Tugas Antropologi SIPSS
Tugas Antropologi SIPSS
1
Peran Polri Pada Era Demokrasi Dalam
Mewujudkan Kamtibmas
Keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas)
adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu
prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional yang
ditandai dengan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum
serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam mencegah,
menangkal, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan
bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Pada era demokrasi struktur kelembagaan dapat
menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam
dan melemahkannya. Sebuah lembaga negara, misal dapat menjadi sarana
penerapan prinsip-prinsip demokrasi, tapi juga bisa menciptakan
oligarki atau system nondemokrasi lainnya.
Selain itu keberadaan
institusi tertentu tidak dengan sendirinya menjamin suatu demokrasi
yang dicita-citakan. Walaupun demikian, dilihat dari pengalaman
berbagai negara, ada beberapa kerangka kelembagaan yang memungkinkan
terealisasinya prinsip-prinsip demokrasi dalam sosial masyarakat
asalkan kerangka kelembagaan tersebut mencerminkan nilai, kriteria,
dan pandangan demokrasi.
Peran dan kedudukan Polri telah di undangkan dalam Undang-Undang
No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peran
Polri disini menjadi sangat penting karena berhubungan dengan iklim
demokrasi yang ingin dibangun di era reformasi ini. Kepolisian di negara demokrasi
memang mempunyai kewenangan hukum untuk menggunakan
cara-cara upaya paksa. Polisi di satu sisi harus
mewujudkan tujuan sosial yaitu ketertiban masyarakat yang menuntut
polisi harus menggunakan instrument Sosial/doelmatigheid, di sisi
lain polisi harus mewujudkan tujuan hukum yaitu keadilan/justice yang
menuntut Polisi harus menggunakan instrument hukum /rechmatigheid.
Peran ini sangat berpengaruh dalam kehidupan demokrasi akan tetapi
juga berpotensi untuk salahgunakan.
Oleh sebab itu kepolisian harus
senantiasa diawasi dan dikontrol baik, secara internal maupun
eksternal.
Penegakkan hukum merupakan suatu aturan main (rule of the game) yang
dapat dijadikan rujukan perilaku.
Hak-hak setiap warga negara
dilindungi oleh hukum, yang dilaksanakan secara transparan, akuntabel
dan tidak berpihak. Adanya saluran hukum bagi penyelesaian konflik dan
permasalahan antar individu memungkinkan munculnya ketertiban dalam
artian, bahwa tidak terjadi kesewenang-wenangan individu terhadap
individu yang lain. Diharapkan muncul kesadaran individu akan hak dan
kewajibannya terhadap individu yang lain. Cara ini merupakan asset
yang sangat berharga dan krusial dalam proses demokratisasi. Sekalipun
Penulis :
Kompol M. Syafii Maulana, S.IK, MH
Pasis Sespimmen Polri
Dikreg 55.
Karena itu, pelaksanaan polmas dengan kearifan lokal mutlak diperlukan karena
akan menjadi formulasi yang baik. Formulasi yang dihasilkan akan memberi
gambaran dan pemahaman kepada kepolisian tentang kondisi daerah setempat
sehingga Kamdagri yang telah dicanangkan kepolisian dapat terealisasi dengan
baik.
Parsudi Suparlan (2004), menyatakan bahwa polisi untuk dapat memperoleh
kepercayaan dari anggota-anggota komuniti harus dapat memahami corak
kehidupan dalam komuniti tersebut. Beliau mengatakan bahwa dengan
memperhatikan corak kehidupan warga dalam kelompok-kelompok sosial dan
dalam komuniti-komuniti.
Sebagaimana sasaran dan tujuan Polmas, yaitu membangun dan meningkatkan
pemahaman masyarakat dan polisi, mengenai keanekaragaman budaya, suku,
maupun ras yang ada di masyarakat setempat.
Beberapa pendekatan melalui kearifan lokal yang dapat dilakukan kepolisian
diantaranya adalah :
1. Pendekatan Agama
Implementasi Polmas melalui pendekatan agama merupakan salah satu kunci
keberhasilan polmas. Sebagaimana dinyatakan KH Hasyim Muzadi (2009),
beragama yang benar akan membuahkan sikap toleransi serta inklusif dengan
berbagai perbedaan. Pendekatan subtansi ini akan mendekatkan antara agama
dan Indonesia.
Untuk implementasi di Provinsi Aceh misalnya, tentu tidak akan bisa sama
penerapannya dengan Provinsi Bali. Perbedaan mayoritas agama di kedua
provinsi ini tentu dibutuhkan implementasi yang berbeda.
Bali mayoritas penduduknya beragama hindu, tentu tidak dapat menerapkan
sistem kerja polmas di Padang. Demikian halnya sebaliknya. Perbedaan-
perbedaan subtansial ini dapat menjadi pijakan Polri untuk mencari solusi dalam
mengimplementasikan polmas dalam masyarakat.
Di Aceh bahkan, penerapan polmas juga melibatkan lembaga poendidikan
dayah. Dayah merupakan lembaga pendidikan agama telah berakar kuat dalam
perjalanan agama di Aceh.
Lalu bagaimana jika satu daerah memiliki multi agama, maka dapat dilakukan
dengan mempertemukan tokoh-tokoh agama setempat. Berdialog dan
berdiskusi bagaimana perapan polmas. Dari hasil musyawarah tersebutlah maka
polmas akan mudah dilaksanakan ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang
multi agama. Melibatkan tokoh agama akan meminimalisir perbedaanperbedaan yang mungkin akan timbul dalam pelaksanaan polmas.
2. Pendekatan Bahasa
Harus difahami, pendekatan bahasa merupakan faktor penting dalam
keberhasilan polmas. Bahasa, secara tidak langsung akan memudahkan jalinan
komunikasi antara personel kepolisian dengan masyarakat setempat.
Dalam penjelasan www.wikipedia.org, pendekatan bahasa merupakan salah
satu cara untuk mengetahui kondisi dari masyarakat setempat. Bahasa
merupakan sarana pendekatan paling efektif.
Untuk itu, setiap personil kepolisian yang terlibat dalam polmas, diharapakan
faham dan mampu berbahasa daerah dimana dia bertugas agar memudahkan
komunikasi. Karena, harus diakui, masih banyak masyarakat Indonesia di
pedalaman yang belum faham dan tidak mengerti dengan bahasa Indonesia.
Memahami bahasa daerah setempat secara tidak langsung akan mendekatkan
kepolisian dengan masyarakat. Interaksi sosial akan lebih mudah tercapai
dengan bahasa daerah.
Sebagaimana salah satu sasaran dan tujuan forum kemitraan polisi dan
masyarakat (FKPM) adalah mempererat hubungan dan meningkatkan
komunikasi antara polisi dan masyarakat. Apabila bahasa setempat tidak
mampu dimengerti oleh personil kepolisian, tentu tujuan ini akan sulit tercapai.
3. Pendekatan Adat Istiadat
Pendekatan khusus ini menjadi penting dalam implementasi polmas. Karena,
hingga kini masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang tetap menggunakan
hokum adat dalam menyelesaikan sebuah permasalahan.
Selama ini, institusi adat di berbagai daerah telah banyak terbentuk namun
banyak juga yang tidak berjalan. Untuk itu, kehadiran polmas akan
memaksimalkan tugas dan peran adat yang sudah terbentuk tersebut.
Jika lembaga atau istitusi adat dapat berjalan, maka secara tidak langsung akan
mendukung keamanan dalam negeri yang diharapkan oleh polri.
Di Provinsi Aceh misalnya, lembaga adat sudah terbentuk sejak lama. Herman
RN (2009), salah seorang aktivis jaringan Komunitas Adat (JKMA) menyatakan
bahwa, yang memahami tentang masyarakat di suatu tempat adalah orangorang yang dipilih oleh masyarakat setempat, yang telah berbaur bersama
masyarakat setempat.
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh pendapat Hendra Fadli (2007), bahwa
implementasi polmas tidak harus diseragamkan dengan model yang berlaku di
provinsi lain, apalagi secara historis komunitas Aceh memiliki kecenderungan
sulit untuk beradabtasi dengan hal-hal baru yang berpotensi mereduksi fungsi
tatanan sosial yang telah ada.
Aceh sendiri memiliki lembaga adat yang telah diakui pemerintah setempat,
yaitu Tuha Peut. Yaitu sekumpulan orang yang dituakan karena memiliki
beberapa kelebihan.
Kondisi yang sama juga terjadi di Papua dan Irian Jaya. Implementasi polmas
dengan pendekatan adat mutlak diperlukan. Posisi adat di masih sangat kuat.
4. Memahami Karakteristik Masyarakat Lokal
Multikultural Indonesia memang harus difahami secara mendalam oleh setiap
personil kepolisian yang bertugas dalam polmas. Perbedaan karakter
masyarakat antara satu provinsi dengan provinsi lainnya sangat penting
difahami dan dipelajari.
Personel kepolisian yang bertugas di daerah hendaknya melihat dan memahami
karakteristik masyarakat setempat. Karakteristik masyarakat yang keras tentu
berbeda menghadapinya saat bertemu dengan karakteristik masyarakat yang
santun.
Masyarakat Papua memiliki karakteristik tersendiri, begitupun dengan
masyarakat Bugis dan karakteristik masyarakat di provinsi lainnya. Semuanya
memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
5. Psikologi Sosial Masyarakat
Selain masalah agama, adapt istiadat, bahasa dan karakteristik masyarakat,
implementasi polmas hendaknya juga melihat psikologis sosial masyarakat.
Kondisi psikologi masyarakat yang belum stabil akan mempengaruhi
implementasi dilapangan. Apalagi jika psikologis social tersebut masih berkaitan
dengan unsusr kepolisian atau aparat keamanan, tentu perlu penanganan
khusus agar masyarakata mampu menjali kerjasama dan dapat membuka diri.
Ambon contohnya. Kekerasan berdarah yang pernah terjadi dan
meluluhlantakkan provinsi ini tentu belum dapat terhapus tuntas dalam
bayangan masyarakatnya. Beban psikologi ini harus difahami personil kepolisian
yang bertugas.
Selain itu ada Papua. Hingga kini, konflik antar suku kerap terjadi dalam
kehidupan mayarakat setempat. kondisi psikologis ini sangat labil dan rentan
bagi implementasi polmas. Setiap personel kepolisian harus benar-benar
memiliki kapasitas dan cavabilitas yang mumpuni dalam mengimplementasikan
polmas di Papua.
Begitu juga dengan Provinsi Aceh. Konflik berkepanjangan yang sempat
melanda Aceh, ditambah bencana maha dahsyat tsunami tahun 2004 silam
tentu masih meninggalkan trauma mendalam bagi masyararakat. Selain harta
benda, korban nyawa juga tak terhitung.
6. Pendekatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Lokal
Permasalah ekonomi masyarakat menjadi salah satu pilar keberhasilan
implementasi polmas. Tatanan ekonomi yang berbeda antara satu daerah
dengan daearah lainnya juga bagian dari kerifan local yang harus difahami
personel.
Kegiatan masyarakat yang terlibat langsung dengan hutan dan laut, adalah
usaha masyarakat dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Lahan
pekerjaan tersebut diakui sangat rentan terhadap penyalhgunaan dan
penyelewengan, khususnya dari oknum-oknum tertentu.
Masyarakat masih banyak yang menerapkan tanah ulayat dan tanah adat yang
dikelola secara bersama-sama. Bahkan, tidak sedikit dari permasalahan lahan
ini menjadi pemicu konflik antara warga. Peran polmas sangat dibutuhkan.
Kepolisian harus mempu menjembatani kelompok-kelompok ekonomi di daerah
yang telah terbentuk. Termasuk kelompok-kelompok ekonomi yang dibentuk
oleh lembaga-lembaga independent, tentunya memiliki perbedaan dalam hal
pengelolaan ekonomi kedaerahan, khususnya yang terkait dengan ekonomi dari
sumber daya hutan dan laut.