Anda di halaman 1dari 41

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap

Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam


suatu tahun pajak.
1. Subjek Pajak Penghasilan dan Pengecualiannya
1.1.
Yang menjadi Subjek Pajak, menurut Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:
a. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak; dan
b. Badan; dan
c. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Menurut Pasal 2 ayat (2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek
pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Pasal 2 ayat (3) mengatakan bahwa subjek pajak dalam negeri
adalah:
a. Orang Pribadi Bertempat tinggal/ berada di Indonesia lebih dari
183 hari dalam 12 bulan;

atau Dalam suatu tahun pajak

berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di


Indonesia.
b. Badan yang Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu badan pemerintah yang memenuhi
kriteria:
1. Pembentukannya berdasarkan peraturan perundangan.
2. Pembiayaan bersumber APBN/ APBD.
3. Penerimaannya dimasukkan dalam APBN/ APBD.
4. Pembukuannya
diperiksa
oleh
aparat
pengawasan
fungsional negara.
c. Warisan yang belum

terbagi

sebagai

satu

kesatuan

menggantikan yang berhak.


Menurut Pasal 2 ayat (4) subjek pajak luar negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia/
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di

Indonesia,

yang

menjalankan

usaha

atau

melakukan

kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan


b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia/
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia yang menerima atau memperoleh penghasilan

dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau kegiatan


melalui BUT di Indonesia.
Menurut Pasal 2 ayat (5), Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk
usaha

yang

dipergunakan

oleh

orang

pribadi

yang

tidak

bertempat tinggal di Indonesia. orang pribadi yang berada di


Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen;
b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang;
h. Ruang untuk promosi dan penjualan;
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. Perikanan,
peternakan,
pertanian,
perkebunan,

atau

kehutanan;
l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. Pemberian jasa, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam
puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
n. Orang atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
o. Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak
didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang menerima
premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang
dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi
elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
1.2.
Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan
a. Badan Perwakilan negara asing;
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic, dan konsulat atau
pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan

kepada

mereka

yang

bekerja

pada

dan

bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat


bukan

warga

negara

Indonesia

dan

di

Indonesia

tidak

menerima atau memperoleh penghasilan lain dari luar jabatan

atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan


memberikan perlakukan timbal balik;
c. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain

untuk

memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian


pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota ;
3) pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan
syarat

bukan

warga

negara

Indonesia

dan

tidak

menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk


memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2. Objek Pajak Penghasilan dan Pengecualiannya
2.1. Objek Pajak Penghasilan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak

Penghasilan,

yang

menjadi

objek

pajak

adalah

penghasilan, yaitu setiap tambahan ekonomis yang diterima


atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk:
1. Penggantian atau imbalan berkenan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pension,

atau

imbalan

dalam

bentuk

lainnya,

kecuali

ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;


2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan;
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena pekerjaan atau karena pengalihan harta
termasuk:
a. Keuntungn karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal;

b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang


saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan,
persekutuan dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran,

pemecahan,

pengambilalihan

usaha,

reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;


d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada
keluarga sedarah dalam garis keturuanan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi
yang

menjalankan

ketentuannya

diatur

usaha

mikro

dan

kecil,

lebih

lanjut

dengan

yang

Peraturan

Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan


usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara
pihak-pihak yang bersangutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian
atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam
pembiayaan,

atau

pertambangan;
5. Penerimaan kembali
dibebankan

sebagai

permodalan

dalam

pembayaran

pajak

biaya

dan

perusahaan
yang

pembayaran

telah

tambahan

pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang;
7. Dividen dengan nama dalam bentuk apa pun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis,
dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aset;

14. Premi Asuransi


15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan
usaha atau pekerja bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenai pajak;
17. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undangundang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata
cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia

2.2.

Penghasilan

yang

Dikecualikan

sebagai

Objek

Penghasilan
Pengecualian objek pajak diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UndangUndang Pajak Penghasilan, yaitu:
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh

penerima

zakat

yang

berhak

atau

sumbangan

keagamaan yang bersifat wajib bagi pemeluk agama yang


diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah;
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara
pihak-pihak yang bersangkutan;

3. Warisan;
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b UU
PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
5. Pengganti atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
dan/atau

kenaikan

kenikmatan

dari

Wajib

Pajak

atau

Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak,


Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib
Pajak

yang

menggunakan

norma

perhitungan

khusus

(deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;


6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan

dengan

asuransi

kesehatan,

asuransi

kecelakaan asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi


beasiswa;
7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan

terbatas

sebagi

Wajib

Pajak

dalam

negeri,

koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik


daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan
syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan
badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal disetor.
8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik
yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension
dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
keputusan Menteri Keuangan;
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas

saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,


termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan
modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan
usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau
yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; atau
b. Sahamnya tidak
Indonesia;
12. Beasiswa yang

diperdagangkan

memenuhi

di

bursa

persyaratan

efek

tertentu

di

yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan


Peraturan Menteri Keuangan
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau
bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada

instansi

yang

membidanginya,

yang

ditanamkan

kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan


pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam
jangka

waktu

paling

lama

(empat)

tahun

sejak

diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur


lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh

Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu,


yang

ketentuannya

diatur

lebih

lanjut

dengan

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


4. Beban-beban yang Boleh dijadikan Sebagai

atau

Pengurang

Penghasilan
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya
Penghasilan kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi

biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,


termasuk:
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain:
a. Biaya pembelian bahan;
b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,
gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
c.
d.
e.
f.
g.

diberikan dalam bentuk uang;


Bunga, sewa, dan royalti;
Biaya perjalanan;
Biaya pengolahan limbah;
Premi asuransi;
Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan menteri keuangan;


h. Biaya administrasi; dan
i. Pajak kecuali Pajak Penghasilan;
2. Penyusutan atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal
11A UU Pajak Penghasilan;
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
4.

oleh menteri keuangan;


Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki
dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;


5. Kerugian selisih kurs mata uang asing;
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan
di Indonesia;
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak
dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang
negara;

atau

adanya

perjanjian

tertulis

mengenai

penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan


debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam

penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari


debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang
tertentu;
d. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku
untuk

penghapusan

piutang

tak

tertagih

debitur

kecil

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh;


Yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan

Peraturan

menteri

keuangan;

(PMK

No.

57/PMK.03/2010)
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
10.
Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
11.
Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah;
12.
Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur
dengan peraturan pemerintah;
13.
Sumbangan dalam rangka

pembinaan

olahraga

yang

ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. (PP No. 93


tahun 2010)
5. Beban yang Tidak

Boleh

Dijadikan

sebagai

Pengurang

Penghasilan
Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usahan tetap tidak boleh dikurangkan:
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti
dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
3. Pembetukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan
usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan
hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
anjak piutang;

b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan


sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial;
c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan;
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;
dan
f. Cadangan

biaya

penutupan

dan

pemeliharaan

tempat

pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah


industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan menteri Keuangan; (PMK No.
81/PMK.03/2009)
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh
Wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib
Pajak yang bersangkutan;
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai
serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri keuangan; (PMK No. 83/.03/2009)
5. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang

saham

hubungan

istimewa

atau

kepada

sebagai

pihak

imbalan

yang

mempunyai

sehubungan

dengan

pekerjaan yang dilakukan;


6. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf
b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui
di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya


diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
7. Pajak Penghasilan;
8. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan ntuk kepentingan
pribadi Wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
9. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
10.
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundang undangan di bidang perpajakan.
6. Perhitungan Pajak Penghasilan Akhir Tahun
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT, pada akhir tahun dilakukan
perhitungan pajak terutang untuk tahun bersangkutan. Pajak yang
terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang
bersangutan, baik pajak yang telah dipotong oleh pihak lain maupun
pajak yang disetor sendiri, akan menghasilkan kurang bayar atau
lebih bayar.
1. Kompensasi Kerugian
Apabila penghasilan broto setelah dikurangi dengan pengurangan
yang diperkenankan diperoleh kerugian, kerugian tersebut dapat
dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal
selama lima tahun berturut-turut, dimulai sejak tahun berikutnya
sesudah tahun terjadinya kerugian tersebut. Misalnya, Wajib Pajak
ABC mengalami kerugian fiskal tahun pajak 2011. Kerugian
tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto atau
laba fiskal tahun 2012, 2013,2014, 2015 dan 2016. Apabila
setelah

kerugian

tersebut

dikompensasikan,

sisa

kerugian

tersebut tidak dapat lagi dikompensasikan dengan penghasilan


neto atau laba fiskal tahun 2017 atau sesudahnya.
WP Orang Pribadi
Beban pajak terutang
Kredit pajak
Pemotongan
pemberi
21)

kerja

115.450.000
oleh
(PPh

(15.850.000
)

Pemungutan

oleh

pihak lain (PPh 22)


Pemotongan
atas
penerimaan

(3.250.000)

(5.650.000)

penggunaan

aset

(PPh 23)
Kredit
pajak

luar (16.525.000

negeri (PPh 24)


)
Pembayaran sendiri
(23.825.000
angsuran pajak (PPh
)
25)
Total kredit pajak
Pajak kurang (lebih) bayar

(65.100.000)
Rp
50.350.000,00

2. Tarif Pajak
a. Tarif Pajak Penghasilan WP Badan Dalam Negeri dan BUT
Sejak Januari 2010, tarif pajak penghasilan WP Badan Dalam
Negeri dan BUT adalah 25%.
b. Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri
Tarif Pajak yang ditetapkan atas Penghasilan Kena Pajak Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
Tarif Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000
Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000
Di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000
Di atas Rp 500.000.000

Tarif Pajak
5%
15%
25%
30%

Untuk keperluan penerapan tarif pajak atas penghasilan Kena Pajak,


jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan dahulu ke bawah dalam
ribuan rupiah penuh. Misalnya Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp
231.450.990. Untuk penerapan tarif dibulatkan ke bawah menjadi Rp
231.450.000.
7. Rekonsiliasi Laba Fiskal dengan Laba Konvensional
Penyesuaian fiskal diperlukan karena terdapat beberapa perbedaan
antara prinsip pembukuan menurut laporan keuangan secara fiskal
dengan laporan keuangan secara konvensional. Hal ini disebabkan
karena secara konvensional diatur oleh PSAK dan secara fiskal diatur
oleh UU Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.

1. Penyesuaian Fiskal Positif sesuai dengan UU PPh Pasal 9:


a. Penyesuaian fiskal positif akan mengakibatkan

jumlah

penghasilan menjadi lebih besar sehingga menaikkan pajak


terutang, pada umumnya timbul akibat biaya-biaya yang
secara komersial diakui, tetapi tdak secara fiskal.
b. Penyesuaian fiskal positif itu dikelompokkan dalam beberapa
bagian, yaitu:
1) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pemegang saham, sekutu, atau anggota;
Termasuk dalam katagori ini adalah pemberian deviden
terselubung

yang

dapat

berupa

premi

asuransi

jiwa

pemegang saham, pembayaran listrik dan telepon rumah


pemegang saham, biaya pemeliharaan kendaraan pribadi
pemegang

saham,

pembayaran

PBB

rumah

pemegang saham, sekutu, atau anggota.


2) Pembentukan dan pemupukan dana cadangan;
Pembentukan dan pemupukan dana cadangan

pribadi

dalam

penyesuain fiskal tidak termasuk pemupukan cadangan bagi


usaha perbankan dan asuransi, sewa guna usaha dengan
pihak opsi, dan cadangan biaya reklamasi bagi usaha
pertambangan.
3) Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam
bentuk natura dan kenikmatan;
4) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan
istimewa sehubungan dengan pekerjaan;
5) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan;
Termasuk dalam katagori ini adalah pemberian beasiswa
yang tidak memiliki ikatan dengan perusahaan;
6) Pajak penghasilan;
7) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma,
atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham;
8) Sanksi administrasi di bidang perpajakan;
9) Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal;
Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif
penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:

10)

Kelompok
Harta
Berwujud

Tarif Penyusutan
sebagaimana
dimaksud dalam
Ayat
Ayat
(1)
(2)

Masa
Manfaat

Bukan
Bangunan:
Kelompok 1
4 tahun
Kelompok 2
8 tahun
Kelompok 3
16 tahun
Kelompok 4
20 tahun
Bangunan:
Permanen
20 tahun
Tidak
Permanen
10 tahun
penyusutan komersial di atas
Untuk

menghitung

25%
12,50%
6,25%
5%

Selisih

50%
25%
12,50%
10%

5%
amortisasi fiskal;

amortisasi,

masa

manfaat

dan

tarif

amortisasi ditetapkan sebagai berikut:


Kelompok Harta
Tak Berwujud
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelompok

1
2
3
4

Masa
Manfaat
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun

Tarif Amortisasi
berdasarkan metode
Garis
Saldo
Lurus
Menurun
25%
50%
12,50% 25%
6,25%
12,50%
5%
10%

11)
Biaya yang ditangguhkan pengakuannya;
12)
Penyesuaian fiskal positif lainnya.
Contoh pengeluaran yang termasuk kelompok ini adalah:
i.
Perjalanan dinas pegawai tanpa disertai bukti-bukti;
ii.
Pembagian bonus, tantiem, gratifikasi, maupun jasa
iii.

produksi yang dibebankan pada laba ditahan;


PPh ditanggung perusahaan atas sewa rumah yang

iv.

ditempati pegawai;
Biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan di

v.

luar negeri;
Pajak masukan untuk perolehan BKP/JKP sesuai dengan

vi.

Pasal UU PPh;
Biaya entertaiment

vii.

nominative;
Biaya promosi yang tidak didukung bukti;

yang

tidak

dibuatkan

daftar

viii.

Kerugian pengalihan harta yang tidak digunakan untuk

ix.

usaha;
Macam-macam biaya yang tidak didukung oleh bukti-

bukti;
2. Penyesuaian Fiskal Negatif
a. Penyesuaian fiskal negatif mengakibatkan jumlah penghasilan
menjadi lebih kecil sehingga menurunkan pajak terutang.
b. Penyesuaian fiskal negatif dikelompokkan menjadi:
1) Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal;
2) Selisih amortisasi komersial di bawah penyusutan fiskal;
3) Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya;
4) Penyesuaian fiskal positif lainnya.
3. Beda Permanen dan Temporer
a. Beda Permanen
Timbul sebagai akibat adanya perbedaan pengakuan antara
fiskal dan pembukuan yang tidak akan terpulihkan di masa
yang akan datang. Contoh deductible expenses, Objek PPh
Final.
b. Beda Temporer
Menurut PSAK

46

Revisi

2015,

Beda

Temporer

adalah

perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas dalam


laporan posisi keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya.
Perbedaan temporer dapat berupa:
1) Perbedaan temporer kena pajak yaitu perbedaan temporer
yang menimbulkan jumlah kena pajak dalam penentuan
laba kena pajak (Rugi pajak) periode masa depan ketika
jumlah

tercatat

aset

atau

liabilitas

dipulihkan

atau

diselesaikan; atau
2) Perbedaan temporer dapat dikurangkan yaitu perbedaan
temporer

yang

menimbulkan

jumlah

yang

dapat

dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak (rugi pajak)


periode masa depan ketika jumlah tercatat aset atau
liabilitas dipulihkan atau diselesaikan
Format Rekonsiliasi Fiskal
xx
Laba menurut Laporan Keuangan Komersial
Ditambah Koreksi Positif :
Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan

x
xx

Pengeluaran

berkaitan

penghasilan

x
bukan xx

objek pajak
x
Pengeluaran berkaitan penghasilan objek pajak xx
final
x
Beda Perhitungan akuntansi komersial dgn xx
peraturan pajak

x
xx

Jumlah Koreksi Positif

Dikurangi Koreksi Negatif :


xx
Penghasilan bukan objek pajak

x
xx

Penghasilan yang merupakan objek pajak final x


Beda Perhitungan akuntansi komersial dgn xx
peraturan pajak

x
xx

Jumlah Koreksi Negatif

x
xx

Laba/Rugi Fiskal

x
xx

Kompensasi Kerugian

x
xx

Penghasilan Kena Pajak

x
xx

PPh Terutang

x
xx

Laba Setelah Pajak

JENIS-JENIS PAJAK PENGHASILAN


1. PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang

diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri


sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
Pemotong PPh Pasal 21 Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER - 32/PJ/2015.
Tarif PTKP terbaru selama setahun untuk perhitungan PPh Pasal
21 menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015
adalah sebagai berikut:
Rp
36.000.000,- untuk
pribadi dan istri

yang

diri Wajib

penghasilannya

Pajak

orang

digabung dengan

penghasilan suami.

Rp 3.000.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

Rp 3.000.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga


sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 rang untuk setiap keluarga.

Kasus Karyawan Berpenghasilan Tetap dan Menerima Bonus


Tahunan
Budiyanta pada tahun 2016 bekerja di PT Aman Bahagia dengan gaji
sebulan Rp 8.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp.
200.000,00. Budiyanta menikah tetapi belum mempunyai anak.
Pada bulan Oktober 2013 menerima bonus tahunan sebesar Rp
20.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji
Gaji setahun
Penghasilan
setahun
Pengurangan :

12
bruto

Biaya Jabatan
Iuran Pensiun
Penghasilan
setahun

5%
12
Neto

8.00
96.000
x 0.000
= .000
96.000
.000
96.00
(4.800.
x 0.000
= 000)
2
(2.400.
00.000
000)
88.80
0.000

PTKP setahun :
- untuk diri sendiri
- tambahan WP kawin
Penghasilan
Kena
setahun
PPh Pasal 21 setahun

Pajak

(36.000.
000)
(3.000.
000)
49.800
.000

49.80 =
2.490
x 0.000
.000
2.49
0.000
2.49
2
0.000
/ 12
= 07.500
5%

PPh 21 Setahun
PPh 21 Perbulan

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus


Gaji setahun

12

Bonus
Penghasilan
bruto
setahun (I)
Pengurangan :
Biaya Jabatan

5%

Iuran Pensiun
12
Penghasilan Neto
setahun Gaji +
Bonus (I - II)
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri
tambahan
WP
kawin
Penghasilan
Kena
Pajak
setahun
PPh Pasal 21 setahun atas
Gaji + Bonus :
5%
15%

8.00
96.00
x 0.000
= 0.000
20.00
0.000
116.00
0.000
116.00
(5.800
x 0.000
= .000)
2
(2.400
00.000
.000)
107.8
00.000
(36.000
.000)
(3.000
.000)
68.80
0.000

5000000 =
2.50
x 0
0.000
x
18.80
2.82

0.000
PPh 21 Setahun
5.32
0.000 / 12

PPh 21 Perbulan
dibulatkan

0.000
5.3
20.000
4
= 43.333
4
43.000

PPh 21 atas Bonus


5.
PPh 21 atas Gaji dan 320.00
Bonus
0
2.
490.00
PPh 21 atas Gaji
0
2.
830.00
0
PPh 21 atas Bonus
2.83
perbulan
0.000
/ 12
Dibulatkan

2
35.833
235.000

2. PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Ps. 22) adalah salah satu bentuk
pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan
oleh pihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22
dikenakan

terhadap

kegiatan

perdagangan

barang.

Titik

pengenaannya ada yang dilakukan pada saat penjualan atau pada


saat pembelian.
Berdasarkan PMK Nomor 16/PMK.010/2016 Pasal 1 disebutkan pihakpihak yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan PPh pasal 22,
yaitu:
1.
atas

Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai,


impor

barang

ekspor komoditas tambang batubara,

mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh


eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat
dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan
Kontrak Karya;

2.

Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, yang


melakukan pembayaran atas pembelian barang.
3.

Bendahara Pengeluaran berkenaan dengan pembayaran

atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang


persediaan (UP).
4.

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit

Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa


Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS).
5.

Badan Usaha tertentu meliputi:


a. Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan.
b. Badan Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh
Pemerintah setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan
restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham
milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara lainnya.
c. Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh
Badan Usaha Milik Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja
Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk
Kalimantan

Timur,

PT

Pupuk

Iskandar

Muda,

PT

Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan


Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa
Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya
Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma
Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT
Tambang

Timah,

PT

Terminal

Petikemas

Surabaya,

PT

Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank


BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan
untuk keperluan kegiatan usahanya

6.

Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri

semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan


industri farmasi, atas

penjualan hasil produksinya kepada

distributor di dalam negeri.


7.

Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang

Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas


penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri.
8.

Industri

atau

eksportir

yang

bergerak

dalam

sektor

kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan,


atas

pembelian

bahan-bahan

berupa

hasil

kehutanan,

perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum


melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya
atau ekspornya.
9.

Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar

gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan


bakar gas, dan pelumas.
10.

Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian

komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan


logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan.
11.

Badan usaha yang memproduksi emas batangan, termasuk

badan usaha yang memproduksi emas batangan melalui pihak


ketiga, atas penjualan emas batangan di dalam negeri.
Berdasarkan PMK Nomor 16/PMK.010/2016 Pasal 3 Pemungutan
PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas transaksi-transaksi berikut:
1. Diberikan Pengecualian dengan Diterbitkannya Surat Keterangan
Bebas PPh oleh Direktur Jenderal Pajak
b) Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan
ketentuan

peraturan

perundang-undangan

tidak

terutang

Pajak Penghasilan,
c) Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan
atau PPN, terdiri dari:
Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya
yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik,

Barang

untuk

keperluan

badan

internasional

beserta

pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang


paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan
menteri

keuangan

yang

mengatur

tentang

tata

cara

pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor


barang untuk keperluan badan internasional beserta para

pejabatanya yang bertugas di Indonesia,


Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal,
sosial,

kebudayaan

atau

penanggulangan bencana,
Barang untuk keperluan

untuk

museum,

kepentingan

kebun

binatang,

konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka

untuk umum,
Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu

pengetahuan,
Barang untuk

penyandang cacat lainnya,


Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu

jenazah,
Barang pindahan,
Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut,

keperluan

khusus

kaum

tunanetra

dan

pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah


tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

kepabeanan,
Barang yang

diimpor

oleh

Pemerintah

Pusat

atau

Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan

umum,
Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk
suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan

dan keamanan negara,


Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan

barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara,


Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan

Imunisasi Nasional (PIN),


Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku
pelajaran agama,

Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau,


kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda,
kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang
serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan
manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan

ikan nasional,
Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan
penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan

digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional,


Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk
pembuatan, perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana

yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia,


Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan
foto

udara

dilakukan

wilayah

oleh

Negara

Kementerian

Republik

Indonesia

Pertahanan

atau

yang

Tentara

Nasional Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.


d) Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata
dimaksudkan

untuk

diekspor

kembali,

contohnya

adalah

barang pameran, setelah pameran selesai maka barangbarang pameran tersebut harus diekspor kembali.
e) Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang
telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang
sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan
perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi
syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dasar Pengenaan dan Tarif PPh Pasal 22 sesuai dengan PMK Nomor
16/PMK.010/2016 Pasal 2 adalah sebagai berikut:
1. Besarnya pungutan PPh Pasal 22 dipungut atas kegiatan impor
barang adalah:
a) Barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan sebesar 10% dari
Nilai Impor.

b) Barang-barang tertentu yang tercantum dalam Lampiran II


sebesar 7,5% dari Nilai.
c) Impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl),
sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai,
gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor;
d) Impor yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai
impor,
e) Impor yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah
persen) dari harga jual lelang.
2. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral

bukan

logam,

sesuai

uraian

barang

dan

pos

tarif /Harmonized System (HS) sebagaimana tercantum dalam


Lampiran III ini, oleh eksportir kecuali yang dilakukan oleh
Wajib Pajak yang

terikat

dalam

perjanjian

kerjasama

pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya, sebesar 1,5%


(satu

koma

lima

persen)

dari

nilai

ekspor

sebagaimana

tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang.


3. Pembelian
barang dan/atau bahan-bahan
untuk

keperluan

kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)


huruf e, sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari harga
pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
4. PPh Pasal 22 atas Penjualan Bahan Bakar Minyak, Gas dan
Pelumas
a) Bahan Bakar Minyak sebesar:
0,25% dari penjualan

tidak

termasuk

PPN

untuk

penjualan kepada SPBU Pertamina,


0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan

kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU,


0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak

termasuk Pajak
b) Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak
termasuk PPN,
c) Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN.
5. PPh Pasal 22 atas Penjualan oleh Badan Usaha Industri Tertentu
a) Atas penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,10% dari
dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
(PPN),

b) Atas penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar


0,25% dari DPP PPN,
c) Atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua
atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% dari DPP PPN,
d) Atas penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,30% dari DPP
PPN.
e) Atas penjualan semua jenis obat sebesar 0,30% dari dasar
pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
6. PPH Pasal 22 atas Penjualan Kendaraan Bermotor di Dalam
Negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen
Pemegang Merek (APM) dan Importir sebesar 0,45% dari DPP
7. Tarif PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir
yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan dari pedagang pengumpul adalah sebesar 0,25%
dari harga pembelian tidak termasuk PPN, bersifat tidak final.
8. Atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan oleh industri atau badan usaha sebesar 1,5%
(satu koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai.
9. Atas penjualan emas batangan

oleh

badan

usaha

yang

memproduksi emas batangan, termasuk badan usaha yang


memproduksi emas batangan melalui pihak ketiga, sebesar
0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari harga jual emas
batangan.
10.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF)
ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan

berdasarkan

ketentuan

peraturan

perundang-

undangan kepabeanan di bidang impor.


Kasus

Pembelian

negeri

oleh

usahanya.

Barang

BUMN

dan/atau

tertentu

untuk

bahan-bahan
keperluan

dalam

kegiatan

PT Truckindo menjual truck khusus pengangkut sampah kepada


Bendaharawan Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Jakarta Barat
Senilai Rp 100.000.000 tidak termasuk PPN.
Pembahasan
Rp100.000.
000
Rp10.000.0
00
Rp110.000.
000

Harga Truck tanpa PPN


PPN (10%)
Harga Jual Termasuk PPN
PPN dipungut oleh bendaharawan

(Rp10.000.0
00)
Rp100.000.
Dasar Pengenaan PPh Pasal 22
000
(Rp1.500.00
PPh Pasal 22 (1,5 x Rp 100.000.000)
0)
Pembayaran
yang
diterima
PT Rp98.500.0
Truckindo
00
(10/110 x Rp 100.000.000)

Bendaharawan Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Jakarta Barat


wajib menyetorkan PPh Pasal 22 yang dipungut tersebut ke Bank
paling lambat hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
dengan menggunakan SSP. SSP tersebut ditandatangani oleh
bendaharawan tetapi nama dan NPWP-nya tertulis atas nama PT
Truckindo serta tanpa membuat bukti potongan/pungutan khusus.
Kasus Impor Barang Luar Negeri
WP dengan API melakukan impor dengan nilai Cpst USD 1.000,
Insurance USD 50, Freight USD 200, Bea Masuk 20% dengan nilai
kurs Menteri Keuangan = Rp 8.000 per dolar

Nilai Cost
Insurance

$1.0
00
$50

x Rp8.000
x Rp8.000

=
=

Freight

$200

x Rp8.000

Nilai CIF
Bea Masuk
Nilai Impor

=
20%

=
=

Rp8.000.0
00
Rp400.000
Rp1.600.0
00
Rp10.000.
000
Rp2.000.0
00
Rp12.000.

000
Perusahaan sudah memiliki API
PPh
Pasal 2,50
Rp12.000.
22 =
%
x 000

= Rp300.000

Jika Perusahaan tidak memiliki API


PPh
Pasal 7,50
Rp12.000.
22 =
%
x 000

= Rp900.000

3. PPh Pasal 23
Menurut UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, Pajak
Penghasilan

pasal

23

adalah

pajak

yang

dikenakan

pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan


penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Umumnya
penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak.
Pihak yang menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa
akan dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau
pembeli atau penerima jasa akan memotong dan melaporkan PPh
pasal 23 tersebut kepada kantor pajak.
Tarif yang dikenakan nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau
jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan
pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objeknya.
Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23:
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas:
a. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi
dikenakan final, bunga dan royalti;
b. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh
pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain
yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa
tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas

imbalan jasa

teknik, jasa

manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.


4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah
yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
141PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal

24

Agustus

2015. Berikut

ini

adalah daftar

jasa

lainnya

tersebut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Penilai (appraisal);
Aktuaris;
Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
Hukum;
Arsitektur;
Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
Perancang (design);
Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan
gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha
Tetap (BUT);
i. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan
minyak dan gas bumi (migas);
j. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas
bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
k. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
l. Penebangan hutan;
m. Pengolahan limbah;
n. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing
services);
o. Perantara dan/atau keagenan;
p. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)
dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
q. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan
oleh KSEI;
r. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
s. Mixing film;
t. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide,
klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
u. Jasa
sehubungan
dengan software atau hardware atau
sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan
perbaikan.
v. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
w. Internet termasuk sambungannya;
x. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data,
informasi, dan/atau program;
y. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
z. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan
oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi
dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;

aa. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.


ab. Maklon;
ac.Penyelidikan dan keamanan;
ad. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
ae. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa,
media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi, dan/atau jasa periklanan;
af. Pembasmian hama;
ag. Kebersihan atau cleaning service;
ah. Sedot septic tank;
ai. Pemeliharaan kolam;
aj. Katering atau tata boga;
ak. Freight forwarding;
al. Logistik;
am. Pengurusan dokumen;
an. Pengepakan;
ao. Loading dan unloading;
ap. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan
oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka
penelitian akademis;
aq. Pengelolaan parkir;
ar. Penyondiran tanah;
as.Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
at. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
au. Pemeliharaan tanaman;
av.Permanenan;
aw. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan,
peternakan dan/atau perhutanan;
ax. Dekorasi;
ay. Pencetakan/penerbitan;
az.Penerjemahan;
ba. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam
Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
bb. Pelayanan pelabuhan;
bc. Pengangkutan melalui jalur pipa;
bd. Pengelolaan penitipan anak;
be. Pelatihan dan/atau kursus;
bf. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
bg. Sertifikasi;
bh. Survey;
bi. Tester;
bj. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya
dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah).
Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih
tinggi dari tarif PPh Pasal 23. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah

penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau


telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek
pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak
dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:

Pembayaran

gaji,

pembayaran

lain

upah,
sebagai

honorarium,
imbalan

tunjangan

sehubungan

dan

dengan

pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga


kerja

kepada

tenaga

kerja

yang

melakukan

pekerjaan,

berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;

Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material


(dibuktikan dengan faktur pembelian);

Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk


selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan
faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);

Pembayaran

penggantian

biaya (reimbursement)

yaitu

penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata


telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
(dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang
telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:

Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa


katering;

Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan


jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final.

Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas:


1. Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank;
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa
guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen

atau

bagian

laba

yang

diterima

atau

diperoleh

perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi,


BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;


b. Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
c. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
d. SHU

koperasi

yang

dibayarkan

oleh

koperasi

kepada

anggotanya;
e. Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan
usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur
pinjaman dan/atau pembiayaan.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 23
PT.

Maju

Makmur

Mandiri

pada

tanggal

September

2015

melakukan pembayaran atas sewa mobil yang disewanya dari CV.


SB Rent sebesar Rp. 40 Juta untuk sewa mobil selama 4 bulan
(September 2015 s/d Desember 2015). Kedua perusahaan baik PT.
MMM maupun CV. SB Rent telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP). Bagaimana Jurnal untuk kedua perusahaan
tersebut?
Pembahasan
Untuk contoh soal di atas maka PT. MMM harus memotoh PPh pasal
23 dengan tarif 2% dari pembayaran persewaan mobil tersebut, dan
pemotongan pajak oleh PT. MMM tersebut merupakan kredit pajak
bagi

CV.

SB

Rent.

Sebaliknya bagi CV. SB Rent wajib memungut PPN sebesar 10%


yang merupakan Pajak Masukan bagi PT. MMM.
PPh Pasal 23 = 2% x Rp. 40.000.000,= Rp. 800.000,PT. MMM
01 - 09 - 15

Sewa Dibayar Dimuka


PPN Masukan

Rp. 40.000.000,Rp. 4.000.000,-

Utang PPh Pasal 23

Rp.

Kas

Rp.

800.000,43.200.000,(Jurnal pembayaran sewa mobil Sep - Des 2015)


30 - 09 - 15

Beban Sewa
Rp. 10.000.000,Sewa Dibayar Dimuka
Rp.

10.000.000,(Jurnal penyesuaian pengakuan beban sewa)

CV. SB Rent
01 - 09 - 15

Kas
UM PPh Pasal 23
PPN Keluaran

Rp. 43.200.000,Rp.
800.000,Rp.

4.000.000,Pendapatan Sewa Diterima Dimuka

Rp.

40.000.000,(Jurnal penerimaan pembayaran sewa mobil Sep - Des


2015)
30 - 09 - 15
10.000.000,-

Pendapatan Sewa Diterima Dimuka

Rp.

Pendapatan Sewa

Rp.

10.000.000,(Jurnal penyesuaian pengakuan pendapatan sewa)


5. PPh Pasal 24
Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24) pada dasarnya adalah
sebuah peraturan
memanfaatkan

yang

kredit

mengatur
pajak

hak

mereka

di

wajib

pajak

untuk

luar

negeri,

untuk

mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia.


Sehingga,

jumlah

pajak

yang

harus

dibayar

di

Indonesia

dapatdikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di


luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi
hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk
memotong hutang pajak Indonesia adalah sebagai berikut:

1. pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta


keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya;
2. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan
dengan penggunaan harta-benda bergerak;
3. penghasilan

berupa sewa yang

berkaitan

dengan

penggunaan harta-benda tidak bergerak;


4. penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan;
5. pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri;
6. penghasilan

dari

pengalihan

sebagian

atau

seluruh hak

penambangan atau tanda keikutsertaan dalam pembiayaan


atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan;
7. keuntungan dari pengalihan aset tetap;
8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari
suatu bentuk usaha tetap (BUT).
Jika nilai pajak di luar negeri yang telah Anda gunakan sebagai
kredit pajak di Indonesia, telah berkurang atau dikembalikan kepada
Anda, sehingga nilai kredit Anda kurang untuk menutup pajak
terhutang Anda di sini, maka Anda harus membayar jumlah
terhutang tersebut ke kantor pelayanan pajak Indonesia.
6. PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran
Pajak Penghasilan secara angsuran. Tujuannya adalah untuk
meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang
harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus
dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan. Besarnya angsuran PPh
Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah
tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh
yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:

Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai


tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi

yang tidak memiliki NPWP) dan pasal 23 (15% berdasarkan


dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa
dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan
yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak
memiliki NPWP);

Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri


yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total
bulan dalam pajak masa setahun.

Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan


Pasal 25 (PPh Pasal 25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP),
yaitu:

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT), yaitu


yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun
eceran, serta jasa dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25
bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat
usaha.

Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP


OPSPT), yaitu pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki
usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP)
x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).

Pembayaran angsuran PPh 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu


= Penghasilan Kena Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf
b UU PPh).
7. PPh Pasal 26
Pajak
Penghasilan

(PPh)

pasal

26

adalah

PPh

yang

dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia


yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain

bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia


Pemotongan PPh 26
Pemotongan PPh 26 wajib dilakukan oleh:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak dalam negeri;
3. Penyelenggara Kegiatan;
4. BUT

5. Perwakilan perusahaan luar negeri

lainnya

selain

BUT di

Indonesia
Tarif dan Objek PPh 26
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa:
a. dividen
b. bunga
termasuk
premium,
diskonto,

dan

sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;


c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehungan
d.
e.
f.
g.
h.

imbalan
dengan

penggunaan harta;
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan;
hadiah dan penghargaan;
pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
keuntungan karena pembebasan utang.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 26


Jane adalah atlet Singapura. Dalam bulan Mei 2007 mengikuti
perlombaan lari marathon di Indonesia, dan merebut hadiah sebesar
US$20.000. Kurs untuk US$1 pada saat itu adalah Rp8.500.
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh penyelenggara kegiatan di
Indonesia adalah:
20% x US$20.000 x Rp8.500 = Rp 34.000.000
2. Tarif 20% dari penghasilan neto berupa :
a. penghasilan dan penjualan harta di Indonesia
b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung
maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar
negeri.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 26
PT. Ananda merupakan perusahaan persewaan gedung kantor. Pada
tahun 2007 mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan
asuransi di Luar Negeri Bulding Life Inc. Premi yang dibayar oleh PT
Ananda kepada Buliding Life Inc. sebesar Rp 1.000.000.000
PPh pasal 26 yang dipotong oleh PT. Ananda adalah:
20% x 50% x Rp 1.000.000.000 = Rp 100.000.000
Keterangan:
- Penghasilan neto = perkiraan penghasilan neto x penghasilan

besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 50% dari jumlah

premi yang dibayar (penghasilan bruto)


3. Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak
dari suatu BUT di Indonesia yang penghasilan atau bagian
labanya tidak ditanamkan kembali di Indonesia. Jika penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan
tersebut tidak dipotong PPh pasal 26.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 26
Suatu bentuk usaha tetap di Indonesia memperoleh Penghasilan
Kena Pajak sebesar
Rp 17.500.000.
PPh pasal 26 dihitung sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak

Rp

17.500.000.000
PPh terhutang:
25% x Rp 17.500.000

Rp

4.375.000.000 (-)
Penghasilan setelah dikurangi pajak

Rp

13.125.000.000
PPh Pasal 26 yang terhutang:
20% x Rp 13.125.000.000 Rp 2.625.000.000
4. Tarif Berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
8. PPh Pasal 29
PPh Pasal 29 merupakan sisa pembayaran pajak yang masih harus
dibayarkan.
Contoh Perhitungan Pelunasan PPh Pasal 29 Wajib Orang
Pribadi
Si A adalah pengusaha restoran (UMKM) di Jakarta yang tergolong
sebagai Wajib Pajak

Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dan

menggunakan pencatatan dalam perhitungan besarnya PPh.


Jumlah peredaran usaha (omzed) selama setahun adalah Rp

510.500.000
PPh pasal 25 (WP OPPT) yang sudah dilunasi (0,75 x Rp

510.500.000) adalah
Rp 3.828.750,Setelah dihitung PPh yang terhutang selama setahun adalah Rp

10.975.750
PPh Pasal 29 yang harus dilunasi oleh si A adalah sebesar:

Rp 10.975.750 Rp 3.828.750 = Rp 7.147.000,Contoh Perhitungan Pelunasan PPh Pasal 29 Wajib Pajak


Badan
Koperasi Unit Desa A, setelah menghitung PPh terhutang tahun
pajak 2010 diketahui PPh terutang setahun sebesar Rp 12.000.000, Angsuran PPh pasal 25 selama tahun 2010 (12 bulan) sebesar: Rp
781.250 x 12 =
Rp 9.375.000
PPh pasal 29 yang harus dilunasi oleh KUD A adalah sebesar: PPh
yang terhutang angsuran PPh Pasal 25 Rp 12.000.000 Rp
9.375.000 = Rp 2.625.000
9. PPh Pasal 4 ayat (2)
Menurut UU PPh No. 36 Tahun 2008, pajak jenis ini termasuk PPh
yang bersifat final. Istilah 'final' di sini berarti bahwa, jenis pajak ini
harus diselesaikan / lunas dalam masa pajak yang sama seperti
mereka diterima, dan tidak perlu dilaporkan lagi pada akhir tahun
pajak. Pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) dikenakan pada jenis
tertentu dari penghasilan / pendapatan, dan berupa:

bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan, bunga dari


obligasi dan obligasi negara, dan bunga dari tabungan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing;

hadiah berupa lotere / undian;

transaksi saham dan surat berharga lainnya, transaksi


derivatif perdagangan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan ibukota mitra perusahaan yang diterima oleh
perusahaan modal usaha;

transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau


bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan sewa
atas tanah dan / atau bangunan; dan

pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau


sesuai dengan Peraturan Pemerintah.

Ketika pajak final dikenakan atas transaksi antara perusahaan dan


seorang individu, dimana perusahaan bertindak sebagai penerima
penghasilan tersebut, maka perusahaan wajib menyelesaikan pajak

ini saja. Dalam kasus transaksi yang terjadi antara dua perusahaan,
maka pembayar harus mengumpulkan dan menyelesaikan pajak
bukan penerima.
Ada beberapa

jenis

penghasilan yang

dikenakan

dengan

pemotongan pajak final PPh Pasal 4 Ayat 2. Masing-masing


penghasilan memiliki tarif yang berbeda dan diatur dalam Peraturan
Pemerintah. Di bawah ini berbagai objek pajak dengan tarif masingmasing sesuai dengan peraturan:

Bunga

deposito dan

Indonesia

(SBI)

jenis-jenis

dan

diskon

tabungan,
jasa

Sertifikat

giro, tarif

Bank

sebesar

20% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 123


tahun 2015 dan turunannya Keputusan Menteri Keuangan nomor
26/PMK.010/2016.

Bunga

simpanan yang

anggota

dibayarkan

masing-masing,

oleh

koperasi

dengan tarif

kepada
sebesar

10% sebagaimana diatur dalam Pasal 17 (7) dan turunannya


Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2009.

Bunga dari kewajiban, dengan berbagai tarif dari 0% sampai


20%. Penjelasan lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 100 TAHUN 2013.

Dividen yang

diterima

oleh

Indonesia

Wajib

Pajak

orang

pribadi, tarif sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 17


(2c).

Hadiah lotere / undian, tarif sebesar 25% sebagaimana diatur


dalam Peraturan Pemerintah Nomor 132 tahun 2000.

Transaksi

derivatif dalam bentuk berjangka panjang yang

diperdagangkan

di

bursa,

dengan tarif

sebesar

2,5% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31


Tahun 2011.

Transaksi penjualan saham pendiri, dan saham non-founder


(bukan pendiri), tarif sebesar 0,5% dan 0,1% masing-masing,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun

1997, yang derivatif-nya berupa turunan Menteri Keuangan No


282/KMK.04/1997, yang SE-15/PJ.42/1997 dan SE-06/PJ.4/1997.

Jasa konstruksi, dengan berbagai tarif dari 2% sampai 6%.


Penjelasan

lebih

lanjut

dapat

ditemukan

dalam

Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009.

Sewa

atas

tanah

10% sebagaimana

dan

diatur

atau

bangunan,

dalam

turunannya

dengan tarif
Peraturan

Pemerintah Nomor 5 tahun 2002.

Pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan (termasuk


usaha real estate), tarif sebesar 5% sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008.

Transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra


perusahaan yang diterima oleh modal usaha, dengan tarif
0,1% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4
tahun 1995.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 4 ayat (2)


Pada tanggal 1 September 2015 PT. MMM membayar sewa gedung
untuk gudang penyimpanan produknya kepada PT. Estate Prima
sebesar Rp. 150 juta untuk masa 3 tahun (periode 1-09-15 s/d 3110-18). Bagaimana pencatatan dari kedua perusahaan tersebut dala
mencatat transaksi sewa gudang tersebut dengan asumsi kedua
perusahaan sudah PKP?
Pembahasan
Besarnya tarif untuk sewa bangunan pada PPh Pasal 4 ayat (2) ini
adalah 10%. Karena sewa gedung / bangunan merupakan objek PPh
Pasal 4 (2) maka pemotongan pajak yang dilakukan oleh PT. MMM
bersifat

Final, sehingga

bagi

PT.

Estate

Prima

pemotongan

tersebut bukanlah uang muka PPh tetapi pelunasan PPh yang


diakui sebagai beban PPh Final. Pada akhir periode beban PPh
Final tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya fiskal (Non
deductable expense).
PPh Pasal 4 ayat (2) = 10% x Rp. 150.000.000,= Rp. 15.000.000,-

PT. Estate Prima


01 - 09 - 15 Kas
Rp.
150.000.000,Beban PPh Final Pasal 4 (2)
Rp. 15.000.000,PPNKeluaran
Rp.
15.000.000,Pendapatan Sewa Diterima Dimuka
Rp.
150.000.000,(Jurnal penerimaan pembayaran sewa gudang)

REFERENSI
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/PMK.10/2016
tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.

tentang

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 tentang


Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Priantara, Diaz. 2013. Perpajakan Indonesia, Edisi 2. Jakarta: Mitra
Wacana Media
PSAK 46 Revisi 2015 tentang Pajak Penghasilan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai