1. Kontosio
Adalah injury pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tumpul
(pukulan,tendangan,jatuh)
MANIFESTASI KLINIS
1. perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh darah kecil,
juga berhubungan dengan fraktur
2. nyeri, bengkak, dan perubahan warna
3. hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan arah
yang banyak
INTERVENSI KEPERAWATAN
A. mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman
1. tinggikan daerah injury
2. berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian)
untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
3. berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4
kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
4. lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
5. kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi
B. Jadual aktivitas
1. anjrkan ROM pada semua sendi
2. Bantu aktivitas yang dilakukan bila diperlukan
3. ajarkan pada pasien latihan berlebihan yang harus dihindari
4. ajarkan pada pasien untuk menghindari kekambuhan
Strains adalah sobekan kecil pada otot disebabkan karena gaya yang berlebihan,
regangan, atau penggunaan yang berlebihan
Sprains adalah injury pada struktur ligamen disekitar persendi; biasanya disebabkan oleh
terkilir sehingga menurunkan stabilitas sendi
Manifestasi klinis
Strains :
Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi otot
Sprain :
Bengkak cepatextravasasi darah dalam jaringan
Nyeri pada sendi
Nyeri bertambah pada jam-jam pertama seiring bertambah bengkak
X-ray : area keseleo tampak tidak ada injury tulang
Intervensi Keperawatan
Mengurangi nyeri
1. Berikan kompres dingin (kirbat es) selama 15-20 menit secara intermittent
selama 12 - 36 jam vasokonstriksi akan memperlambat ekstravasasi
darah dan limpa sertamenekannyeri
2. Setelah 24 jam, berikan kompres hangat (15 30 mnt, 4 x perhari)
meningkatkan penyerapan
3. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan analgetik sesuai anjuran
Immobilisasi area injury untuk penyembuhan
1. Splint dan immobilisasi area injury
2. Tinggikan ekstremmitas injury untukmeminimalkan benkak
3. Gunakan pembebat elastis (tensokrep)
MANIFESTASI KLINIS
1.
2.
3.
4.
5.
nyeri
deformitas
perubahan panjang daerah extremitas
kerusakan gerakan yang normal
x-ray menunjukkan adanya dislokasi tanpa berhubungan dengan fraktur
PENATALAKSANAAN
1. immobilisasi area dislokasi selama pasien dibawa ke UGD
2. lakukan reduksi area dislokasi (mengembalikan ke posisi anatomi yang normal) sesegera
mungkin jika perlu menggunakan anesthesia
3. stabilisasi reduksi selama penyembuhan struktur sendi
4. monitor perkembangan sambungan
INTERVENSI KEPERAWATAN
A. pemberian rasa nyaman
1. gunakan anesthesia pada saat melakukan reduksi
2. berikan obat-obtan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman
3. immobilisasi sendi
B. pemenuhan ADL
1. Bantu pasien dalam memenuhi ADL yang dibutuhkan
2. berikan KIE yang dibutuhkan pasien dengan keterbatasan aktivitas, terapi
rehabilitasi, dan monitor sambungan sendi setiap saat
4. Fraktur
Definisi Fraktur:
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan
oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. (Aswin, dkk,; 1986).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabakan
patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada
lengan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Klasifikasi Klinis:
1. greenstick fracture; terjadi pada anak-anak, tulang patah di bawah lapisan periosteum yang
elastis dan tebal (lapisan periosteum sendiri tidak rusak).
2. Fissura fraktur; patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang berarti.
3. complete fracture; patah tulang yang disertai dengan terpisahnya bagian-bagian tulang.
4. Comminuted fracture; tulang patah menjadi beberapa fragmen.
5. Fraktur tekan (stress fracture); kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sesudah
berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim.
6. Impacted fracture; fragmen-fragmen tulang terdorong masuk ke arah dalam tulang satu
sama lain, sehingga tidak dapat terjadi gerakan di antara fragmen-fragmen itu.
7. Fraktur Tertutup (Simple): Faktur tidak meluas melewati kulit
8. Fraktur Terbuka (compaund): Fraktur tulang meluas melewati otot dan kulit
9. Fraktur Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang
Derajat Patah Tulang Terbuka
1. Derajat I : laserasi < 2 cm, pada fraktur sederhana, dislokasi fragmen
tulang minimal
2. Derajat II : laserasi > 2 cm, kontusio otot disekitarnya, disklokasi fragmen
jelas.
3. Derajat III : luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya,
komunitif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang
Gambaran klinis fraktur:
1. Riwayat trauma.
2. Nyeri, pembengkakan dan nyeri pada daerah fraktur (tenderness).
3. Perubahan bentuk (deformitas).
4. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian-persendian yang terdekat.
5. Gerakan-gerakan yang abnormal.
6. Krepitasi.
Prinsip terapi fraktur
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu:
1. Rekognisi atau pengenalan (Price & Wilson, 1985);
Rekognisi yaitu pengenalan mengenai dignosis pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang
berperanan dan deskripsi tentang kejadian tersebut oleh klien sendiri, menentukan
kemungkinan tulang yang patah, yang dialami dan kebutuhan pemeriksaan spesifik untuk
fraktur.
2. Reduksi; pemilihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur (Sabiston, 1984)
Reposisi.
Fraktura tertutup pada tulang panjang seringkali ditangani dengan reduksi tertutup. Untuk
mengurangi rasa sakit selama tindakan ini klien dapat diberi narkotika intravena, obat
penenang (sedatif atau anastesia blok saraf lokal).
Traksi kontinu; dengan plester felt melekat di atas kulit atau dengan memasang pin trafersa
melalui tulang, distal terhadap fraktur.
Reduksi terbuka bedah, biasanya disertai sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat pin,
batang atau sekrup.
3. Imobilisasi (Sabiston, 1995) atau retensi reduksi (Wilson & Price, 1985)
Bila reduksi telah tercapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai timbul
penyembuhan yang mencukupi. Berbagai teknik digunakan untuk imobilisasi, yang
tergantung pada fraktur:
Fraktur impaksi pada humerus proksimal sifatnya stabil serta hanya memerlukan ambin atau
balutan lunak
Fraktur kompresi (impaksi) pada vertebra, tepat diterapi dengan korset atau brace
Fraktur yang memerlukan reduksi bedah terbuka biasanya diimobilisasi dengan perangkat
keras interna, imobilisasi eksternal normalnya tidak diperlukan.
Fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan gibs, gibs fiberglas atau dengan brace yang
tersedia secara komersial
Semua pasien fraktur perlu diperiksa untuk menilaian neurology dan vascular. Adanya nyeri,
pucat, prestesia, dan hilangnya denyut nadi pada ekstremitas distal merupakan tanda
disfungsi neurovaskuler.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan
ekstrimitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai.
4. Pemulihan fungsi (restorasi) atau rehabilitasi (Price & Wilson 1985, Sabiston 1995)
Sesudah periode imobilisasi pada bagian manapun selalu akan terjadi kelemahan otot dan
kekakuan sendi. Hal ini dapat diatasi dengan aktivitas secara progresif, dan ini dimudahkan
dengan fisioterapi atau dengan melakukan kerja sesuai dengan fungsi sendi tersebut. Adanya
penyambungan yang awal dari fragmen-fragmen sudah cukup menjadi indikasi untuk
melepas bidai atau traksi, akan tetapi penyambungan yang sempurna (konsolidasi) seringkali
berlangsung dalam waktu yang lama. Bila konsolidasi sudah terjadi barulah klien diijinkan
untuk menahan beban atau menggunakan anggota badan tersebut secara bebas.
Pengelolaan Fraktur
Contoh
fraktur
Konservatif
Operatif
Immobilisasi
Tulang rusuk
Tungkai bwh
Radius distal
Femur tibia
Kolum femur
Femur tibia
humerus
Pro
teksi
+
+
+
+
Repo
sisi
+
+
+
Immobi Trak
lisasi
si
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
3. Imobilisasi yang tidak memadai ditinjau dari segi waktu maupun luas imobilisasi.
4. Sepsis atau tindakan pembedahan.
Sindroma kompartemen sering kali ditemukan pada fraktur tungkai bawah yang ditandai
1. Nyeri (pain)
2. Parestesia karena rangsangan saraf perasa
3. Pale (pucat) karena iskemis
5P
4. Paralisis atau paresis karena gangguan saraf motorik
5. Pulse (nadi) yang sulit diraba lagi
Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
1. Debridement
2. Pemberian Tetanus Toksoid
3. Pemeriksaan Kultur Jaringan
4. Pemberian rawat luka dengan kompres terbuka
5. Pemberian antibiotic
6. Pemantauan gejala infeksi
7. Menutup luka setelah dipastikan tidak ada infeksi
8. Immobilisasi pada ekstremitas yang patah
Pemeriksaan Diagnostik:
1. Pemeriksaan rontgen
: untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur atau trauma
2. Scan tulang. CT Scan, MRI : untuk memperlihatkan fraktur dapat juga digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram
: dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai
4. Hitung darah lengkap
: peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stres normal
setelah trauma
5. Kreatinin
: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi
: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple
atau cedera hati
Masalah Keperawatan:
Masalah Kolaborasi: Infeksi
1. Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan)
2. Nyeri akut
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer
4. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas
5. Gangguan mobilitas fisik
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan jaringan kulit
7. Resiko tinggi terhadap infeksi
3. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang
sakit dan yang tidak sakit
4. Dorong penggunaan latihan isometric mulai dengan tungkai yang tak sakit
5. Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter/ tangan yang sesuai
6. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan
menstabilkan fraktur tungkai bawah
7. Instruksikan/dorong menggunakan trapeze dan Pasca posisi untuk fraktur tungkai bawah
8. Bantu.dorong perawatan diri/ kebersihan (contoh; mandi, mencukur)
9. Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tingkat, sesegera mungkin.
Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas,
10. Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing
11. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/nafas dalam
12. Auskultasi bising usus. Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi runin.
Tempatkan pada pispot, bila mungkin, atau menggunakan bedpan fraktur. Berikan privasi
13. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000 3000 ml/hari termasuk air asam/jus
14. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Pertahankan Penurunan
kandungan protein sampai setelah defekasi pertama
15. Tingkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan pembentukan gas
16. Kolaborasi
a. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi spesialis
b. Lakukan program defekasi (pelunak feses, edem, lakstif) sesuai indikasi
c. Rujuk ke perawat spesialis psikiatrik klinikal/ahli terapi sesuai indikasi
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit sehubungan dengan pemasangan traksi pen,
kawat, sekrup
Tujuan: Mencegah kerusakan integritas kulit dengan kriteria:
- Mencapai penyembuhan sesuai waktu
- Ketidaknyamanan hilang.
Intervensi
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna
kelabu, memutih
2. Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering dan babas kerutan
3. Ubah posisi dengan sering
4. Kaji posisi cincin bebat pada alat traksi
5. Untuk traksi kulit + perawatan
a. Bersihkan kulit dengan air sabun hangat
b. Beri tintur benzoin
c. Gunakan plester traksi kulit
d. Lebarkan plaster sepanjang tungkai
e. Tandai garis dimana plester keluar sepanjang ekstremitas
f. Letakan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang
g. Balut lingkar tungkai
h. Palpasi jaringan yang diplester tiap hari
i. Lepaskan traksi kulit tiap 24 jam
7. Resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan kerusakan kulit