Disusun oleh :
Elza Devi Fitria S
8111413266
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana evolusi yang terus berkembang dari sisi keilmuan,
maka pemikiran untuk mengukuhkan keberadaan ilmu hukum untuk
menjadi sebenar ilmu juga terus berkembang. Di Indonesia, muncul yang
dinamakan hukum Progresif yang diawali pada sekitar tahun 2002. Hukum
progresif lahir karena selama ini ajaran ilmu hukum positif (analytical
jurisprudence) yang dipraktikkan pada realitas empirik di Indonesia tidak
memuaskan.
Gagasan Hukum Progresif muncul karena prihatin terhadap
kualitas penegakan hukum di Indonesia terutama sejak terjadinya
reformasi pada pertengahan tahun 1997. Jika fungsi hukum dimaksudkan
untuk turut serta memecahkan persoalan kemasyarakatan secara ideal,
maka yang dialami dan terjadi di Indonesia sekarang ini adalah sangat
bertolak belakang dengan cita-cita ideal tersebut. Untuk mencari solusi
dari kegagalan penerapan analytical jurisprudence, Hukum Progresif
memiliki asumsi dasar hubungan antara hukum dengan manusia.
Progresivisme bertolak dari pandangan kemanusiaan, bahwa manusia pada
dasarnya adalah baik, memiliki sifat-sifat kasih sayang serta kepedulian
terhadap sesama.
Dengan demikian, asumsi dasar Hukum Progresif dimulai dari
hakikat dasar hukum adalah untuk manusia. Hukum tidak hadir untuk
dirinya sendiri sebagaimana yang digagas oleh ilmu hukum positif tetapi
untuk manusia dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan
manusia. Posisi yang demikian mengantarkan satu predisposisi bahwa
hukum itu selalu berada pada status law in the making (hukum yang
selalu berproses untuk menjadi).
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
A. PRINSIP DASAR HUKUM PROGRESIF
Sosok Hukum Progresif sangat lekat dengan pencetusnya yakni
Profesor Satjipto Rahardjo. Hal demikian tidak berlebihan karena pada
kenyataannya Prof. Tjip ini tidak sekedar sebagai penggagas awal tetapi
sekaligus juga pejuang dan pengembang hukum progresif.
Gagasan hukum progresif muncul sebagai reaksi keprihatinan
terhadap keadaan hukum di Indonesia yang sedemikian rupa sehingga
muncul pendapat dari pengamat internasional hingga masyarakat awam
bahwa sistem hukum Indonesia masih jauh dari harapan dan memerlukan
pembenahan secara serius. Gagasan Hukum Progresif muncul sebagai
reaksi atas kegagalan hukum Indonesia yang didominasi doktrin
positivism dalam menanggulangi kasus-kasus korupsi dan pelanggaran
hak asasi manusia. Prinsip utama yang dijadikan landasan hukum progresif
adalah: Hukum adalah untuk Manusia, bukan sebaliknya manusia yang
dipaksa masuk dalam skema hukum. Bahkan hukum dibuat bukanuntuk
dirinya sendiri (hukum untuk hukum). Jadi manusialah yang merupakan
penentu dan dipahami dalam hal ini manusia pada dasarnya adalah baik.
Prinsip tersebut ingin mengeser landasan teori dari faktor hukum ke faktor
manusia. Konsekuensinya hukum bukan lah merupakan sesuatu yang
mutlak dan final tetapi selalu dalam proses menjadi (law as process, law
in the making) yakni menuju kualitas kesempurnaan dalam arti menjadi
bermodal
nurani
(empathy;
compassion;
dedication;
Holmes: The live of the law has not been logic. It has been
experience. Menggunakan hukum tidak semata-mata mengandalkan
logika peraturan namun juga harus mempertimbangkan hukum yang
bersumber dari pengalaman empiris misalnya kearifan lokal. Karena
bertumpu pada dua pijakan yakni peraturan dan perilaku maka hukum
progresif tidak memposisikan hukum sebagai intuisi yang netral. Hukum
Progresif merupakan hukum yang berpihak yakni memberi perhatian pada
yang lemah, pro rakyat dan pro keadilan. Hukum yang diposisikan sebagai
sebagai intuisi yang netral merupakan pengaruh dari paham liberalisme
yang apabila diterapkan pada situasi yang timpang justru cenderung
menguntungkan pihak yang kuat. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa
dalam mewujudkan tujuannya hukum bukanlah merupakan sesuatu yang
mutlak dan final tetapi selalu dalam proses menjadi (law as process, law
in the making) yakni menuju kualitas kesempurnaan dalam arti menjadi
hukum yang berkeadilan, hukum yang mampu mewujudkan kesejahteran
atau hukum yang peduli terhadap rakyat. Bahkan hukum progresif
menginisiasi konsep rule breaking yakni merobohkan hukum yang
dipandang tidak mampu mewujudkan keadilan dan membangun kembali
hukum yang lebih baik.
bertolak
dari
realitas
empirik
tentang
bekerjanya
hukum
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keadilan menurut hukum progresif adalah keadilan subtantif.
Keadilan yang didasarkan pada nilai-nilai keseimbangan atas persamaan
hak dan kewajiban. Nilai-nilai keadilan tersebut berasal lansung dari
masyarakat dan bukan nilai-nilai keadilan yang tekstual dan hitam putih
yang memiliki makna terbatas.