Referat Hidrosefalus
Referat Hidrosefalus
REFERAT
HIDROSEFALUS
Pembimbing :
Dr.Bambang Hadi Baroto, Sp.A
Dr. Devie Kristiani, M.Sc, Sp.A
Disusun oleh:
Rendy Aprianus Santoso
11.2014.065
Kevin Jodjana
11.2014.089
11.2014.289
Anesty Claresta
11.2014.296
Imelda Suryadita
11.2014.332
Diporapdwijoyo Sinoputro
11.2014.333
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
SEPTEMBER 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas terselesaikannya tugas referat yang
berjudul Hidrosefalus. Referat ini merupakan tugas yang wajib dilaksanakan sebagai syarat
lulus selama menjalani kepaniteraan klinis di RSU Bethesda Lempuyangwangi, Yogyakarta.
Referat ini membahas tentang kelainan pada aliran Cairan Serebro-Spinal (CSS), anatomi dan
fisiologi produksi dan penyerapan CSS, patofisiologi, penegakan diagnosis, penatalaksanaan,
hingga pencegahan dari hidrosefalus.
Kami juga ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua konsulen
kami yang telah memberikan pelajara yang tak ternilai. Terimakasih dr.Bambang HB, Sp.A
dan dr. Devie K, M.Sc,Sp.A atas didikan dan bimbingan seputar kasus anak di RS selama
kami menjalani kepaniteraan klinik di RS Bethesda Lempuyangwangi, Yogyakarta.
Terimakasih tak terhingga juga kepada teman-teman yang telah memberikan kerjasama dan
dukungan selama pembuatan referat yang berjudul Hidrosefalus ini.
Penulis menyadari bahwa ada banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang tepat maupun kurang berkenan di
hati para pembaca, dan kami juga membuka hati bagi saran dan masukan yang membangun
dari pembaca. Akhir kata, semoga makalah referat yang kami susun dapat memberikan
manfaat yang berguna bagi pembaca sekalian.
Yogyakarta, 1 September 2015
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I: Pendahuluan
BAB II: Pembahasan
Anatomi dan Fisiologi
Epidemiologi
Etiologi
Manifestasi Klinis
Patofisiologi
Diagnosis
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Komplikasi
Pencegahan
Prognosis
BAB III: Penutup
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani, hydro (air) dan cephalos (kepala).
Hidrosefalus adalah terdapatnya akumulasi abnormal/berlebihan cairan serebrospinal (CSS)
dalam ventrikel, sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Kondisi ini bisa terjadi
pada semua umur. Hidrosefalus sudah ditemukan di jaman Mesir Kuno, sekitar 2500 SM500 M. Hippocrates sudah menulis tentang hidrosefalus, dan bahasan tentang hidrosefalus
lebih jelas ditulis oleh Galen pada abad ke-2.1 Tindakan operatif pada bayi hidrosefalus
pertama kali ditulis oleh Abulkassim al Zahrowi (1000 M). Pada 1800, Carl Wernicke
melakukan tindakan pungsi ventrikel dan drainase hidrosefalus. Quincke (1891) melakukan
serial lumbal pungsi dan Mikuliz (1893) melakukan teknik ventrikulo subarachnoidsubgaleal.
Cairan serebrospinal (CSS) adalah cairan yang terdapat di dalam otak dan saraf tulang
belakang (medula spinalis). Cairan ini berfungsi sebagai pelindung mekanik otak dan medula
spinalis dari trauma. Cairan serebrospinal juga berfungsi untuk membuang sisa-sisa hasil
metabolisme otak dan menjaga agar lingkungan di sekitar otak dan medula spinalis tetap
stabil. Produksi cairan serebrospinal terjadi di dalam bagian otak yang disebut koroid pleksus
di ventrikel otak. Dengan jumlah yang di produksi mencapai 500 ml per harinya. Cairan
tersebut akan mengisi rongga otak dan medula spinalis. Kemudian cairan akan bersirkulasi
dan akhirnya diserap di bagian yang disebut vili araknoid (arachnoid vili).
BAB II
PEMBAHASAN
Anatomi
Secara umum sirkulasi CSS terdiri dari pleksus koroideus, ventrikulus, ruang subaraknoid
dan vili araknoidea.3
1. Pleksus koroideus
Pleksus koroideus terletak pada ventrikulus lateralis, tertius dan quartus. Pada saat
embrio, pleksus ini berkembang dari invaginasi mesenkim pada daerah mielensefalon
selama minggu keenam intra-uterin. Pada usia minggu ke-7 sampai ke-9, pleksus
koroideus mulai kehilangan jaringan mesenkimal dan ditutupi oleh sel-sel ependimal.3
2. Sistem ventrikulus
a. Ventrikulus Lateralis
Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C, secara
anatomi, ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian kornu anterior,
korpus dan kornu posterior. Corpus dari ventrikulus lateralis menjadi dasar dari
septum pelusida.3
b. Ventrikulus Tertius
Ventrikulus tertius berada diantara dua thalami dan dibatasi oleh
hypothalamus di bagian inferior. Bagian anterior dari ventrikulus tertius
berhubungan dengan lamina teminalis dan foramen interventrikularis atau
foramen
Monroe.
Sedangkan
bagian
posteriornya
berhubungan
dengan
c. Ventrikulus Quartus
Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior (bagian
dari isthmus rhombensefalon), intermedius (bagian metensefalon) dan inferior
(bagain mielensefalon). Dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh sel-sel ependim,
berlanjut ke bawah oleh canalis sentralis dari medulla dan bagian superior oleh
aquaduktus cerebri sylvii dan melebar ke foramen lateralis/foramen Luschka.3
3. Ruang Subaraknoid
Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh meningeal yang terdiri dari tiga
lapisan. Dari luar ke dalam di mulai dari duramater, araknoid dan piamater. Duramater
merupakan lapisan paling superfisial dan melekat pada calvaria cranii, kemudian
lapisan kedua adalah araknoid dan selaput otak (meanings) yang langsung melekat pada
girus otak adalah piamater. Antara araknoid dan piamater terdapat spatium
subaraknoid. Spatium subaraknoid diisi oleh CSS dan arteri-arteri utama yang
memperdarahi otak. Pada bagian tertentu spatium subaraknoid melebar dan
membentuk suatu cisterna. Antara medulla dan cerebellum terdapat cisterna magna.3
4. Granulatio dan vili araknoidea
Telah diketahui bahwa granulatio dan vili araknoidea sangat berperan penting
dalam mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.3
Aliran CSS dimulai dari pleksus choroideus yang terdapat pada ventrikulus lateralis
kemudian ke ventrikel tertius melalui foramen interventrikular (foramen Monroe), dari
ventrikel tertius CSS dialirkan ke dalam ventrikulus quartus melalui aquaductus cerebri
Sylvii, dan pada akhirnya ke ruang subaraknoid melalui foramen Luschka dan Magendie dan
selanjutnya diabsorbsi di granulatio dan vili araknoidea ke sistem sinus venosus.
Epidemiologi
Frekuensi hidrosefalus lebih kurang 2 kasus per 1.000 kelahiran. Frekuensi
hidrosefalus dan spina bifida adalah 9.7% diantara kelainan perkembangan sistem saraf.
Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Juga tidak ada perbedaan ras.3
Hidrosefalus infantil, 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan
otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, kurang dari 4% akibat tumor fossa
posterior.2 Insiden hidrosefalus kongenital di Amerika Serikat adalah 3 per 1.000 kelahiran
hidup sedangkan insiden untuk hidrosefalus akuisita (aquired hydrocephalus) tidak diketahui
secara pasti karena penyebab penyakit yang berbeda-beda. Pada umumnya, Insiden
hidrosefalus adalah sama untuk kedua jenis kelamin, kecuali pada sindrom Bickers-Adams,
X-linked hydrocephalus ditularkan oleh perempuan dan diderita oleh laki-laki. Hidrosefalus
dewasa mewakili sekitar 40% dari total kasus hidrosefalus.3
Etiologi
2.1 Tipe obstruktif (non-komunikans)
Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel
yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel otak)
2.1.1 Kongenital.
a. Stenosis akuaduktus serebri
Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi atau
perdarahan selama kehidupan fetal, stenosis kongenital sejati sangat jarang.
Stenosis akuaduktal ke dalam 4 kelompok berdasarkan temuan histologis: gliosis,
forking stenosis simple, dan pembentukan septum. Stenosis atau penyempitan
akuaduktal terjadi pada 2/3 kasus hidrosefalus kongenital.
b. Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie dan Luschka).
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus.
Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan
hipoplasia veris serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan
antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarakhnoid yang tidak adekuat; dan hal
ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam tiga
bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali
lainnya seperti: agenesis korpus kalosum, labiopalatoskhisis, anomali okuler,
anomali jantung, dan sebagainya.
c. Malformasi Arnold-Chiari
Malformasi ini melibatkan kelainan susunan saraf pusat yang rumit (khas pada
fossa posterior). Batang otak tampak memanjang dan mengalami malformasi, dan
tonsil serebellum memanjang dan ekstensi ke dalam kanalis spinalis. Kelainan ini
menyebabkan obliterasi sisterna-sisterna fossa posterior dan mengganggu saluran
ventrikel IV. Malformasi Arnold Chiari dijumpai pada hampir semua kasus
mielomeningokel, walaupun tidak semuanya berkembang menjadi hidrosefalus
aktif yang membutuhkan tindakan operasi pintas (shunting) (80% kasus).
d. Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara normal tidak
dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal ini terjadi karena vena
Galen mengalir di atas akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk kantong
aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus.
e. Hidroansefali
Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti dengan kantong CSS.
sangat
jarang.
(Toxoplasma/T.gondii,
Rubella/German
measles,
X-linked
hidrosefalus).
2.1.2 Acquired / Didapat
a. Stenois akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)
Infeksi oleh bakteri meningitis yang menyebabkan radang pada selaput
(meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika
jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran CSS dalam ruang
subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem ventrikel atau mempengaruhi
penyerapan CSS dalam villi arachnoid.
Jika saat itu tidak mendapat pengobatan, bakteri meningitis dapat menyebabkan
kematian dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan gejala meningitis meliputi demam,
sakit kepala, panas tinggi, kehilangan nafsu makan, kaku kuduk. Pada kasus yang
ekstrim, gejala meningitis ditunjukkan dengan muntah dan kejang. Dapat diobati
dengan antibiotik dosis tinggi.
b. Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
c. Hematoma intraventrikular
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah mengalir
dalam
jaringan
otak
sekitar
dan
mengakibatkan
perubahan
neurologis.
Gaya berjalan ataxia, biasanya bersifat kronik progresif, disebabkan karena ekspansi
dari sistem ventrikuler, terutama pada ventrikel lateral yang mempengaruhi traksi dari
serat motorik sakral yang berjalan di area ini, seringkali gejalanya berupa instabilitas
postur dan gangguan keseimbangan yang makin terlihat bila penderita berjalan atau
menaiki tangga. Kelemahan dan kelelahan otot juga dapat merupakan bagian dari
keluhan meskipun lebih samar. Hal-hal tersebut inilah yang membuatnya seringkali
terdiagnosa sebagai penyakit Parkinson, hanya saja disini tidak dijumpai tremor atau
rigiditas seperti penderita penyakit Parkinson pada umumnya.
Demensia, pada dasarnya merupakan predominasi dari lobus frontalis disertai apatis,
keterlambatan dalam proses berpikir, dan kecenderungan untuk hilang atensi.
Inkontinensia urin, biasanya terjadi pada stadium akhir dari NPH, dimulai dari
meningkatnya
frekuensi
berkemih
hingga
akhirnya
menunjukkan
gejala
inkontinensia lobus frontalis dimana penderita menjadi tidak peduli terhadap gejala
inkontinensia yang dialaminya.
Etiologi berdasarkan umur
0-2 tahun
1. Infeksi intrauterine
2. Meningoensefalitis bakteri/virus pada neonatus
3. Kista araknoid
4. Tumor intrakranial
5. AV malformasi
6. Post infeksi
7. Gangguan perkembangan : Stenosis Aquaduktus, myelomeningokel, Kista Dandy
Walker, Ensefalokel
2-12 tahun
1. Massa yang menekan sistem ventrikular : kraniofaringioma, tumor pineal
2. Tumor fossa posterior : meduloblastoma, astrositoma,ependimoma
3. Gangguan perkembangan : Stenosis aquaduktus, malformasi Arnold Chiari
4. Post infeksi : meningitis
5. Post hemorraghic
Manifestasi klinis
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan
kulit kepala menjadi tipis serta rapuh. Pada pemeriksaan radiologis : terlihat tengkorak
mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah pisah dan pelebaran vontanela.
Kepala yang tampak membesar pada anak dengan UUB yang belum menutup
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial: letargi, muntah, sakit kepala, iritabel,
sampai penurunan kesadaran. Terutama ditemukan pada UUB yang sudah menutup
Anamnesis ke arah penyebab: riwayat trauma, infeksi SSP seperti meningitis, riwayat
hidrosefalus pada keluarga.
Pertumbuhan lingkar kepala yang abnormal (>+ 2SD atau dalam pemantauan terdapat
peningkatan lingkar kepala yang tidak sesuai grafik pertumbuhan lingkar kepala).
UUB masih terbuka pada anak usia > 18 bulan atau UUB membonjol
Kelainan bentuk kepala: oksipital yang prominen, asimetri bentuk kepala, pembesaran
Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
2. Transiluminasi
Syarat untuk transiluminasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat
yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar
halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat
tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah
kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang
melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras
dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi
ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki
fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
4. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan
dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan
pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan
CT Scan.
Diagnosis :
o Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih
besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering
ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi
reabsorpsi transependimal dari CSS.
o Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di
Diagnosis Banding
Hidranensefali ; sama sekali atau hampir tidak memiliki hemisfer serebri, ruang yang
normalnya di isi hemisfer dipenuhi CSS
Tumor otak
Kepala besar
Komplikasi hidrosefalus :
Atrofi Otak : Secara progresif volume otak akan semakin menurun diikuti dengan
dilatasi ventrikel karena penuaan. Tetapi Atrofi didefinisikan sebagai hilangnya sel atau
jaringan, jadi atrofi serebri dapat didefinisikan sebagai hilangnya jaringan otak (neuron dan
sambungan antarneuron). Biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti
multiple sklerosis, korea huntington dan Alzheimer. Gejala yang muncul tergantung pada
bagian otak yang mengalami atrofi. Dalam situasi ini, hilangnya jaringan otak meninggalkan
ruang kosong yang dipenuhi secara pasif dengan CSS.
Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan pada hidrosefalus ialah untuk memulihkan
kerusakan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial. Rekonstitusi mantel otak
untuk memungkinkan perkembangan intelektual normal dan menghindari ketergantungan
shunt harus ditambahkan sebagai tujuan penatalaksanaan. Mantel otak dengan ketebalan lebih
dari 9 sentimeter terkait dengan hasil yang baik .Namun, rekonstitusi mantel kortikal tidak
mendapat hasil yang memuaskan jika tatalaksana terlambat lebih dari 5 bulan. Terapi
pembedahan pada hidrosefalus meliputi pengalihan dari cairan serebrospinal yang
terakumulasi oleh salah satu dari prosedur dibawah ini: (1) dengan membuka kembali
sumbatan agar cairan dapat mengalir pada jalur alaminya (2) dengan membuat suatu
pengalihan pada lokasi sebelum terjadinya obstruksi untuk memungkinkan css mengalir ke
jalur distal intrakranial; atau (3) oleh pengalihan css ke rongga lain yang kemudian akan
diserap ke dalam aliran darah. Contoh dari pembukaan jalur yang tersumbat meliputi
endoscopic aqueductoplasty dan eksisi tumor yang menjadi penyebab hidrosefalus;
endoscopic third ventriculostomy masuk ke dalam kategori kedua. Ventriculoperitoneal
shunts, yang menjadi tatalaksana pilihan pada hidrosefalus, termasuk dalam kelompok
ketiga.2
Perawatan medis belum terbukti berguna untuk hidrosefalus. Lebih sering digunakan
sebagai terapi sementara sebelum prosedur pembedahan. Acetazolamide telah umum
digunakan karena telah terbukti dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal.2
Operasi Pemasangan Pintas (Shunting)
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan operasi pintas, yang bertujuan membuat
saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti:
periyoneum, atrium kanan, pleura). Pemilihan kavitas untuk drainase bervariasi untuk
masing-masing kasus. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum, mengingat ia mampu menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat
menyesuaikan pertumbuhan anak serta resiko terjadi infeksi berat relatif lebih kecil
dibandingkan dengan rongga atrium jantung. Lokasi drainase lain seperti pleura, kandung
empedu dan sebagainya dapat dipilih untuk situasi kasus-kasus tertentu. Biasanya cairan
serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada
yang didrain ke rongga subarachnoid lumbar. Belakangan ini drainase lumbar jarang
dilakukan mengingat ada laporan bahwa terjadi herniasi tonsil pada beberapa kasus 1
melalui burrhole koronal (2-3 cm dari garis tengah) ke dalam ventrikel lateral, kemudian
melalui foramen Monro (diidentifikasi berdasarkan pleksus koroid dan vena septalis serta
vena talamostriata) masuk ke dalam ventrikel III. Batas-batas ventrikel III dari posterior ke
anterior adalah korpus mamilare, percabangan a.basilaris, dorsum sela dan resesus
infundibularis. Lubang dibuat di depan percabangan antara arteri basilaris sehingga terbentuk
saluran antara ventrikel III dengan sisterna interpedunkularis. Lubang ini dapat dibuat dengan
memakai laser, monopolar koagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon. 1
Seleksi Pasien
Tidak semua kasus hidrosefalus berhasil baik menggunakan teknik endoskopik ini. Beberapa
ahli menyarankan sebaiknya digunakan pada:
Hidrosefalus obstruktif
Usia di atas 1 tahun
Onset baru
Tidak ada riwayat meningitis atau perdarahan subarachnoid
Pembesaran ventrikel dengan anatomi yang masih relative normal.
Angka keberhasilannya bervariasi, perlu pertimbangan lebih lanjut pada setiap kasus.1
Komplikasi
Banyak bayi yang lahir dengan hidrosefalus (hidrosefalus kongenital) memiliki kerusakan
otak permanen. Hal ini dapat menyebabkan sejumlah komplikasi jangka panjang seperti:
gangguan bicara
masalah memori
rentang perhatian yang pendek
masalah dengan keterampilan berorganisasi
masalah penglihatan, seperti juling dan tunanetra
masalah dengan koordinasi fisik
epilepsi
shunt (proksimal, katub atau distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat
semula, serta tempat pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa
drainase yang berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak
dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis,
lokulasi ventrikel, dan hipotensi ortostatik.1
Kelainan fungsional dari shunt merupakan komplikasi utama dari prosedur shunt.
Kelainan ini sangat umum hingga terkadang tidak lagi dianggap sebagai komplikasi tetapi
sebagai bagian dari perjalanan alami prosedur shunt. Dari beberapa faktor predisposisi untuk
terjadinya kerusakan, faktor usia telah terbukti signifikan .Dalam sebuah studi yang
melibatkan 38 pusat bedah saraf dan 773 pasien, 29% dari shunts gagal dalam tahun
pertama , dan memerlukan operasi ulang .Hampir setengah dari shunts (47%) pada anak
dengan usia < 6 bulan gagal dan 14% shunts gagal pada anak usia > 6 bulan.2
Angka kejadian infeksi pada pemasangan shunt berkisar antara 4% - 7%. Organisme
yang umum menyebabkan infeksi antara lain staphylococcus epidermidis (50% - 60%),
staphylococcus aureus (20% - 30%), batang gram negatif, dan propionibacterium spp.
Sebagian besar infeksi terjadi dalam waktu 3 bulan setelah pemasangan shunt, dan sebagian
kecil terjadi pada 6 bulan setelah pemasangan. Gejala klinis yang mucul tergantung pada
tingkat keparahan infeksi, waktu diagnosis, dan lokasi dari infeksi. Infeksi dapat terjadi pada
jalur subkutan tempat pemasangan selang shunt atau luka (luka atau infeksi pada ruang css
(meningitis), infeksi pada ventrikel (ventriculitis), atau pada rongga perut (peritonitis). Awal
infeksi subkutan ditandai dengan demam ringan, kemerahan di sepanjang jalur shunt, dan
cairan purulen yang keluar dari luka insisi.2
Pencegahan
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah
berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan pada tahap
suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru
penyakit. Pada kasus hydrocephalus pencegahan dapat dilakukan dengan:
a. Pada kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara signifikan dapat
mengurangi risiko memiliki bayi prematur, yang mengurangi risiko bayi
mengalami hydrocephalus.
b. Untuk penyakit infeksi, setiap individu hendaknya memiliki semua vaksinasi dan
melakukan pengulangan vaksinasi yang direkomendasikan.
c. Meningitis merupakan salah satu penyebab terjadinya hydrocephalus. Untuk itu
perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya vaksin meningitis bagi orang
orang yang berisiko menderita meningitis. Vaksinasi dianjurkan untuk individu
yang berpergian ke luar negeri, orang dengan gangguan sistem imun dan pasien
yang menderita gangguan limpa.
d. Mencegah cedera kepala.
Pencegahan Sekunder
a. Diagnosis Hydrocephalus merupakan salah satu dari kelainan kongenital. Untuk
mewaspadai adanya kelainan kongenital maka diperlukan pemeriksaan fisik, radiologik, dan
laboratorium untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir. Disamping
itu, dengan kemajuan teknologi kedokteran suatu kelainan kongenital kemungkinan telah
diketahui selama kehidupan janin seperti adanya diagnosa prenatal atau antenatal.2
Pada hydrocephalus, diagnosa biasanya mudah dibuat secara klinis. Pada anak yang lebih
besar kemungkinan hydrocephalus diduga bila terdapat gejala dan tanda tekanan intrakranial
yang meninggi. Tindakan yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis ialah
transluminasi kepala, ultrasonogafi kepala bila ubunubun besar belum menutup, foto Rontgen
kepala dan tomografi komputer (CT Scan).
Prognosis
Prognosis Hidrosefalus bergantung pada tingkat progresivitas, keberhasilan tindakan
operasi, pengaruh tindakan operasi dan penyulit yang terjadi. Pada umunya hidrosefalus
kongenital mempunyai gangguan neurologic dan intelektual atau mental yang sulit
diperbaiki.
Lebih dari 50% pasien dengan perdarahan intraventrikuler luas akan berkembang
menjadi hidrosefalus menetap yang membutuhkan pemasangan shunt. Pada pasien
pascaoperasi pengangkatan tumor di fossa kranii posterior pada anak anak sebesar 20%
berkembang menjadi hidrosefalus menetap yang membutuhkan pemasangan shunt sehingga
secara keseluruhan prognosisnya bergantung pada
pengankatan tumor. Pada pasien hidrosefalus dibawah usia 1 tahun, sebesar 50%
menunjukan tanda tanda vital yang stabil, fungsi ginjal yang normal dan tidak ada gejala