Anda di halaman 1dari 9

Penerapan Bioteknologi di Bidang Lingkungan

Diposkan oleh Suci josa pamungkas


1. Fungi Biokontrol Sebagai Penghasil Enzim-Enzim Hidrolitik Penting Untuk
Berbagai Proses Industri Ramah Lingkungan
Proses industri ramah lingkungan adalah proses dengan sesedikit mungkin limbah.
Kalaupun ada, idealnya limbah yang dihasilkan dapat dengan mudah terdegradasi (terurai)
secara biologis atau alamiah, dan tidak menimbulkan dampak yang membahayakan
kehidupan. Berbagai fungi biokontrol, terutama dari genus Trichoderma, merupakan
penghasil enzim hidrolitik ekstraseluler (disekresi ke luar sel). Enzim atau biokatalisator ini
diproduksi Trichoderma bukan hanya untuk proses mikoparasitisme, tetapi juga untuk
memperoleh nutrisi dari lingkungan hidupnya. Trichoderma reesei (Hypocrea jecorina)
adalah produsen enzim sellulase dan xilanase terkenal, dan enzim-enzim ini telah lama
dikomersialisasi oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Novozyme dan Genencor
International. Pada tahun 2003 saja, nilai pasar dari selulase di Amerika Serikat adalah US$
280 juta, hanya untuk industri tekstil, deterjen dan makanan (Cavaco-Paulo dan Gubitz,
2003).
Selain selulase dan xilanase, berbagai spesies Trichoderma sp. menghasilkan enzimenzim lain yang tidak kalah pentingnya untuk industri. Beberapa enzim untuk industri yang
penting juga dihasilkan oleh Trichoderma dan Gliocladium isolat Riau, yaitu keluarga
kitinase (EC 3.2.1.14) dan N-asetilglukosaminidase (NAG) (EC 3.2.1.52) (Nugroho et al.,
2003). Kitinase dan NAG digunakan dalam industri bioteknologi untuk memproses kitin
menjadi berbagai turunannya (Binod et al., 2007, Nagy et al., 2007). Kitin adalah polimer
karbohidrat yang juga berada dalam kulit udang dan kepiting. Berbagai turunan kitin
digunakan dalam produk kesehatan seperti benang untuk pembedahan (Di Martino et al.,
2005, Muzzarelli et al., 2005), produk farmasi untuk kosmetik, suplemen makanan dan
penjernihan air (Sashiwa et al., 2003, Muzzarelli et al., 1999). Penggunaan kitinase untuk
produksi turunan kitin merupakan usaha untuk menekan penggunaan asam kuat HCl yang
umum digunakan dalam proses produksi turunan kitin konvensional.
Trichoderma harzianum T34, suatu galur biokontrol, menghasilkan enzim kutinase
(Rubio et al., 2008). Enzim kutinase adalah enzim yang dapat menghidrolisis ester dari asam
lemak, dan trigliserida, seefisien lipase. Kelebihan kutinase dari lipase, adalah kutinase tak
perlu diaktivasi pada antarmuka lipid-air, sehingga memiliki aplikasi industri, sebagai
deterjen. Karena kegunaan industri sebagai deterjen, Rubio et al. (2008) mengisolasi gen
kutinase dari T. harzianum T34 tersebut, dan memasukkannya ke dalam ragi Pichia pastoris,
untuk memudahkan produksi kutinase dalam skala industri ekonomis.
2. Bioremediasi Limbah Pestisida Dengan Mikroba Indigen
Mikroba indigen merupakan mikroba alamiah atau mikroba setempat. Pada lahan
pertanian, penggunaan pestisida yang berlangsung lama akan menekan pertumbuhan mikroba
indigen yang berfungsi untuk merombak senyawa toksik (organofosfat) tersebut. Karena itu,
diperlukan pengisolasian mikroba di laboratorium. Organofosfat merupakan pestisida yang
memiliki toksisitas yang tinggi. Pestisida golongan organofosfat merupakan jenis pestisida
yang banyak digunakan di Indonesia, khususnya untuk mengendalikan hama sayuran dan
padi. Senyawa aktif pestisida golongan organofosfat seperti metil parathion. Pseudomonas
putida mampu untuk menggunakan metil parathion sebagai sumber karbon dan sumber fosfor
dalam pertumbuhannya. Pada tahap pertama dari proses degradasi, enzim organofosforus acid

anhudrase yang dikeluarkan oleh P. putida menghidrolisis metil parathion menjadi pnitrophenol. Sementara p-nitrophenol dikonversi lebih lanjut menjadi hydroquinone dan 1,2,4
benzenetriol yang akan dirubah lebih lanjut menjadi maleyl acetate.
Pseudomonas putida mampu tumbuh dalam media sederhana (LB) dengan
mengorbankan berbagai macam senyawa organik dan mudah diisolasi dari tanah (batubara,
tembakau) dan air tawar. Pertumbuhan optimalnya antara 25-30C. P. putida mampu
mendegradasi benzena, toluena, dan Ethylbenzene.
Perlu dipahami bahwa tingkat pertumbuhan mikroba yang lebih baik tidak selalu
diikuti oleh terjadinya proses degradasi yang tinggi, namun begitu bila pertumbuhan terlalu
rendah maka tidak akan terjadi proses biodegradasi yang signifikan. Tingkat ketersediaan
glukosa sebagai sumber karbon dalam media mempunyai pengaruh nyata pada tingkat
degradasi, hal ini berkaitan dengan tingkat pertumbuhan yang dicapai.
Selain masalah di atas, enzim-enzim degradatif yang dihasilkan oleh mikroba tidak
mampu mengkatalis reaksi degradasi polutan yang tidak alami. Kelarutan polutan dalam air
sangat rendah dan polutan terikat kuat dengan partikel-partikel organik atau partikel tanah.
Selain itu, pengaruh lingkungan seperti pH, temperatur, dan kelembapan tanah juga sangat
berperan dalam menentukan kesuksesan proses bioremediasi.
3. Mikroba Mendegradasi Senyawa Hidrokarbon
Senyawa hidrokarbon aromatis polisiklis (PAH) dalam minyak memiliki toksisitas
yang cukup tinggi. Efek toksik dari hidrokarbon yang terdapat dalam minyak berlangsung
melalui larutnya lapisan lemak yang menyusun membran sel, sehingga menyebabkan
hilangnya cairan sel atau kematian terhadap sel. Ketahanan PAH di lingkungan dan
toksisitasnya meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah cincin benzenanya. Beberapa
golongan mikroorganisme telah diketahui memiliki kemampuan dalam memetabolisme PAH.
Bakteri dan beberapa alga menggunakan dua molekul oksigen untuk memulai pemecahan
cincin benzena PAH yang dikatalis oleh enzim dioksigenase untuk membentuk molekul cisdihidrodiol. Kebanyakan jamur mengoksidasi PAH melalui pemberian satu molekul oksigen
untuk membentuk senyawa oksida aren yang dikatalisis oleh sitokrom P-450
monooksigenase. Pada jamur busuk putih, bila terdapat H 2O2, enzim lignin peroksidase yang
dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa.
Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekulmolekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi.
Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi yaitu:
a. Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 1 x 1,5 5,0 mikrometer.
Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau
beberapa flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak
mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron
aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi
asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau
positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai
sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi
hidrokarbon antara lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas
diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit
mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri
Pseudomonas yaitu:

* Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik


Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya.
Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen).
Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon
alifatik jenuh oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan
dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.
* Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri
Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau
kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase.
Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau
catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua
senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa
yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan
piruvat.
b Arthrobacter sp.
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 1,2 x 1
8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil
dengan diameter 0,6 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik,
kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang berasal
dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 30oC.
c. Acinetobacter sp.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5
mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak
dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri
ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme.
Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350
C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk
menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah
yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai
sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah
satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa Dribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa
strain.
d.
Bacillus
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek
(biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 ?m dan panjang 3-5 ?m.
Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya
yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini
mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan
minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan
pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon
minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus
subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
4. Bioremediasi Pencemaran Logam Berat

Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan cara
detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan bioakumulasi.

Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat
toksik menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya
berlangsung dalam kondisi anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai

akseptor
Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu
senyawa yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut

dalam
Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari
senyawa yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba
menghasilkan asam dan senyawa pelarut untuk membebaskan ion logam dari

senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya langsung diikuti dengan akumulasi ion
Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan

dengan lintasan metabolism


Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari fase larut menjadi
tidak atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan. Adapun contoh mikroba pendegradasi
logam

1. Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI)


menjadi Cr (III) dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme, misalnya
hidrogen sulfida, asam askorbat, glutathion, sistein,
2. Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen
sulfida yang dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu.
3. Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan
sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam
endapan yang bisa menghasilkan energi.
4. Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan reduksi
sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor
elektron dan menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon tersebut
selain berperan sebagai sumber donor elektron dalam metabolismenya juga
merupakan bahan penyusun selnya. Adapun reaksi reduksi sulfat oleh bakteri ini
adalah sebagai berikut.
5. Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada logamlogam dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat.

6. Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel
tunggal yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk
silindris, memiliki dinding sel tipis. Alga ini mempunyai kemampuan yang tinggi
untuk mengikat ion-ion logam dari larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di
dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion
logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril
imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma.
7. Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb dari
dalam perairan, Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap
uranium. Penggunaan jamur mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan
serapan logam dan menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.
5. Washing Oil, Kegiatan Membersihkan Minyak dari Pantai.
Bioremediasi di lingkungan akuatik juga dapat dilakukan di tempat tambak. Dalam
hal ini digunakan campuran bakteri nitrifikasi dan bakteri denitrifikasi diantaranya Bacillus
sp. dan Saccharomyces sp., serta campuran dari Bacillus sp., Nitrosomonas sp. dan
Nirrosobacter sp. pada sistem budidaya udang sebagai agen bioremediasi senyawa metabolit
toksik arnonia dan nitrit di tambak udang. Penggunaan bakteri nitirifikasi dan denitrifikasi
untuk berfungsi menjaga keseimbangan senyawa nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan
nitrat) di sistem tambak. Pendekatan bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan
kelebihan residu senyawa nitrogen yang berasal dari pakan dan berupa dilepaskan berupa gas
N2 1 N20 ke atmosfer. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit
atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi nitrat atau nitrit menjadi
dinitrogen oksida (N20) atau gas nitrogen (N2). Pemberian bakteri nitrifkasi dan denitrifkasi
sebagai agen bioremediasi ke dalam tambak udang diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan bakteri yang berperan dalam proses remineralisasi unsur nitrogen dan membantu
proses purifsi alarniah (selfpurification) dalam siklus nitrogen.
6. Bioremediasi Air Asam Tambang
Air Asam Tambang (AAT) adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan
lindian, rembesan atau aliran yang telah dipengaruhi oleh oksidasi alamiah mineral sulfida
yang terkandung dalam batuan yang terpapar selama penambangan. Untuk menganggulangi
air asam tambang ini biasanya menggunakan active dan passive treatment, yang masingmasing memiliki metode-metode sendiri. Secara teknis, limbah minyak bumi bisa dibersihkan
menggunakan bakteri Bacillus sp. ICBB 7859. Sementara limbah merkuri bisa menggunakan
Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512. Sedangkan fenol menggunakan khamir Candida sp.
ICBB 1167 dan Pseudomonas sp. Dalam bidang pertanian, teknologi ini pernah di uji
cobakan di Lembang. Pada daerah persawahan yang tercemar oleh limbah pabrik tekstil yang
mengandung kadmium. Unsur beracun terberat kedua setelah merkuri. Setelah dibioremediasi
dalam hitungan minggu, persawahan pun kembali dapat ditanami padi.
7. Bioenergi
Konsep mendapatkan bioenergi dari biomassa dalam hubungannya dengan metoda
pengolahan limbah adalah meliputi proses anaerobic digestion dan fermentasi. Metana dan
etanol contohnya, telah lama digunakan sebagai bahan bakar. Perkiraan rata-rata kebutuhan
bahan bakar adalah antara 0,5-1,0 kg/org.hari setara dengan kurang lebih 150 W. Kebutuhan
listrik di USA meningkat rata-rata 2,7 % per tahun pada 10 tahun terakhir.
Sehubungan dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi, maka penggunaan
biomassa untuk energi juga akan semakin meningkat. Tahun 1999 USA menargetkan

kenaikan tiga kali penggunaan biomassa di AS pada 2010, (ini memberikan tambahan income
sebesar 15 milyar dolar), sementara pada saat yang sama mengurangi emisi karbon dari 70
juta mobil dari jalanan. Uni Eropa akan meningkatkan sampai dua kali penggunaan energi
terbarukan pada 2010. Rencananya, energi biomassa akan ditingkatkan penggunaannya
hingga 90 million tonnesof oil ekuivalen (Mtoe) per tahun meningkat menjadi 137 Mtoe.
Dimana separuhnya akan dihasilkan dari tanaman pertanian energi dan sisanya dari bahan
bakar nabati (biofuel).
Energi dalam biofuel pada dasarnya didapatkan dari turunan sinar matahari yang
diperoleh pada saat proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses ini mampu menyimpan
energi dalam biosfer sekitar 2 x 1021joule atau 7 x 1013watt per tahun. Selama pembakaran
biomassa, karbon organik bereaksi dengan oksigen menghasilkan energi yang utama berupa
panas, material residunya akan digunakan kembali dalam siklus alam. Diperkirakan setiap
tahunnya total 2,5 x 1011 ton residu ini bersirkulasi di biosfer, dimana sekitar 1 x 1011ton
adalah karbon.
8. Biogas Metana
Biogas adalah gas kaya metan yang dihasilkan dari aktifitas bakteri anaerobik. Biogas
dapat terbakar dengan nilai energi antara 21-28 MJ/m3. Metana ini dihasilkan dari dua jalur
utama, yaitu jalur asam asetat dan asam volatile lainnya (VFA) atau disebut juga asetoclastic
methanogen ini mencapai 75 % dari total produksi gas metana. Sedangkan sisanya diproduksi
dari jalur yang ke dua, yaitu jalur karbon dioksida dan hydrogen disebut juga
hydrogenotrophic methanogen.
Tahap Pembentukan Biogas Metana pada Landfill (LFG)
1. Tahap I-Beban puncak biowaste sellulosa, oksigen terlarut turun sampai ke level nol,
nitrogen dan karbon dioksida cenderung ke level sebagaimana di atmosfer.
2.

Tahap II-Karbon dioksida, hydrogen dan asam lemak bebas naik ke level tertinggi, level
nitrogen turun sampai sekiitar 10 %, sellulosa mulai di hidrolisis.

3. Tahap III-Karbon dioksida menurun sampai sekitar 40 %, produksi metana mencapai kondisi
steady state di sekitar 60 %, asam lemak bebas menurun ke level minimum, hidrolisis
sellulosa berlanjut ke laju yang linier terhadap waktu, level nitrogen turun mendekati nol.
4.

Tahap IV-Karbon dioksida dan metana berlanjut ke kondisi steady state pada konsentrasi
masing-masing 40 % dan 60 %, komponen sellulosa menurun stbil.

5.

Tahap V-Sellulosa terdokomposisi sempurna, pada akhirnya produksi karbon dioksida dan
metana turun ke nol, oksigen dan nitrogen kembali ke level atmosfer.
Metana bersifat eksplosif pada konsentrasi 5-15 % volume dan mempunyai densitas pada 20
C sebesar 0,72 kg/m3.Hidrogen pada 20 C memiliki karakteristik yang sama dengan
metana bila konsentrasi 4-74 % dan densitas 0,09 kg/m3. Karbon dioksida pada 20 C
mempunyai densitas 1,97 kg/m . Nilai kalor biogas dengan komposisi 60 % CH4dan 40 %
CO2antara 5,5-6,5 kWh/m (ini menarik sebagai sumber energi terbarukan). Dengan perkiraan
produksi biogas 400 m3per ton berat sellulosa basah, simulasi prospek produksi dari
pengolahan limbah sangat menarik. Namun kenyataannya hanya 25 % dari potensi energi
tersebut dapat dicapai dan hal ini membutuhkan upaya yang intensif untuk meningkatkan
efisiensi prosesnya.
9. Biogas
Fermentasi etanol

Fermentasi lebih luas digunakan karena sangat potensial sebagai metode pengolahan
biowaste. Proses fermentasi menghasilkan larutan etanol dalam air yang dapat diolah lebih
lanjut menjadi bahan bakar etanol 95 % dengan destilasi atau menjadi bentuk tak berair
dengan pelarut azeotrofik co-destilasi. Karena berbentuk cair, etanol sangat mudah
digunakan, baik pada tahap transportasi maupun aplikasinya. etanol dapat digunakan
tersendiri sebagai bahan bakar atau dicampur dengan bahan bakar minyak walaupun nilai
kalorinya
24
GJ/M3dibawah
bahan
bakar
minyak
39
GJ/M3.
Upaya menghasilkan etanol didapat dari berbagai bentuk limbah biomassa (biowaste), baik
secara alami, isolasi enzim dan genetically modified organism (GMO). Produksi etanol di
banyak negara menggunakan tanaman pertanian sebagai bahan bakunya, misalnya di
Amerika Serikat menggunakan jagung dan di Brazil menggunakan sagu .
10. Short Rotation Coppicing
Short rotation coppicing adalah suatu upaya untuk meningkatkan produktivitas
tanaman dengan intensifikasi produksi. Hal ini dilakukan dengan penggunaan bibit unggul,
varietas yang dapat tumbuh cepat atau hibrida, sering dengan variasi Salix atau spesies
popular. SRC meliputi penanaman yang pemanenannya dapat dilakukan terus menerus
sehingga tersedia sumber biomassa untuk pembakaran dalam waktu yang lama. Dalam SRC
ini perlu disediakan lahan yang cukup untuk secara rutin digilir 2-4 tahun. Hasil produksi bisa
mencapai 8-20 ton kering per hektar dengan nilai kalor 15.000 MJ/ton.
Pemanenan dapat dilakukan bergilir sesuai dengan lokasi petak kebun untuk
mendapatkan hasil produksi yang diinginkan dari tahun ke tahun. Pada bentuk tanaman
energi ini, pertumbuhan kembali tanaman tersebut dapat menjamin pemenuhan kebutuhan
secara kontinyu. Penggunaanya dengan cara dibakar dalam bentuk chip atau potongan kecil.
Ada 4 variabel penting dalam peningkatan produksi biomassa energi ini terhadap rasio
luas lahan, yaitu iklim perkebunan, irigasi untuk pertumbuhan tanaman, ketersediaan nutrisi
di tanah dan manajemen.
11. Biodiesel
Biodisel bukan merupakan produk bioteknologi tetapi biodiesel diproduksi dari
minyak nabati. Mesin biodiesel modern akan mengeluarkan emisi yang kurang mencemari
udara karena pembakaran yang lebih baik. Berbagai studi menyimpulkan bahwa biodiesel
mengeluarkan emisi yang kurang berbahaya bagi manusi dan kehidupan planet. Terutama
rendahnya kandungan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) dan nitritedpolycyclic
aromatic hydrocarbons (nPAHs) yang mana sangat penting karena ke dua grup senyawa di
atas adalah karsinogenik. Dalam tes laboratorium kandungan PAHs diturunkan mencapai 7585 % dan nPAHs lebih rendah lagi.

SUMBER :
Dahuri, Rokmin. 2012. Industri Bioteknologi Kelautan Sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi
Baru Indonesia. http://blogs.itb.ac.id/ratnaekaputri/2012/11/26/industri-bioteknologikelautan-sebagai-mesin-pertumbuhan-ekonomi-baru-indonesia/. Diakses tanggal 9 Maret
2013.
Hermana, Joni. 2011. Bioteknologi Lingkungan. Fakultas teknik sipil dan perencanaan
ITSsurabaya. http://www.ftsp.its.ac.id. Diakses tanggal 9 Maret 2013.
Pablo,
Julian.
2012.
Mata
Kuliah
Biologi.
Bioremediasi.
http://matakuliahbiologi.blogspot.com/2012/06/bioremediasi.html. Diakses tanggal 9
Maret 2013.

BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN

Bioteknologi adalah upaya pemanfaatan makhluk hidup dengan menggunakan prinsip-prinsip


ilmiah untuk menghasilkan produk atau jasa yang berguna bagi manusia.
Pemanfaatan Bioteknologi bagi kehidupan manusia dintaranya digunakan dalam bidang:
Pertanian
Kesehatan
Lingkungan
Peternakan
Bioteknologi lingkungan adalah bioteknologi yang penggunaannya banyak melibatkan
mikroorganisme untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup manusia dan alam
sekitarnya. Bioteknologi lingkungan dimanfaatkan untuk perbaikan lingkungan.
Contoh bioteknologi lingkungan :
1. BIOGAS
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob).
Komponen biogas antara lain sebagai berikut : 60 % CH4 (metana), 38 % CO2 (karbon
dioksida) dan 2 % N2, O2, H2, & H2S.
Pembuatan Biogas
~ Biogas dibuat dengan memanfaatkan kotoran ternak, karena itu dapat mengurangi
pencemaran oleh kotoran ternak, dan sisa-sisa biogas dapat dimanfaatkan untuk pupuk
~ Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik
(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas
metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut
biogas.

Bakteri yang membantu pembentukan biogas :


~ Bakteri fermentatif

~ Bakteri asetogenik
~ Bakteri metana
2. Cacing Tanah
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang
(invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta.
Di Indonesia, cacing tanah telah banyak diternakkan. Sentra peternakan cacing terbesar
terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan sekitarnya.
Manfaat Cacing Tanah
~ Mengurangi pencemaran sampak organik
~ Menyuburkan Tanah
~ Memperbaiki aerasi dan struktur tanah
~ Meningkatkan ketersediaan air tanah
~ Makanan manusia
3. Mikroorganisme Pengolah Limbah
Mikroorganisme dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri untuk mengolah limbah sebelum
limbahnya dibuang ke lingkungan. Misalnya, industri yang limbahnya mengandung lemak
dapat memanfaatkan mikroorganisme pencerna lemak sebelum membuang limbah ke sungai.
Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan
mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air
limbah.
Mikroorganisme yang digunakan umumnya bakteri aerob
Proses pengolahan air limbah
~Pengumpulan
~Pemilahan
~Pengaliran limbah
~Pengendapan
~Proses aerob
~Kucuran air
~Proses anaerob
~Sumber energi
~Pembuangan sampah
http://bengkelbiologi.blogspot.co.id/2012/02/bioteknologi-lingkungan.html

Anda mungkin juga menyukai