Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Phlegmon
2.1.1 Definisi
Phlegmon atau biasa disebut Ludwig Angina merupakan infeksi/selulitis
bilateral yang parah yang mengenai region servikal, sublingual, submandibular,
disertai pergeseran posisi lidah dan kemungkinan tersumbatnya saluran
pernapasan (Pedersen, 2013).
2.1.2 Etiologi
Phlegmon

merupakan

infeksi

yang

disebabkan

oleh

bakteri

Streptoccoccus yang berawal dari infeksi pada gigi yang meluas ke dalam spasia
pada rongga mulut dan juga dapat terjadi pada gigi yang nonvital, perikoronitis
(akibat gigi erupsi sebagian), ekstraksi gigi, granuloma yang tidak teratasi, kista
infeksi dan penyebab lain yang jarang seperti trauma & efek fraktur serta lesi
pada kelenjar saliva
2.1.3 Patogenesis
Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak dirawat dan poket
periodontal yang dalam merupakan jalan bakteri menuju jaringan periapikal. Bila
jumlah bakteri banyak, maka infeksi akan menyebar ke tulang spongiosa hingga
tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, infeksi akan menembus dan masuk ke
jaringan lunak. Penyebaran infeksi tergantung dari imunitas penderita.
Infeksi odontogen dapat menyebar melalui pembuluh limfe (limfogenous),
pembuluh darah (hematogenous), dan jaringan ikat (perikontinuitatum). Paling
sering terjadi yaitu penjalaran secara perikontinuitatum karena adanya

ruang/celah diantara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya


nanah/pus.
Penjalaran infeksi pada maksila dapat membentuk abses submukosa,
abses palatal, abses gingival, cavernous sinus thrombosis, abses fasial dan
abses labial. Penjalaran infeksi pada mandibula dapat membentuk abses
submental, abses sublingual, abses submaseter, abses submandibula, dan
phlegmon (Leminick & David, 2013; Soepanli, dkk., 2007; Byrus, dkk; 2006).
Ujung akar molar kedua dan ketiga mandibula terletak di belakang bawah
linea mylohyoid (tempat melekatnya m. mylohyoideus) yang terletak di aspek
dalam mandibula, sehingga bila molar tersebut terinfeksi dan membentuk abses,
pus dapat menyebar ke ruang submandibula serta dapat meluas ke ruang
parafaringeal.
Sebuah infeksi dengan cepat menyebar dari ruang submandibula,
sublingual, dan submental dan menyebabkan pembengkakan dan elevasi lidah
dan indurasi berotot dari dasar mulut. Ruang potensial terjadinya peradangan
phlegmon adalah ruang suprahyoid yang berada di antara otot-otot yang
melekatkan lidah pada tulang hyoid dan otot mylohyoideus. Peradangan pada
ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut
dan mendorong lidah ke atas dan belakang den dengan demikian dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafaS.

2.1.4 Gejala Klinis


Pasien yang didiagnosis phlegmon mempunyai gejala klinis seperti pada
keadaan akut, keadaan umumnya akan turun, suhu dan nadi meningkat, leukosit
tinggi, adanya pembesaran kelenjar limfe submandibular, sublingual dan

submental. Dan yang paling terlihat jelas adalah peradangan pada leher bagian
atas.
Kriteria phlegmon adalah sebagai berikut :
a) Indurasi
b) Infeksi pada 3 spasia
c) Sulit nafas
d) Mulut agak terbuka
e) Trismus
f)

Bilateral

g) Fluktuasi

2.1.5 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit atau anamnesa dan
pemeriksaan klinis (inspeksi, palpasi, dan auskultasi intraoral dan ekstraoral),
yang lebih jauh menegakkan diagnosa selulitis tersebut berasal dari gigi.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis, umumnya periapikal
foto dan panoramik foto, walaupun banyak kasus dilaporkan selulitis dapat
didiagnosa dengan MRI CT-scan pada regio cervical dapat mendukung diagnosis
phlegmon. Pemeriksaan USG pada leher cukup untuk mendirikan diagnosis yang
tepat

2.2 Penatalaksanaan Phlegmon


Terapi antibiotik dosis tinggi dan perawatan penunjang (cairan saline). Antibiotik
yang sering digunakan adalah penisilin G, klindamisin, metronidazole.
-

Antibiotik dosis tinggi (kombinasi 2 antibiotik)

Peresepan NSAID, analgesic, antipiretik

Vitamin

Bed rest

Insisi drainase

Krikoidtirotomi atau trakeostomi (jika terjadi komplikasi tersekat jalan


nafas)

Pasien yang tidak memerlukan kontrol jalan napas segera harus dimonitor
terus-menerus. Pada pasien yang sangat memerlukan bantuan pernafasan,
kontrol jalan nafas idealnya dilakukan di ruang operasi, untuk dilakukan
krikotiroidotomi atau trakeostomi bila diperlukan (Charles & Lee, 2007).
Apabila jalan nafas telah diamankan, administrasi antibiotik intravena secara
agresif harus dilakukan. Terapi awal ditargetkan untuk bakteri gram positif dan
bakteri anaerob pada rongga mulut. Pemberian beberapa antibiotik harus
dilakukan, yaitu penicillin G dosis tinggi dan metronidazole, clindamycin,
sefoksilin, piperacycline. Meskipun masih menjadi kontroversi, pemberian
dexamethasone untuk mengurangi edema dan meningkatkan penetrasi antibiotik
dapat membantu (Byrus, dkk; 2006).
Penanganan yang terdiri dari pembedahan insisi melalui garis tengah,
dengan demikian menghentikan ketegangan pada dasar mulut. Karena
phlegmon merupakan selulitis, maka sebenarnya pus jarang diperoleh. Sebelum
insisi dan drainase, sebaiknya dilakukan persiapan terhadap kemungkinan
trakeostomi karena ketidakmampuan melakukan intubasi pada pasien seperti
lidah yang menyebabkan obstruksi pandangan laring dan tidak dapat ditekan
oleh laringoskop (Leminick & David, 2013; Byrus, dkk; 2006; Linda, 2013).

Drainase diindikasikan jika terdapat infeksi supuratif dan apabila tidak ada
perbaikan setelah pemberian terapi antibiotic (Hartmann, 2013). Drainase
ditempatkan di muskulus mylohyoid ke dalam ruang sublingual. Mencabut gigi
yang terinfeksi juga penting untuk proses drainase yang lengkap (Leminick &
David, 2013; Burton, 2000).
Untuk pemberian medikamentosa dapat diberikan antibiotic clindamycin atau
kombinasi penicillin dan metronidazole. Tetapi pemberian antibiotic terhadap
infeksi pada ruang yang lebih dalam dapat menimbulkan komplikasi yang fatal
dan mengancam jiwa. Setelah pembentukan abses terjadi, operasi merupakan
pengobatan yang utama, sedangkan pemberian antibiotic digunakan pada infeksi
awal (Byrus, dkk; 2006; Maran, dkk., 2006; Anil, 2007).
Tahapan insisi drainase Phlegmon :
-

Asepsis area kerja dengan larutan antiseptic povidone iodine 10%

Untuk mengurangi nyeri saat insisi ekstraoral, dapat disemprotkan


chlorethyl spray sebagai anestesi topical

Jangan injeksi anestesi pada abses

Menggunakan scalpel no 11 dengan posisi tegak lurus

Insisi pada titik terendah dari akumulasi pus dengan tujuan memfasilitasi
keluarnya pus mengikuti gravitasi

Jangan melakukan insisi pada puncak abses, karena merupakan jaringan


yang tidak baik vaskularisasi nya

Insisi

dibuat

tidak

terlalu

panjang,

yang

paling

penting

dapat

mengeluarkan pus dengan adekuat


-

Pada insisi ekstra oral harus mengikuti garis langers sehingga tidak
mengganggu estetik karena terbentuk scar

Garis insisi harus memperhatikan struktur anatomi dibawah kulit atau


mukosa sehingga tidak menimbulkan kerusakan duktus, pembuluh darah
besar ataupun nervus

Diseksi tumpul pada kavitas ke segala arah agar nanah dapat keluar
secara maksimal menggunakan klem bengkok

Jangan memencet atau menekan daerah abses terlalu keras karena


dapat menyebarluaskan nanah yang masih ada dalam daerah abses

Klem bengkok dimasukkan dengan posisi tertutup, kemudian dibuka


didalam dan dikeluarkan dalam posisi terbuka

Dilakukan pemasangan drain dan dipertahankan tidak terlalu lama


sampai pus terdrainase minimal

Drain tidak mutlak dipasang, tergantung luas abses

Drain dan daerah insisi ditutup dengan kasa steril

2.3 Prognosis
Prognosis bergantung pada proteksi segera jalan nafas dan pada
pemberian antibiotic untuk mengatasi infeksi. Tingkat kematian sebelum
adanya antibiotic sebesar 50%, tetapi setelah ada antibiotic tingkat
mortalitas berkurang menjadi 5% (Charles & Lee, 2007; Hartmann, 2013).

Anda mungkin juga menyukai