Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan

masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang


Dasar 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak hanya
cukup sandang, pangan, dan papan saja tetapi justru harus diartikan sebagai cara
bersama untuk memutuskan masa depan yang dicita-citakan dan juga turut secara
bersama mewujudkan masa depan tersebut. Semangat untuk mewujudkan masa
depan tersebut merupakan amanah dari mukadimah Undang-Undang Dasar 1945
alinea ke-4 juncto Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 UUD 1945. 4
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H
ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan
kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia
seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara
bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam
bentuk rumah yang layak dan terjangkau. 5

M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun Dalam
Kerangka Hukum Benda, Bandung, Nuansa Aulia, 2009, hlm 13.
5
Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Universitas Sumatera Utara

Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun


pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Pembangunan perumahan ditujukan agar seluruh rakyat Indonesia menempati
rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Rumah
yang layak adalah bangunan rumah yang sekurang-kurangnya memenuhi
persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta
kesehatan penghuninya. Lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur adalah
lingkungan yang memenuhi persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan
tanah, penguasaan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana dan sarana
lingkungannya. 6
Meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan permukiman sangat erat
kaitannya dengan kependudukan, seperti jumlah penduduk, laju pertumbuhannya,
dan perubahan rata-rata jumlah jiwa keluarga. Hal tersebut merupakan masalah
yang dihadapi, terutama di kota-kota besar di Indonesia, sepeti Jakarta, Bandung,
Surabaya, Medan, dan Semarang. 7 Menurut A.P Parlindungan, 8 pembangunan
rumah susun, terutama di wilayah perkotaan, merupakan suatu kemutlakan
sebagai akibat terbatasnya tanah untuk perumahan tersebut dan permintaan akan
papan semakin tinggi.
Dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi
pembangunan perumahan dan permukiman, serta mengefektifkan penggunaan
tanah terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat, maka perlu dilakukan
6

Dr. Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta, Kencana
Prenada Group, 2010, hlm 75.
7
A.P.Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman dan
Undang-Undang Rumah Susun, Bandung, Mandar Maju, 2001, hlm 91.
8
M. Rizal Arif, Analisis.Op.Cit., hlm 15

Universitas Sumatera Utara

penataan atas tanah sehingga pemanfaatannya betul- betul dapat dirasakan oleh
masyarakat banyak. Dengan demikian di kota-kota besar perlu diarahkan
pembangunan perumahan dan permukiman yang diutamakan sepenuhnya pada
pembangunan rumah susun. 9
Pembangunan rumah susun menjadi solusi bagi penataan kawasan kumuh.
Menurut Lampiran Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM), menyebutkan bahwa di wilayah perkotaan telah
meningkat luas permukiman kumuh dari 40.053 Ha pada tahun 1996 menjadi
47.500 Ha pada tahun 2000. Pembangunan rumah susun juga akan membantu
mengatasi kemacetan lalu lintas dan dapat menekan serta menghemat biaya
transportasi yang pada akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam pembangunan
ekonomi Indonesia. 10
Di samping itu, rumah susun dibangun sebagai upaya pemerintah guna
memenuhi masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam lingkungan yang
sehat. Selain itu, hal ini juga dijadikan sebagai salah satu alternatif pemecahan
masalah pengadaan lahan yang sangat sulit didapat di wilayah- wilayah kota-kota
besar di Negara berkembang, seperti Indonesia yang sangat padat penduduknya
akibat urbanisasi, misalnya yang terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang,
dan Medan.
Guna memenuhi kebutuhan penting masyarakat perkotaan tersebut di atas,
dibentuklah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.

Dr. Urip Santoso, PendaftaranOp.Cit., hlm 77


M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan.. Op. Cit., hlm. 14.

10

Universitas Sumatera Utara

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut di bagian


konsideran menimbang a menyatakan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan
umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok perumahan sebagaimana diamanatkan Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN), diperlukan peningkatan usaha penyediaan
perumahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh dayaguna rakyat
terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah.

11

Selanjutnya konsideran menimbang b mengatakan bahwa dalam rangka


peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan
untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan permukiman terutama di daerahdaerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas,
dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu
lantai, yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuan-satuan
yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni, dengan
memperhatikan faktor sosial budaya.
Menurut A.P Parlindungan latar belakang diterbitkannya Undang Undang
Rumah Susun tersebut adalah untuk menjamin dan mengusahakan rakyat banyak
agar dapat memiliki tempat tinggal, dalam hal ini rumah susun, artinya di samping
semakin sedikitnya tanah yang dapat digunakan untuk membangun rumah secara
horizontal, aspek ekonomi dalam arti kebutuhan akan adanya tempat tinggal /

11

Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium dan Permasalahannya, Yogyakarta,


Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1998, hlm 14.

Universitas Sumatera Utara

rumah untuk rakyat kebanyakan yang digunakan sebagai tempat hunian menjadi
pertimbangan diterbitkannya undang-undang tersebut. 12
Berdasarkan tujuan pembentukan UURS, sekaligus diketahui bahwa latar
belakang pembangunan rumah susun adalah sebagai berikut
1.

13

Untuk memenuhi pemerataan kebutuhan perumahan rakyat, khususnya yang


berpenghasilan rendah.
Pasal

UURS

menegaskan

keberpihakan

untuk

mengutamakan

pembangunan rumah susun bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.


A.P Parlindungan menyayangkan ketentuan Pasal 5 UURS ini oleh karena
pada waktu ini juga sudah berkembang rumah-rumah flat yang akan dihuni
oleh penduduk golongan ekonomi menengah ke atas dengan fasilitas yang
lebih baik. A.P Parlindungan berpendapat pembangunan rumah-rumah flat
tersebut perlu diatur juga dalam suatu peraturan sendiri.
2.

Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan perumahan


serta lebih meningkatkan lingkungan permukiman di daerah-daerah yang
berpenduduk padat, tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas. Kedua hal
itu mengharuskan dilaksanakan dan ditingkatkannya pembangunan rumah
susun.
Seiring dengan berkembangnya zaman fungsi bangunan bertingkat

tersebut tidak hanya untuk hunian namun juga untuk usaha ataupun perindustrian.
Berbeda pendapat dengan A.P Parlindungan sebelumnya, Boedi Harsono
mengatakan bahwa walaupun tujuan utama disusunnya UURS adalah untuk
12

Arie S Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Penerbit


Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 282
13
Oloan Sitorus & Balans Sebayang, KondominiumOp cit. hlm 14

Universitas Sumatera Utara

memberikan landasan hukum bagi pembangunan gedung bertingkat dengan


bagian-bagiannya

untuk

dihuni,

terutama

bagi

golongan

masyarakat

berpenghasilan rendah, namun ketentuan-ketentuannya dengan penyesuaianpenyesuaian seperlunya, menurut pasal 24 undang-undang rumah susun ini dapat
diberlakukan juga untuk bangunan-bangunan bagi keperluan lain, seperti
perkantoran dan pertokoan, dan lain sebagainya. Demikian pun ketentuanketentuan undang-undang rumah susun tersebut dapat diberlakukan juga bagi
pembangunan rumah susun yang terdiri atas satuan rumah susun mewah. 14
Pertumbuhan bangunan bertingkat untuk hunian atau usaha akan semakin
bertambah pesat, seiring semakin pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan
yang semakin meningkat pendapatan per kapitanya. Di Kota Medan misalnya,
bangunan bertingkat telah menjamur memenuhi kota. Di antaranya merupakan
tempat usaha atau pusat perbelanjaan yang juga dikategorikan sebagai rumah
susun, seperti Cambridge Square City, J.W Marriot dan lain-lain. Dikatakan
demikian karena sertifikat atas bangunan bertingkat tersebut merupakan sertifikat
rumah susun yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan.
Namun peraturan yang ada saat ini tidaklah melaju secepat perkembangan
jaman. Undang Undang Nomor 16 tahun 1985 tersebut dianggap tidak memadai
lagi untuk menghadapi tuntutan demi tuntutan akan kebutuhan setiap orang
terutama tempat tinggal yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah
dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam
penyelenggaraan rumah susun. Untuk itu perlu diadakan penyempurnaan

14

Ibid, hlm. 1

Universitas Sumatera Utara

peraturan perundang-undangan yang dapat mengcover semua permasalahan yang


menyangkut rumah susun.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka diterbitkanlah Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Lahirnya undang-undang tersebut
juga merupakan instruksi dari Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menetapkan bahwa ketentuan
mengenai rumah susun diatur sendiri dengan undang-undang.
Terjadi perbedaan substansi antara Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985. Perbedaan substansi
tersebut tentunya akan memberikan dampak bagi pembangunan rumah susun dan
bangunan bertingkat ke depannya. Banyak hal yang tidak diatur dalam UndangUndang Nomor 16 Tahun 1985 kini disempurakan dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2011.
Dengan demikian perlu ditilik sudah sampai manakah Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2011 diterapkan dan bagaimanakah dampaknya bagi
perkembangan pembangunan rumah susun.

B.

Permasalahan
Berdasarkan pada pengamatan penulis yang bersumber dari beberapa

literatur baik yang berbentuk peraturan perundang-undangan maupun yang


menggambarkan kondisi sosial politik masyarakat Indonesia dewasa ini, maka
untuk pahaman lebih lanjut, penulis mengemukakan beberapa permasalahan yang
berkisar sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1.

Apa yang dimaksud dengan rumah susun dan bangunan bertingkat?

2.

Bagaimana proses pembangunan rumah susun/bangunan bertingkat dan


perkembangan pengaturannya di Indonesia

3.

Bagaimanakah penerapan dan implikasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun


2011 tentang Rumah Susun terhadap semua bangunan bertingkat ?

C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan


1. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:
a. Untuk

mengetahui

perkembangan

pengaturan

hukum

tentang

bangunan bertingkat di Indonesia


b. Untuk mengtahui penerapan serta implikasi Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap semua bangunan
bertingkat
2. Manfaat
Diharapkan penelitian yang dilakukan ini akan memberikan manfaat
antara lain:
a. Secara teoritis
Skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan dokumentasi dalam
segi hukum terhadap persoalan pembangunan bangunan bertingkat di
Indonesia serta dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan hukum
Agraria dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

b. Secara praktis
Secara praktis penulisan skripsi diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan wawasan bagi siapapun yang memiliki ketertarikan pada bidang
agraria, khususnya mengenai pelaksanaan pembangunan rumah susun di
Indonesia.

D.

Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


Sepanjang yang telah ditelusuri dari perpustakaan dan di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, serta sepengetahuan dari penulis, skripsi
yang berjudul Tinjauan Yuridis Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap semua bangunan bertingkat
belum pernah ditulis sebagai skripsi dan skripsi ini asli serta bukan plagiat
ataupun diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari
sebuah proses penemuan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ada skripsi yang
sama, maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh penulis.

E.

Tinjauan Kepustakaan
Untuk memberikan pemahaman terhadap penelitian ini, berikut akan

diberikan beberapa pengertian terkait dengan objek penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Bangunan Gedung Bertingkat menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang


Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengartikan bahwa bangunan
gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam
tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Sedangkan kata
bertingkat menunjukkan adanya lapis lantai pada bangunan gedung tersebut.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah
Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan
secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Satuan rumah susun atau yang disebut sarusun adalah unit rumah susun
yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai
tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Dengan
demikian SRS adalah ruang dalam bangunan rumah susun yang akan dimiliki
secara individual dan digunakan secara terpisah. Keharusan setiap SRS
mempunyai sarana penghubung ke jalan umum merupakan penegasan hak pemilik
SRS untuk mempunyai aksesibilitas ke jalan umum, dan antisipasi agar hak
aksesibilitas tersebut tidak mengganggu SRS milik orang lain. Suatu penegasan

Universitas Sumatera Utara

ketentuan yang dibutuhkan untuk mengakomodasi keamanan dan kenyamanan


masing-masing pemilik SRS.
F.

Metode Penelitian
Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini dan agar dapat

memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah, diperlukan data yang relevan dengan
skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka diterapkan
metode pengumpulan data sebagai berikut:
1.

Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris, menggunakan studi lapangan

(field research) sebagai sumber data utama dari penelitian, dan menggunakan
studi literature sebagai data sekunder, mengambil lokasi kota Medan yang
mencakup 21 kecamatan dengan luas wilayah 265,10 km2.

2.

Sumber data
Isi atau materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Adapun data

sekunder yang dimaksud ialah:


a. Bahan hukum primer, 15 yakni :
Bahan yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum maupun
mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang berkepentingan
yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat dan ditetapkan

15

Roni Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1988, hlm 64.

Universitas Sumatera Utara

oleh pihak yang berwenang. 16 Bahan hukum primer dalam tulisan ini
diantaranya UUD 1945.

b. Bahan hukum sekunder, yakni :


Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap hukum primer.
Bahan hukum sekunder berupa buku, majalah, karya ilmiah, maupun
artikel-artikel lainnya yang berhubungan dengan obyek yaitu semua
dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan
penelitian, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalahmajalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari
internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. 17
c. Bahan hukum tertier, yakni :
Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan
keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain. 18

3.

Alat/ instrument penelitiaan


Alat atau instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

berupa:
a. Studi dokumen (Library Research)

16

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta,


1988, hlm. 19.
17
Roni Hanitjo Soemitro, Op. Cit., hal 64.
18
Ibid, hlm. 64

Universitas Sumatera Utara

Yaitu dengan mempelajari, mengumpulkan dan/atau mengutip bahanbahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah baik milik umum maupun milik
instansi terkait terkait, data dari arsip instansi pemerintahan yang
berwenang dalam bidang pembangunan bangunan bertingkat, dan
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bangunan bertingkat.
b. Wawancara dan observasi (Field Research)
Yaitu dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan pejabat
dari instansi yang berwenang dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional
Kantor Wilayah Sumatera Utara dan Kantor Pertanahan Medan mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan pendaftaran bangunan bertingkat di
Kota Medan.

4.

Analisis penelitian
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau bahan yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku
baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil
dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk
peraturan perundang-undangan.
Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai
berikut: 19

19

, Ibid, hlm. 63.

Universitas Sumatera Utara

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya


yang relevan dengan objek penelitian.
b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak
maupun

elektronik,

dokumen-dokumen

pemerintah

dan

peraturan

perundang-undangan
c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.
d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah
yang menjadi objek penelitian.

G.

Sistematika Penulisan
Sebagai karya ilmiah, skripsi ini memiliki sistematika yang teratur,

terperinci di dalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan


tujuannya.
Tulisan ini terdiri dari lima bab yang akan diperinci lagi dalam sub bab.
Adapun kelima bab itu terdiri dari:
1.

BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang


apa yang menjadi latar belakang penulis tertarik dalam menyajikan materi
yang diteliti, Perumusan Masalah yang akan diangkat dalam skripsi ini,
Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka,
Metode Penelitian, dan di bagian akhir Sistematika Penulisan.

2.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RUMAH SUSUN, pada bab ini


akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Pengertian Rumah
Susun, Asas-Asas Pembangunan Rumah Susun, Tujuan Pembangunan

Universitas Sumatera Utara

Rumah Susun, Penerapan Asas dalam Hukum Tanah pada Konsep Rumah
Susun, Tanah Untuk Pembangunan Rumah Susun, serta Prinsip Nasionalitas
Pembangunan Rumah Susun.
3.

BAB

III

BANGUNAN

BERTINGKAT

DAN

PENGATURAN

HUKUMNYA DI INDONESIA, dalam bab ini akan dibahas mengenai


definisi dan klasifikasi bangunan bertingkat, Perbedaan dan Persamaan
Bangunan Bertingkat Rumah Susun (Hunian) dan Bangunan Bertingkat
Tempat Usaha Bersusun (Bukan Hunian), serta Perkembangan Pengaturan
untuk Bangunan Bertingkat di Indonesia.
4.

BAB IV BANGUNAN BERTINGKAT DALAM UNDANG-UNDANG


NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN, dalam bab ini
akan dibahas mengenai Perbandingan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1985 dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, Penerapan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 untuk Semua Bangunan Bertingkat, dan
Implikasi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 terhadap
Semua Bangunan Bertingkat.

5.

BAB V PENUTUP, dalam bab ini memuat Kesimpulan dan Saran sebagai
hasil dari pembahasan skripsi ini secara keseluruhan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai