Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Profesi farmasi merupakan profesi yang berhubungan dengan seni dan
ilmu penyediaan dan pengolahan bahan sumber alam serta bahan sintesis
yang cocok dan menyenangkan untuk didistribusikan serta digunakan dalam
pengobatan dan pencegahan suatu penyakit. Farmasi adalah ilmu yang
mempelajari

cara

membuat,

mencampur,

meracik,

memformulasi,

mengidentifikasi, mengkombinasi, manganalisis serta menstandarkan obat


dan

pengobatan

juga

sifat-sifat

obat

beserta

pendistribusian

dan

penggunaannya secara aman (Syamsuni, 2006).


Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
peningkatan kesejahteraan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) maupun pemulihan penyakit (rehabilitatif)
yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Mutu
pelayanan kesehatan akan menjadi lebih baik jika masing-masing profesi
kesehatan memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan pada standar
profesi, etika dan norma masing-masing. Tenaga teknis kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian
yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan aplikasi


pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama proses belajar mengajar
sebagai penerapan teori yang sudah didapat. Melalui PKL ini di harapkan
mahasiswa dapat melakukan latihan kerja dan mendapatkan pengalaman dari
latihan kerja tersebut, serta mengenal secara langsung lingkup pekerjaannya
sebagai seorang Farmasis di tempat-tempat pengabdian masyarakat serta
mengenal permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya. Praktek Kerja
Lapangan sebagai bentuk kegiatan di lingkungan kerja dan pendidikan, guna
mempersiapkan mahasiswa menjadi tenaga kesehatan yang mandiri serta
bertanggung jawab.
Institusi Pendidikan Program Studi (Prodi) DIII Farmasi Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Klaten bertanggung jawab
untuk menghasilkan tenaga farmasi yang profesional, etis dan berwawasan
nasional

dalam

jumlah

yang

mencukupi

serta

mampu

mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tetap berpegang teguh


pada iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Untuk dapat menghasilkan tenaga farmasi jenjang Diploma III yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen (pelayanan pemerintah, swasta, industri,
masyarakat dan sektor lain) serta perkembangan ilmu dan teknologi maka
perlu

dilaksanakan

kegiatan

Praktek

Kerja

Lapangan

(PKL).

Pola

penyelenggaraan kegiatan PKL tidak hanya diarahkan kepada pelayanan


kesehatan pemerintah saja, tetapi juga sektor swasta.
Kegiatan ini disamping dimaksudkan untuk mendalami masing-masing
bidang farmasi, juga untuk mengenalkan profesi farmasi pada calon konsumen
jasa tenaga farmasi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Memperhatikan tujuan program pendidikan sebagaimana dijelaskan


dalam kurikulum pendidikan Prodi DIII Farmasi pada hakekatnya tujuan
PKL adalah sebagai berikut:
a. Memberikan pengalaman belajar praktek di lapangan berkaitan dengan
bidang Farmasi.
b. Memberikan pengalaman langsung dan nyata kepada mahasiswa
tentang bidang tugas dan peran lulusan Diploma III Farmasi pada sektor
pelayanan kesehatan pemerintah, swasta dan lain-lain.
c. Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam pemecahan masalah
berkaitan dengan bidang farmasi.
d. Memberikan kemanfaatan bagi masyarakat maupun lembaga tempat
PKL khususnya dalam pemecahan masalah Farmasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa
1) Melatih mahasiswa untuk mengerti dan menghayati tentang:
a) Cara berpikir dan bekerja secara interdisipliner dan sektoral.
b) Kegunaan hasil pendidikannnya bagi pembangunan di bidang
Farmasi.
c) Kesulitan yang dihadapi oleh instansi tempat PKL.
2) Meningkatkan pola pikir mahasiswa dalam menelaah dan
memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat secara pragmatis
ilmiah.
3) Memberikan ketrampilan pada mahasiswa untuk melaksanakan
program-program pengembangan dan pembangunan di bidang
Farmasi.
4) Membina mahasiswa untuk menjadi seorang innovator dan
problem solver serta sifat mandiri.
b. Lembaga Pendidikan (Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah
Klaten)
1) Memberikan umpan balik untuk bahan penyempurnaan sistem
pendidikan Prodi DIII Farmasi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
2) Mempererat dan meningkatkan kerjasama secara intensif dan
berkesinambungan antar pihak lembaga pendidikan dan institusi
terkait.
3) Staf pengajar akan memperoleh berbagai kasus atau masalah yang
dapat digunakan sebagai bahan studi lanjut.

c. Instansi PKL
1) Memperoleh bantuan tenaga dan pikiran untuk merencanakan serta
melaksanakan kegiatan atau program Farmasi.
2) Meningkatkan cara berpikir, bersikap dan bertindak yang bersifat
partisipatif sejalan dengan pembangunan bidang farmasi.
3) Membantu memecahkan permasalahan terutama masalah teknis
yang dihadapi oleh unit-unit kerja tempat PKL.

BAB II
GAMBARAN UMUM APOTEK

A. PENGERTIAN APOTEK
Apotek termasuk salah satu sarana penunjang kesehatan yang
merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya. Pekerjaan kefarmasian

yang dimaksud sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, diantaranya adalah
penyimpanan dan distribusi obat. Apotek juga berfungsi sebagai tempat
pengabdian profesi seorang apoteker atau Asisten Apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan dan keberadaan apotek diharapkan dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang apotek pada pasal 1
menyebutkan bahwa apotek adalah suatu tempat tertentu dimana dilakukan
usaha-usaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian (Anonim,
1965).

Peraturan

Pemerintah

tersebut

kemudian

diubah

dengan

dikeluarkannya PP No.25 tahun 1980 tentang perubahan atas PP No.26 tahun


1965 tentang apotek, definisi apotek menjadi suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan pelayanaan obat kepada masyarakat
(Anonim, 1980).
Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang RI No. 23 1992 tentang kesehatan, diantaranya adalah
penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanaan obat atas resep
dokter, dan pelayanaan informasi obat. Apotek sebagai wujud pengabdian
profesi merupakan tempat praktek kefarmasiaan seorang farmasis, sehingga
menjadi tonggak utama pelayanan kefarmasian. Farmasis dapat memberikan
pelayanan langsung dan menyeluruh kepada masyarakat sehingga keahlian
dan keilmuan farmasis dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam rangka
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Apotek memiliki dua peran yaitu sebagai unit pelayanan kesehatan
yang menjalankan fungsi sosial dan sebagai institusi bisnis. Dalam perannya
5

sebagai pelayanan kesehatan, apotek berfungsi menyediakan sediaan farmasi


dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal sehingga apoteker atau asisten apoteker harus
hadir jika akan melakukan pelayanan. Sedangkan apotek sebagai institusi
bisnis sudah selayaknya mencari keuntungan, dan hal ini dapat dimaklumi

mengingat investasi yang ditanamkan pada pendirian dan operasionalnya


memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Apotek menurut PerMeKes No. 922/MENKES/PER/1993 adalah
suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Pada tahun 2002,
pengertian tersebut diubah menjadi suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan
lainya kepada masyarakat. Pengertian ini terdapat dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
perubahan atas Peraturan menteri Kesehatan RI No. 992/MENKES/PER/1993
tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin Apotek. Definisi terbaru
Apotek dijelaskan secara ringkas dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yaitu apotek
merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker.
Apoteker menurut Keputusan Menteri Kesehatan Replublik Indonesia
No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah
lulus Pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker (Yustina dan Sulasmono, 2007).
Asisten Apoteker /Tenaga Teknis Kefarmasian Menurut PP RI No. 51
Tahun 2009 adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Alat kesehatan menurut KepMenKes.RI. No.1027/MenKes/SK/IX/
2004, Alat kesehatan adalah bahan, instrument aparatus, mesin, implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur
dan memperbaiki fungsi tubuh.

Sediaan farmasi menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No.1027/MenKes/SK/IX/2004, adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika.
Perbekalan kesehatan menurut Keputusan Menteri Kesesehatan
Republik Indonesia No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, Perbekalan kesehatan
adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
B. TUGAS & FUNGSI APOTEK
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Pasal 10 PerMenKes
922/Men.Kes/Per/X/1993 tugas dan fungsi Apotek adalah:
1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
2. Sarana farmasi yang melaksanakan pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat
atau bahan obat.
3. Sarana farmasi yang melaksanakan pengadaan penyimpanan, penyaluran
dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

C. PERSYARATAN PENDIRIAN APOTEK


Berdasarkan KepMenKes No.1332/MenKes/SK/X/2002 syarat yang
harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan izin Apotek antara lain:
1. Salinan/Foto copy Surat Izin Kerja Apoteker
2. Salinan/Foto copy Kartu Tanda Penduduk
3. Salinan/Foto copy denah bangunan
4. Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akte hak
milik/sewa/kontrak

5. Daftar Tenaga Teknis Kefarmasian dengan mencantumkan nama, alamat,


tanggal lulus dan SIK
6. Asli dan salinan/Foto copy daftar terperinci alat perlengkapan Apotek
7. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa tidak bekerja
tetap pada perusahaan Farmasi lain dan tidak menjadi Apoteker Pengelola
Apotek di Apotek lain
8. Asli dan salinan/Foto copy Surat Izin atasan bagi PNS, anggota ABRI dan
Pegawai Instansi Pemerintah lainnya Akte Perjanjian Kerjasama Apoteker
Pengelola Apotek dengan Pemilik Sarana Apotek
9. Surat Pernyataan PSA tidak terlibat pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang obat
10. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
11. Rekomendasi IAI.

D. TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTEK


Menurut KepMenKes No. 1332 tahun 2002 pasal 4 ayat 2 bahwa
wewenang pemberian izin apotek dilimpahkan oleh Menteri kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, tata cara permohonan izin
apotek tidak lagi didasarkan pada PerMenKes No. 922 tahun 1993, namun
telah disesuaikan menurut pasal 7 KepMenKes No. 922 tahun 1993, yaitu
sebagai berikut :
1. Permohonan izin apotek ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.
2. Dengan menggunakan formulir APT-2, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah menerima
permohonan, dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM
untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk
melakukan kegiatan.

3. Selambat-lambatnya 6 hari setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala


Dinas Kabupaten/Kota, Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota atau
Kepala Balai POM melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan
menggunakan contoh formulir APT-3.
4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan 3 tidak
dilaksanakan, Apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas
dengan

tembusan

kepada

Kepala

Kesehatan Kabupaten/Kota
Dinas

Kesehatan

Propinsi

menggunakan contoh formulir APT-4.


5. Dalam jangka waktu 12 hari setelah diterima laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 4, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan
menggunakan contoh formulir APT -5 (Yustina dan Sulasmono, 2007).

E. PERLENGKAPAN APOTEK
Berdasarkan

KepMenKes

No.1332/MenKes/SK/X2002

tentang

persyaratan Apotek antara lain :


1. Perlengkapan yang harus ada di sebuah Apotek
2. Sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan
3. Penerangan yang cukup
4. Alat pemadam kebakaran minimal 2 buah yang berfungsi baik
5. Papan nama dari papan/seng/bahan lain pada bagian muka Apotek (min.
60 cm x 40 cm dengan tinggi huruf 5 cm dan tebal 55 cm) dan harus
memuat nama Apotek, nama APA, nomor SIA, alamat Apotek dengan
nomor telepon bila ada.
Luas bangunan Apotek min. 50 m2 terdiri dari:
1. Ruang administrasi/ruang Apoteker
2. Ruang racikan dan penyerahan obat
3. Ruang tunggu
4. Ruang penyimpanan obat
5. Ruang laboratorium pengujian sederhana
6. Tempat pencucian alat
7. Toilet
Bangunan Apotek harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Atap dari genting/bahan lain dan tidak boleh bocor


2. Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan dalam harus rata tidak mudah
mengelupas dan mudah dibersihkan
3. Langit-langit terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan berwarna
terang
4. Lantai dari ubin dan tidak boleh lembab
5. Harus berventilasi dan mempunyai sistem sirkulasi baik
Dari keterangan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa bangunan
tersebut dapat berbentuk rumah tinggal, gedung pertokoan atau merupakan
kios dalam satu gedung yang besar semacam plaza.
F. LOKASI PENDIRIAN APOTEK
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis
kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota
masyarakat.
Jarak minimum apotek satu dengan apotek yang lain tidak
dipersyaratkan, namun perlu dipertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan
kesehatan, jumlah dan kondisi ekonomi penduduk, jumlah dokter, sarana
pelayanan kesehatan, kebersihan lingkungan, keamanan dan kemudahan
dijangkau. Lokasi apotek dapat mempengaruhi maju mundurnya usaha jika
tidak memperhatikan faktor-faktor tertentu serta tidak memilih dengan
cermat. Sebaiknya lokasi apotek berada di :
1. Daerah yang ramai.
2. Daerah yang berdekatan dengan rumah sakit.
3. Daerah yang sekitarnya ada beberapa dokter yang praktek.
4. Daerah yang mudah dijangkau, dicapai oleh masyarakat dan banyak
kendaraan.
5. Daerah yang cukup padat penduduknya dan cukup mampu.
Disamping itu apotek dapat juga didirikan di tempat yang
penduduknya ramai, dapat juga dilihat dari tingkat kebutuhan konsumen serta
mempertimbangkan pola penyakit yang sering muncul di lingkungan sekitar
apotek.

G. PENGELOLAAN APOTEK
Pengelolaan persedian farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku meliputi
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, penggunaan.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan
menentukan jumlah obat dalam rangka pengadaan. Seleksi dan
perencanaan meliputi kegiatan pemilihan jenis dan penetapan atau
perhitungan jumlah obat dalam rangka pengadaan dengan metode
perhitungan yang telah ditetapkan (Anonim, 1990)
Tujuan dari perencanaan untuk mendapatkan :
a. Jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Menghindari terjadinya kekosongan obat.
c. Meningkatkan efesiensi penggunaan obat.
Kegiatan seleksi dan perencanaan meliputi :
a. Menentukan dan merencanakan jenis obat yang diperlukan untuk
periode pengadaan yang akan datang.
b. Menentukan berapa obat yang akan dibeli.
c. Pemilihan PBF.
Metode-metode yang digunakan dalam tahap perencanaan atau
seleksi dalam menejemen logistik adalah :
a. Metode morbiditas, dasar perhitungan adalah jumlah kebutuhan obat
yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load) yang harus
dilayani.
b. Metode konsumsi adalah perhitungan kebutuhan didasarkan pada data
riil konsumsi obat periode yang lalu.

2. Pengadaan
Proses setelah melakukan seleksi atau perencanaan adalah proses
pengadaan. Pengadaan barang dilakukan untuk menyediakan obat dengan

jenis dan jumlah yang tepat, dengan mutu yang tinggi serta waktu yang
tepat. Yang perlu diperhatikan dalam pengadaan barang yaitu:
a. Pemilihan PBF.
b. Penulisan surat pesanan barang atau kontrak hingga surat tersebut
diterima oleh PBF sampai item dan jumlah item berdasarkan
perencanaan yang telah dibuat.
c. Harga.
d. Penyimpanan.
e. Stock.
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasiaan maka pengadaan
sediaan farmasi harus melalui jalur resmi (Anonim, 1990).
3. Penyimpanan obat
Penyimpanan adalah suatu kegiatan dengan cara menempatkan
obat-obatan yang diterima pada tempat dinilai aman. Obat atau bahan
obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik, dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah tejadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan
tanggal kadaluarsa (Anonim, 2004).
a.
b.
c.
d.

Tujuan penyimpanan obat antara lain :


Memelihara mutu obat.
Menghindari penggunaan obat yang tidak bertanggung jawab.
Menjaga kelangsungan persediaan.
Memudahkan pencarian dan pengawasan (Anonim, 1990).

Tata cara penyimpanan obat-obatan secara umum :


a. Obat disimpan didalam rak yang telah disediakan.
b. Obat disimpan sesuai dengan urutan abjad, terpisah untuk obat generik
dan paten.
c. Obat disimpan sesuai dengan bentuk sediaan.
d. Obat disimpan sesuai dengan tanggal kadaluarsa.
e. Obat narkotika dan obat keras tertentu, disimpan dilemari khusus
sesuai

peraturan

MenKes

No:28/MenKes/per/1/1978

menghindari penyalahgunaan narkotika.

untuk

f. Obat yang memerlukan perlakuan khusus, suppositoria, injeksi,


vaksin, disimpan dilemari pendingin untuk memepertahankan kualitas
obat.
Obat disusun sesuai metode FIFO (First In First Out) yaitu barang
yang pertama diterima harus pertama digunakan atau metode FEFO
(First Expired First Out) yaitu barang yang kadaluwarsanya cepat harus
keluar terlebih dahulu, untuk menghindari terjadi obat yang sudah Expire
Date (ED).
4. Distribusi
Proses distribusi dimulai sejak menerima barang, pengontrolan,
persediaan, penyimpanan sisa barang dan pengeluaran barang dari
gudang.
Penyaluran barang atau obat di Apotek dapat berlangsung beberapa
pengguna, antara lain konsumen yang datang langsung ke Apotek baik
obat bebas ataupun resep dan ke instansi lain, misalnya puskesmas, klinik
dan lain-lain.
Arus keluar barang di apotek dilakukan dengan prinsip FIFO (First
In First Out). Demikian halnya dengan obat-obat yang mempunyai waktu
kadaluarsa lebih singkat disimpan paling depan yang memungkinkan
diambil terlebih dahulu atau FEFO (First Expire First Out), (KepMenKes
No. 1027).
5. Penggunaan
Penggunaan bertujuan untuk mengetahui jumlah obat yang
digunakan agar distribusi dan waktu pelayanan menjadi tepat dan efesien.
Dengan panggunaan barang atau perbekalan farmasi yang baik maka
akan dicapai hasil yang hendak diinginkan dengan optimal. Hal-hal yang
perlu diperhatikan antara lain :
a. Pemakaian yang boros.
b. Tidak ada pedoman pengobatan.
c. Pemberian etiket yang kurang jelas.
d. Pemberian Obat yang kurang rasional.
e. Ketidaktahuan pasien tentang cara penggunaan obat.
f. Informasi penggunaan tidak diberikan kepada pasien.
g. Kemasan tidak memenuhi syarat (Pudjitami, 2008).
6. Pembukuan

Buku-buku yang harus ada di Apotek yaitu:


a. Buku penjualan: untuk mencatat barang atau obat-obatan yang terjual
setiap harinya.
b. Buku defecta: buku yang digunakan untuk mencatat obat yang sudah
menipis atau stok obat yang sudah habis.
c. Buku penerimaan barang: untuk mencatat barang atau obat yang
datang yang sesuai dengan faktur dan barang yang ada.
d. Buku kas Apotek: untuk mencatat kas pemasukan uang Apotek
e. Buku register Narkotika dan Psikotropika: untuk mengetahui obatobat Narkotika dan Psikotropika
f. Buku hutang: untuk mencatat hutang-hutang pemesanan obat
g. Buku incaso: memuat nomor urut, nama PBF, jumlah harga dan
jumlah yang dibayarkan.
h. Buku keuangan, antara lain: buku kas, rugi laba, neraca dan lain-lain.
i. Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi,
dokter hewan yang diberi izin berdasarkan

peraturan perundang-

undangan yang berlaku kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA)


untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan
obat kepada pasien (Anief, 2007).
7. Pengelolaan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat
kepada pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Anonim, 2002). Pelayanan resep sepenuhnya menjadi tanggung jawab
APA. Resep yang diterima harus diperiksa kelengkapannya meliputi :
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter
b.
c.
d.
e.
f.

hewan
Tanggal penulisan resep (inscription)
Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocation)
Nama setiap obat dan komposisisnya (praescriptio/ordonatio)
Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura)
Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (subscriptio)


g. Nama dan alamat pasien

h. Tanda seru dan/atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis
maksimal (Syamsuni, 2006)
i. Informasi khusus lainnya
Penyerahan Resep kepada pasien disertai dengan pemberian
informasi penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional. Apabila
terdapat kekeliruan dalam resep atau dalam penulisan resep maka
menurut pasal 17 ayat 1 Peraturan Pemerintah Kesehatan No.
244/Menkes/SK/V/1990 Apoteker harus memberitahukan kepada dokter
penulis resep.
Copy resep adalah salinan tertulis dari suatu resep. Salinan resep
memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli dan memuat
pula nama dan alamat apotek, nama dan nomor SIK APA, tanda tangan
APA, nomor dan tanggal pembuatan resep serta keterangan pemberian
obat (det atau ne det) dan pcc dari apoteker. Pasal 18 ayat 2 menyatakan
bahwa resep harus dirahasiakan dan disimpan diapotek dengan baik
dalam jangka waktu 3 tahun (Sukanto,1990).
Penyimpanan resep dikerjakan untuk resep-resep yang sudah
dilayani dan dikumpulkan dalam waktu satu hari. Resep disimpan
menurut tanggal dan nomer pembuatan resep. Resep yang mengandung
narkotika harus dipisah dari resep lainnya dan ditandai garis merah
dibawah nama obatnya. Resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun
dapat dimusnahkan dengan cara dibakar.
Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan
sekurang-kurangnya seorang petugas apotek. Berita acara pemusnahan
harus memuat hari dan tanggal pemusnahan, tanggal awal dan akhir resep
serta berat resep yang dimusnakan. Berita acara dibuat rangkap 5 dan
dikirim kepada :
a. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan di Jakarta.
b. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.
c. Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Semarang.
d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
e. Arsip di apotek
.
H. STRUKTUR ORGANISASI

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan fungsi-fungsi


yang terdapat dalam suatu organisasi. Struktur organisasi suatu apotek
tersusun secara sistematis, dimana apotek dipimpin oleh APA dan dibantu
oleh karyawan lainnya dalam pengadaan obat dan pelayanan kefarmasian.
Dan tiap bagian mempunyai tugas serta tanggungjawab yang jelas sehingga
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
I. SUMBER DAYA MANUSIA
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola
oleh seorang apoteker yang prefesional. Dalam penggelolaan apotek, apoteker
senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan
pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat kemampuan
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi
multidisipliner,kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu

belajar

sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang


untuk

meningkatkan

pengetahuan

(KepMenKes

RI

No.

1027/MENKES/SK/IX/2004).
Pembagian tugas, kewajiban dan wewenang karyawan apotek harus
tersusun secara jelas sesuai bidang dan kemampuan masing-masing karyawan.
Hal tersebut untuk mendukung kelancaran pengelola apotek dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat sehingga tujuan
pelayanan apotek dapat tercapai secara optimal.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik

Indonesia

No.244/MENKES/SK/V/1990 tentang ketentuan dan tatacara pemberian izin


apotek pasal 14, apotek wajib dibuka untuk melayani masyarakat sekurangkurangnya dari pukul 08.00-22.00.

BAB III
GAMBARAN UMUM APOTEK K24-PRAMBANAN
A. SEJARAH & LATAR BELAKANG
Apotek K24-Prambanan berdiri pada tanggal 10 Oktober 2011 yang
beralamatkan di Jalan Jogja-Solo km. 17 Kebondalem Kidul, Prambanan,
Klaten, Jawa Tengah. Apotek ini didirikan dengan melihat situasi dan kondisi
diwilayah Prambanan masih kurang fasilitas Apotek pada saat itu.
Apotek K24-Prambanan terletak strategis karena berada pada jalan utama
wilayah Prambanan yang padat penduduk.
B. TUJUAN PENDIRIAN
Tujuan pendirian Apotek K24-Prambanan adalah untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan obat dan sebagai tempat
pengabdian seorang Apoteker.
Visi
Apotek K24-Prambanan sebagai mitra menuju masyarakat sehat sejahtera.
2.
Misi
a. Menyediakan obat, alat kesehatan serta perbekalan kefarmasian lainnya
1.

yang bermutu, berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.


b. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang tepat, cepat, ramah dan
informatif dengan menerapkan konsep Pharmaceutical Care secara
profesional.
C. JAM KERJA
Jam kerja karyawan dibagi menjadi 3 shift:
a. Shift pagi : jam 08.00 15.00 WIB
b. Shift siang : jam 15.00 21.00 WIB
c. Shift malam
: jam 21.00-07.30 WIB
D. STRUKTUR ORGANISASI

Pemilik Sarana Apotek


Fadlun Amin, S.Si., M.A

Apoteker Pengelola Apotek


Isti Anah, S.Farm., Apt.

Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)

Karyawan Umum

Keuangan

Bagan 1. Struktur Organisasi Apotek

Tugas dan wewenang masing-masing personil:


1. Apoteker Pengelola Apotek
a. Tugas dan kewajiban
1) Memimpin seluruh kegiatan Apotek
a) Berkewajiban serta bertanggung
pengelolaan

Apotek

yang

jawab

meliputi

penuh

bidang

dalam

pelayanan

kefarmasian dan bisnis.


b) Bidang administrasi dan keuangan.
c) Bidang ketenagakerjaan dan personalia.
2) Bidang lainnya yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Apotek.
3) Melakukan langkah-langkah pengembangan untuk meningkatkan
hasil dan kualitas Apotek.
b. Tanggung jawab dan wewenang
Memimpin dan mengelola penuh seluruh kegiatan Apotek sesuai
dengan tugas dan fungsi Apotek serta berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2.

Tenaga Teknis Kefarmasian


a. Tugas dan kewajiban
1) Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan profesinya sebagai Tenaga
Teknis Kefarmasian, yang meliputi:
a) Pelayanan kefarmasian (pelayanan obat bebas dan resep) sesuai
petunjuk Apoteker Pengelola Apotek.
b) Mengerjakan pembuatan sediaan racikan/ obat paten, mulai
menghitung harga sampai memberi etiket.
c) Menyusun, membendel dan menyimpan resep dengan baik.
d) Membuat laporan penggunaan obat/ perbekalan Farmasi
(narkotika,

psikotropika,

OWA

dan

obat

rusak

atau

kadaluwarsa).
e) Memelihara kebersihan ruangan dan ruang peracikan.
2) Dalam keadaan tertentu dapat menggantikan tugas kasir, reseptir
dan sebagainya.
b. Tanggung Jawab
Bertanggung jawab kepada Apoteker Pengelola Apotek atas segala
tugas yang dibebankan kepadanya.
c. Wewenang
Berwenang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai petunjuk
3.

Apoteker Pengelola Apotek.


Bagian Administrasi
a. Tugas dan kewajiban
1) Membuat laporan harian yang mencakup penjualan dan pembelian.
2) Membuat laporan bulanan (narkotika, psikotropika dan obat
generik).
3) Menyusun dan mengarsip faktur-faktur.
4) Membuat laporan tahunan.
5) Mengurusi rekening-rekening dan pajak.
6) Pengelolaan surat menyurat.
b. Tanggung jawab
Bertanggung jawab langsung kepada Apoteker Pengelola Apotek.
c. Wewenang
Melaksanakan semua kegiatan administrasi di Apotek sesuai

4.

petunjuk Apoteker Pengelola Apotek.


Bagian Keuangan
a. Tugas dan tanggung jawab
1) Mencatat semua penerimaan dan pengeluaran yang dilengkapi
dengan pendukung berupa kwitansi, nota dan sebagainya yang telah
disetujui oleh Apoteker Pengelola Apotek.

2) Menyetorkan dan mengambil uang dari bank untuk keperluan


Apotek atas persetujuan Apoteker Pengelola Apotek.
3) Mengatur penggunaan uang secara cermat, hemat, efektif dan
efisien.
b. Tanggung jawab
Bertanggung jawab kepada Apoteker Pengelola Apotek atas
kebenaran tugas yang dipercayakan kepadanya.
c. Wewenang
Berwenang untuk melaksanakan semua kegiatan keuangan di
Apotek sesuai petunjuk dan persetujuan Apoteker Pengelola Apotek.
E. STANDAR PROSEDUR KERJA
1.
Penerimaan Resep
a. Cek keabsahan resep.
b. Cek kelaziman dosis dan pemakaian obat.
c. Tanyakan nama pasien jika kurang jelas, dan tanyakan umur bila perlu.
2. Menghitung Harga Obat
a. Obat bukan racikan: kasir dapat langsung menghitung.
b. Obat racikan: Tenaga Teknis Kefarmasian/ Apoteker menentukan
jumlah obat yang diperlukan kemudian kasir menghitung harga.
3. Tenaga Teknis Kefarmasian bagian peracikan menyiapkan

obat,

mencocokkan dengan resep, memasukkan obat dalam pengemas dan


menulis etiket.
4. Apoteker/ Tenaga Teknis Kefarmasian menyerahkan obat kepada paien,
menjelaskan aturan pakai dan menanyakan alamat/ nomor telepon pasien
dan mencatat pada lembar resep.
F. SISTEM PENGELOLAAN OBAT
1. Perencanaan
Perencanaan pengadaan

obat

di

Apotek

K24-Prambanan

didasarkan pada pertimbangan pola penyakit (penyakit yang diderita


masyarakat sekitar pada saat itu) dan melihat stok obat yang menipis/
habis dengan melihat sistem data base komputer.
2. Pengadaan Obat
Pengadaan obat dilakukan dengan cara pengadaan berencana,
pengadaan dengan jumlah terbatas, pengadaan berdasarkan pola penyakit

yang

mewabah

pada

saat

itu

dan

pengadaan

obat

dengan

mempertimbangkan banyaknya diskon yang diberikan oleh PBF ( Pabrik


Besar Farmasi).
3. Penjualan
Sebelum obat dijual kepada konsumen terlebih dahulu diberi harga
dengan rumus sebagai berikut:
a. Obat dengan resep
1) Obat paten
HJA = (HNA+PPn) x M + T
Keterangan:
a) HJA
: Harga Jual Apotek
b) HNA
: Harga Netto Apotek
c) PPn
: Pajak Pertambahan nilai
d) M
: Margin
e) T
: Tuslah
2) Obat racikan
HJA = (HNA+PPn) x M + T + E
Keterangan:
a) HJA
: Harga Jual Apotek
b) HNA
: Harga Netto Apotek
c) PPn
: Pajak Pertambahan nilai
d) M
: Margin
e) T
: Tuslah
f) E
: Embalase

b. Obat HV
HJA = (HNA+PPn) x M
Keterangan:
a) HJA: Harga Jual Apotek
b) HNA
: Harga Netto Apotek
c) PPn : Pajak Pertambahan nilai
d) M : Margin
c. OWA (Obat Wajib Apotek)
HJA = (HNA+PPn) x M + T
Keterangan:
a) HJA: Harga Jual Apotek
b) HNA
: Harga Netto Apotek
c) PPn : Pajak Pertambahan nilai
d) M : Margin
e) T : Tuslah

4. Administrasi
Barang yang baru datang kemudian diperiksa kelengkapannya
meliputi nama, jumlah, bentuk sediaan, kadaluarsa dan sebagainya.
Kemudian dimasukkan dalam kedalam data base komputer yang meliputi:
a. Nomer Faktur
b. Tanggal Faktur
c. Asal PBF (Pabrik Besar Farmasi)
d. Harga barang
e. Satuan/ jumlah barang
f. Diskon dan PPn
5. Obat-obat Kadaluarsa (Expired Date)
Untuk obat-obat yang sudah kadaluarsa dikumpulkan terlebih
dahulu dan ditempatkan dalam dus kemudian baru dimusnahkan dengan
cara dibakar atau ditimbun dengan membuat BAP (Berita Acara
Pemusnahan). Untuk obat-obat narkotika dan psikotropika pemusnahannya
harus disaksikan oleh pihak yang berwenang dan dibuat BAP (Berita
Acara Pemusnahan).
6. Perpajakan dan Keuangan
a. Perpajakan
Pajak yang dikeluarkan meliputi:
1) Pajak pendapatan
2) Pajak reklame
3) Pajak Pertambahan nilai (PPn)
4) Pajak kendaraan
5) Pajak listrik
6) Pajak Bumi Bangunan (PBB).
Untuk perhitungan pajak menggunakan norma (pajak pendapatan),
dan pembayaran pajak dibayarkan setiap satu bulan sekali.
b. Keuangan
a. Pemasukan
Pemasukan berasal dari penjualan obat, baik obat dengan resep
(obat paten & obat racikan), penjualan obat HV, penjualan OWA dan
pemasangan display.
b. Pengeluaran
Pengeluaran meliputi pembelian obat, pembayaran gaji karyawan
dan biaya lainnya.
G. SISTEM PENGELOLAAN OBAT NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA
1. Pengadaan

Pengadaan

Narkotika

dan

Psikotropika

dilakukan

dengan

menggunakan Surat Pesanan (SP) khusus Narkotika dan Surat Pesanan


(SP) khusus Psikotropika yang ditujukan kepada PBF (Pabrik Besar
Farmasi) resmi yang ditunjuk pemerintah. Surat Pesanan Narkotika hanya
untuk satu item obat, sedangkan Surat Pesanan Psikotropika dapat berisi
lebih dari satu item obat. Surat Pesanan (SP) Narkotika dan Psikotropika
dibuat rangkap lima. Antara lain ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota ,
Dinas Kesehatan Provinsi, Manajer Kimia Farma, Balai POM dan Arsip.
2. Penyimpanan
Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika ditangani secara khusus
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan obat. Narkotika dan
Psikotropika disimpan ditempat terpisah, yaitu dalam almari khusus yang
memiliki pintu ganda. Pintu pertama untuk menyimpan Narkotika yang
diresepkan sehari-hari, sedangkan pintu kedua untuk menyimpan
persediaan/ stok Narkotika.
3. Pengeluaran
Setiap resep yang mengandung Narkotika diberi garis bawah
berwarna merah, sedangkan resep yang mengandung Psikotropika diberi
garis bawah berwarna biru. Penggunaan ini dimonitor dengan cara
melakuka pencatatan dalam buku pengeluaran Narkotika dan Psikotropika.
Buku ini memuat:
a. Nomor resep
b. Nama pasien
c. Alamat pasien
d. Satuan obat
e. Persediaan awal
f. Jumlah masukan
g. Jumlah pengeluaran
h. Persediaan akhir bulan dan keterangan.
H. TATA TERTIB APOTEK K24-PRAMBANAN
1. Setiap karyawan diwajibkan hadir tepat waktu.
2. Setiap karyawan yang akan meninggalkan pekerjaan sebelumnya harus
izin kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) kecuali dalam keadaan
darurat dengan bukti yang jelas.
3. Berpakaian/ berdandan yang pantas dan sopan.
4. Berlaku sopan, ramah dan simpatik baik terhadap pasien dan tamu.

5. Menjaga kedisiplinan dan mengembangkan sikap kerja sama dengan


mengutamakan tugas utama masing-masing.
6. Menjaga kebersihan dan obat di Apotek.

BAB IV
PEMBAHASAN

Apotek sebagai salah satu bentuk sarana pelayanan kesehatan berkewajiban


untuk menyediakan dan menyalurkan obat dan perbekalan Farmasi lainnya yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam kegiatan tersebut Apotek dipimpin oleh
Apoteker yang bertanggung jawab pada semua kegiatan yang ada di Apotek.
Apotek K24-Prambanan yang beralamatkan di jalan Jogja-Solo Km 17,
Kebondalem Kidul, Prambanan, Klaten merupakan salah satu Apotek yang berada
di

daerah

yang strategis, dekat dengan jalan raya yang ramai, dan mudah

dijangkau.
Sistem perencanaan barang di apotek K24-Prambanan disesuaikan dengan
kebutuhan obat - obat dan perbekalan Farmasi yang sering dicari konsumen, di
resepkan oleh dokter, didasarkan pada pertimbangan pola penyakit (penyakit yang
diderita masyarakat sekitar pada saat itu) dan melihat stok obat yang menipis/
habis dengan melihat sistem data base komputer.
Sistem pengadaan barang di Apotek K24-Prambanan dilakukan dengan
memesan barang sesuai dengan kebutuhan barang yang telah menipis dan pesanan
obat oleh pasien kepada distribusi resmi, berdasarkan kualitas barang, harga,
diskon, kecepatan dan ketepatan pengirim. Pengadaan dilakukan dengan memesan
melalui telefon dan setelah barang datang surat pemesanan (SP) diberikan kepada
distributor tersebut. Pengadaan obat dilakukan dengan cara pengadaan berencana,
pengadaan dengan jumlah terbatas, pengadaan obat dengan mempertimbangkan
banyaknya diskon yang diberikan oleh PBF ( Pabrik Besar Farmasi).
Sistem penerimaan barang di Apotek K24-Prambanan di cek terlebih dahulu
kesesuaian barang dengan faktur (nama obat yang tertulis di faktur dengan
barangnya), dilihat tanggal kadaluarsanya, keadaan fisik barang dan jumlah
barang yang di pesan. Jika semua sudah sesuai, faktur ditandatangani oleh APA
atau TTK dengan mencantumkan nama dan SIK serta cap apotek.
Sistem penyimpanan barang di Apotek K24-Prambanan di almari stok
maupun etalase disusun berdasarkan bentuk sediaan dan jenis obat secara
alphabetis. Sistem pengaturan obat di etalase maupun almari stok berdasarkan

sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Khusus
sediaan narkotika dan psikotropika disimpan dalam almari tersendiri yang selalu
dalam keadaan terkunci. Untuk obat yang perlu disimpan di suhu rendah seperti
suppositoria dan lacto-B disimpan di almari pendingin agar stabilitas sediaan
dapat terjaga.
Sistem pembayaran di Apotek K24-Prambanan dilakukan dengan beberapa
cara antara lain, cara Cash On Delivery (COD) yaitu cara pengadaan barang
dimana pembayarannya dilakukan secara langsung (cash) pada saat barang datang
atau obat datang. Cara kredit atau tempo yaitu pembayaran dengan cara kredit
dilakukan pada saat jatuh tempo. Dari pihak PBF biasanya diberikan waktu
selama 1-2 minggu atau bahkan ada yang sampai satu bulan tergantung dari hasil
kesepakatan dalam menentukan waktu jatuh temponya.
Sistem Pelayanan kefarmasian di Apotek K24-Prambanan terdiri atas
pelayanan atas resep dokter dan pelayanan langsung. Pelayanan atas resep dokter
dilakukan dengan skrining resep meliputi: persyaratan administratif, kesesuaian
farmasetik, pertimbangan klinis. Penyiapan obat meliputi : peracikan obat,
penulisan etiket obat, mengemas atau membungkus obat, menyerahkan obat,
informasi obat dan konseling. Pelayanan sarana kefarmasian langsung kepada
pasien diberikan ketika pasien datang dengan keluhan-keluhan tertentu. Diberikan
beberapa obat alternatif yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas
terbatas.
Sumber daya manusia yang ada di Apotek K24-Prambanan terdiri dari 12
orang yaitu 1 APA, 4 TTK, 1 keuangan dan 6 karyawan. Pelayanan kefarmasian di
Apotek dipengaruhi oleh sumberdaya manusia meliputi karyawan atau tenaga
kerja yang cukup menunjang kegiatan pelayanan kefarmasian, karyawan yang
ramah, responsif, murah senyum, cepat, tepat, berpakaian rapi, bersih, dapat
dipercaya dan mau bekerjasama serta mudah berkomunikasi dan berinteraksi
dengan pasien, karyawan juga harus memiliki pengetahuan, ketrampilan dan
pengalaman yang sesuai dengan pekerjaannya.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan praktek kerja lapangan di Apotek K24Prambanan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1. Apotek K24-Prambanan memberikan kesempatan belajar di lapangan
berkaitan dengan bidang Farmasi.
2. Apotek K24-Prambanan sebagai bentuk sarana pelayanan kesehatan
sudah baik di dalam menyediakan dan menyalurkan perbekalan farmasi
lainnya sehingga mahasiswa dapat mengambil pelajaran berkaitan
dengan bidang Farmasi
3. Apotek K24-Prambanan Memberikan pengalaman langsung dan nyata
kepada praktikan dalam melaksanakan profesi kefarmasian di apotek.
4. Apotek K-24 Prammbanan dalam menyelenggarakan pelayanan berjalan
cukup baik dalam hal pengadaan, perencanaan obat, penerimaan barang,
penyimpanan, sistem pelayanan, pengolahan resep, sistem manajemen,
sistem administrasi sehingga mahasiswa dapat lebih mudah memahami
ha-hal tentang kefarmasian di banding teori.
5. Apotek

K-24

Prambanan

telah

banyak

memberikan

informasi

pengetahuan dan pengalaman yang sangat baik bagi praktikan sehingga


nantinya para calon Tenaga Teknis Kefarmasian bisa menjadi Tenaga
Teknis Kefarmasian yang berkualitas.

B. Saran

29

Selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan di Apotek K-24 Prambanan,


masih terdapat beberapa hal yang dirasa kurang maksimal, sehingga terdapat

saran-saran yang mungkin dapat dijadikan masukan untuk kemajuan apotek,


antara lain:

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1980, Peraturan Menteri Kesehatan No. 25 tahun 1980 tentang


Perubahan Atas Permenkes No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1987, Peraturan Menteri Kesehatan No.28/Menkes/Per/1/1978 tentang
Penyimpanan Narkotik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1990, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.224/MenKes/SK/V/1990,
tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Soekanto, S., 1990, Aspek Hukum Apotek dan Apoteker, Penerbit Mandar Maju,
Bandung.
Anonim, 1992, Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992, tentang
Kesehatan, PT. Saptamitra Widyadinamika, Jakarta.
Anonim, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002,
tentang Perubahan atas Permeskes RI No. 922/MenKes/Per/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 2003, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
679/Menkes/SK/X/2003, tentang Izin Kerja Asisten Apoteker, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MenKes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Syamsuni, haji, 2006, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi EGC, Jakarta
Anief, M., 2007, Ilmu Meracik Obat,Gajah Mada, University Press, Yogyakarta.
Sri Hartini, Yustina dan Sulasmono, 2007, Apotek, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta
Pudjitami, S. W., 2008, Hand out Kuliah Manajemen Farmasi, Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta.
31

Anonim, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan


Kefarmasian.

A
M
P
I
R
A
N

Anda mungkin juga menyukai