkan diatas menunjukan
angka prevalensi yang tinggi pada kecamatan Sukomandi dibandingkan angka
prevalensi kabupaten sehingga hal ini sangat perlu diangkat dalam penelitian ini.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit TB secara lengkap?
2. Apakah yang dimaksud dengan case control study? Bagaimana cara penelitian
dengan case control study?

3. Apakah yang dimaksud dengan odd ratio (OR) ? Bagaimana cara membaca
hasil dari penelitian dengan Odd Ratio.
4. Bagaimana rencana program yang tepat yang dapat dilakukan kedepannya
dari hasil faktor risiko dan hasil penelitian yang dilakukan di kecamatan
Sukamandi?
1.3. Tujuan
1. Pembaca mengerti mengenai penyakit TB secara lengkap.
2. Pembaca mengerti mengenai case control study dan bagaimana cara
penelitiannya.
3. Pembaca mengerti mengenai Odd Ratio (OR) dan bagaimana cara
penelitiannya.
4. Rencana program yang dihasilkan tepat sesuai faktor risiko yang ada sehingga
dapat menekan angka prevalensi di kecamatan Sukamandi.
1.4. Manfaat
1. Pembaca dapt mengenali penyakit TB dan penangannya.
2. Pembaca dapat menggunakan penelitian case control study secara tepat
kedepannya.
3. Pembaca dapat membaca hasil dan interpretasi dari Odd Ratio (OR)
4. Hasil dari rencana program yang ada dapat dijadikan acuan dalam menekan
angka prevalensi TB.

BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN
2.1. Analisa
1. Skenario
Dokter dari Puskesmas Sukamadi ingin melaksanakan program menekan tingginya
prevalensi diwilayahnya. Prevalensi Tb didaerahnya termasuk tertinggi di Kabupaten.
Angka prevalensi Kecamatan Sukamadi 455/100.000 penduduk sedangkan angka

prevalensi Kabupaten keseluruhan sekitar 385/100.000 penduduk.


Dokter puskesmas tersebut ingin membuat program yang mungkin dapat
menurunkan angka prevalensi dengan menggunakan beberapa faktor risiko terjadinya
kejadian tingginya angka prevalensi Tb tersebut.
Dalam analisis odds ratio dari penelitian yang dilakukan terlihat sebagai berikut :
Tabel 1 : Beberapa jenis faktor risiko dan odds ratio penyakit Tb
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Faktor risiko
Kurangnya penyuluhan Tb
Rendahnya PMO
Kondisi lingkungan
Kepadatan hunian
Pengertian PHBS
Rendahnya pendidikan
Kondisi social ekonomi

Odds ratio
2
9
5
6
0.2
1
4

Keterangan

2. Analisa Rendahnya PMO pada TB


a. TB
1) Definisi
TBC adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobakterium Tuberculosis
Sistem sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak diparu yang
biasanya merupakanlokasi infeksi primer. (Mansjoer, Arief, 2001)
2) Epidemiologi
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB
tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000
(WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya
(Kemenkes, 2011).
3) Faktor Risiko
Menurunnya sistem kekebalan tubuh karena berbagai hal memudahkan TB
latent berubah menjadi TB aktif. Faktor risiko tersebut antara lain:

Orang-orang yang dalam kesehariannya kontak dekat dengan penderita TB

Aktif, misalnya keluarga tinggal serumah, apalagi hidup berdesak-desakan,


karena peluang kemasukan Mtb dari batuk penderita TB aktif menjadi lebih
sering. Hal ini menjadi semakin berat apabila rumah tidak termasuk dalam
katagori rumah sehat khususnya dalam hal ventilasi dan pencahayaan
sinar matahari (aliran udara akan membuyarkan konsentrasi Mtb dan cahaya
matahari akan membunuh Mtb).

Orang-orang yang tinggal dalam suatu institusi (termasuk pegawainya)


misalnya tempat penampungan tunawisma, tempat pengungsian, rumah
perawatan, rumah sakit dan lembaga pemasyarakatan. Kecuali tindakan
pencegahan dan infection control di fasilitas atau institusi tersebut
dilaksanakan dengan baik.

Pernah terinfeksi TB dalam jangka waktu 2 tahun sebelumnya atau lebih.

Orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun, misalnya orang


dengan HIV AIDS kecuali mendapatkan pengobatan dengan baik dan terus
menerus, termasuk pengobatan pencegahan dengan INH.

Kondisi kesehatan lainnya yang menurunkan sistem kekebalan tubuh,


misalnya: Penerima transplantasi organ yang mendapatkan pengobatan
dengan kortikosteroid, penderita Diabetes Mellitus dan penyakit kronis
lainnya dan kurang gizi (Berat badan 10% atau lebih dibawah berat badan
ideal)

Bayi dan Anak Balita karena sistem kekebalan tubuh belum kuat demikian
pula orang tua karena secara alamiah sistem kekebalan tubuhnya mulai
menurun.

Orang-orang yang bermigrasi ke daerah dengan prevalensi TB tinggi karena


peluang terpapar meningkat

Sebagai tambahan, WHO Factsheet (Oktober 2012) menyebutkan bahwa


penggunaan tembakau meningkatkan risiko kesakitan dan kematian akibat
TB. Lebih dari 20 persen kasus TB diseluruh dunia ada kaitannya dengan
penggunaan tembakau.

Kemiskinan sudah barang tentu meningkatkan risiko tertular TB. Seperti


apa yang telah ditulis di atas, orang miskin didera banyak kondisi yang
memudahkan penularan TB. Antara lain kondisi rumah yang tidak sehat,
hidup berdesak-desakan, kekurangan gizi dan tingkat pendidikan yang
rendah.

b. PMO (Panduan Minum Obat)


Pengobatan TB dengan program DOTS dapat memberikan kesembuhan
bagi pasien TB jika pasien patuh dan melakukan pengobatan secara teratur.
Namun

pengobatan

yang

lama

membuat

pasien

TB

bosan

untuk

mengkonsumsi obat sehingga dapat mengakibatkan pasien TB tidak sembuh


dan juga resisten terhadap OAT. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal ini
perlu adanya pengawasan pada pasien TB saat melakukan pengobatan.
Pengawasan pengobatan pasien TB ini dilakukan oleh seorang PMO (Price
SA,2005).
Penyakit Tuberkulosis membutuhkan pengobatan jangka panjang untuk
mencapai kesembuhan. Tipe pengobatan jangka panjang menyebabkan pasien
tidak patuh dalam menjalani pengobatan. Perilaku yang tidak patuh dalam
pengobatan TB paru membuat bakteri TB paru menjadi resisten pada tubuh.
Pasien tidak patuh dalam pengobatan adalah salah satu penyebab tingginya
angka kejadian penyakit TB Paru. Dukungan dari keluarga adalah merupakan
salah satu faktor yang dapat mendukung ketaatan dalam program pengobatan.
Diharapkan partisipasi keluarga dan peranannya sebagai PMO dalam
pengawasan minum obat yang akan meningkatkan kepatuhan minum obat
pasien TB Paru (Kartikasari D, 2011)
c. Analisa Kasus
Pada kasus tingginya prevalensi Tuberculosis di Kecamatan Sukamandi,
didapatkan beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi diantaranya
kurangnya penyuluhan tentang Tuberculosis, rendahnya PMO, kondisi

lingkungan, kepadatan hunian, pengertian PHBS, rendahnya pendidikan dan


kondisi sosial ekonomi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan
Sukamandi terhadap keseluruhan faktor risiko diatas maka didapatkan beberapa
variasi odds ratio. Odds ratio tertinggi yaitu 9 pada faktor risiko rendahnya
PMO. Hal ini berarti bahwa rendahnya PMO memiliki kesempatan 9 kali lipat
lebih tinggi untuk mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya Tuberculosis
dibandingkan faktor risiko yang lainnya.
Didapatkan odds ratio dengan nilai 1 yaitu faktor risiko rendahnya
pendidikan. Hal ini berarti bahwa rendahnya pendidikan tidak mempengaruhi
atau bukan merupakan faktor risiko dari terjadinya kasus Tuberculosis di
Kecamatan Sukamandi. Pada faktor risiko tentang pengertian PHBS (Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat), didapatkan odds ratio 0.2 yang berarti bahwa
pengertian tentang PHBS ini bersifat protektif atau sebagai proteksi dari
Tuberculosis.
d. Case control study
Penelitian case-control merupakan penelitian analitik observasional yang
banyak digunakan dalam bidang epidemiologi. Desain penelitian ini digunakan
untuk mengetahui penyebab penyakit dengan menginvestigasi hubungan antara
faktor risiko (risk factor) dengan kejadian penyakit (occurance of disease).
Desain ini menggunakan pendekatan backward looking (retrospective)
berdasarkan exposure histories of cases and controls (WHO, 2001 dalam
Swarjana, 2012). Retrospektif adalah arah pengusutan jika peneliti menentukan
status penyakitnya terlebih dahulu, kemudian mengusut riwayat paparan ke
belakang (penyebabnya) (Murti, 2011). Pendekatan retrospektif dapat menguji
banyak variabel.
Pada studi kasus kontrol, peneliti menggunakan kasus-kasus yang sudah ada
(backward) dan memilih kontrol (non-kasus) yang sebanding. Kemudian peneliti
mencari informasi status riwayat paparan masing-masing atau predictor variable
di dalam subjek kasus dan kontrol (Murti, 2011; Swarjana, 2012). Untuk

penyakit yang long latent periods sangat efisien untuk menggunakan casecontrol. Desain ini banyak digunakan untuk penelitian atau studi tentang
kejadian luar biasa (KLB) (Swarjana, 2012).
Karakteristik case control merupakan penelitian observasional yang bersifat
retrospektif. Penelitian diawali dengan kelompok kasus dan kelompok control.
Kelompok kontrol digunakan untuk memperkuat ada tidaknya hubungan sebabakibat. Terdapat hipotesis spesifik yang akan diuji secara statistic. Kelompok
kontrol mempunyai risiko terpajan yang sama dengan kelompok kasus. Pada
penelitian kasus-kontrol, yang dibandingkan ialah pengalaman terpajan oleh
faktor risiko antara kelompok kasus dengan kelompok control. Penghitungan
besarnya risiko relatif hanya melalui perkiraan melalui perhitungan odds ratio.
(Swarjana, 2012)
Keuntungan dari metode penelitian ini adalah Kelompok kontrol
mempunyai risiko terpajan yang sama dengan kelompok kasus. Pada penelitian
kasus-kontrol, yang dibandingkan ialah pengalaman terpajan oleh faktor risiko
antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Penghitungan besarnya risiko
relatif hanya melalui perkiraan melalui perhitungan odds ratio. (Murti, 2011)
Kelemahan dari metode penelitian ini adalah alur metodologi inferensi
kausal yang bertentangan dengan logika normal. Rawan terhadap bias. Tidak
cocok untuk paparan langka. Tidak dapat menghitung laju insidensi. Validasi
informasi yang diperoleh sulit dilakukan. Kelompok kasus dan kontrol dipilih
dari dua populasi yang terpisah. (Swarjana, 2012)
Kriteria pemilihan kasus adalah kriteria Diagnosis dan kriteria inklusi harus
dibuat dengan jelas. Populasi sumber kasus dapat berasal dari rumah sakit atau
populasi/masyarakat. Kriteria pemilihan kontrol adalah mempunyai potensi
terpajan oleh faktor risiko yang sama dengan kelompok kasus. Tidak menderita
penyakit yang diteliti. Bersedia ikut dalam penelitian. (Murti, 2011; Swarjana,
2012)
e. Odds Ratio.

Odds ratio adalah suatu ukuran asosiasi yang biasanya digunakan untuk
mengukur kekuatan hubungan antara potensi risiko atau faktor protektif
(exposure) dan hasil. Odds ratio merupakan probabilitas bahwa suatu peristiwa
akan terjadi dibagi dengan probabilitas bahwa itu tidak akan terjadi. (Lutfiyah,
dkk, 2013)
Kriteria odds ratio, yaitu (Lutfiyah, dkk, 2013) :

Nilai OR 1,berarti bahwa kemungkinan paparan antara kasus adalah sama


dengan kemungkinan paparan kelompok kontrol. Paparan (exposure) tidak

terkait dengan terjadinya penyakit.


Nilai OR >1, berarti bahwa kemungkinan paparan antara kasus lebih besar
dari kemungkinan paparan kelompok kontrol. Paparan (exposure) dapat

menjadi faktor risiko terjadinya penyakit.


Nilai OR <1, berarti bahwa kemungkinan paparan antara kasus lebih rendah
dari kemungkinan paparan kelompok kontrol. Paparan (exposure) dapat
menjadi faktor protektif terjadinya penyakit.

10

BAB III
RANCANGAN PROGRAM
1. Memberikan

Pengobatan

Sesuai

Standar dengan

Pengawasan

dan

Dukungan yang Memadai terhadap Pasien


Agar mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi, pengobatan pasien TB
membutuhkan penggunaan obat TB secara rasional oleh tenaga kesehatan dan
dukungan yang memadai dari berbagai pihak terhadap pasien TB dan pengawas
minum obat (PMO). Setiap fasilitas pelayanan harus melaksanakan pendekatan
pelayanan yang berfokus pada pasien (patient-centered approach) sebagai berikut:

Memberikan informasi mengenai pilihan fasilitas pelayanan kesehatan yang


menyediakan pengobatan TB dan implikasinya bagi pasien dengan tujuan

meminimalkan opportunity costs dan memperhatikan hak-hak pasien


Menjamin setiap pasien TB memiliki PMO
Mengoptimalkan pelaksanaan edukasi bagi pasien dan PMO
Memberikan edukasi tentang pemberian obat yang TB yang benar
Mempermudah akses pasien terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang telah
tersedia (seperti Puskesmas, Balai Kesehatan Paru Masyarakat, rumah sakit

dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya)


Mengembangkan pendekatan pelayanan DOTS berbasis komunitas
2. Kondisi lingkungan
Memberikan edukasi tentang pentingnya hidup sehat
Meningkatkan kebersihan sanitasi lingkungan
Memberikan informasi mengenai manfaat sinar matahari dalam suatu
rumah
Memberikan informasi tentang pentingnya penggunaan ventilasi pada
setiap rumah
3. Penyuluhan
Memberikan informasi mengenai pilihan fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyediakan pengobatan TB dan implikasinya bagi pasien

11

dengan tujuan meminimalkan opportunity costs dan memperhatikan


hak-hak pasien
Memberikan edukasi tentang pemberian obat yang TB yang benar
Memberikan edukasi pendekatan pelayanan DOTS
Memberikan edukasi tentang pola hidup sehat
4. Pola hidup bersih dan sehat
Tidak merokok
Memeriksa kesehatan secara rutin
Memakai masker bila batuk
Menjaga asupan
Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran,
yang menjadikan seseorang keluarga, kelompok atau masyarakat
mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Menurut PERENKES RI NOMOR: 2269/MENKES/PER/XI/2011
mengenai PHBS di Fasilitas Pelayanan Kesehatan:
1. mencuci tangan dengan sabun
2. menggunakan jamban sehat
3. membuang sampah di tempat sampah
4. tidak merokok
5. tidak mengonsumsi NAPZA
6. tidak meludah di sembarang tempat
7. memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.
7. Fishbone Diagram
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sukamadi dan
berdasarkan rancangan program secara umum, maka untuk masalah yang
menyebabkan tingginya prevalensi Tuberculosis adalah rendahnya PMO di
Kecamatan Sukamadi. Maka untuk menyelesaikan masalah tersebut dibuatlah
fishbone diagram sebagai berikut.

12

Diagram 1.1 Fishbone Diagram Terhadap Masalah Kurangnya PMO


Pembahasan fishbone diagram:
Dari odds ratio yang ditemukan menunjukkan bahwa rendahnya PMO menjadi
faktor resiko utama tingginya prevalensi TB di kecamatan Sukamandi. Rendahnya PMO
dapat disebabkan oleh faktor-faktor penyebab dari proses, masukan, dan lingkungan.
Masukan terbagi menjadi faktor dana, faktor fasilitas, dan faktor manusia.
Rendahnya kesadaran untuk menjadi PMO, tidak adanya kader dari puskesmas yang
mengajak orang untuk menjadi PMO, masih rendahnya pengetahuan tentang TB
merupakan alasan penyebab dari faktor manusia. Rencana program untuk mengatasi
faktor ini adalah dengan pembentukkan kader PMO dari puskesmas yang bertujuan untuk
mengajak masyarakat menjadi kader PMO, memberikan penyuluhan kepada masyarakat
tentang bahaya TB dan menjelaskan pentingnya pengawasan minum obat TB. Rendahnya
penghasilan masyarakat sehingga menimbulkan faktor dana sebagai penyebab
peningkatan prevalensi TB dimana kepadatan penduduk yg semakin tinggi sehingga
menyebabkan lapangan perkerjaan berkurang yang berakibat kondisi social ekonomi
yang rendah sehinnga kepedulian masyarakat akan kesehatannya pun terabaikan.
Minimnya fasilitas kesehatan yang disebabkan kondisi lingkungan yang padat dan
kurangnya penyuluhan dari puskesmas sehingga menyebabkan kepedulian masyarakan

13

akan kesehatannya menjadi rendah yang membuat peningkatan prevalensi TB. Rencana
program untuk mengatasi ini dengan cara melibatkan perangkat desa sebagai jembatan
melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya kondisi lingkungan yang
sehat, membangkitkan kembali semangat gotong royong dan peduli terhadap lingkungan.
Proses juga berkaitan dengan metode yang meliputi kurangnya peran puskesmas
dalam penanganan PMO di masyakat, sehingga puskesmas dan pengurus organisasi pada
kecamatan Sukamandi harus berperan penting dalam memberikan penjelasan terhadap
masyrakat tentang pentingnya pengawasan minum obat TB yang tepat dan benar agar
peningkatan kasus TB di kecamatan Sukamandi dapat di tekan.
Faktor ketiga ialah faktor lingkungan. Dalam faktor lingkungan dipengaruhi oleh
kurangnya peran pemerintah dan organisasi dan peran serta masyarakat. Kurangnya
minat masyarakat, PMO tidak digaji dan ada pula kader PMO yang mengundurkan diri
menjadi salah satu dari sekian banyak alas an yang menunjukan kurangnya peran
masyarakat dalam hal ini. Rencana program yang dapat dilakukan oleh puskesmas dalam
hal ini iallah dengan lebih sering mengadakan penyuluhan dan ajakan kaderisasi serta
penjelasan pentingnya PMO bagi dalam menekan angka prevalensi TB serta pencegahan
penularan TB demi menjaga kesehatan keluarga masing masing.
Kurangnya kerjasama dan perhatian dari puskesmas, tidak adanya penyuluhan
dari puskesmas, kurangnya organisasi yang peduli terhadap TB dan kurangnya promosi
dan penyuluhan tentang PMO menyebabkan kurangnya peran serta pemerintah selaku
puskesmas dan organisasi dalam faktor lingkungan penyebab rendahnya PMO. Rencana
program yang dapat dilakukan ialah dengan meningkat kesadaran tenaga kesehatan yang
ada di puskesmas atau instansi pemerintah serta organisasi organisasi kemasyarakatan
sehingga dapat memacu peran serta dalam pengkaderan PMO, hal ini secara tidak
langsung dapat meningkatkan angka penyuluhan dari puskesmas ata organisasi
organisasi kemasyarakatan sehingga diharapkan angka pengkaderan PMO meningkat dan
berefek pada menurunnya prevalensi TB di kecamatan Sukamandi.

14

15

N
o
Kegiatan
.
1
.

Penamba
han
jumlah
Kader
PMO
baru

2 Pelatihan
.
kaderkader
PMO

Sasaran

Seluruh
masyarakat
kecamatan
Sukamandi

Remaja dan
dewasa muda
yang merupakan
keluarga atau
kerabat pasien

baru
3 Penyuluh
. an
pentingny
a PMO

Seluruh
masyarakat
Kecamatan
Sukamandi
terutama kerabat
pasien

Target
Bertamba
hnyajuml
ahkaderkaderyan
g
lebihkom
petendan
berkualita
s
Terbentu
knyakade
rkaderbaru
yang
lebihkom
petendan
berkualita
s
Meningk
atnya
angka
calon
PMO

RincianKegiat LokasiPelaks
an
anaan

Pendataan
warga dan
pendaftaran
kader

Tenaga
Pelaksana

Jadw
al

1 kali
BalaidesaKe Petugaspuskes padab
camatanSuka masdantenaga ulant
mandi
medisProvinsi ertent
u

Kebutu
hanPela
ksanaa
n
Kader
danmat
eritenta
ng
TBC

Tujuan

Meningkatkanjumla
h PMO
danmenurunkanang
kainsiden TBC

Indik

Menin
yaJum
PMO

Memberikanp
elatihankepad
akader PMO

BalaidesaKe Petugaspuskes 3
Kader
camatanSuka masdantenaga Bulan danmat
mandi
medisProvinsi sekali eritenta
ng
TBC

Meningkatkanjumla
h PMO
danmenurunkanang
kainsiden TBC

Menur
a insid
TBC

Penyuluhan
gratis

Kecamatan
Sukamandi

Meningkatkan
angka calon PMO

Menin
ya calo
PMO

Tabel 2. Rencana Program

Petugas
kesehatan
puskesmas
dan kaderkader PMO

6
bulan
sekali

Kader
dan
materi

No
8.

Masalah

.
1
2
3

Penyuluhan pentingnya PMO


Penambahan jumlah kader PMO baru
Pelatihan kader-kader PMO baru

M
5
4
3

I
4
4
3

V
4
3
4

C
4
5
4

P=
20
9.6
9

M I V
C

Prioritas
penyelesaian
masalah

Tabel 3. Prioritas penyelesaian masalah


P

: Prioritas jalan keluar

: Magnitude, besarnyamasalah yang bisadiatasiapabilasolusiinidilaksanakan (turunnyaprevalensidanbesarnyamasalah


lain)

: Implementasi, kelanggenganselesainyamasalah

: Vulnerability, sensitifnyadalammenyelesaikanmasalah

: Cost, biaya yang diperlukan

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.

KESIMPULAN
TBC adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobakterium Tuberculosis
Sistem sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak diparu yang
biasanya merupakanlokasi infeksi primer. (Mansjoer, Arief, 2001). Indonesia sekarang berada
pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi
TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi
berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan
61,000 kematian per tahunnya (Menkes, 2011).
Pada kasus dibawah, peneliti mendapatkan bahwa angka angka prevalensi di
kecamatan Sukamandi sebesar 455/100.000 penduduk sedangkan angka prevalensi
kabupaten keseluruhan sekitar 385/100.000. Data tersebut, mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian dengan case control study pada penduduk di kecamatan
Sukamandi dengan tujuan untuk melihat faktor resiko atau paparan yang ada pada
penduduk di kecamatan Sukamandi terhadap angka prevalensi TB yang ada di
kecamatan tersebut. Uji statistik yang akan dipakai dibawah ialah dengan odd ratio
yang dapat menilai tujuan dan maksud dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Penelitian case-control merupakan penelitian analitik observasional yang
banyak digunakan dalam bidang epidemiologi. Desain penelitian ini digunakan
untuk mengetahui penyebab penyakit dengan menginvestigasi hubungan antara
faktor risiko (risk factor) dengan kejadian penyakit (occurance of disease). Desain
ini menggunakan pendekatan backward looking (retrospective) berdasarkan
exposure histories of cases and controls (WHO, 2001 dalam Swarjana, 2012).
Metode penelitian case control study, analisa datanya menggunakan Odd Ratio.
Odds ratio adalah suatu ukuran asosiasi yang biasanya digunakan untuk mengukur
kekuatan hubungan antara potensi risiko atau faktor protektif (exposure) dan hasil.

Odds ratio merupakan probabilitas bahwa suatu peristiwa akan terjadi dibagi dengan
probabilitas bahwa itu tidak akan terjadi. (Lutfiyah, dkk, 2013). Kriteria odds ratio,
yaitu (Lutfiyah, dkk, 2013) :

Nilai OR 1,berarti paparan (exposure) tidak terkait dengan terjadinya penyakit.


Nilai OR >1, berarti paparan (exposure) dapat menjadi faktor risiko terjadinya

penyakit.
Nilai OR <1, berarti paparan (exposure) dapat menjadi faktor protektif
terjadinya penyakit.
Dari odds ratio yang ditemukan menunjukkan bahwa rendahnya PMO

menjadi faktor resiko utama tingginya prevalensi TB di kecamatan Sukamandi.


Rendahnya PMO dapat disebabkan oleh faktor-faktor penyebab dari proses,
masukan, dan lingkungan.
Masukan terbagi menjadi faktor dana, faktor fasilitas, dan faktor manusia.
Proses juga berkaitan dengan metode yang meliputi kurangnya peran puskesmas
dalam penanganan PMO di masyakat. Faktor ketiga ialah faktor lingkungan. Dalam
faktor lingkungan dipengaruhi oleh kurangnya peran pemerintah dan organisasi dan
peran serta masyarakat. Kurangnya kerjasama dan perhatian dari puskesmas, tidak
adanya penyuluhan dari puskesmas, kurangnya organisasi yang peduli terhadap TB
dan kurangnya promosi dan penyuluhan tentang PMO menyebabkan kurangnya
peran serta pemerintah selaku puskesmas dan organisasi dalam faktor lingkungan
penyebab rendahnya PMO.
4.2.

SARAN
1. Saran untuk Puskesmas
Puskesmas diharapkan dapat turut serta dalam upaya menurunkan angka
kejadian tuberculosis di desa Sukamadi. Berdasarkan data penelitian diatas,
Puskesmas diharapkan dapat menambah jumlah kader PMO dan melakukan
pelatihan sehingga dapat meningkatkan PMO di Desa Sukamandi.

2. Saran untuk pasien


Pasien diharapkan dapat mengerti faktor risiko apa saja yang dapat
menyebaban tuberculosis dan turut melakukan pencegahan terhadap tuberculosis
baik untuk diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, S. A. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Volume
2. Jakarta: EGC; 2005
2. Kartika D (2009), Hubungan Peran Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat
(PMO) Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru Di Puskesmas
Kedungwuni Kabupaten Pekalongan, dari http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id dikases pada tanggal 20 Juli 2016
3. Kementerian Kesehatan REPUBLIK INDONESIA Direktorat

Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011


4. World Health Organization (WHO), 2010. Tuberculosis. Available from:
http://www.who.int/immunization/topics/tuberculosis/en/index.html.

Diakses

pada tanggal 20 Juli 2016.


5. Chandra. B, 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC
6. Depkes, Permenkes RI, No. 2269/MENKES/PER/XI/2011, Tentang Pembinaan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). (Jakarta : Depkes RI. 2011).
7. Arif Mansjoer. et. al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UniversitasIndonesia.
8. Murti, B. (2011). [Jurnal] Desain studi. Institute of Health Economic and Policy
Studies (IHEPS) Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.
9. Swarjana, I. K. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Bali : Andi.
10. Nur Luthfiyah, Wiwid Handayani, Zata Ismah.2013. Ukuran Asosiasi Pada
Desain Studi Kasus Kontrol, Kohort Dan Rct. Peminatan Epidemiologi Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.Jakarta.
11. Kartasasmita C.B, (2009).Sari Pediatri: Epidemiologi Tuberkolosis.Edisi 2
Volume 6. Jakarta : IDAI

Anda mungkin juga menyukai