6 - Sigit SN - Hal 60 - 70 PDF
6 - Sigit SN - Hal 60 - 70 PDF
Abstract
This study aims to identify and analyze the management of hazardous and toxic
waste (B3) according to Law No. 32 of 2009 on the Protection and Management of
the Environment. The method used in this research is done by the method of
normative juridical literature study in which the data obtained from the legal
materials of primary, secondary and tertiary.
Keywords : Hazardous and Toxic Waste
PENDAHULUAN
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
menyatakan bahwa lingkungan hidup
yang baik dan sehat merupakan hak
asasi dan hak konstitusional bagi setiap
warga negara Indonesia. Oleh karena
itu, negara, pemerintah, dan seluruh
pemangku kepentingan berkewajiban
untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam
pelaksanaan
pembangunan
berkelanjutan agar lingkungan hidup
Indonesia dapat tetap menjadi sumber
dan penunjang hidup bagi rakyat
Indonesia serta makhluk hidup lain.
Pembangunan yang memadukan
lingkungan hidup, termasuk sumber
daya alam, menjadi sarana untuk
mencapai keberlanjutan pembangunan
dan
menjadi
jaminan
bagi
kesejahteraan dan mutu hidup generasi
masa kini dan generasi masa depan.
Oleh karena itu, lingkungan hidup
Indonesia harus dikelola dengan prinsip
melestarikan fungsi lingkungan hidup
yang serasi, selaras, dan seimbang
untuk
menunjang
pembangunan
berkelanjutan
yang
berwawasan
lingkungan hidup bagi peningkatan
Perlindungan
Dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup sudah memuat
aturan segala sesuatu yang terkait
limbah tersebut. Aturan itu menyangkut
apa yang diperbolehkan, dilarang dan
sanksi hukumnya.
Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (Limbah B3 ialah setiap bahan
sisa (limbah) suatu kegiatan proses
produksi yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun (B3) karena
mudah meledak, mudah terbakar,
bersifat reaktif, beracun, menyebabkan
infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain
yang bila diuji dengan toksikologi dapat
diketahui termasuk limbah B3, serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik
secara
langsung
maupun
tidak
langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan,
atau
membahayakan
kesehatan manusia. Contoh: limbah
medis (suntikan, botol obat), limbah
industri, baterai, accu (aki), oli bekas,
dll. Untuk itu Pemerintah Indonesia
melalui Kementrian Lingkungan Hidup
telah mendorong pengelolaan B3 dan
limbah B3 untuk menjadikan limbah B3
menjadi sesuatu yang bermanfaat atau
mempunyai nilai ekonomi dengan
mengedepankan pola pemanfaatan
yang dikenal dengan 3R (re-use, recycle, dan re-covery).
Pemanfaatan limbah B3 atau Bahan
Berbahaya dan Beracun perijinannya
harus
dilakukan
berdasarkan
pengawasan yang ketat karena sifat,
konsentrasi dan atau jumlah B3, baik
secara
langsung
maupun
tidak
langsung dapat mencemarkan dan atau
merusak
lingkungan
hidup serta membahayakan kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya. Limbah B3 yang
boleh dimanfaatkan harus mempunyai
komponen yang konsisten dengan
kriteria bahwa limbah B3 tersebut sudah
teridentifikasi sifat, karakteristik dan
komponennya relatif sama untuk setiap
sumber, seperti abu terbang (fly ash)
a.
b.
c.
d.
4. Limbah B3
Limbah B3 harus ditangani dengan
perlakuan khusus mengingat bahaya
dan resiko yang mungkin ditimbulkan
apabila limbah ini menyebar ke
lingkungan. Hal tersebut termasuk
proses pengemasan, penyimpanan,
dan pengangkutannya. Pengemasan
limbah B3 dilakukan sesuai dengan
karakteristik
limbah
yang
bersangkutan. Namun secara umum
dapat dikatakan bahwa kemasan
limbah B3 harus memiliki kondisi
yang baik, bebas dari karat dan
kebocoran, serta harus dibuat dari
bahan yang tidak bereaksi dengan
limbah yang disimpan di dalamnya.
Untuk limbah yang mudah meledak,
kemasan harus dibuat rangkap di
mana kemasan bagian dalam harus
dapat menahan agar zat tidak
bergerak dan mampu menahan
kenaikan tekanan dari dalam atau
dari luar kemasan. Limbah yang
bersifat self-reactive dan peroksida
organik juga memiliki persyaratan
khusus
dalam
pengemasannya.
Pembantalan kemasan limbah jenis
tersebut harus dibuat dari bahan
yang tidak mudah terbakar dan tidak
mengalami
penguraian
(dekomposisi) saat berhubungan
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 65
dengan
limbah.
Jumlah
yang
dikemas pun terbatas sebesar
maksimum 50 kg per kemasan
sedangkan limbah yang memiliki
aktivitas rendah biasanya dapat
dikemas hingga 400 kg per
kemasan.
Limbah B3 yang diproduksi dari
sebuah unit produksi dalam sebuah
pabrik harus disimpan dengan
perlakuan khusus sebelum akhirnya
diolah di unit pengolahan limbah.
Penyimpanan
harus
dilakukan
dengan sistem blok dan tiap blok
terdiri atas 22 kemasan. Limbahlimbah harus diletakkan dan harus
dihindari adanya kontak antara
limbah yang tidak kompatibel.
Bangunan penyimpan limbah harus
dibuat dengan lantai kedap air, tidak
bergelombang, dan melandai ke arah
bak penampung dengan kemiringan
maksimal 1%. Bangunan juga harus
memiliki
ventilasi
yang
baik,
terlindung dari masuknya air hujan,
dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi
dengan sistem penangkal petir.
Limbah yang bersifat reaktif atau
korosif
memerlukan
bangunan
penyimpan yang memiliki konstruksi
dinding yang mudah dilepas untuk
memudahkan keadaan darurat dan
dibuat dari bahan konstruksi yang
tahan api dan korosi.
Mengenai pengangkutan limbah B3,
persyaratan yang harus dipenuhi
terkait kemasan di antaranya ialah
apabila terjadi kecelakaan dalam
kondisi pengangkutan yang normal,
tidak terjadi kebocoran limbah ke
lingkungan dalam jumlah yang
berarti. Selain itu, kemasan harus
memiliki kualitas yang cukup agar
efektivitas kemasan tidak berkurang
selama pengangkutan. Limbah gas
yang
mudah
terbakar
harus
dilengkapi dengan head shields pada
kemasannya sebagai pelindung dan
tambahan pelindung panas untuk
3. Incineration.
Pembakaran
atau
Insinerasi ini mengurangi volume dan
massa limbah hingga sekitar 90%
(volume) dan 75% (berat). Proses
insinerasi
menghasilkan
energi
dalam bentuk panas. Namun,
insinerasi
memiliki
beberapa
kelebihan di mana sebagian besar
dari komponen limbah B3 dapat
dihancurkan dan limbah berkurang
dengan cepat. Selain itu, insinerasi
memerlukan lahan yang relatif kecil.
Prinsip dalam pengelolaan limbah yang
harus kita pegang adalah 3R,
Reduce, Reuse, Recycle.
1. Reduce
(pengurangan)
adalah
mengurangi segala sesuatu yang
menyebabkan timbulnya limbah.
Sedapat mungkin kita mengurangi
penggunaan bahan-bahan yang
akan menghasilkan limbah. Contoh:
penggunaan sapu tangan untuk
menghapus
keringat
akan
mengurangi limbah dari kertas tissue
yang kita gunakan, menggunakan
botol minum permanen yang sehat
akan mengurangi limbah berupa
gelas plastik atau botol plastik air
mineral, pemilihan produk dengan
kemasan yang dapat didaur-ulang.
2. Reuse (daur pakai) adalah kegiatan
penggunaan kembali limbah yang
masih dapat digunakan baik untuk
fungsi yang sama maupun fungsi
lain.
Sedapat
mungkin
kita
menggunakan kembali bahan-bahan
yang masih memungkinkan untuk
dipakai lagi. Contoh: kertas yang
digunakan
bolak-balik
akan
mengurangi limbah kertas, gunakan
wadah/kantong
yang
dapat
digunakan berulang-ulang, gunakan
baterai yang dapat di- charge
kembali.
3. Recycle
(daur
ulang)
adalah
mengolah limbah menjadi produk
baru. Ada bahanbahan tertentu yang
dapat didaur-ulang, contoh: kertas,
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa limbah B3 (Bahan
Berbahaya
dan
Beracun)
yang
merupakan limbah yang dihasilkan dari
kegiatan industri atau kegiatan lain yang
harus
diupayakan
pengelolaannya
karena
apabila
dibuang
secara
langsung ke dalam lingkungan dapat
membahayakan bagi manusia dan
ekosistem lingkungannya. Dari aspek
yuridis dengan dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999
Tentang
Pengelolaan
Limbah
Berbahaya dan Beracun menempatkan
sebagai pedoman bagi langkah-langkah
pengelolaan
B3
dan
meberikan
perlindungan hukum bagi masyarakat.
Pengolahan limbah B3 dimaksudkan
untuk
dapat
sedikit
mungkin
diminimalisir jika perlu diusahakan
sampai
nol
sehingga
tidak
membahayakan bagi kehidupan, untuk
itu perlu diupayakan pemanfaatan
teknologi
guna
mendukung
pelaksanaan pengelolaan limbah B3
dengan sistem 3R, Reduce, Reuse,
Recycle.
SARAN
Untuk menunjang adanya efek jera
para pelaku yang melanggar ketentuan
mengenai pengelolaan limbah B3 perlu
adanya pengawasan dan penerapan
sanksi yang tegas karena limbah B3
yang
dihasilkan
tidak
hanya
membahayakan manusia tetapi terlebih
membahayakan kelestarian lingkungan
hidup yang juga membahayakan
kehidupan masyarakat baik lokal
maupun
internasional.
Kesadaran
bahwa lingkungan hidup menyangkut
kelangsungan
hidup
manusia
hendaknya
menimbulkan
rasa
terpanggil dan rasa tanggung jawab
bagi semua pihak untuk bahu
membahu berperan serta melestarikan
kemampuan lingkungan yang serasi
dan seimbang. Dengan demikian
peranan
dalam
pembangunan
berwawasan
lingkungan
yang
berkelanjutan dapat dicapai dan
dilaksanakan sebagaimana cita-cita
seluruh bangsa, termasuk di dalamnya
pembangunan lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang
Sunggono,
Metodologi
Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2002
Damanhuri, E. : Pengelolaan terpusat
buangan B-3 dari industri kecil, Studi
kasus
industri
kecil
di
Gerbangkertasusila Jawa Timur,
Proceedings
seminar
nasional
pengelolaan lingkungan ITB
Tantangan Masa Depan, ISBN 9798456-00-9, Bandung 1994
Setiyono, Dasar Hukum Pengelolaan
Limbah
B3,
ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/artic
le/download/214/162
Saidi, Z, 2009, Implikasi impor limbah di
Indonesia , BPP Teknologi UNESCO, Jakarta.
http://ericaalviyanti.blogspot.com/2012/
12/bahan-berbahaya-beracun.html
http://endangjegoz.wordpress.com/201
2/12/19/penanganan-limbah/
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang
Perlindungan
dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
1999 Tentang Pengelolaan Limbah
Berbahaya dan Beracun