Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

sekitar danau/waduk dan sekitar mata air) dalam rangka menjaga kelestarian fungsi
lingkungan

hidup,

mendorong

pemanfaatan

lahan

secara

bijaksana

dan

meningkatkan resapan gas rumah kaca. Keberhasilan pelaksanaan Program MIH


ditentukan oleh jumlah kabupaten yang berhasil mempertahankan dan menambah
tutupan vegetasi di wilayahnya. Atas keberhasilan tersebut, Kementerian
Lingkungan Hidup memberikan apresiasi dalam bentuk Penghargaan Raksaniyata.
Indikator kinerja yang ditetapkan adalah jumlah kabupaten yang berpartisipasi
dalam Program MIH, yaitu kabupaten yang mengikuti sosialisasi dan bimbingan
teknis pengisian profil pengelolaan tutupan vegetasi Program MIH. Jumlah
kabupaten yang mengikuti kegiatan tersebut pada tahun 2014 sedikit menurun
dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya (lihat grafik di bawah) Penurunan
disebabkan karena KLH menyelenggarakan sosialisasi dan bimbingan teknis hanya
di 24 provinsi dibandingkan dengan TA 2013 yaitu 28 provinsi. Jumlah keseluruhan
kabupaten yang mengikuti sosialisasi dan bimbingan teknis pada TA 2014 melebihi
target yang ditentukan yaitu 316 kabupaten dari target 200 kabupaten, sehingga
realisasinya menjadi 158%.

400
350
300
250
200
150
100
50
0

2012

2013

2014

PROVINSI

28

28

24

KABUPATEN

371

371

316

Gambar 3.21 Grafik Provinsi dan Kabupaten yang Berpartisipasi Pada Program MIH
TA 2012 - 2014

Dari 316 kabupaten yang mengikuti sosialisasi dan bimbingan teknis, 161
kabupaten menyampaikan dokumen profil pengelolaan tutupan vegetasi kabupaten
kepada KLH pada waktu yang tidak melewati batas waktu penyampaian yang
ditentukan. Kabupaten yang menyampaikan profil melebihi batas waktu tidak
dimasukkan dalam penilaian profil pengelolaan tutupan vegetasi. Meskipun terjadi
67

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

penurunan jumlah kabupaten yang mengikuti sosialisasi dan bimbingan teknis,


ternyata jumlah kabupaten yang mengirim dokumen profil tersebut pada TA 2014
meningkat sebesar 8% dibandingkan dengan tahun 2013 (149 kabupaten) dan
meningkat sebesar 40% dibandingkan dengan tahun 2011 (115 kabupaten).
Penilaian dilakukan secara bertahap yaitu pada tanggal 28 Agustus 2014 Tim
Pengarah menetapkan 31 kabupaten nominator ditindaklanjuti dengan klarifikasi
dengan Bupati pada tanggal 10-11 September 2014 dan verifikasi lapangan pada
tanggal 16 September-17 Oktober 2014. Pada tanggal 6 November dan 12
November

2014,

merekomendasikan

rapat

Dewan

sebanyak

20

Pertimbangan
kabupaten

Penilaian

dapat

Program

diberikan

Raksaniyata meliputi 9 kabupaten penerima Trophy Raksaniyata yaitu:


a).

Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat

b).

Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat

c).

Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara

d).

Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah

e).

Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan

f).

Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah

g).

Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan

h).

Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat

i).

Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara

dan 11 kabupaten penerima Piagam Raksaniyata yaitu:


a).

Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat

b).

Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur

c).

Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan

d).

Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat

e).

Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali

f).

Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat

g).

Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

h).

Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah

i).

Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan

j).

Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali

k).

Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

68

MIH

penghargaan

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Berita Acara tanggal 12 November


2014 tentang Hasil Pertemuan Dewan Pertimbangan Penilaian Program Menuju
Indonesia Hijau Tahun 2014.
Upaya KLH untuk terus meningkatkan partisipasi kabupaten dalam Program
MIH adalah berkoordinasi dengan Pusat Pengelolaan Ekoregion di 6 region dan
Badan Lingkungan Hidup Provinsi di seluruh Indonesia. Sinergi ini guna mendorong
pemahaman SKPD kabupaten dalam mengisi profil pengelolaan tutupan vegetasi
yang dikoordinasikan oleh Badan/Kantor Lingkungan Hidup kabupaten. Untuk
mendukung pelaksanaan kegiatan ini maka pada tahun 2013 dan 2014 Kementerian
Lingkungan Hidup memberikan dana dekonsentrasi Program MIH kepada Badan
Lingkungan Hidup Provinsi.
b.

Provinsi yang menerapkan pengelolaan gambut berkelanjutan

Untuk mencegah perubahan fungsi gambut, setiap Negara mempunyai


kepentingan yang sama untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi Gambut
agar Gambut sebagai sumber daya alam dan fungsi penyeimbang iklim dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat, baik untuk
generasi saat ini maupun mendatang, serta untuk masyarakat nasional maupun
global.
Agar Gambut dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu
yang diinginkan, maka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut menjadi
sangat penting. Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut ini mengatur
mengenai perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, serta sanksi
adminsitratif. Perencanaan meliputi inventarisasi ekosistem gambut, penetapan
ekosistem gambut, serta penyusunan dan penetapan Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Pada tahun 2014 ini terdapat tiga provinsi yang dapat menerapkan
pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan, yakni provinsi Kalimantan Tengah,
Kalimantan Barat dan Riau. Hal ini sesuai dengan target kinerja dari indikator ini,
yaitu 3 provinsi dapat menerapkan pengelolaan ekosistem gambut secara
69

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

berkelanjutan. Hasilnya adalah seluruh target kinerja dapat tercapai (realisasi 100%).

Kegiatan di provinsi Riau, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat


dilaksanakan dalam rangka impelementasi dan penguatan pelaksanaan pengelolaan
ekosistem gambut berkelanjutan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain meliputi :
Focus Group Discussion (FGD), sosialisasi Masterplan Pengelolaan Lahan Gambut
Berkelanjutan di kabupaten dan kota rawan kebakaran lahan, peningkatan kapasitas
Masyarakat Peduli Api (MPA), pembuatan demplot penyiapan lahan tanpa bakar dan
pengembangan

hutan

kemasyarakatan,

demplot

rehabilitasi

lahan

gambut

terdegradasi, dan pemberian insentif (pompa pemadam kebakaran).


Secara rinci, 8 (delapan) buah demplot yang dibangun dalam rangka
memperkuat pelaksanaan Masterplan Pengelolaan Ekosistem Gambut
Berkelanjutan di provinsi Riau, provinsi Kalimantan Barat dan provinsi Kalimantan
Tengah, dengan memanfaatkan dana ASEAN Peatland Forest Project (APFP) Rehabilitation and Sustainable Use of Peatland Forests (Rehabilitasi dan
Pemanfaatan Lahan Gambut secara Berkelanjutan di Asia Tenggara), adalah:
1)

Provinsi Riau dibangun 4 (empat) lokasi demplot, yakni :


a) Kabupaten Rokan Hilir di Desa Bantain berupa demplot pengembangan
Hutan Kemasyarakatan seluas 2 Hektar dan di Desa Mumugo berupa
demplot penyiapan lahan tanpa bakar dengan penanaman nanas seluas 2
Hektar;
b) Kabupaten Bengkalis di Desa Tanjung Leban berupa demplot penyiapan
lahan tanpa bakar dengan penanaman nanas seluas 3 Hektar;
c) Kota Dumai di Kelurahan Pelintung dan Kelurahan Guntung berupa
demplot penyiapan lahan tanpa bakar dengan luas masing-masing 2
Hektar;
d) Kabupaten Indragiri Hilir di Desa Harapan Jaya berupa demplot
rehabilitasi lahan gambut terdegradasi dengan penanaman jenis tanaman
kombinasi karet dan durian seluas 2 Hektar, pembuatan tabat sekaligus
pemberian insentif berupa mesin pompa pemadam kebakaran sebanyak
10 unit untuk Masyarakat Peduli Api (MPA).

70

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

2)

Provinsi Kalimantan Tengah dibangun 2 (dua) lokasi demplot, yakni :


a) Kabupaten Pulang Pisau di Desa Jabiren berupa demplot rahabilitasi
lahan gambut terdegradasi dengan penanaman Jelutung dan Gaharu
seluas 4 Hektar.
b) Kota Palangkaraya berupa pemberian mesin pres dan pompa pemadam
kebakaran sebanyak 4 unit kepada masyarakat di sekitar Taman
Nasional Sebangau.

3)

Provinsi Kalimantan Barat dibangun 1 (satu) lokasi demplot, yakni di


Kabupaten Kubu Raya berupa pemberian bantuan pompa pemadam
kebakaran sebanyak 4 Unit pompa kepada Masyarakat Peduli Api (MPA)
Kabupaten Kubu Raya.
Pembangunan demplot di 8 lokasi tersebut merupakan upaya untuk

memperluas dan menguatkan pelaksanaan masterplan pengelolaan ekosistem


gambut yang telah dimulai pada tahun 2012 yang lalu.
Tabel 3.13. Jumlah Lokasi Demplot Dalam Pengelolaan Gambut Berkelanjutan di 3 Provinsi

Jumlah Lokasi

Provinsi
2012

2013

2014

Riau

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

TOTAL

Selain itu, dalam rangka perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut,


diperlukan inventarisasi dan pemetaan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) melalui
pengumpulan data dan informasi mengenai keberadaan, sebaran dan karakteristik
ekosistem gambut. Proses inventarisasi dan pemetaan KHG dilakukan dengan
pembuatan peta citra satelit yang selanjutnya dilakukan verifikasi lapangan guna
untuk menyempurnakan peta tersebut.

71

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Berkaitan dengan hal tersebut di atas pada tahun 2014 dilakukan verifikasi
lapang (ground check) terhadap peta citra KHG Pulau Papua yang telah disusun
pada Tahun Anggaran 2012. Pelaksanaan Verifikasi Lapang KHG Pulau Papua
dilakukan di wilayah Kabupaten Asmat, Waropen, MAPPI, dan Timika. Verifikasi
lapang dimaksudkan untuk membandingkan Peta KHG tentatif dengan kondisi
lapangan, terutama terhadap KHG yang masih diragukan kebenarannya.
c. Sungai prioritas yang disepakati kelas airnya dengan pendekatan ekoregion

Upaya penghentian kerusakan lingkungan di DAS sangat terkait dengan


pengelolaan kualitas air, karena terjadinya krisis air di beberapa daerah selain
diakibatkan oleh bencana kekeringan, juga sebagai dampak dari menurunnya
kualitas air pada sumber air karena pencemaran air. Oleh karena itu, pengelolaan
kualitas air sungai di Indonesia menjadi sangat penting seiring dengan semakin
meningkatnya kejadian bencana yang terkait iklim seperti banjir, longsor, dan
kekeringan.
Dari hasil pemantauan pelaksanaan kegiatan penurunan beban pencemaran
dan penghentian kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai yang dilaksanakan
oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkait, menunjukkan bahwa
kenaikan yang kurang berarti pada kualitas air sungai. Hal ini disebabkan antara lain
semakin berkurangnya debit air sungai dan meningkatnya beban pencemaran,
terutama dari non point source seperti pertanian, rumah tangga, perikanan, dan
sedimentasi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 disebutkan bahwa
pengelolaan kualitas air diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan
ekosistem. Pengelolaan kualitas air ini dilakukan melalui upaya koordinasi antar
pemerintah daerah yang berada dalam satu kesatuan ekosistem dan atau satu
kesatuan pengelolaan sumber daya air. Untuk pelaksanaan pengelolaan tersebut,
perlunya penetapan baku mutu air, klasifikasi mutu air dan status mutu air sebagai
langkah awal dalam mewujudkan tujuan mencegah penurunan kualitas air dan
mendorong peningkatan kualitas air.
72

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Untuk mewujudkan hal tersebut, pengelolaan kualitas air dilaksanakan secara


terpadu pada Daerah Aliran Sungai (DAS), yang merupakan suatu pendekatan
ekosistem dengan menterpadukan kuantitas dan kualitas air. Dalam rangka
mempercepat upaya penghentian kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai
yang rawan bencana, pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010
tentang Perecapatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010
telah menetapkan 13 sungai (10 sungai lintas provinsi dan 3 sungai strategis
nasional) menjadi prioritas nasional untuk tahun 2010-2014. Dari 13 sungai prioritas
nasional tersebut, 7 sungai diantaranya berada di Jawa (Citarum, Ciliwung,
Cisadane, Citanduy, Progo, Bengawan Solo, Brantas), 4 sungai di Sumatera
(Batanghari, Kampar, Musi, Siak), 1 sungai di Kalimantan (Barito), dan 1 sungai di
Sulawesi (Sadang-Mamasa). Berdasarkan data kerusakan ekosistem sungai pada
13 sungai prioritas tersebut umumnya telah
mengalami penurunan tutupan hutan di
wilayah DAS dan turunnya status mutu air
menjadi tercemar ringan sampai berat.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut
Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun
2010-2014 telah melaksanakan kegiatan
pengelolaan kualitas air yang dilakukan oleh
pemerintah dan pemerintah propinsi dan
kabupaten/kota yang dilintasi oleh sungai-

Gambar 3.22. Buku Profil Sungai

Ciliwung

sungai prioritas nasional, pada 4 region


dengan keseluruhan jumlah sungai sebanyak 13 sungai, yaitu: Region Jawa
(Citarum, Ciliwung, Cisadane, Citanduy, Progo, Bengawan Solo, Brantas) dan
Region Sumatera (Batanghari, Kampar, Musi, Siak), Regioan Kalimantan (Barito)
dan Region Sulawesi (Sadang-Mamasa).
Penyelenggaraan koordinasi dan rapat teknis pengelolaan kualitas air sungai
prioritas, menghasilkan masukan dan rekomendasi dalam pelaksanaan kegiatan
pengelolaan kualitas air secara terpadu sehingga terjalin sinergi dan kerjasama antar
pusat dan daerah dalam pelaksanaan pemulihan kualitas air. Pengelolaan kualitas
air mencakup beberapa proses kegiatan yang saling terkait, yaitu:
73

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

1)

Penghitungan daya tampung beban pencemaran,

2)

Segmentasi sungai,

3)

Penentuan titik pantau (koordinat),

4)

Status mutu air saat ini,

5)

Penetapan klasifikasi mutu air sasaran (Kelas Air),

6)

Rencana pemulikan kualitas air,

7)

Penyusunan

profil

sungai

prioritas,
Pelaksanaan

pengelolaan

kualitas air 13 sungai prioritas nasianal


dilakukan mengikuti proses tersebut dan
berkelanjutan sesuai dengan tahapan
yang telah direncanakan sejak tahun
2010 sampai dengan 2014, sehingga
satu sungai dapat dibahas beberapa
tahun. Untuk itu pada tahun 2014 ini
hasil akhir dari koordinasi dan rapat
teknis pengelolaan kualitas air adalah
kesepakatan bersama semua pihak
untuk penetapan kelas air sungai
sesuai peruntukannya pada 13 sungai

Gambar 3.23. Peta Segmentasi Sungai


Ciliwung

prioritas nasional dengan pendekatan


ekoregion (Jawa, Sumatea, Kalimantan
dan

Sulawesi).

Namun

demikian

penetapan kelas air tersebut nantinya


harus ditetapkan melalui Peraturan
Presiden

atau

Peraturan

Menteri

Lingkungan Hidup agar dapat dijadikan


acuan semua pihak dalam pengelolaan
kualitas air sungai secara terpadu yang
bersifat mengikat.
Gambar 3.24. Peta Kualitas Air Sungai Progo

74

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Secara keseluruhan rekomendasi dan tindak lanjut yang dihasilkan dalam


kegiatan pengelolaan kualitas air 13 sungai prioritas nasional adalah:
1)

KLH perlu segera menetapkan kelas air Sungai Prioritas Nasional (hulu-hilir)
dan rencana umum pemulihan kualitas airnya, sehingga daerah dapat
melaksanakan program aksi PKA berdasarkan pencapaian target status mutu
air sasaran yang ditetapkan;

2)

Perlu meningkatkan koordinasi dengan K/L dan daerah terkait dalam


monitoring kualitas air Sungai Prioritas Nasional;

3)

KLH perlu meningkatkan/fasilitasi kerjasama (MOU) dengan pemda provinsi


dan

kabupaten

kota

(Gubernur

dan

Bupati/Walikota)

dalam

upaya

pengelolaan kualitas air Sungai Sungai Prioritas Nasional;


4)

Perlu meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam rangka membangun


sinergisitas dan efektifitas pelaksanaan program kegiatan pemulihan kualitas
air di Sungai Sungai Prioritas Nasional dengan K/L dan pemda terkait;

5)

Perlu meningkatkan koordinaasi dan kerjasama antar K/L dan pemda dalam
upaya perlindungan sumber mata air di daerah aliran Sungai Prioritas
Nasional (mata air sebagai indikator kesehatan DAS);

6)

Prioritas program rencana umum pemulihan kualitas air Sungai Sungai


Prioritas Nasional difokuskan kepada 5 (lima) program utama, yaitu:
pengendalian pencemaran, program pengendalian kerusakan lingkungan,
program penataan ruang, program penegakan hukum, dan program
pemberdayaan masyarakat.

7)

Klasifikasi mutu air (kelas air) untuk sungai prioritas nasional seyogyanya
ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan, baik peraturan presiden
ataupun peraturan menteri, sehingga dapat dijadikan acuan yang bersifat
mengikat untuk semua pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan
kualitas air sungai secara terpadu.
Proses pelaksanaan pengelolaan kualitas air 13 sungai prioritas nasional

tahun 2010 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:

75

76

Tabel 3.14. Realisasi Proses Pelaksanaan Pengelolaan Kualitas Air (PKA) 13 Sungai Prioritas

TARGET
Pengelolaan kualitas air
(PKA) 13 sungai prioritas
nasional:
- Region Jawa:Citarum,
Ciliwung, Cisadane,
Citanduy, Progo,
Bengawan Solo, Brantas,
- Region Sumatera:
Batanghari, Kampar, Musi,
Siak,
- Region Kalimantan: Barito,
- Region Sulawesi: SadangMamasa,
- Penghitungan daya
tampung beban
pencemaran,
- Segmentasi sungai,
- Penentuan titik pantau
- Status mutu air saat ini,
- Penetapan klasifikasi mutu
air sasaran (Kelas Air),
- Rencana pemulikan
kualitas air,
- Profil sungai prioritas

REALISASI TAHUN
2010
- 6 sungai (Ciliwung,
Citarum, Bengawan
Solo, Brantas, Progo,
Kampar)
- daya tampung beban
pencemaran,
- status mutu air
- segmentasi,

2011
- 5 sungai (Cisadane,
Citanduy, Citarum,
Batanghari, Musi)
- daya tampung beban
pencemaran,
- status mutu air
- segmentasi,
- titik panatau,

2012
- 5 Sungai (Citarum,
Citanduy, Siak,
Brantas, Barito)
- daya tampung beban
pencemaran,
- status mutu air,
- segmentasi,
- titik pantau,

- 5 Sungai (Ciliw
Citarum, Cisad
Musi, Sadang
Mamasa)
- daya tampun
pencemaran,
- status mutu a
- segmentasi,

- titik pantau,

- klasifikasi mutu air,

- klasifikasi mutu air,

- titik pantau,

- klasifikasi mutu air,

- rencana pemulihan

- rencana pemulihan

- klasifikasi mutu air,

- naskah akademik,

- profil.

- demplot dan

pembinaan.

- rencana pe
- profil,

- review dan u
PKA,
- Koordinasi
kesepakatan a
dan pemerint
daerah.

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

d.

Danau prioritas yang telah dilakukan penyusunan rencana aksi


penyelamatan danau (Germadan)
Konferensi Nasional Danau Indonesia (KNDI) I yang dilaksanakan di

Denpasar, Bali, 13-15 Agustus 2009 dengan tema Pengelolaan Danau dan
Antisipasi Perubahan Iklim menjadi peristiwa penting untuk upaya penyelamatan
ekosistem danau yang lebih serius. KNDI I ini telah menghasilkan suatu
Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan yang ditandatangani
oleh 9 Menteri antara lain Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan
Perikanan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral dan Menteri Riset dan Teknologi. Kesembilan Menteri tersebut telah
bersepakat dalam mengelola dan menyelamatkan bersama ekosistem danau
prioritas yang terbagi menjadi dua periode yaitu Danau Prioritas I (2009-2014) dan
Danau Prioritas II (2015-2019). Danau yang masuk dalam danau prioritas periode I
antara lain Danau Toba, Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Kerinci, Danau
Rawa Danau, Danau Rawapening, Danau Batur, Danau Tempe, Danau Matano,
Danau Poso, Danau Tondano, Danau Limboto, Danau Sentarum, Danau Kaskade
Mahakam dan Danau Sentani.
Untuk melaksanakan Kesepakatan Bali tersebut, maka penyusunan dokumen
Rencana Aksi Penyelamatan Ekosistem Danau yang kemudian disebut dengan
nama dokumen kebijakan Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) dalam
periode tahun 2011-2014 telah dituangkan dalam Rencana Strategis Deputi III
Tahun 2011-2014, yakni :
1)

Tahun 2011 : Danau Rawapening dan Danau Maninjau (2 danau);

2)

Tahun 2012 : Danau Limboto, Danau Toba, Danau Batur dan Danau Tondano
(4 danau);

3)

Tahun 2013 : Danau Singkarak, Danau Kerinci, Danau Tempe, Danau Poso
(4 danau),

4)

Tahun 2014 : Danau kascade Mahakam, Danau Matano, Danau Sentarum,


Danau Sentani dan Rawadanau (5 danau)
Sejalan dengan pelaksanaan Rencana Strategis Deputi III Tahun 2011-2014,

maka pada tahun 2014 ini, KLH telah menyusun 5 (lima) dokumen Gerakan
77

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Penyelamatan Danau (Germadan) Kaskade Mahakam, Matano, Sentarum, Sentani


dan Rawadanau. Kelima dokumen tersebut merupakan hasil pemikiran bersama
antar para pihak terkait (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat), termasuk pula
perguruan tinggi. Dokumen Germadan 5 danau prioritas tersebut disusun sebagai
replikasi program dan kegiatan GERMADAN Rawapening serta wujud upaya
penyelamatan danau prioritas nasional. Dokumen ini disusun sebagai acuan bagi
para

pemangku

kepentingan

dalam

merencanakan,

melaksanakan

dan

mengevaluasi pelaksanaan penyelamatan ekosistem danau serta menjadi arahan


bagi

Kementerian/Lembaga/Pemerintah

Daerah

dalam

menyusun

dan

menyelenggarakan penyelamatan ekosistem danau khususnya, di Danau Kaskade


Mahakam, Danau Matano, Danau Sentarum, Danau Sentani dan Rawadanau
Adapun Program Super Prioritas (utama) dan Prioritas (pendukung) dari ke-5
danau tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1)

DANAU KASKADE MAHAKAM


Program Super Prioritas (Pokok) :

Pengembangan kelembagaan dan koordinasi;

Penetapan tata ruang ekosistem perairan danau;

Penyelamatan ekosistem perairan danau;

Pengelolaan kualitas air; dan

Pemberdayaan masyarakat.

Program Prioritas (Penunjang) :

78

Riset dan Pengembangan Sistem Informasi Danau;

Penyelamatan ekosistem lahan sempadan danau;

Penyelamatan Daerah Tangkapan Air (DTA);

Rehabilitasi reservat dan revitalisasi budidaya perikanan;

Pengendalian sebaran dan jumlah gulma;

Penanggulangan banjir dan kekeringan;

Pengembangan potensi pertanian; dan

Perlindungan fauna endemik.

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

2)

DANAU MATANO
Program Super Prioritas (Pokok) :

Penyelamatan ekosistem DTA dan lereng Danau Matano;

Penyelamatan ekosistem sempadan Danau Matano; dan

Pelestarian ekosistem perairan Danau Matano.

Program Prioritas (Penunjang) :

Pengembangan

kelembagaan

dan

koordinasi

pengelolaan

Danau

Matano; dan

Pengembangan sistem monitoring dan informasi pengelolaan Danau


Matano

3)

DANAU SENTARUM
Program Super Prioritas (Pokok) :
a. Pengembangan Sistem Pengelolaan

Pengembangan

peraturan

yang

mendukung

pengelolaan

Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS);

Pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan


Umum;

Pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi TNDS;

Pengembangan pengelolaan danau lindung masyarakat;

Pengembangan sistem pemantauan dan penanggulangan bencana;

Pendanaan pengelolaan TNDS;

Pengembangan pemanfaatan Wisata Alam;

Pengembangan mata pencaharian masyarakat yang berkelanjutan.

b. Konservasi Sumberdaya Alam

Pengelolaan ekosistem dan keanekaragaman hayati;

Pengelolaan populasi jenis endemik dan langka (dilindungi);

Perlindungan dan pengamanan kawasan;

Pengendalian pencemaran air, pemantauan dan evaluasi kualitas air;

Penyelamatan DAS dan DTA;

Pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya;


79

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Pengelolaan hasil lebah madu; dan

Pengembangan mekanisme monitoring dan evaluasi;

Program Prioritas (Penunjang) :


a. Penyadaran, peningkatan partisipasi masyarakat dalam pendidikan
lingkungan

Peningkatan

kesadaran

partisipasi

masyarakat

dalam

pendidikan lingkungan; dan

Pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan.

b. Peningkatan akses informasi sumberdaya alam

4)

Penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi; dan

Pengembangan mekanisme informasi dan komunikasi.

DANAU SENTANI
Program Super Prioritas (Pokok) :
Penetapan tata ruang kawasan danau;
Penyelamatan ekosistem perairan danau;
Penyelamatan ekosistem lahan sempadan;
Penyematan ekosistem DAS dan DTA; dan
Program Prioritas (Penunjang) :
Pengembangan sistem monitoring, evaluasi dan informasi;
Pengembangan kapasitas, kelembagaan, dan koordinasi; dan
Peningkatan peran dan partisipasi masyarakat.

5)

RAWA DANAU
Program Super Prioritas (Pokok) :

Penanganan Perambah Rawadanau;

Peningkatan mekanisme kerja FKDC dalam rangka pengelolaan


DAS terpadu;

80

Pengembangan mekanisme Jasa Lingkungan;

Pengembangan agroforestry di hulu DAS Cidanau;

Pengendalian sedimentasi Rawadanau;

Mengembangkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat;

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Program Prioritas (Penunjang) :

Penyusunan Rencana Detil Tata Ruang DAS Cidanau;

Pengembangan bududaya ex-situ ikan endemis; dan

Pengembangan pertanian organik

Berdasarkan hasil yang telah dicapai pada tahun 2014 ini, maka sesuai
dengan Rencana Strategis Deputi III yang telah menargetkan penyusunan 15
dokumen Rencana Aksi Penyelamatan Ekosistem Danau yang kemudian disebut
dengan nama dokumen kebijakan Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan)
selama periode tahun 2011-2014 telah dituangkan dalam Rencana Strategis Deputi
III Tahun 2011-2014 telah tercapai.

Meningkatnya Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam


dan Lingkungan Hidup

Sasaran KLH dalam rangka meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber


daya

alam

dan

lingkungan

hidup

dicapai

melalui

indikator

kinerja

yang

mencerminkan meningkatnya daerah yang telah menerapkan Standar Pelayanan


Minimal Bidang Lingkungan Hidup dengan baik, jumlah kasus lingkungan hidup yang
ditindaklanjuti, masyarakat yang mendapatkan informasi melalui media, peran serta
aktif masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, kualitas laboratorium
lingkungan serta SDM LH yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di bidang
lingkungan hidup. Indikator kinerja, target dan realisasinya pada tahun 2014
digambarkan pada Tabel sebagai berikut:

81

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Tabel 3.15. Capaian Kinerja Sasaran Strategis 3 : Meningkatnya Kapasitas


Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
REALISAS
I

INDIKATOR KINERJA
TARGET
No
a.

b.

c.

d.

a.

UTAMA
1
Jumlah kasus
lingkungan hidup
yang tertangani
Jumlah Kelompok
Masyarakat yang
berpartisipasi/berper
an aktif dalam
perlindungan dan
pengelolaan LH

Prosentase
laboratorium
lingkungan pengujian
parameter kualitas
lingkungan yang
dipersiapkan untuk
proses akreditasi
Prosentase
peningkatan
kapasitas pejabat
fungsional Pedal

2
47

2.340
dan
1.018

Kasus

206

Kasus

438,3

Komunitas
Pendidikan dan

2.905
dan
1.018

Komunitas
Pendidikan dan

124
dan
100

100

25

Organisasi
Kemasyarakatan
yang
berpartisipasi

29

20

Organisasi
Kemasyarakatan
yang
berpartisipasi

29

Kasus Lingkungan Hidup yang tertangani


Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu

dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan


dan perizinan.Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan telah terjadi, perlu
dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan
konsisten terhadap para pelaku pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan suatu sistem
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh
guna memberikan kepastian hukum sebagai landasan bagi upaya perlindungan dan
pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lainnya.

82

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup mendayagunakan berbagai ketentuan hukum yang berlaku di
Indonesia.Melalui pendayagunaan instrumen hukum tersebut, selain memberikan
efek jera kepada para pelaku pencemaran dan/atau perusakan lingkungan,
diharapkan juga mampu meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan
atas pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan
generasi masa kini dan masa depan.
Penanganan kasus lingkungan hidup terbagi menjadi kasus pidana dan kasus
sengketa (perdata). Selama tahun 2014, kasus lingkungan hidup yang tertangani
berjumlah 206 kasus, yang terdiri dari 135 kasus pidana dan 71 kasus sengketa.
Jumlah ini melebihi target yang ada atau 47 kasus, sehingga capaian kinerjanya
menjadi sebesar 438,3%.
1)

Kasus Pidana Lingkungan Hidup

Selama tahun 2014, telah dilakukan penanganan terhadap 135 kasus pidana
lingkungan hidup yang terdiri dari 71 kasus berasal dari laporan baru dan 64 kasus
merupakan lanjutan dari tahun sebelumnya. Dari 71 laporan baru tersebut, 51
laporan adalah mengenai dugaan kebakaran hutan dan/atau lahan di Provinsi Riau
yang terpantau melalui satelit, 17 lainnya adalah laporan hasil pengawasan terhadap
peserta Proper periode tahun 2012-2013 yang mendapat peringkat hitam,
sedangkan 3 laporan lainnya adalah laporan dari masyarakat.
a)

Pengumpulan Bahan dan Keterangan terhadap Laporan Kebakaran Hutan


dan/atau Lahan di Provinsi Riau (51 kasus)
Berdasarkan sebaran titik panas(hot spot) terbanyak di suatu lokasi yang

terpantau oleh satelit NOAA pada periode 1 Februari 16 Maret 2014 dlakukan
pengumpulan bahan dan keterangan di lokasi kejadian dengan hasil sebagaimana
tercantum dalam tabel berikut:

83

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Tabel 3.16 . Lokasi Kebakaran Hutan dengan Titik Panas (Hot Spot) Terbanyak.

No

Nama Kabupaten/Kota

Jumlah Titik Panas


(Hot Spot)

1.

Kota Dumai

2.

Kabupaten Pelalawan

11

3.

Kabupaten Siak

10

4.

Kabupaten Meranti

5.

Kabupaten Bengkalis

6.

Kabupaten Rokan Hilir

7.

Kabupaten Indragiri Hilir

10

TOTAL

51

Tabel 3.17. Jenis Penggunaan Lahan di Lokasi Titik Panas (Hot Spot)

No.

Jenis Kegiatan

Jumlah

1.

Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI)

27

2.

Lahan ex-Hak Pengusahaan Hutan (HPH)

3.

Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

20

4.

Kawasan Industri

TOTAL

51

Dari 51 lokasi yang diduga terbakar, pada 29 lokasi ditemukan bukti adanya
kebakaran, sedangkan pada 22 lokasi sisanya tidak ditemukan bukti adanya
kebakaran.

Gambar 3.25. Hasil Pengumpulan Bahan dan Keterangan Terhadap


Lokasi Ditemukannya Titik Panas (Hot Spot).

84

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

Tindak lanjut terhadap hasil pengumpulan bahan dan keterangan yang positif
ditemukan bukti adanya kebakaran dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

Gambar 3.26. Tindak Lanjut Terhadap Hasil Pengumpulan Bahan dan Keterangan
Terhadap 29 Kasus Kebakaran Hutan

b) Pengumpulan Bahan dan Keterangan terhadap Peserta Proper Periode 2012-

2013 dengan Peringkat Hitam (17 kasus).


Dari 17 peserta proper dengan peringkat hitam, telah dilakukan pengumpulan
bahan dan keterangan terhadap 16 peserta, sedangkan pengumpulan bahan dan
keterangan terhadap 1 (satu) peserta yang berlokasi di Pulau Buru tidak dapat
dilakukan karena terkendala oleh cuaca buruk sehingga otoritas pelabuhan
menghentikan aktivitas transportasi laut antar pulau di wilayah Provinsi Maluku.
Akibat penghentian tersebut, lokasi perusahaan tidak dapat dikunjungi oleh petugas
pulbaket.
Tindak lanjut hasil pengumpulan bahan dan keterangan terhadap peserta
proper tersebut ditunjukkan oleh diagram di bawah ini.

Gambar 3.27. Tindak Lanjut Hasil PULBAKET terhadap Peserta PROPER

85

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

c)

Pengumpulan Bahan dan Keterangan terhadap Laporan Masyarakat Lainnya


(3 kasus).
Telah dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan terhadap pelaku usaha

dan/atau kegiatan yang bersumber dari laporan masyarakat. Kegiatan yang


dilaporkan umumnya merupakan pencemaran limbah B3 yang berada di Provinsi
Jawa Barat, Bangka Belitung dan Lampung.
Mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup tahun
2010 2014, penanganan kasus lingkungan hidup selama tahun 2010 2014
adalah sebagaimana ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.18. Jumlah Kasus Pidana Lingkungan Hidup yang Ditangani oleh
Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014

Kasus Lingkungan Hidup yang Ditangani


No

2)

Tahun

Jumlah

Lanjutan dari Tahun


Sebelumnya

Kasus Baru

1.

2010

31

43

74

2.

2011

31

46

77

3.

2012

34

31

65

4.

2013

46

66

112

5.

2014

64

71

135

Kasus Sengketa Lingkungan Hidup

Selama tahun 2014, telah dilakukan penanganan terhadap 71 kasus sengketa


lingkungan hidup yang berakhir dengan 6 sengketa lingkungan hidup yang
didaftarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri (PN), 10 sengketa lingkungan hidup
perkara

perdata

dan

tata

usaha

Negara

yang

telah

diputus

oleh

PN/PT/PTUN/PTTUN/MA, dan 10 kesepakatan penyelesaian sengketa lingkungan


hidup di luar pengadilan.

86

Anda mungkin juga menyukai