Review
1. Gelombang Primer dan Gelombang Sekunder
Terdapat dua jenis gelombang yang digunakan dalam analisa seismik
pantul yaitu gelombang Primer (P/Longitudinal/Compressional) yang memiliki
gerakan partikel searah dengan arah penjalarannya dan gelombang Sekunder
(S/Transversal/Shear) dengan gerakan partikel tegak lurus terhadap arah
penjalarannya. Gambar 3.1 memberikan ilustrasi mengenai pola pergerakan
partikel dan penjalaran gelombang Primer dan Sekunder.
sumber,
penerima
sumber,
penerima
permukaan
Arah pergerakan
partikel
Arah penjalaran
gelombang
Reflektor
Reflektor
Gambar 3.1 Pola penjalaran gelombang dan pergerakan partikel pada gelombang P (kiri)
dan pola penjalaran dan pergerakan partikel pada gelombang S (kanan)
VP
atau
(3.1)
12
(3.2)
13
Jika parameter elastik batuan dan dinyatakan dalam gigapascal (GPa) dan
batuan dinyatakan dalam gr/cc, maka kecepatan gelombang P () dan kecepatan
gelombang S () dinyatakan dalam km/s.
Gambar 3.2 (a) Geometri AVO dan (b) respon amplitudo pada contoh kasus bright spot
karena keberadaan gas. S menunjukkan sumber dan G geofon.
14
RPP
1
1
1, 1, 1
2, 2, 2
Medium 1
Medium 2
TPP
1
TPS
Gambar B.1 Gelombang datang (gelombang P) yang melewati batas antara dua medium
akan mengalami konversi menjadi gelombang transmisi dan refleksi baik gelombang P
dan gelombang S (Hilterman, 2001)
sin 1
sin 2
sin 1
sin 2
B.1
memperlihatkan
perumusan
mengenai
reflektifitas
dan
15
gelombang dan juga fungsi parameter elastik medium tersebut, seperti tersaji pada
matriks persamaan B.2.
cos 1
sin 1
sin 1
RP cos1
R
1
S sin 2
cos 21
1
TP
1
TS
cos 21 1 sin 21
1
sin 2
cos 2
sin 2 2
2 2 cos 2 2
11
2
2 2 1
2
1 1 2
cos 2
sin 2
2 21
cos
2
2
1 12
2 2
sin 22
11
sin 1
cos
1
sin 21
cos 21
B.2
-4
-2
2
2
2
sin
1 2
2
sin tan
2
dengan,
2 - 1
2 1 2
(3.3)
2 - 1
2 - 1
2 1 2
2 1 2
= kecepatan gelombang P
= kecepatan gelombang S
16
Dalam bentuk yang lebih umum, persamaan (3.3) dapat dinyatakan sebagai
Intercept, Gradient dan Curvature yaitu seperti ditunjukkan pada persamaan 3.4.
(3.4)
1 I P 1
2 IP
2
1
-4
-2
2
2
G = Gradient =
C = Curvature =
1
2
Pada analisa AVO (Persamaan 3.4), pengaruh suku ketiga sangatlah kecil.
Suku ketiga juga memiliki sebaran data yang membentuk garis yang tidak linier
lagi (membentuk kurva) untuk jangkauan sudut yang lebar (>300). Maka dengan
alasan tersebut, suku ketiga pada persamaan tersebut dapat dihilangkan, sehingga
akan diperoleh persamaan 2 suku AVO
R I G sin 2
(3.5)
Ilustrasi mengenai atribut intercept dan gradient dapat dilihat pada gambar
3.3. Sumbu horizontal merupakan fungsi offset sedangkan sumbu vertikal
merupakan nilai reflektivitas seismik. Dalam data seismik, intercept diartikan
sebagai reflektivitas seismik pada sudut normal (zero offset), sedangkan gradient
menunjukkan laju perubahan amplitudo terhadap perubahan sudut datang.
1
offset
Intercept (+)
R()
Intercept (-)
Gradient (+)
sin2()
Gradient (-)
-1
Gambar 3.3 Variasi nilai reflektivitas terhadap perubahan offset (sudut datang) serta
atribut AVO intercept dan gradient
17
EI n - EI n-1
(3.6)
EI n EI n-1
(3.8)
18
R()
1
Gradient
sin2()
0
0.25
Asumsi Shuey
(0-30)
1
Nilai fisik sin2()
Linierisasi
Gambar 3.4 Liniearisasi persamaan dua suku AVO. Sumbu horizontal adalah |sin2()| dan
sumbu vertikal adalah R() (modifikasi Whitcombe et al., 2002)
Pada gambar 3.4, berdasarkan asumsi awal persamaan dua suku Aki dan
Richards (1980) yaitu pembatasan sudut datang terbatas pada sudut 00 hingga 300,
maka nilai |sin2()| akan berkisar antara 0 sampai 0,25. Jika kurva tersebut
dilinearisai ke arah sumbu horizontal negatif dan positif maka akan diperoleh
pelurusan garis yang boleh jadi mencapai nilai |sin2()| kurang dari nol atau lebih
dari satu. Padahal nilai riil dari |sin2()| adalah 0 sampai 1, sehingga untuk nilai
|sin2()| lebih dari 1 atau kurang dari 0 tidak ada sudut riil yang ekuivalen.
Untuk memecahkan permasalahan tersebut, Whitcombe et al. (2002)
melakukan dua perubahan pada persamaan dua suku AVO yaitu dengan
1. Mengganti variabel |sin2()| pada persamaan (3.5) dengan tan sehingga
persamaan EI dapat didefinisikan pada kisaran dibanding |sin2()| yang
hanya memberikan nilai 0 hingga 1. Nilai berkisar antara -90 hingga 90.
R I G tan
(3.9)
19
(3.10)
R I G sin 2
C.1
1 I P 1
1
dengan, I
dan G
-4
-2
2 IP
2
2
2
Jika pada sudut nol, perbedaan impedansi akustik antara dua medium akan
menghasilkan koefisien refleksi pada sudut normal. Maka dengan analogi
tersebut, dapat dinyatakan bahwa reflektifitas pada sudut tertentu dapat
dituliskan sebagai fungsi impedansi elastik
EI n - EI n-1
EI n EI n-1
1 EI 1
ln( EI )
2 EI
2
C.2
C.3
selanjutnya dalam bentuk lain dapat dituliskan seperti terlihat pada persamaan C.4
1
1
ln EI
2
2
1 2 2 2
- 2
sin
- 4
2
C.4
1
1
ln EI
1 sin 2
1- 4 K sin 2 8K sin 2
2
2
C.5
X
ln X , maka persamaan C.5 akan menjadi
X
ln EI 1 sin 2 ln - 8K sin 2 ln
1- 4 K sin 2 ln
C.6
jika K adalah konstanta maka persamaan C.6 dapat dibentuk ke dalam persamaan
eksponensial logaritmik
20
ln EI ln
1sin 2
- ln
ln EI ln
1sin 2
8 K sin 2
ln
1-4 K sin 2
C.7
C.8
EI 1sin
C.9
Selanjutnya persamaan C.9 disebut sebagai Elastic Impedance (EI) yang bisa
dituliskan sebagai
EI
a
(3.7)
D.1
1 I P 1
1
dan G
-4
-2
2 IP
2
2
2
dengan, I
1 EI 1
ln( EI )
2 EI
2
D.2
D.3
21
selanjutnya dalam bentuk lain dapat dituliskan seperti terlihat pada persamaan D.4
1
1
ln EI
cos
2
2
1 2 2
- 2
sin
- 4
2
D.4
1
1
ln EI
cos sin cos - 4K sin - 8K sin
2
2
D.5
X
ln X , maka persamaan D.5 akan menjadi
X
D.6
jika K adalah konstanta maka persamaan D.6 dapat dibentuk ke dalam persamaan
eksponensial logaritmik
ln EI ln cos sin - ln 8 K sin ln cos -4 K sin
D.7
D.8
D.9
EEI ( ) 0 0
0 0 0
(3.11)
22
23
(a)
(b)
Gambar 3.5 (a) Variasi kurva EEI pada sudut antara -90 hingga 90.
(b) Korelasi kurva EEI dengan log parameter elastik (Whitcombe et al., 2002)
24
Gambar 3.6 Peta sayatan EEI litological impedance sebagai idikator litologi dan fluid
impedance sebagai indikator fluida reservoaar (Whitcombe et al., 2002)
Jadi dari apa yang telah dijelaskan diatas, dapat diketahui salah satu
kelebihan metode EEI adalah dapat diperoleh stack proyeksi parameter elastik
dengan pembobotan sudut tertentu sesuai nilai korelasi maksimalnya.
25
26
Gambar 3.8 Pemahaman fisis mengenai rigiditas dan inkompresibilitas pada medium batuan
(Gray dan Andersen, 2000)
2 2
( I P )2 ( )2
atau
( I S )2 ( )2 2
(3.12)
( I P )2 - 2( I S )2
atau
( I S )2
(3.13)
27
28
Gambar 3.10 Perbandingan antara cross-plot log Impedansi-P vs Impedansi-S dan crossplot Lambda-Rho vs Mu-Rho (Goodway et al., 1997)
Pada gambar 3.10 terlihat nilai cut-off Lambda-Rho antara pasir gas dan
serpih adalah 20 GPa. Hal ini berarti juga bahwa dengan parameter Lambda-MuRho akan memberikan batasan yang lebih jelas mengenai zona anomali.
Sedangkan pada cross-plot impedansi, nilai cut-off impedansinya bergerak secara
diagonal ke atas sehingga akan terdapat nilai himpit untuk beberapa litologi.
29
batubara, karena pasir pasir akan memiliki rigiditas tinggi dan batubara memiliki
rigiditas yang rendah.
2. Mu-Rho ()
30
Inversi Seismik
Menurut Sukmono (2000), inversi seismik merupakan suatu teknik untuk
menggambarkan model geologi bawah permukaan menggunakan data seismik
sebagai masukan dan data log sebagai pengontrol. Metode inversi seismik adalah
suatu metode untuk mengubah data seismik menjadi data sumur semu seperti data
log kecepatan, log densitas, log impedansi akustik, yang memiliki dimensi dan
karakter yang sama dengan data sumur konvensional. Tujuan utama inversi data
seismik adalah melihat seberapa besar penyebaran lateral properti batuan (dari
data log) sepanjang lintasan seismik.
Gambar 3.14 menjelaskan bahwa pada dasarnya, perekaman data seimik
merupakan proses pemodelan maju (forward modelling). Data seismik terekam
merupakan hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi bumi dengan wavelet
sumber. Inversi seismik merupakan kebalikan dari proses di atas. Diawali dari
proses dekonvolusi data seismik maka akan diperoleh koefisien refleksi. Proses
inversi seismik sendiri adalah proses merubah koefisien refleksi tersebut menjadi
suatu profil impedansi sehingga dapat digunakan untuk perkiraan model geologi.
Metode inversi seismik telah dikembangkan sejak tahun 1970-an
diantaranya oleh Lindseth et al. (1976). Prosedur dasarnya adalah :
1. Proses dekonvolusi data seismik menjadi perkiraan deret koefisien refleksi
2. Proses inversi deret koefisien refleksi menjadi impedansi semu
Seperti yang dilukiskan pada Gambar 3.14. berikut;
31
Tras Seismik
terekam
Forward
Konvolusi
Dekonvolusi
Inversion
Gambar 3.14 Ilustrasi proses perekaman data seismik (forward modelling) dan inversi data
seismik (inverse modelling)
Tujuan utama inversi data seismik adalah untuk melihat seberapa besar
penyebaran lateral properti batuan melalui
32
33
noise. Sedangkan
34
seismik dengan kesalahan terkecil itu lalu dijadikan penyelesaian untuk diubah
menjadi impedansi akustik.
Keunggulan metode inversi model based adalah hasil yang lengkap
didapatkan dengan memasukkan komponen frekuensi rendah, dan tidak sensitif
terhadap noise. Serta didapat nilai impedansi akustik rata-rata yang berbentuk
kotak (blocky) sehingga mempermudah untuk menentukan batas atas dan bawah
suatu formasi lapisan.
Kelemahan dari metode ini adalah kemungkinan diperoleh lebih dari satu
model yang cocok dengan data yang ada. Hal ini berkaitan dengan proses iterasi
yang digunakan
Contoh Kasus
4. 2.1. Pengolahan Data Sumur dan Data Seismik
Software yang digunakan untuk mengolah data-data dalam penelitian ini
adalah Humpson Russell Versi 7. Humpson Russell dilengkapi oleh fasilitas
Geoview, Elog, Emerge, AVO dan Strata. Geoview berfungsi sebagai database
untuk menyimpan data log yang dapat digunakan pada fasilitas Humpson Russell
lain, Elog digunakan untuk mengedit dan menganalisis data log, Emerge
digunakan untuk membuat log Vs dari atribut log lain, AVO digunakan untuk
pembuatan atribut dan analisis AVO, sedangkan
strata
digunakan untuk
melakukan
pengolahan
data
seismik
terlebih
dahulu
dilakukanan pengolahan data sumur. Secara garis besar diagram alir pengolahan
data sumur disajikan pada gambar 4.2.
35
Mulai
Log RHOB, log V p , log
Vs
Log I p
Log I s
Crossplot
Log Ip vs Log Is
Log vs Llog
Log vs
Log /
Log vs Log /
Analisis
Selesai
Dalam pengolahan data sumur data-data yang diperlukan adalah data log
kecepatan gelombang P yang sudah dikoreksi chekshot, kecepatan gelombang S,
dan densitas. Dari ketiga data tersebut diturunkan log baru yaitu log Impedansi
gelombang P (Log I p ), log Impedansi gelombang S (Log I s ), log Lambda-rho,
log Mu-rho, dan Log Lambda per Mu
Pengolahan data sumur tersebut dilakukan di Elog yang merupakan salah satu
fasilitas dari software Hampson Russell.
36
mengingat =
.
Setelah diperoleh Log turunan, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
per Mu (
melakukan krosplot antara dua Log. Pada parameter Log yang dikrosplot
ditampilkan juga komponen dimensi ketiga sebagai informasi tambahan untuk
mendukung hasil interpretasi atau analisis krosplot. Dimensi ketiga yang biasa
ditampilkan adalah saturasi air ( S w ), gamma ray, resistivitas, dan densitas,
dimensi ini umumnya ditampilkan sebagai kategori warna pada plot data antara
kedua parameter. Dari hasil krosplot selanjutnya dibuat zona-zona kelompok data
yang hasil dari zonasi tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk cross-section atau
penampang sumur.
37
Tight sand
Cut off
2,45
gr/cc
SHALE
SAND
SHALE
Tight sand
Gambar 4.4. Krosplot Impedansi gelombang P (Ip) vs Gamma Ray sumur IJ 261
Tight sand
Porous sand
SHALE
38
Tight sand
Silty sand
SHALE
Tight sand
SHALE
Cut off
Prob shale
Prob sand
Oil sand
Wet sand
39
Tight sand
Siltly sand
SHALE
Porous sand
Tight sand
Siltly
sand
Porous sand
SHALE
Tight sand
SHALE
40
41
b. Angle Gather
Proses angle gather dilakukan untuk membawa tiap-tiap trace dalam
kawasan offset ke kawasan sudut (angle), proses ini dilakukan dengan ray tracing
menggunakan fungsi kecepatan. Dalam program Hampson Russell fungsi
kecepatan yang dipakai dapat menggunakan persamaan staright ray (1) atau ray
parameter (2) yang secara matematis dituliskan dalam bentuk:
1. Straight ray:
tan
2. Ray parameter
x
x
2d Vrms t o
sin
Vrms
to ,
2
xVint
tV rms
42
c. Analisa AVO
Dari analisa AVO, diperoleh data cube seismik berupa data seismik
untuk penampang gelombang P dengan sudut datang = 00 (Intercept, Rp) dan
penampang seismik gelombang S dengan sudut datang = 00 [Rs = 0.5 (Rp
G)].
d. Proses Inversi
Untuk memperoleh penampang impedansi gelombang P(Ip) dan
gelombang S(Is), kita harus melakukan inversi cube data seismik Rp dan Rs.
Beberapa tahap yang dilakukan dalam proses inversi adalah :
a) Ektraksi wavelet dan pengikatan data sumur dengan data seismik
Dalam proses pengikatan data sumur dengan data seismik dibutukan
data checkshot untuk mengkonversi sumur dari fungsi kedalaman menjadi fungsi
waktu atau sebaliknya dengan parameter interval sampel disesuaikan dengan
sampling data seismik yaitu 2 ms. Proses pengikatan well dan seismik banyak
dipengaruhi pada saat melakukan bulkshifting atau stretch/squeeze.
Proses ekstraksi wavelet ditunjukan pada Gambar 4.13 di mana proses
tersebut dilakukan secara berulang sampai diperoleh wavelet dengan fasa dan
bentuk spektrum yang paling optimum untuk digunakan dalam proses inversi.
Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi wavelet dengan beberapa metode,
yaitu metode statistik, ekstraksi dari data sumur dan kombinasi dari data seismik
dan sumur. Semua metode ini dilakukan untuk memperoleh kecocokan
semaksimal mungkin antara seismogram sintetik dari data sumur dan data seismik
riil. Hal ini perlu diperhatikan karena kualitas wavelet yang diperoleh akan sangat
berpengaruh pada hasil inversi akhir.
43
Wavelet
Sintetik
Seismogram
Data Seismik
Tidak
Korelasi
Ya
Wavelet inversi
Gambar 4.14.Proses Ekstraksi Wavelet
44
seismik Rs. Hasil ekstraksi wavelet terakhir (dalam kawasan waktu dan frekuensi)
dapat ditunjukkan pada Gambar 4.15 dan 4.16., sedangkan hasil pengikatan
antara data sumur dengan data seismik riil pada salah satu line seismik yang
melewati sumur 261ditunjukkan pada Gambar 4.17 dan 4.18.
Gambar 4. 15. Bentuk dan kandungan frekuensi wavelet yang digunakan untuk membuat
seismogram sintetik untuk data seismik Rp
Gambar 4. 16. Bentuk dan kandungan frekuensi wavelet yang digunakan untuk membuat
seismogram sintetik untuk data seismik Rs
45
Gambar 4.17. Hasil proses well- seismic tie pada sumur 261 dan data seismik Rp
dengan koefisien korelasi 0.9287
Gambar 4.18. Hasil proses well- seismic tie pada sumur 261 dan data seismik Rs
dengan koefisien korelasi 0,7955
46
47
48
49
constrain dari 8 buah data sumur dengan bantuan 4 horison. Input parameter yang
digunakan adalah perubahan impendansi maksimum 5 %, ukuran blok 0.5 ms,
iterasi 10. jumlah iterasi 10 ini ditentukan karena total korelasi inpedansi paling
tinggi dan error relatif konstan.
Penampang impedansi akustik hasil inversi dengan metode hard
constrain ini menunjukkan hasil yang paling baik dibandingkan dengan metode
lain Gambar 4.20 (a), 4.21 (a).
diwakili
50
total korelasi impedansi paling tinggi dan error yang relatif konstan.Gambar 4.20
(b), 4.21 (b).
Jadi untuk itu perlu ditambahkan frekuensi rendah dengan cara menerapkan low
pass filter pada data model, dengan data model berasal dari interpolasi impedansi
akustik antar sumur. Sehingga semakin besarnya high cut frequency menunjukkan
hasil outputnya semakin mendekati data model, tetapi error-nya semakin besar.
Parameter input pada inversi metode ini adalah pada interval Top Telisa3 + 20 ms
sampai Top Bekasap C1 +20 ms., high cut frequency 20 Hz dan 50 Hz untuk
penampang seimik Rp dan Rs.Gambar 4.20 (c), 4.21 (c).
Berdasarkan analisa hasil pengolahan data dengan proses inversi
tersebut diatas, maka ditentukan jenis inversi yang akan dipakai dalam tahap
inversi data seismik keseluruhan adalah inversi model based hard constraint.
Kualitas hasil inversi ini memiliki total korelasi impedansi paling tinggi dan
tingkat error yang lebih rendah dan kemenerusan secara lateral yang lebih baik
dibandingkan metode inversi yang lain. Proses inversi 3D atau dalam bentuk cube
menggunakan parameter-parameter optimum yang diperoleh pada saat melakukan
analisa inversi sebelumnya.
(a)
51
(b)
(c)
Gambar 4.20. Penampang Ip yang melewati sumur 261 untuk inversi model based (a),
spase spike (b),bandlimited (c)
52
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.21. Penampang Is yang melewati sumur 261 untuk inversi model based
(a), spase spike (b),bandlimited (c)
53
54
55
Super gather
3D seismik
Angel gather
Anlisa AVO
Rp
Rs
Ektrak wavelet
Data well
Import horison
Import horison
Model awal
poor
Ektrak wavelet
Model awal
poor
Analisis inversi
Analisis inversi
good
inversi
good
inversi
Cube Is
Cube Ip
Transform LMR
Informasi geologi
I 2I s2 , I s2 , / /
2
p
interpretasi
selesai
Analisis crosplot