Anda di halaman 1dari 42

REFERAT BEDAH PLASTIK

PENATALAKSAAN LUKA BAKAR

Oleh:
Nur Hidayah

G99142111

Periode : 18 23 Juli 2016


Pembimbing:
dr. Dewi Haryanti K, Sp.B, Sp.BP-RE

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PEDAHULUAN
Luka bakar adalah kerusakan secara langsung maupun tidak langsung pada
jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai organ dalam, yang
disebabkan api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.1 Luka bakar bisa
mempengaruhi otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat
juga rusak, kemungkinan terjadi penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas.
Karena luka bakar mengenai kulit, maka

luka tersebut dapat merusak

keseimbangan cairan atau elektrolit normal tubuh, temperatur tubuh, pengaturan


suhu tubuh, fungsi sendi, dan penampilan fisik. Sebagai tambahan terhadap
kerusakan fisik yang disebabkan oleh luka bakar, pasien juga bisa menderita
permasalahan psikologis dan emosional yang dimulai sejak peristiwa terjadi dan
bisa bertahan / berlangsung untuk jangka waktu yang lama.1,2
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kedalaman serta luasnya
luka bakar yang menentukan gejala klinis serta beratnya luka bakar. Semakin
dalam dan luas dari luka bakar akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
pasien. Maka penanganan awal yang tepat dan benar sangat mempengaruhi
prognosis dari luka bakar.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT
Kulit adalah organ terbesar di tubuh, tidak hanya berfungsi sebagai
sawar mekanis antara lingkungan eksternal dan jaringan dibawahnya, tetapi

secara dinamis juga terlibat dalam mekanisme pertahanan dan berbagai fungsi
lain. Kulit terdiri dari tiga lapisan, epidermis, dermis dan subkutis. 2
Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri
dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans
dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh,
paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar
5% dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam):
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
2. Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit
tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan
histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament (tonofibril) yang
dianggap memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel
dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus
mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan
lebih banyak tonofibril.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang
hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara
konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu
lapis sel yang mengandung melanosit. Stratum basale dan stratum
spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.

Fungsi Epidermis: Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D


dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan
pengenalan alergen (sel Langerhans).3
Dermis
Dermis adalah lapisan jaringan ikat yang mengandung banyak serat
elstin (untuk peregangan) dan serat kolagen (untuk kekuatan), serta sejumlah
besar pembuluh darah dan ujung-ujung saraf khusus. Jaringan penyambung
padat berbentuk irregular yg mensupport epidermis dan berikatan dengan
jaringan subkutan ( hypodermis)
Tebal : 0,6 mm 3 mm, pada wanita lebih tipis dibanding pria.
Pembuluh darah dermis tidak hanya memasok darah kedermis dan epidermis
tetapi, juga berperan penting dalam mengatur suhu. Kaliber pembuluhpembuluh darah ini,dan dengan demikian volume darah yang mengalir
didalamnya dapat di kontrol untuk mengubah-ubah tingkat pertukaran panas
antara pembuluh permukaan kulit ini dengan lingkungan eksternal. Reseptorreseptor di ujung perifer serat saraf aferen di dermis mendeteksi
tekanan,suhu,nyeri,dan masukkan somatosensorik lainnya. Ujung-ujung saraf
eferen didermis mengontrol kaliber pembuluh darah, ereksi rambut,dan
sekresi oleh kelenjar eksokrin. Dermis dibagi mennjadi :3,4
Superficial yang tipis yang dikenal dengan papilary layer, terdapat
fibroblast, serat elastin dan kolagen tipe 3 serta banyak terdapat kapiler.
Dan bagian yang paling tebal yang dikenal dengan reticular
layer,terdapat serat kolagen tipe 2, terisi matriks ekstrasel yang
mengandung

dermatan

sulfat

dan

glikosaminoglikan,sel

fibroblas,makrofag,lymfosit dan mast cells. Membentuk garis paralel


dengan permukaan tubuh diuat lines of Langer surgical important
minimize scar tissue.
Fungsi dermis sendiri yaitu :

Melindungi dari trauma dengan elastisitas, daya tahan dan


komponennya.

Menjaga keseimbangan cairan melalui regulasi aliran darah kulit

Termoregulasi melalui control aliran darah.

Faktor pertumbuhan dan arah kontak pada replikasi epidermis dan


perbaikan dermis.

Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbedabeda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi
menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis/ hipodermis: melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.4

Gambar 1. Penampang kulit


Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,
sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan
metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
5

mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi


kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada
daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan
keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus.
Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible
loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan
dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur
dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh
darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.

Gambar 2. Anatomi Kulit


B DEFINISI LUKA BAKAR
Luka bakar adalah kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh api,
atau oleh penyebab lain seperti oleh air panas, listrik, bahan kimia, dan
radiasi. Kerusakan dapat menyertakan jaringan di bawah kulit.5
C EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, sekitar 1,1 juta orang per tahun mengalami luka
bakar yang cukup serius dan harus mencari perawatan kesehatan. Sekitar
45.000 dari memerlukan rawat inap, dan sekitar 4.500 mati. Lebih dari 90
persen dari kebakaran dapat dicegah, dengan hampir satu-setengah yang
berhubungan dengan merokok atau karena penyalahgunaan bahan mudah
terbakar. Jumlah tahunan membakar kematian di Amerika Serikat

telah
6

menurun dari kira-kira 15.000 pada tahun 1970 menjadi sekitar 4.500 saat ini.
Selama periode yang sama, ukuran luka bakar yang berhubungan dengan 50
persen angka kematian telah meningkat dari 30 persen dari total luas
permukaan tubuh (TBSA) sehingga 80 persen dari TBSA orang

dewasa

muda. Hampir 95 persen pasien yang dirawat di pusat perawatan luka bakar di
Amerika Serikat bertahan hidup, dan lebih dari satu-setengah dari mereka
kembali ke fungsi sosial dalam waktu 12-24 bulan setelah cedera. Kualitas
perawatan luka bakar tidak lagi diukur hanya dengan kelangsungan hidup,
tetapi juga oleh fungsi jangka panjang dan penampilan.Seperti bentuk-bentuk
lain trauma, luka bakar sering mempengaruhi anak-anak dan kaum muda
dewasa.Anak-anak kurang dari 8 tahun, luka bakar yang paling umum adalah
luka bakar, biasanya diakibatkan cairan panas. Pada anak yang lebih tua dan
orang dewasa, luka bakar yang paling umum adalah yang berhubungan
dengan api, biasanya akibat kebakaran rumah. Bahan kimia atau cairan panas,
diikuti oleh listrik, dan kemudian logam cair atau panas yang paling sering
terkait dengan pekerjaan menyebabkan luka bakar.
D ETIOLOGI
Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2005) adalah
sebagai berikut:
a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald),
jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar
atau kontak dengan objek-objek panas lainnya. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan thermal burn antara lain:
Benda panas: padat, cair, uap
Api
Sengatan matahari/ sinar panas
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau basa kuat yang
biasa digunakan dalam industri, militer, laboratorium, danbahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan


ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah, dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada
pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
d. Luka bakar radiasi (radiation injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan bahan radioaktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan dalam bidang industri.
Terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka
bakar radiasi.3
E PATOFISIOLOGI
Pada luka bakar terjadi perubahan lokal berupa nekrosis koagulatif
pada epidermis, dermis dan jaringan di bawahnya, dengan kedalaman
tergantung pada temperatur bahan dan durasi pajanan.
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan bahan penyebab dan
kedalaman luka. Bahan yang dapat menyebabkan luka bakar adalah api, sclad
(cairan panas), kontak dengan bahan padat yang panas, bahan kimia, dan
listrik.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, luka bakar dibedakan dalam
beberapa fase dengan permasalahannya masing-masing. Terdapat 3 fase luka
bakar, yaitu:
1. Fase awal/ fase akut/ fase shock
Permasalahan yang terdapat pada fase ini antara lain adanya
gangguan saluran pernafasan, gangguan mekanisme bernapas serta
gangguan

sirkulasi

(keseimbangan

cairan

dan

elektrolit)

yang

menyebabkan gangguan perfusi.5,6


Cedera Inhalasi
Cedera inhalasi merupakan suatu bentuk gangguan yang terjadi
pada saluran pernapasan. Cedera inhalasi ini sendiri merupakan suatu

terminologi yang digunakan untuk menjelaskan perubahan mukosa


saluran napas akibat adanya paparan terhadap suatu iritan dan
menimbulkan manifestasi klinik berupa distress pernapasan. Reaksi yang
timbul antara lain: inflamasi akut dengan edema dan hipersekresi mukosa
saluran nafas. Iritan yang dimaksud disini jarang berupa kontak langsung
dengan sumber panas, karena pada keadaan normal terjadi reflek
fisiologis berupa menahan napas sebagai mekanisme pertahanan. Iritan
yang dimaksud adalah berupa produk toksik yang berasal dari sisa
pembakaran yang tidak sempurna (toxic fumes) atau zat kimia. Paparan
tersebut biasanya terjadi pada kecelakaan yang disebabkan oleh api atau
zat kimia di ruang tertutup, atau korban dalam keadaan tidak sadar.5
Edema mukosa yang massif di saluran nafas bagian atas (di sekitar
glottis) menyebabkan obstruksi lumen, terjadi kurang dari 8 jam pasca
cedera. Kondisi ini menyebabkan sumbatan total saluran nafas bagian
atas yang berkorelasi dengan tingginya angka kematian.5,7
Perubahan inflamatorik pada saluran napas bagian bawah terjadi
lebih lambat. Patofisiologi perubahan inflamatorik saluran napas
dikaitkan dengan peran sitokin dan radikal bebasyang melibatkan
mukosa alveoli, susunan pembuluh darah kapiler perialveolar dan
parenkim paru yang mengakibatkan gangguan difusi oksigen (oxygen
exchange). Kondisi ini dikenal sebagai Acquired Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) yang umumnya timbul pada 4-5 hari pasca cedera
termis dan memiliki prognosa sangat buruk. Pemberian oksigen
konsentrasi tinggi menyebabkan cedera reperfusi yang merupakan suatu
bentuk stress oksidasi dimana terjadi hepatisasi parenkim paru yang
memperburuk prognosis.7,8,9
Gangguan mekanisme bernapas
Adanya luka/ skar yang melingkar di permukaan rongga thoraks
(khususnya dinding dada) menyebabkan gangguan ekspansi rongga
thoraks pada proses respirasi, terutama inspirasi. Dengan keterbatasan

tersebut, volume inspirasi berkurang sehingga menyebabkan gangguan


secara tidak langsung pada proses oxygen exchange. Proses yang sama
akan terjadi dengan adanya cedera pada rangka tulang rongga thoraks,
misalnya fraktur tulang-tulang iga yang disebabkan cedera multiple.5,7
Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi yang terjadi pada luka bakar disebabkan
perubahan permeabilitas kapiler, perubahan tekanan onkotik dan
hidrostatik yang diikuti ekstravasasi cairan dengan manifestasi
hipovolemi dan penimbunan cairan di jaringan interstitial (edema).5,7,9
Epitel tunika intima dari sel-sel endotel yang mengalami edema
dan adanya penambahan jarak interseluler, menyebabkan ekstravasasi
cairan intravaskuler ke ruang interstitial, termasuk protein plasma dan
elektrolit. Keseimbangan tekanan onkotik dan hidrostatik terganggu
sehingga sirkulasi ke distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi
sel/jaringan organ.Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan
permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, penimbunan jaringan
massif di ruang interstitial menyebabkan keadaan hipovolemik. Volume
cairan

intravascular

mengalami

defisit

sehingga

menimbulkan

ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke


jaringan.kondisi ini disebut syok.
Reaksi yang timbul akibat adanya gangguan pada system
homeostasis tersebut adalah vasokonstriksi pembuluh-pembuluh perifer.
Sirkulasi dipertahankan melalui kompensasi organ pemompa (jantung)
untuk memenuhi kebutuhan perfusi organ-organ vital di tingkat sentral
(otak, jantung, paru). Manifestasi klinik yang ditemui saat ini adalah
meningkatnya aktifitas pernapasan (dengan gejala dan tanda nafas cepat
dan dangkal), peningkatan aktifitas jantung (dengan gejala dan tanda
palpitasi, takikardi), gangguan sirkulasi otak (dengan gejala dan tanda
disorientasi, gelisah, penrunan kesadaran), serta manifestasi yang timbul
akibat adanya vasokonstriksi perifer (dengan gejala dan tanda penurunan

10

suhu core dan permukaan, penurunan produksi urin, gangguan system


pencernaan).5,7,9
Otak
Sel-sel otak mutlak memerlukan oksigen, dalam waktu 4 menit,
sel-sel otak dihadapkan pada kondisi hipoksia dan akan terjadi perubahan
degeneratif dari berbagai derajat (edema sampai atrofi seluler). Dengan
demikian, sirkulasi otak merupakan prioritas untuk dipertahankan pada
keadaan hipovolemik.1,11
Jantung
Sebagai alat pemompa, jantung melakukan kompensasi dengan
meningkatkan aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen. Mekanisme kompensasi pertama adalah dengan meningkatkan
frekuensi heart rate. Mekanisme kompensasi ini akan terus berlangsung
sampai kebutuhan sirkulasi (perfusi) terpenuhi.1,11
Paru
Sebagai organ yang menyelenggarkan pertukaran karbondioksida
dengan oksigen, paru mengadakan kompensasi dengan meningkatkan
frekuensi pernapasan. Mekanisme ini menimbulkan hiperventilasi yang
memiliki dampak terhadap metabolisme selular.1,11
Hepar
Gangguan pada hepar menyebabkan gangguan pada proses
metabolisme dan proses detoksifikasi di hepar. Gangguan fungsi hepar
tersebut dapat dilihat dari peningkatan kadar serum transaminase (SGOT
dan SGPT), peningkatan kadar enzim alkali fosfatase, gamma globulin
transferase (gamma GT) dan perubahan kadar bilirubin. Peningkatan
kadar glukosa dalam darah selain mencerminkan gangguan fungsi hepar
juga menggambarkan adanya stress metabolisme fase awal, sebelum
kadar kortisol dan katekolamin menunjukkan peningkatan. Pada fase akut
ini terjadi hipometabolisme.
Saluran Cerna

11

Sirkulasi mesenterial mengambil 20-25% cardiac output.


Penurunan

aliran

mesenterial

selain

mempengaruhi

hepar

juga

mempengaruhi gaster, duodenum, usus halus, dan usus besar. Gangguan


perfusi menyebabkan iskemia mukosa saluran cerna yang mengakibatkan
gangguan integritas mukosa dan vili yang menyebabkan disrupsi mukosa
awalnya berupa suatu erosi mukosa yang pada keadaan lebih lanjut dapat
terjadi artrofi. Erosi biasanya terjadi permukaan (superfisial) sampai ke
tunika adventisia usus. Manifestasi klinis yang dapat dijumpai akibat
gangguan integritas tersebut antara lain: perdarahan (stress ulcer,
curlings ulcer), gangguan motilitas saluran cerna (ileus), dan translokasi
bakteri. Iskemi pada saluran cerna juga merupakan stimulant
dilepaskannya sitokin dan radikal bebas, dan faktor depresan miokard
yang memperburuk kerja jantung.
Renal
Terjadi penurunan aliran darah renal yang menyebabkan keadaan
iskemia renalis. Manifestasi klinis yang tampak adalah penurunan
ekskresi urin mulai dari oliguri sampai anuri. Hipoksia parenkim ginjal
merupakan stimulasi dilepaskannya rennin dan angiotensin oleh sel-sel
juxtaglomerulus renalis yang merangsang hormone antidiuretik (ADH)
dan kelenjar suprarenal memproduksi hormone kortisol dan glukagon.
Rangkaian selanjutnya adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk
melepaskan hormone adenokortikotropik (ACTH) yang merupakan
stimulant bagi sistim saraf parasimpatik dan saraf simpatik.
Seluler
Gangguan perfusi menyebabkan perubahan integritas sel yang
mengakibatkan gangguan metabolisme intraseluler. Awalnya terjadi
metabolisme anaerob yang kemudian menyebabkan peningkatan
produksi dan penimbunan asam laktat yang menimbulkan asidosis.
Dengan gangguan sirkulasi dan perfusi yang ada, sulit untuk
mempertahankan kelangsungan hidup sel, sehingga iskemia jaringan
akan berakhir dengan nekrosis.1

12

Kompensasi yang dilakukan oleh organ-organ sistemik ini sangat


terbatas dan suatu saat akan mencapai batas maksimal. Jika kebutuhan
belum terpenuhi, maka akan terjadi dekompensasi dan disfungsi organ.
Hal ini sangat bergantung dengan waktu iskemia masing-masing organ.
Kegagalan fungsi organ-organ tersebut tidak terlepas dari peran
mediator-mediator inflamasi. Reaksi ini disebut sebagai Systemic
Inflammation Response Syndrome (SIRS) dan kondisi klinis yang terlihat
disebut sebagai Multisystem Organ Disfunction (MOD) yang akan
berakhir sebagai Multisystem Organ Failure (MOF). Proses ini dapat
berakhir pada kematian.7,9,10
2. Fase subakut/ fase setelah shock berakhir/ diatasi
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir atau dapat diatasi.
Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya)
yang kemudian dapat menimbulkan masalah-masalah, antara lain :
a. Proses inflamasi.
Proses inflamasi yang terjadi pada luka bakar berbeda dengan luka
sayat elektif; proses inflamasi disini terjadi lebih hebat disertai
eksudasi dan kebocoran protein. Pada saat ini terjadi reaksi inflamasi
lokal yang kemudian berkembang menjadi reaksi sistemik dengan
dilepasnya zat-zat yang berhubungan dengan proses imunologik,
yaitu kompleks lipoprotein (lipid protein complex, burn toxin) yang
menginduksi respon inflamasi sistemik (Systemic Inflammation
Response SyndromeSIRS).
b. Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.
c. Proses penguapan cairan tubuh disertai panas / energy (evaporative
heat loss) yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses
metabolisme.7
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai
terjadinya maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari
luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang

13

terjadi karena kerapuhan jaringan atau organ-organ struktural (misal:


bouttonierre deformity).
Fase ketiga atau fase lanjut tersebut diatas kemudian dibedakan
lagi menjadi fase lanjut dan fase sangat lanjut. Pada fase lanjut terdapat
jaringan granulasi yang memerlukan penutupan kulit (skin grafting,
sebelumnya dianggap sebagai bagian dari fase subakut oleh Dimick).
Sedangkan fase sangat lanjut adalah fase dimana terjadi penyulit berupa
masalah parut hipertrofik dan kontraktur.9
Berdasarkan gambaran histologis, pada luka bakar terdapat tiga zona,
yaitu:
1. Zona koagulasi
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi Protein) akibat
pengaruh panas.
2. Zona statis
Suatu daerah yang berada di luar Zona koagulasi, pada daerah ini terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, dan lekosit, sehingga terjadi
gangguan perfusi jaringan (no flow phenomena), diikuti perubahan
perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan
nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Daerah di luar zona stasis di mana terjadi vasodilatasi tanpa banyak
melibatkan reaksi seluler. Tergantung pada keadaan umum dan terapi yang
diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan; atau
berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.9

14

Gambar 3. Zona luka bakar Jackson dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan
inadekuat
F KLASIFIKASI LUKA BAKAR
1. Berdasarkan Kedalaman
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan
suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api
yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam
luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu
domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah
terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket
sehingga memperberat kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu
luka bakar derajat I, II, atau III:
a. Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak
jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I
biasanya sembuh dalam 5-10 hari dan dapat sembuh secara sempurna.
Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan
nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I
adalah sunburn.5,10,11
15

Gambar 4. Luka bakar derajat 1


b. Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun
masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan
epitelisasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian:
1) Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari
corium/dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebacea masih banyak.Semua ini merupakan benih-benih epitel.
Penyembuhan terjadi secara spontandalam waktu 10-14 hari tanpa
terbentuk sikatrik.
2) Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa
jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjarkeringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit.
Penyembuhan terjadi lebih lama dandisertai parut hipertrofi.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan.5,11

16

Gambar 4. Luka bakar derajat 2


Dengan adanya jaringan yang masih sehat, luka dapat sembuh dalam
2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang
berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan
permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.Apabila luka bakar
derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema
dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang
menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.5,11
c. Derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam
sampaijaringan subkutan, otot, dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan,tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae,
kulit yang terbakarberwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna
hitam kering. Terjadikoagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal sebagai esker. Tidakdijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi
karena ujung-ujung sensorik rusak.Penyembuhan terjadi lama karena
tidak terjadi epitelisasi spontan.10,11

17

Gambar 5. Luka bakar derajat 3


2. Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan dari 9 terkenal
Kepala dan leher

9%

Lengan

18 %

Badan Depan

18 %

Badan Belakang

18 %

Tungkai

36 %

Genitalia/perineum -

1%

dengan nama Rule of Nine atau Rule of


Wallace.1,3
Gambar 6. Rules of nine
Dalam perhitungan agar
lebih

mempermudah

dapat

dipakai luas telapak tangan


Total
100 %
penderita adalah 1% dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak-anak
dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun, dan 1 tahun.1,3

18

Gambar 7. Rules of nine sesuai umur


3. Kriteria Berat-ringannya
Kriteria berat-ringannya suatu luka bakar menurut American Burn
Association adalah
a. Luka bakar ringan.
-

Luka bakar derajat II <15 %

Luka bakar derajat II < 10 % pada anak-anak

Luka bakar derajat III < 2 %

b. Luka bakar sedang


-

Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

Luka bakar II 10 20 5 pada anak-anak

Luka bakar derajat III < 10 %

c. Luka bakar berat


-

Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak-anak.

Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki, dan


genitalia/perineum.

Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. 10,11

G PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan pada pasien luka bakar adalah
anamnesis singkat dikarenakan luka bakar merupakan bagian dari
kegawatdaruratan biasanya anamnesis dilakuakan secara auto dan
alloanamnesis. Anamnesis yang sering ditanyakan adalah, berat badan
pasien, umur, sudah berapa lama setelah terapar ledakan, terkena ledakan
apa, seberapa besar ledakan, penanganan apa yang sudah dilakukan dan
lain lain seperti keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan, sosial,
ekonomi, dan kejiwaan, gaya hidup menyusul.14

19

2. Pemeriksaan Fisik
a) Primary survey
A (Airway) Jalan nafas
Edema mukosa dapat terjadi pada pasien luka bakar atau trauma
inhalasi, obstruksi pada saluran napas atas (pharynx/larynx) dapat
berkembang dengan cepat terutama pada anak. Trauma inhalasi harus
dicurigai pada siapa pun dengan luka bakar dan diasumsikan sampai
terbukti sebaliknya, pada siapa pun yang terbakar dalam ruang
tertutup. Inspeksi dari mulut dan pharynx harus dilakukan lebih awal,
dan intubasi endotracheal dilakukan jika perlu. Suara serak dan bunyi
wheezing pada ekspirasi adalah tanda-tanda edema saluran napas yang
serius atau trauma inhalasi. Produksi lendir berlebihan dan dahak
karbon yaitu dahak bercampur flek hitam juga tanda-tanda positif
trauma inhalasi. Tingkat karboksihemoglobin harus didapatkan dan
peningkatan tingkat gejala atau keracunan karbon monoksida (CO)
adalah berdasarkan kemungkinan trauma inhalasi. Penurunan rasio dari
tekanan oksigen arteri (PaO2) dan persentase oksigen terinspirasi
(FiO2), adalah salah satu indikator yang paling awal pasien telah
menghirup asap. Bila pasien positif trauma inhalasi sebaiknya pasien
dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas pusat luka bakar
(burn centre) dengan dilakukan intubasi terlebih dahulu untuk
memastikan jalan nafas tetap terbuka. 12
B (Breathing)
Gangguan breathing atau pernafasan dapat timbu segera atau
setelah beberapa saat kemudian. Gangguan pernafan yang timbul
cepat dapat disebkan karena :13
Inhalasi paretikel partikel panas yang menyebabkan

proses

peradangan dan edema pada saluran jalan nafas yang paling kecil.

20

Mengatasi sesak yang terjadi adalah dengan penanganan yang


agresif.
Keracunan CO ( Carbon Mono-oksida )
Asap dari api mengandung CO. Apabila korban gawat darurat
berada dalam ruangan cukup besar. Diagnostiknya sulit (apalagi di
fase pra- rumah sakit). Kulit yang berwarna merah terang biasanya
belum terlihat. Pulse oksimeter akan menunjukkan tingkat saturasi
O2 yang cukup, walaupun korban gawat darurat dalam keadaan
sesak.
Bila diduga kemungkinan keracunan CO2 maka diberikan O2
100 % dengan menggunakan non- breathing mask, ataupun bila
perlu ventilasi tambahan dengan BVM yang ada reservoir O2.
C (Circulation)
Sirkulasi perifer yang adekuat harus ditemukan dengan cepat setelah
terjadinya luka bakar dengan meraba pulsasi di perifer.Semua pakaian
pasien harus dilepaskan.Cincin, jam dan perhiasan harus dilepaskan
pada anggota tubuh yang mengalami cedera, konstriksi pada bagian
yang bengkak akibat jeratan perhiasan dapat mengakibatkan iskemia di
bagian distal. Pada luka bakar, permeabilitas pembuluh darah
meningkat, sehingga terjadi perpindahan cairan dari pembuluh darah
ke

jaringan

intersitial,

akibatnya

dapat

menimbulkan

syok

hipovolemik. Semakin luas area luka bakar, semakin berat syok


hipovolemik yang terjadi.Resusitasi cairan harus diberikan secepatnya.
D (Disability/Drugs)
Apakah ada gangguan ekstremitas atau gerakan lain. Rasa nyeri yang
mengganggu pergerakan.
E (Exposure)

21

Bagaimana tampak keseluruhan dari unjung rambut sampai ujung kaki.


12

b) Secondary survey
Kepala

: apakah ada deformitas

Wajah

: adakah luka bakar di wajah bagian depan dan kiri dan


kanan

Rambut

: adakah terbakar

Mata

: apakah ada bagian mata yang mengalami gangguan atau


cacat

THT

: apakah ada jelaga dan ada kelainan pendengaran atau


mengeluarkan darah

Paru

: simetris, fremitus, vesikuler, rhonki, wheezing

Jantung

: BJ I-II, murmur, gallop

Abdomen

: apakah distended, lemas, bagaimana bunyi usus

Ekstremitas : akral hangat atau dingin, apakah ada edema.14


c) Status Lokalis
Status lokalis akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan derajat luka
bakar.
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Hitung

darah

lengkap:

peningkatan

Hct

awal

menunjukkan

hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.


b) Elektrolit serum: kalium meningkat karena cedera jaringan/kerusakan
SDM dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada
kehilangan air.
c) Alkalin fosfat: peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstitiil/ganguan pompa natrium.
d) Urine: adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein.
e) Foto rontgen dada: untuk memastikan cedera inhalasi

22

f) Scan paru: untuk menentukan luasnya cedera inhalasi


g) EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka
bakar listrik.
h) BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
i) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
j) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
k) Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema
cairan.
l) Fotografi luka bakar: memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar selanjutnya. 9,12
4. Diagnosis
Diagnosis dari luka bakar dapat diambil dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Selain itu diagnosis pembagian derajat juga
diperlukan agar penanganannya tepat dan cepat. Kedalaman kerusakan
jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab
dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. 12
H PENATALAKSANAAN
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemuikan pasien luka
bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran.
Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri. Kemudian lepaskan semua bahan
yang dapat menahan panas (pakaian, perhiasan, logam), hal ini untuk
mencegah luka yang semakin dalam karena tubuh masih terpajan dengan
sumber. Bahan yang meleleh dan menempel pada kulit tidak boleh
dilepaskan.Air suhu kamar dapat disiramkan ke atas luka dalam waktu 15
menit sejak kejadian, namun air dingin tidak boleh diberikan untuk
mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.12

23

2. Indikasi Rawat Inap


Pasien luka bakar diindikasikan untuk rawat inap harus mengikuti
pedoman dari American Burn Association:14
-

Luka bakar derajat II : luas luka > 15% pada dewasa dan >10% pada

anak/geriatri
Luka bakar derajat III : luas luka > 2% pada dewasa dan setiap derajat

III pada anak-anak


Luka bakar karena listrik atau kimia
Luka bakar yang mengenai daerah muka, tangan, genital, perineal

Luka bakar disertai dengan penyakit lain (DM, Hipertensi, dll) atau trauma
atau cedera inhalasi
3. Resusitasi jalan napas
Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai
oksigen yang adekuat. Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi,
tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100%
diberikan

menggunakan

face

mask.

Intubasi

bertujuan

untuk

mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas


(penghisapan sekret) dan bronchoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih
menjadi diperdebatkan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya
lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus
yang diperkirakan akan lama menggunakan endotracheal tube (ETT) yaitu
lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.12,14
Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui pipa
endotrakeal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik
di saluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang menigkat
pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih
mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan Ringer Laktat hasilnya lebih
baik dibandingkan NaCl 0,9%. Dapat juga diberikan bronkodilator bila
terjadi bronkokonstriksi seperti pada cedera inhalasi yang disebabkan oleh

24

bahan kimiawi dan listrik.Pada cedera inhalasi perlu dilakukan


pemantauan gejala dan tanda distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa
sesak, gelisah, takipnea, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu
pernapasan, dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
adalah analisa gas darah serial dan foto toraks. 12,14
4. Resusitasi cairan
Syok pada luka bakar umum terjadi dan merupakan faktor utama
berkembangnya SIRS dan MODS. Tujuan resusitasi cairan pada syok luka
bakar adalah:

Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh


vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan

Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak


diperlukan

Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk


menjamin survival seluruh sel

Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan


stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis. 9,12

a) Dasar pemilihan jenis cairan


Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid (isotonik),
cairan hipertonik dan koloid. Beberapa faktor yang harus diperhatikan
dalam pemilihan cairan adalah efek hemodinamik, distribusi cairan
dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oxygen carrier, pH
buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor
keamanan, eliminasi, praktis dan efisiensi. Jenis cairan terbaik untuk
resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi perdebatan
terus diteliti. Sebagian orang berpendapat kristaloid adalah cairan yang
paling aman digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis
tertentu. Sebagian berpendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik
lain. Hal ini dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan
yang memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga sulit untuk

25

mengambil keputusan untuk diterapkan secara umum sebagai protokol.


Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan cairan di kompartemen
interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama
resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid.
b) Penentuan jumlah cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka
bakar, Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses
intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas
yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan
resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada
jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki
bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya
sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel,
kebocoran kapiler.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan

perfusi

jaringan

tanpa

menimbulkan

edema.

Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka


dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah
luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah
pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang
terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah
dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output
urin yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam.
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula
Parkland :
1

24 jam pertama.Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar.


Misal, pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
Kebutuhan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24
jam pertama

jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam

jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam

26

berikutnya.
4

2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang


hilang akibat penguapan). Separuh dari jumlah cairan 1+2+3
diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan pada
hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.1,3,7

Cara lain adalah cara Evans :


1. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl /
24 jam
2. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma /
24 jam
(no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma
untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan
tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik
kembali cairan yang telah keluar)1,3
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah
menggunakan rumusBaxter yaitu :% x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan
elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua
diberikan setengah cairan hari pertama. Contoh : seorang dewasa
dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan
diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan
2000 cc pada harikedua.1,3,7
Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula
Curreri, adalah25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka

27

bakar/hari.
1

Petunjuk perubahan cairan Pemantauan urin output tiap jam

Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral

Kecukupan sirkulasi perifer

Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi

Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa

Penggantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan
sejumlah sel darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka
bakar. Sebagai tambahan terhadap suatu kehancuran yang segera pada
sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler yang terluka,
terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari
sel darah merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang pada
48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia
terjadi pertama kali. Oleh sebab itu,pemberian sel darah merah dalam
48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah
yang banyak dari tempat luka. Setelah proses eksisi luka bakar
dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan.
c) Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau Ringer asetat,
menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok
atau kasus luka bakar >25-30% atau dijumpai keterlambatan >2jam.
Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak
3[25%(70%x BBkg)] ml. 70% adalah volume total cairan tubuh,
sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang
dapat menimbulkan gejala klinik sindrom syok.

Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas
<25-30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan <2jam. Kebutuhan
dihitung berdasarkan rumus Baxter: 3-4 ml/kgBB/ % luas
28

LB.Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling


umum digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan
kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus
ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka
bakar yang tidak terlalu luas dan tanpa keterlambatan. Pemberian
cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:

Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8


jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada
bayi, anak, dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila
dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4ml ditambah 1%
dari kebutuhan. Bila dijumpai hipertermia, kebutuhan cairan
ditambah 1% dari kebutuhan.

Penggunaan zat vasoaktif (Dopamin atau Dobutamin) dengan dosis


3 mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa
5%, jumlah teteasan dibagi rata dalam 24 jam.

Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena


sentral (minimal 6-12cmH2O) dan sirkulasi perifer (sirkulasi
renal). Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,51ml/kgBB/jam) dan hari1-2 (1-2 ml/kgBB/jam). Jika produksi urin
<0,5ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam
sebelumnya. Jika produksi urin >1ml/kgBB/jam maka jumlah
cairan dikurangi 25% dari jam sebelumnya.

Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat


jenis dan sedimen)

Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan


kuantitas cairan lembung melalui pipa nasogastrik. Jika <200ml
tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan
ringan, >400ml gangguan berat.1,3

29

d) Penatalaksanaan 24 jam kedua

Pemberian cairan yang mengandung glukosa dan dibagi rata dalam


24 jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah Glukosa 5% atau
10% 1500-2000ml. Batasi Ringer laktat karena dapat memperberat
edema interstisial.

Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan


jumlah produksi urin (1-2ml.kgBB/jam). Jika jumlah cairan sudah
mencukupi namun produksi urin <1-2ml/kgBB/jam, berikan
vasoaktif sampai 5mg/kgBB.

Pemantauan analisa gas darah, elektrolit.

e) Penatalaksanaan setelah 48 jam

Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

Pemantauan

sirkulasi

dengan

menilai

produksi

urin

(3-

4ml/kgBB/jam), hemoglobin dan hematokrit1


5. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi
debridement, nekrotomi dan pencucian luka. Tujuan perawatan luka adalah
mencegah degradasi luka dan mengupayakan proses epitelisasi. Untuk
bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar
(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di atasnya. Untuk
eskar yang melingkar dan mengganggu aliran atau perfusi dilakukan
eskarotomi. Pencucian luka dilakukan dengan memandikan pasien dengan
air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa
lembab steril dengan atau tanpa krim pelembab. Perawatan luka tertutup
dengan oclusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan.
Penggunaan tulle berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi

30

drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk


mengatasi infeksi pada luka.
6. Penggunaan antibiotik
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai
profilaksis infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan
antibiotik sebagai profilaksis masih merupakan suatu kontroversi. 4Dalam
3-5 hari pertama populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri
Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram
negatif patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam
keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik
topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazin, povidone-iodine
10%, gentamicin sulfate, mupirocin, dan bacitracin/polymixin.1,2,3
Tabel 1. Agen penyebab infeksi pada luka bakar.

7. Tatalaksana Nutrisi

31

Pemberian nutrisi enteral dini melalui pipa nasogastrik dalam 24


jam pertama pascacedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi
mukosa usus. Pemberian nutrisi enteral dilakukan dengan aman bila
Gastric residual volume (GRV) <150ml/jam, yang menandakan pasase
saluran cerna baik.
Tabel 4. Penghitungan kalori dengan rumus Harris Benedict
Laki-laki

: 66,5 + 13,7 BB + 5TB 6,8 U

Perempuan

: 65,5 + 9,6 BB + 1,8 TB 4,7 U

Kebutuhan energi total = KEB x AF x FS


Keterangan:
AF: aktivitas fisik (peningkatan persentase terhadap keluaran
energi, tirah baring/duduk 20%, aktivitas ringan 30%, sedang
40-50%, berat 75%)
FS: faktor stress besarnya sesuai dengan luas luka bakar
Penentuan kebutuhan nutrien:
Protein : 1,5-2,15 g/kgBB/hari
Lemak : 6-8 g/kgBB/hari
Karbohidrat: 7-8 g/kgBB/hari.
Namun ada metode penghitungan kebutuhan kalori yang lebih
mudah dengan menggunakan quick methode yaitu 25-30 kkal/kgBB/hari.
Metode ini lebih mudah dan praktis serta menghindari jumlah kalori yang
berlebihan jika menggunakan rumus Harris-Benedict.3
8. Kontrol rasa sakit
Rasa sakit merupakan masalah yang signifikan untuk pasien yang
mengalami luka bakar untuk melalui masa pengobatan. Pada luka bakar
yang mengenai jaringan epidermis akan menghasilkan rasa sakit dan
perasaan tidak nyaman. Dengan tidak terdapatnya jaringan epidermis
(jaringan pelindung kulit), ujung saraf bebas akan lebih mudah tersensitasi
oleh rangsangan. Pada luka bakar derajat II yang dirasakan paling nyeri,

32

sedangkan luka bakar derajat III atau IV yang lebih dalam, sudah tidak
dirasakan nyeri atau hanya sedikit sekali. Saat timbul rasa nyeri terjadi
peningkatan katekolamin yang mengakibatkan peningkatan denyut nadi,
tekanan darah dan respirasi, penurunan saturasi oksigen, tangan menjadi
berkeringat, flush pada wajah dan dilatasi pupil.
Pasien akan mengalami nyeri terutama saat ganti balut, prosedur
operasi, atau saat terapi rehabilitasi. Dalam kontrol rasa sakit digunakan
terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi yang
digunakan biasanya dari golongan opioid dan NSAID. Preparat anestesi
seperti ketamin, N2O (nitrous oxide) digunakan pada prosedur yang
dirasakan sangat sakit seperti saat ganti balut. Dapat juga digunakan obat
psikotropik sepeti anxiolitik, tranquilizer dan anti depresan. Penggunaan
benzodiazepin dbersama opioid dapat menyebabkan ketergantungan dan
mengurangi efek dari opioid.
9. Eksisi dan grafting
Luka bakar derajat dua dalam dan tiga tidak dapat mengalami
penyembuhan spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang
sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan
grafting saat ini dilakukan oleh sebagian besar ahli bedah karena memiliki
lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah
dilakukan eksisi, luka harus ditutup, idealnya luka ditutup dengan kulit
pasien sendiri. Pada luka bakar seluas 20-30%, biasanya dapat dilakukan
dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh autograft split-thickness
yang diambil dari bagian tubuh pasien. Sebagian besar ahili bedah
melakukan eksisi pada minggu pertama, biasanya dalam satu kali operasi
dapat dilakukan eksisi seluas 20%. Eksisi tidak boleh melebihi
kemampuan untuk menutup luka baik dengan autograft,biologic dressing
atau allograft.1,2,10
I

Proses Penyembuhan Luka Bakar

33

Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi


dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang
terjadi

dalam jangka waktu 23 minggu. Sedangkan luka kronis adalah

segala jenis luka yang tidak tanda- -tanda untuk sembuh dalam jangka lebih
dari 4-6 minggu.
Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera
jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada tipa
cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus
tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar, atau luka
akibat tindakan bedah.
a)

Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 34 hari. Dua
proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh
darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin
(menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke
tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini
menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF)
yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag

dan

AGF

bersama-sama

mempercepat

proses

34

penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses


penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini
menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF)
yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag

dan

AGF

bersama-sama

mempercepat

proses

penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses


penyembuhan.
b) Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke4 atau 5 sampai hari ke-21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid. Fibroblas
(menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka
mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis
kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari
setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah
tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat
menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan
luka terbuka. Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh melintasi luka,
meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang
diperlukan bagi penyembuhan.
c)

Fase maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke21 dan berakhir 12 tahun.
Fibroblas terus

mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya,

menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil,
kehilangan elastisitas dan meninggalka garis putih. Dalam fase ini
terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan

35

jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi


vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah
bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan
parut 5080% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian
terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan
vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.5
J

KOMPLIKASI
Luka bakar dapat memberikan komplikasi pada setiap fasenya. Antara lain :
-

Fase Akut: syok, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


Fase Subakut: infeksi dan sepsis
Fase Lanjut: parut hipertropik

1. Syok hipovolemik
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan
kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan
permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak
sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan
udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit
akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena
penguapan yang berlebihan, cairan yang masuk ke bula pada luka bakar
derajat II dan pengeluaran cairan dari kropeng pada luka bakar derajat III .
Bila luas luka bakar < 20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasi tetapi bila > 20 % terjadi Syok hipovolemik dengan
gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan
cepat,

tekanan

darah

menurun

dan

produksi

urin

berkurang.

Pembengkakan terjadi perlahan lahan dan maksimal pada delapan jam.


2. Oedem laring
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di
muka,. Dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas , asap, uap
panas yang terhisap, udem yang terjadi dapat menyebabkan gangguan
berupa hambatan jalan napas karena udem laring. Gejala yang timbul

36

adalah sesak napas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna
gelap karena jelaga.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan
terjadi mobilisasi dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh
darah ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.

3. Keracunan gas CO 1,6


Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin
tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda-tanda keracunan ringan adalah
lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat
terjadi koma. Bila > 60 % hemoglobin terikat dengan CO, penderita dapat
meninggal.
4. SIRS (systemic inflammatory respone syndrome) 1,6
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan
mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit untuk mengalami penyembuhan
karena tidak terjangkau oleh pembuluh darah kapiler yang mengalami
trombosis. Kuman penyebab infeksi berasal dari kulitnya sendiri, juga dari
kontaminasi kuman dari saluran nafas atas dan kontaminasi kuman di
lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya berbahaya karena
banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik.
Prosesnya dimulai oleh aktivasi makrofag, netrofil, dan pelepasan
mediator-mediator, yang kemudian diikuti oleh :
a. Gangguan hemodinamik berupa vasodilatasi, depresi miokardium,
gangguan sirkulasi dan redistribusi aliran.
b. Perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan,
mikroemboli, dan maldigesti aliran.
c. Gangguan oksigenasi jaringan. Ketiganya menyebabkan hipoksia
seluler dan menyebabkan kegagalan fungsi organ. Yang ditandai
dengan meningkatnya kadar limfokin dan sitokin dalam darah.
37

5. MOF (Multi Organ Failure) 1,6,10


Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar
menyebabkan gangguan sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi
menyebabkan perubahan metabolisme. Pada tahap awal terjadi proses
perubahan metabolisme anaerob yang diikuti peningkatan produksi dan
penimbunan asam laktat menimbulkan asidosis. Dengan adanya gangguan
sirkulasi dan perfusi, sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel,
iskemi jaringan akan berakhir dengan nekrosis.
Gangguan sirkulasi makro menyebabkan gangguan perfusi ke
jaringan-jaringan organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung, ginjal,
yang selanjutnya mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam
mekanisme pertahanan tubuh, terjadi gangguan pada sistem keseimbangan
tubuh (homeostasis), maka organ yang dimaksud dalam hal ini adalah
ginjal. Dengan adanya penurunan atau disfungsi ginjal ini, beban tubuh
semakin berat.
Resusitasi cairan yang inadekuat pada fase ini menyebabkan
berjalannya proses sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi
kelebihan pemberian cairan (overload) sementara sirkulasi dan perifer
tidak atau belum berjalan normal, atau pada kondisi syok; cairan akan
ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi klinisnya tampak sebagai
edema paru yang menyebabkan kegagalan fungsi paru sebagai alat
pernafasan, khususnya pertukaran oksigen dengan karbondioksida, kadar
oksigen dalam darah sangat rendah, dan jaringan hipoksik mengalami
degenerasi yang bersifat irreversible. Sel sel otak adalah organ yang
paling sensitive; bila dalam waktu 4 menit terjadi kondisi hipoksik, maka
sel sel otak mengalami kerusakan dan kematian; yang menyebabkan
kegagalan fungsi pengaturan di tingkat sentral.
Sementara edema paru juga merupakan beban bagi jantung sebagai
suatu pompa. Pada mulanya jantung menjalankan mekanisme kompensasi,
namun akhirnya terjadi dekompensasi.
6. Kontraktur 1,10,12

38

Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan


luka, terutama luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari
sisa kulit yang sehat di sekitar luka, yang tertarik ke sisi kulit yang terluka.
Kontraktur yang terkena hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat
menyebabkan terbatasnya pergerakan.
Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke4 dimana proses ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan
seluler dari penyembuhan luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi hanya
karena kehilangan lapisan superfisial dari kulit. Biasanya dengan
dilakukan eksisi dari jaringan parut yang tidak elastik ini akan
menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh kembali. Pada luka bakar yang
lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung kolagen akan meliputi
neurovascular bundles dan ensheathed flexor tendons, juga permukaan
volar dari sendi akan mengalami kontraksi atau perlekatan sehingga akan
membatasi range of motion. Kontraktur yang disebabkan oleh hilangnya
kulit atau luka bakar derajat III pada daerah persendian harus segera
dilakukan skin grafting.
K PROGNOSIS
Prognosis pada kasus luka bakar ditentukan oleh beberapa faktor, dan
menyangkut mortalitas dan morbiditas atau burn illness severity and
prediction of outcome ; yang mana bersifat bersifat kompleks. Prognosis luka
bakar tergantung pada: 1,12
1. Derajat Luka Bakar
2. Luas Permukaan
3. Daerah yang terkena luka bakar seperti perineum, ketiak, leher, dan
tangan lama sembuh karena sulit perawatan dan mudah kontraktur.
4. Usia dan kesehatan pendertia
Hal yang dapat terjadi pada penderita luka bakar setelah mengalami
suatu cedera luka bakar di antaranya sebagai berikut :
1. Sembuh tanpa cacat/ bekas luka

39

Bila luka bakarnya hanya berupa eritema ataupun vesikel yang tanpa
disertai kerusakan jaringan bawah kulit, biasanya terjadi pada luka bakar
derajat 1.
2. Sembuh dengan cacat/ bekas luka
Bila luka bakar tersebut disetai kerusakan seluruh tebal kulit dan
kerusakan pada jaringan bawah kulit. Biasanya terjadi pada luka bakar
derajat 2-3.
3. Meninggal
Biasanya terjadi pada luka bakar derajat 3 dengan luas luka lebih dari 50%
dan telah mengalami kegagalan sistem pernafasan dan sirkulasi.

40

DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka .Dalam: Syamsuhidajat R, de
jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
2. Brunner dan Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol
3. Jakarta: EGC
3. Sherwood, Lauralee. 2009. Pertahanan Tubuh. Fisiologi Manusia: Dari
Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC.
4. Dr. Marwito. Kulit/Integumentary System. Kuliah pakar blok 21. 2011
5. Moenadjat Y (2001). Luka Bakar pengetahuan klinis praktis. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Marzoeki D (1993). Ilmu Bedah Luka dan Perawatannya, Airlangga
University Press, Surabaya.
7. Dimmick AR (1983). Burn and cold injury, in hardys textbook of surgery.
Philadelphia: JB Lippincott company.
8. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK,
Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz
principal surgery. 8th ed. USA: The Mcgraw-Hill Companies
9. Christoper AS, Sarah AP. 2006. Emergency Management of Severe Burns.
Australian adn New Zealand Burn Association
10. Baue, A.E., Faist, E., Fry, E.D.2000.
Multiple Organ Failure,
Pathophisiology, Prevention and Therapy. Springer New York berlin,
Heidelberg Barcelona Budapest Hongkong London Milan Paris Santa
Clara Singapore Tokyo.
11. Kartohadmojo S. Luka Bakar. Surabaya: Airlangga University Press. 2008.
12. Sudiarto.RN & Sartono, CRNA, CCRN, RN. Luka Bakar. Basic Trauma
Cardiac Life Suport. 2011. Jakarta : Sagung Seto.
13. American College of Surgeons Committee on Trauma (2004). Advanced
Trauma Life Support. USA.

41

14. Steven J. Schwults, J Perren Cobb. Wasington Manual Of Surgery, Ed 5.


2008. Hlm: 418-425.

42

Anda mungkin juga menyukai