Anda di halaman 1dari 11

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG


PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
1

Sigit Sapto Nugroho1


Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun
email : sigit.nugroho26@gmail.com

Abstract
This study aims to identify and analyze the management of hazardous and toxic
waste (B3) according to Law No. 32 of 2009 on the Protection and Management of
the Environment. The method used in this research is done by the method of
normative juridical literature study in which the data obtained from the legal
materials of primary, secondary and tertiary.
Keywords : Hazardous and Toxic Waste
PENDAHULUAN
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
menyatakan bahwa lingkungan hidup
yang baik dan sehat merupakan hak
asasi dan hak konstitusional bagi setiap
warga negara Indonesia. Oleh karena
itu, negara, pemerintah, dan seluruh
pemangku kepentingan berkewajiban
untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam
pelaksanaan
pembangunan
berkelanjutan agar lingkungan hidup
Indonesia dapat tetap menjadi sumber
dan penunjang hidup bagi rakyat
Indonesia serta makhluk hidup lain.
Pembangunan yang memadukan
lingkungan hidup, termasuk sumber
daya alam, menjadi sarana untuk
mencapai keberlanjutan pembangunan
dan
menjadi
jaminan
bagi
kesejahteraan dan mutu hidup generasi
masa kini dan generasi masa depan.
Oleh karena itu, lingkungan hidup
Indonesia harus dikelola dengan prinsip
melestarikan fungsi lingkungan hidup
yang serasi, selaras, dan seimbang
untuk
menunjang
pembangunan
berkelanjutan
yang
berwawasan
lingkungan hidup bagi peningkatan

kesejahteraan dan mutu hidup generasi


masa kini dan generasi masa depan.
Dampak positif pembangunan di
antaranya adalah (1) meningkatnya
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
secara merata; (2) meningkatnya
pertumbuhan ekonomi secara bertahap
sehinga terjadi perubahan struktur
ekonomi yang lebih baik, maju, sehat
dan seimbang (3) meningkatnya
kemampuan dan penguasaan teknologi
yang akan menumbuhkembangkan
kemampuan dunia usaha nasional; (4)
memperluas
dan
memeratakan
kesempatan kerja dan kemampuan
berusaha; dan (5) menunjang dan
memperkuat stabilitas nasional yang
sehat dan dinamis dalam rangka
memperkokoh ketahanan nasional.
Demikian
pula
dampak
positif
pembangunan
terjadap
lingkungan
hidup, misalnya terkendalinya hama
dan penyakit, tersedianya air bersih,
terkendalinya banjir, dan lain-lain;
sedangkan dampak negatif akibat
kegiatan
pembangunan
terhadap
lingkungan, yang sangat menonjol
adalah masalah pencemaran dan
perusakan terutama masalah limbah
(Damanhuri E, 1993:34)

Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 60

Pada saat ini salah satu penyebab


masalah lingkungan hidup adalah
limbah, tetapi timbulnya limbah tersebut
tidak dapat dihindarkan, karena limbah
adalah salah satu hasil dari kegiatan.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, terkait
kemasan makanan yang kita beli, dulu
sebelum tahun 1980-an makanan
tersebut dibungkus dengan daun
pisang, setelah tahun 1980-an mulai
digunakan kertas berplastik, menjelang
tahun 2000-an makanan dikemas
dengan styrofoam. Peningkatan limbah
berbanding lurus dengan konsumsi
masyarakat berbanding lurus dengan
peningkatan
kesejahteraan.
Oleh
karena itu, masalah limbah tidak habishabisnya dipersoalkan dan dicari solusi
penanganannya. Masalah lingkungan
itu timbul akibat pembuangan limbah
yang
sembarangan
yang
akan
mengganggu
kesehatan,
merusak
lingkungan hidup serta kenyamanan
hidup kita, oleh karena itu kita harus
menanganinya
(Setiyono
dalam
ejurnal.bppt.go.id )
Menurut Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi
limbah adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan. Definisi secara
umum, limbah adalah bahan sisa atau
buangan yang dihasilkan dari suatu
kegiatan dan proses produksi, baik
pada skala rumahtangga, industri,
pertambangan, dan sebagainya. Bentuk
limbah tersebut dapat berupa gas dan
debu, cair atau padat. Di antara
berbagai jenis limbah ini ada yang
bersifat beracun atau berbahaya dan
dikenal
sebagai
Limbah
Bahan
Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).
Semakin meningkat kegiatan manusia,
semakin banyak pula limbah yang
dihasilkan. Oleh karena itu perlu
peraturan yang mengikat secara hukum
terkait
dengan
limbah
dan
pengelolaannya.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan
Dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup sudah memuat
aturan segala sesuatu yang terkait
limbah tersebut. Aturan itu menyangkut
apa yang diperbolehkan, dilarang dan
sanksi hukumnya.
Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (Limbah B3 ialah setiap bahan
sisa (limbah) suatu kegiatan proses
produksi yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun (B3) karena
mudah meledak, mudah terbakar,
bersifat reaktif, beracun, menyebabkan
infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain
yang bila diuji dengan toksikologi dapat
diketahui termasuk limbah B3, serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik
secara
langsung
maupun
tidak
langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan,
atau
membahayakan
kesehatan manusia. Contoh: limbah
medis (suntikan, botol obat), limbah
industri, baterai, accu (aki), oli bekas,
dll. Untuk itu Pemerintah Indonesia
melalui Kementrian Lingkungan Hidup
telah mendorong pengelolaan B3 dan
limbah B3 untuk menjadikan limbah B3
menjadi sesuatu yang bermanfaat atau
mempunyai nilai ekonomi dengan
mengedepankan pola pemanfaatan
yang dikenal dengan 3R (re-use, recycle, dan re-covery).
Pemanfaatan limbah B3 atau Bahan
Berbahaya dan Beracun perijinannya
harus
dilakukan
berdasarkan
pengawasan yang ketat karena sifat,
konsentrasi dan atau jumlah B3, baik
secara
langsung
maupun
tidak
langsung dapat mencemarkan dan atau
merusak
lingkungan
hidup serta membahayakan kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya. Limbah B3 yang
boleh dimanfaatkan harus mempunyai
komponen yang konsisten dengan
kriteria bahwa limbah B3 tersebut sudah
teridentifikasi sifat, karakteristik dan
komponennya relatif sama untuk setiap
sumber, seperti abu terbang (fly ash)

Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 61

sisa pembakaran batubara, abu dasar


sisa pembakaran batubara (bottom
ash), debu EAF (elevtrical arc furnace
ash)
sisa
peleburan
besi
dan
baja, slag sisa peleburan besi dan baja
dan slag sisa
peleburan
tembaga.
Tantangan yang dihadapi dalam
pengelolaan Limbah B3 adalah semakin
meningkatnya
jumlah
dan
jenis
B3, meluasnya dampak negatif yang
diakibatkan oleh pembuangan limbah
B3 ke lingkungan, dan semakin
meningkatnya illegal impor limbah B3
serta terbatasnya fasilitas pengelolaan
limbah B3 yang ada di Indonesia ( Saidi
Z, 2009:67)
Tujuan Penelitian :
Untuk mengetahui dan menganalisis
pengelolaan limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) menurut UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan
Dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini hasilnya diharapkan dapat
bermanfaat :
1. Secara
teoritis
memberikan
sumbangan pemikiran, baik berupa
konsep, pengembangan teori dalam
kasanah ilmu hukum khususnya
hukum lingkungan hidup.
2. Untuk memberikan masukan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan
dalam pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun.
Metode Penelitian
Penelitian
ini
metode
yang
dipergunakan adalah metode penelitian
yuridis normatif (studi kepustakaan)
yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah
untuk
menemukan
kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum
dari sisi normatifnya. Tipe penelitian ini
dengan
pendekatan
peraturan
perundang-undangan dengan mengkaji
bahan-bahan hukum, meliputi bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tertier.
Sumber Data

Pada penelitian hukum normatif yang


utama adalah data sekunder. Data
sekunder tersebut berupa bahan
kepustakaan
yang
berwujud
(Sunggono, 2002:116).
a. Bahan hukum primer, yaitu bahanbahan hukum yang mengikat, yang
terdiri dari :
1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 85
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Limbah Berbahaya dan Beracun
b. Bahan hukum sekunder, yang
memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer. Contohnya :
Hasil karya ilmiah, makalah, dan
sebagainya.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan
hukum yang memberikan petunjuk
maupun perjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum
sekunder, misalnya kamus hukum.
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Setelah data dapat dikumpulkan
maka
kemudian
dilakukan
pengelompokan
data
dilakukan
pembahasan yang didasarkan pada
teori-teori yang masih ada dan relevan.
Di dalam mencari data, baik yang
bersumber pada bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder , dan bahan
hukum tersier dilakukan melalui studi
kepustakaan . Setelah diperoleh bahan
hukum yang diperlukan kemudian
dihimpun, diinventarisasi yang sesuai
dengan permasalahan yang dibahas,
selanjutnya
dilakukan
pemisahan
berdasarkan relevansi pokoknya.
Analisis Data
Setelah data-data berhasil dikumpulkan
dengan lengkap dan di pisah-pisahkan /
diklasifikasikan sesuai dengan relevansi
pokok
permasalahan
kemudian
dilakukan analisa data secara normatif
kualitatif, yaitu untuk membahas bahan

Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 62

penelitian yang datanya mengarah pada


kajian yang bersifat teoritik tentang
konsep-konsep, kaidah hukum, doktrindoktrin dan bahan hukum lainnya.
Selanjutnya data tersebut dipelajari dan
dibahas sebagai suatu bahan yang utuh
dan dituangkan di dalam bahasan
dengan sehingga menghasilkan data
yang diskriptif analitis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan
limbah
Bahan
Berbahaya
dan
Beracun
(B3)
Perspektif Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dampak dari pembuangan limbah
sembarangan dan tidak dikelola dengan
baik berupa pencemaran tanah, air dan
udara, serta banjir. Dengan demikian
dapat dikatakan pengelolaan limbah ini
bertujuan
untuk
mencegah,
menanggulangi
pencemaran
dan
kerusakan lingkungan, memulihkan
kualitas lingkungan tercemar, dan
meningkatkan kemampuan dan fungsi
kualitas lingkungan. Contoh-contoh
pengelolaan limbah (Damanhuri E,
1994:23) sebagai berikut.
1. Limbah Padat
Seperti sampah organik akan
membusuk
mengakibatkan
bau
busuk yang mengundang hewanhewan berdatangan, pada umumnya
hewan tersebut dapat menyebarkan
penyakit, dan dapat mencemari
tanah. Sampah organik yang belum
sempat membusuk dan non organik
yang dibuang ke badan air (sungai,
danau, laut), akan mencemari air
tersebut, bahkan jika dibuang ke
sungai dapat menyebabkan banjir.
Sampah
rumah
tangga
dan
sejenisnya di daerah perkotaan
dikelola oleh Dinas Kebersihan
Pemerintah Daerah atau swasta.
Sampah-sampah tersebut (selain
tinja)
dikumpulkan
di
Tempat
Penampungan Sementara (TPS),

selanjutnya dari TPS dibawa ke


tempat pendauran ulang atau
pengolahan atau tempat pengolahan
sampah terpadu dan/atau tempat
pemrosesan akhir sampah. Idealnya
demikian, tetapi kenyataannya masih
terjadi
pencemaran
akibat
pembuangan
sampah.
Tempat
pembuangan sampah akhir (TPA) di
kota-kota besar di Indonesia hanya
menjadi
tempat
penumpukan
sampah, tanpa perlakuan lebih lanjut.
Pemda mulai membuat tempat
pengolahan
terpadu
dengan
disiapkan pemilahan sampah, tempat
pendaur-ulangan, dan insinerasi
(pembakaran
yang
terkendali).
Sebelumnya TPA hanya untuk buang
sampah
saja,
masyarakat
berpersepsi
tempat
pengolahan
terpadu itu hanya kamuflase saja,
akibatnya masyarakat yang tinggal di
sekitar pun banyak melakukan
penolakan
adanya
tempat
pengolahan sampah terpadu ini.
2. Limbah Cair
Di manapun limbah cair dibuang
akan
mencemari
tempat
pembuangannya, baik di tanah
maupun di air. Oleh karena itu, harus
dilakukan pengolahan air limbah baik
dari perumahan maupun industri. Di
kawasan industri air limbah diolah
dengan Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Di perumahan,
tempat pembuangan air kakus
adalah septictank, ini adalah bentuk
pengolahan limbah tinja secara
individual, sedangkan air limbah
lainnya masuk ke selokan. Instalasi
Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) atau
Septage Treatment Plant (STP)
adalah bentuk pengolahan limbah
tinja
secara
komunal.
IPLT
menggunakan sistem biologi dengan
kolam oksidasi yang dilengkapi
motor. Hasil olah IPLT baik air
maupun lumpur dapat dikembalikan
ke alam dengan aman, lumpurnya

Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 63

3. Limbah Gas dan Partikel


Limbah ini umumnya merupakan
hasil pembakaran baik dari kegiatan
industri, proses pembakaran maupun
dari kendaraan bermotor (knalpot).
Limbah gas ini menjadi masalah
karena banyak yang termasuk gasgas penyebab efek rumah kaca.
Gas-gas
tersebut
antara
lain
Karbondioksida (CO2), Metana (CH4),
Dinitrogen
oksida
(N2O),
Klorofluorokarbon (CFC), dsb, yang
lebih dikenal dengan Gas Rumah
Kaca (GRK) atau Green House
Gasses (GHGs). Sinar matahari yang
sampai di permukaan bumi secara
alami sebagian akan dipantulkan
kembali oleh permukaan bumi ke
luar angkasa/luar lapisan atmosfer.
Namun sebagian dari pantulan
tersebut
gagal
mencapai
luar
angkasa karena diserap oleh GRK
tersebut. Fenomena yang biasa
disebut Efek Rumah Kaca atau
Green House Effect ini menyebabkan
suhu atmosfer meningkat, sehingga
terjadilah Pemanasan Global dan
Perubahan Iklim. Secara global,
sektor-sektor yang menghasilkan
GRK ke atmosfer dan prosentasenya
adalah sebagai berikut :
Energi termasuk transportasi (63%)
Industri (3%)

Perubahan Penggunaan Lahan &


Kehutanan (8%)
Pertanian (13%)
Limbah (3%).
Tanda-tanda
pemanasan
global
tersebut antara lain :
Kenaikan suhu atmosfer di seluruh
wilayah dunia
Perbedaan pola (distribusi dan
intensitas) curah hujan tahunan
Kenaikan permukaan air laut akibat
melelehnya salju di Kutub Utara dan
Selatan
Terjadinya fenomena perbedaan
cuaca yang ekstrim
Penurunan tutupan salju di puncak
gunung bersalju dan mencairnya
glacier
Cara
mengurangi
ancaman
pemanasan global adalah dengan:
a. Konservasi Energi. Tindakan yang
dapat dilakukan antara lain adalah:
penghematan
konsumsi
listrik,
penggunaan peralatan listrik hemat
energi, pengurangan konsumsi BBM
transportasi bermotor.
b. Penghapusan
Chlorofluorocarbon
(CFC). CFC umumnya digunakan
untuk mesin pendingin seperti AC,
kulkas, freezer, dll. CFC saat ini
sudah
dapat
digantikan
oleh
hidrokarbon.
c. Penanaman pohon. Menanam pohon
bahkan pada skala besar sekalipun,
tidak
dapat
mengimbangi
keseluruhan laju penambahan gasgas rumah kaca ke atmosfer.
Walaupun demikian, peningkatan
penanaman pohon oleh setiap
negara
akan
memperlambat
penimbunan gas-gas rumah kaca.
d. Bahan bakar biomassa. Bahan bakar
biomassa berasal dari kayu atau
sisa-sisa tanaman pertanian. Bahan
ini
dapat
digunakan
secara
berkelanjutan,
dengan
jumlah
penggunaan setara dengan jumlah
penanaman. Jika hal ini dilakukan,

Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 64

dapat dijadikan pupuk kompos.


Selain itu IPLT di pemukiman padat
penduduk
dapat
menghasilkan
biogas. Biogas merupakan gas hasil
fermentasi bahan organik oleh
mikroorganisme anaerobik. Biogas
toilet adalah limbah toilet tersebut
dimanfaatkan untuk diolah menjadi
methane (CH4) yang kemudian
digunakan sebagai bahan bakar
memasak oleh masyarakat setempat.
Biogas
toilet
ini
merupakan
pengembangan lebih lanjut dari
teknologi biogas untuk limbah ternak.

tidak ada emisi karbon dioksida


karena tumbuhan yang ditanam akan
mengkonsumsi
karbon
dioksida
sebanyak yang dilepaskan ketika
bahan dibakar. Jika energi yang
dihasilkan
digunakan
sebagai
pengganti bahan bakar fosil, maka
ada pula pengurangan emisi karbon
dioksida.
e. Bahan bakar biomassa sudah
digunakan secara berkelanjutan di
berbagai industri pedesaan pada
negara-negara berkembang. Pabrik
gula dan penggilingan padi, minyak
kelapa sawit dan agro-industri
lainnya,
secara
berkala
mengandalkan
limbah
mereka
sendiri untuk menghasilkan energi
yang
diperlukan.
Industri
penggergajian
kayu
sering
menggunakan potongan kayu dan
limbah
kayu
lainnya
untuk
menghasilkan energi panas guna
mengeringkan kayu. Usaha-usaha
seperti ini harus didorong untuk
beralih dari penggunaan bahan
bakar fosil ke bahan bakar biomassa.
f. Teknologi Pemanfaatan Sumber
Energi
Terbarui.
Pemanfaatan
sumber energi terbarui diyakini tidak
menghasilkan emisi karbon dioksida.
Oleh
karena
itu,
peningkatan
pemanfaatan energi dari sumbersumber
energi
terbarui
harus
dianggap sebagai unsur utama
dalam strategi mengurangi emisi
karbon dioksida. Namun sejauh ini,
sumbangan sumber-sumber energi
terbarui terhadap pemasokan energi
dunia amat kecil, kecuali dari tenaga
air. Selain tenaga air, dapat
digunakan juga energi matahari,
energi pasang surut, panas bumi dan
tenaga angin.
Di samping tindakan-tindakan di
atas, pabrik atau industri harus
melakukan penanggulangan emisi
debu dan senyawa pencemar.
Teknologi pengendalian yang akan
Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

a.
b.
c.
d.

digunakan harus dikaji secara


seksama agar penggunaan alat tidak
berlebihan dan kinerja yang diajukan
oleh pembuat alat dapat dicapai dan
memenuhi persyaratan perlindungan
lingkungan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi pemilihan teknologi
pengendalian
dan
rancangan
sistemnya ialah:
watak gas buang atau efluen
tingkat pengurangan limbah yang
dibutuhkan
teknologi
komponen
alat
pengendalian pencemaran
kemungkinan perolehan senyawa
pencemar yang bernilai ekonomi.

4. Limbah B3
Limbah B3 harus ditangani dengan
perlakuan khusus mengingat bahaya
dan resiko yang mungkin ditimbulkan
apabila limbah ini menyebar ke
lingkungan. Hal tersebut termasuk
proses pengemasan, penyimpanan,
dan pengangkutannya. Pengemasan
limbah B3 dilakukan sesuai dengan
karakteristik
limbah
yang
bersangkutan. Namun secara umum
dapat dikatakan bahwa kemasan
limbah B3 harus memiliki kondisi
yang baik, bebas dari karat dan
kebocoran, serta harus dibuat dari
bahan yang tidak bereaksi dengan
limbah yang disimpan di dalamnya.
Untuk limbah yang mudah meledak,
kemasan harus dibuat rangkap di
mana kemasan bagian dalam harus
dapat menahan agar zat tidak
bergerak dan mampu menahan
kenaikan tekanan dari dalam atau
dari luar kemasan. Limbah yang
bersifat self-reactive dan peroksida
organik juga memiliki persyaratan
khusus
dalam
pengemasannya.
Pembantalan kemasan limbah jenis
tersebut harus dibuat dari bahan
yang tidak mudah terbakar dan tidak
mengalami
penguraian
(dekomposisi) saat berhubungan
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 65

dengan
limbah.
Jumlah
yang
dikemas pun terbatas sebesar
maksimum 50 kg per kemasan
sedangkan limbah yang memiliki
aktivitas rendah biasanya dapat
dikemas hingga 400 kg per
kemasan.
Limbah B3 yang diproduksi dari
sebuah unit produksi dalam sebuah
pabrik harus disimpan dengan
perlakuan khusus sebelum akhirnya
diolah di unit pengolahan limbah.
Penyimpanan
harus
dilakukan
dengan sistem blok dan tiap blok
terdiri atas 22 kemasan. Limbahlimbah harus diletakkan dan harus
dihindari adanya kontak antara
limbah yang tidak kompatibel.
Bangunan penyimpan limbah harus
dibuat dengan lantai kedap air, tidak
bergelombang, dan melandai ke arah
bak penampung dengan kemiringan
maksimal 1%. Bangunan juga harus
memiliki
ventilasi
yang
baik,
terlindung dari masuknya air hujan,
dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi
dengan sistem penangkal petir.
Limbah yang bersifat reaktif atau
korosif
memerlukan
bangunan
penyimpan yang memiliki konstruksi
dinding yang mudah dilepas untuk
memudahkan keadaan darurat dan
dibuat dari bahan konstruksi yang
tahan api dan korosi.
Mengenai pengangkutan limbah B3,
persyaratan yang harus dipenuhi
terkait kemasan di antaranya ialah
apabila terjadi kecelakaan dalam
kondisi pengangkutan yang normal,
tidak terjadi kebocoran limbah ke
lingkungan dalam jumlah yang
berarti. Selain itu, kemasan harus
memiliki kualitas yang cukup agar
efektivitas kemasan tidak berkurang
selama pengangkutan. Limbah gas
yang
mudah
terbakar
harus
dilengkapi dengan head shields pada
kemasannya sebagai pelindung dan
tambahan pelindung panas untuk

mencegah kenaikan suhu yang


cepat.
Pembuangan limbah B3. Sebagian
dari limbah B3 yang telah diolah atau
tidak dapat diolah dengan teknologi
yang tersedia harus berakhir pada
pembuangan (disposal). Tempat
pembuangan akhir yang banyak
digunakan untuk limbah B3 ialah
landfill (lahan urug) (Damanhuri E,
1994: 67).
Metode pengolahan limbah B3 ada tiga
cara yaitu:
1. Chemical
Conditioning.
Tujuan
utama dari chemical conditioning
ialah:
o menstabilkan
senyawa-senyawa
organik yang terkandung di dalam
lumpur
o mereduksi
volume
dengan
mengurangi kandungan air dalam
lumpur o mendestruksi organisme
patogen
o memanfaatkan hasil samping proses
chemical conditioning yang masih
memiliki nilai ekonomi seperti gas
methane yang dihasilkan pada
proses digestion o mengkondisikan
agar lumpur yang dilepas ke
lingkungan dalam keadaan aman
dan dapat diterima lingkungan.
2. Solidification/Stabilization. Stabilisasi
didefinisikan
sebagai
proses
pencampuran limbah dengan bahan
tambahan (aditif) dengan tujuan
menurunkan laju migrasi bahan
pencemar dari limbah serta untuk
mengurangi
toksisitas
limbah
tersebut.
Sedangkan
solidifikasi
didefinisikan
sebagai
proses
pemadatan suatu bahan berbahaya
dengan
penambahan
aditif.
Teknologi
solidikasi/stabilisasi
umumnya menggunakan semen,
kapur
(CaOH2),
dan
bahan
termoplastik.
Metode
yang
diterapkan di lapangan ialah metode
in-drum mixing, in-situ mixing, dan
plant mixing.

Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 66

3. Incineration.
Pembakaran
atau
Insinerasi ini mengurangi volume dan
massa limbah hingga sekitar 90%
(volume) dan 75% (berat). Proses
insinerasi
menghasilkan
energi
dalam bentuk panas. Namun,
insinerasi
memiliki
beberapa
kelebihan di mana sebagian besar
dari komponen limbah B3 dapat
dihancurkan dan limbah berkurang
dengan cepat. Selain itu, insinerasi
memerlukan lahan yang relatif kecil.
Prinsip dalam pengelolaan limbah yang
harus kita pegang adalah 3R,
Reduce, Reuse, Recycle.
1. Reduce
(pengurangan)
adalah
mengurangi segala sesuatu yang
menyebabkan timbulnya limbah.
Sedapat mungkin kita mengurangi
penggunaan bahan-bahan yang
akan menghasilkan limbah. Contoh:
penggunaan sapu tangan untuk
menghapus
keringat
akan
mengurangi limbah dari kertas tissue
yang kita gunakan, menggunakan
botol minum permanen yang sehat
akan mengurangi limbah berupa
gelas plastik atau botol plastik air
mineral, pemilihan produk dengan
kemasan yang dapat didaur-ulang.
2. Reuse (daur pakai) adalah kegiatan
penggunaan kembali limbah yang
masih dapat digunakan baik untuk
fungsi yang sama maupun fungsi
lain.
Sedapat
mungkin
kita
menggunakan kembali bahan-bahan
yang masih memungkinkan untuk
dipakai lagi. Contoh: kertas yang
digunakan
bolak-balik
akan
mengurangi limbah kertas, gunakan
wadah/kantong
yang
dapat
digunakan berulang-ulang, gunakan
baterai yang dapat di- charge
kembali.
3. Recycle
(daur
ulang)
adalah
mengolah limbah menjadi produk
baru. Ada bahanbahan tertentu yang
dapat didaur-ulang, contoh: kertas,

karton, plastik, botol, besi, minyak


jelantah, berbagai limbah organik.
Paradigma
pengelolaan
sampah/limbah yang bertumpu pada
pendekatan akhir sudah saatnya
ditinggalkan
dan
diganti
dengan
paradigma
baru
pengelolaan
sampah/limbah.
Paradigma
baru
memandang limbah/ sampah sebagai
sumberdaya yang mempunyai nilai
ekonomi dan dapat dimanfaatkan,
seperti adanya pemanfaatan kotoran
ternak untuk biomigas dan sebagainya.
Menurut
ketentuan
Pasal
59
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dinyatakan :
(1) Setiap orang yang menghasilkan
limbah
B3
wajib
melakukan
pengelolaan
limbah
B3
yang
dihasilkannya.
(2) Dalam
hal
B3
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1)
telah kedaluwarsa, pengelolaannya
mengikuti ketentuan pengelolaan
limbah B3.
(3) Dalam hal setiap orang tidak mampu
melakukan
sendiri
pengelolaan
limbah
B3,
pengelolaannya
diserahkan kepada pihak lain.
(4) Pengelolaan
limbah
B3
wajib
mendapat izin dari Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota wajib mencantumkan
persyaratan lingkungan hidup yang
harus dipenuhi dan kewajiban yang
harus dipatuhi pengelola limbah B3
dalam izin.
(6) Keputusan pemberian izin wajib
diumumkan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan limbah B3 diatur dalam
Peraturan Pemerintah

Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 67

Mendasarkan ketentuan tersebut


kemudian
dikeluarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 yang

kemudian diubah dengan Peraturan


Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 dan
kemudian diperbaharui lagi dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor
18 tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
tertanggal 27 Februari 1999. Dalam
penjelasan
umum
PP
tersebut
dikemukaan
bahwa
pembangunan
industri
di
suatu
pihak
akan
menghasilkan barang yang bermanfaat
bagi kesejahteraan hidup rakyat dan
dilain pihak industri juga menghasilkan
limbah. Diantara lain limbah yang
dihasilkan
oleh
kegiatan
industri
tersebut adalah limbah yang berbahaya
dan beracun (B3). Limbah B3 yang
langsung dibuang ke lingkungan dapat
menimbulkan bahaya bagi lingkungan
dan kesehatan masyarakat serta
makluk hidup lainnya. Mengingat resiko
tersebut perlu diupayakan agar setiap
kegiatan industri dapat menghasilkan
limbah B3 seminimal mungkin dan
masuknya limbah B3 dari luar wilayah
Indonesia. Peran pemerintah dalam
pengawasan perpindahan lintas batas
limbah B3 tersebut telah diratifikasi
Konvensi Basel tanggal 12 Juli 1993
dengan KEPPRES Nomor 61 Tahun
1993. Hirarki pengelolaan limbah B3
dimaksudkan agar limbah B3 yang
dihasilkan masing-masing unit produksi
sedikit mungkin dan bahkan dapat
diusahakan nol, dengan mengupayakan
reuksi pada pengelohan bahan ,
substitusi bahan, pengaturan operasi
kegiatan dan digunakan teknologi
bersih. Bilamana masih dihasilkan
limbah
B3
maka
diupayakan
pemanfaatan limbah B3.
Pemanfaatan limbah B3 yang
mencakup
kegiatan
daur
ulang
(recycling),
perolehan
kembali
(recovery) dan penggunaan kembali
(reuse)merupakan mata rantai penting
dalam pengelolaan limbah B3. teknologi
pemanfaatan limbah B3 disatu pihak
dapat dikurangi limbah B3 disisi lain

dapat meningkatkan bahan baku. Hal ini


pada gilirannya dapat mengurangi
kecepatan penguasan sumber daya
alam. Untuk menghilangkan atau
mengurangi
resiko
yang
dapat
ditimbulkan dari limbah B3 yang telah
dihasilkan perlu dikelola secara khusus.
Pengelolaan limbah B3 merupakan
sustu
rangkaian
kegiatan
yang
mencakup penyimpanan, pengumpulan,
pemanfaatan,
pengangkutan
dan
pengolahan limbah B3 termasuk
penimbunan hasil pengolahan tersebut.
Dalam rangkaian tersebut terkait
beberapa
pihak
masing-masing
merupakan
mata
rantai
dalam
pengolahan
limbah
B3(http://ericaalviyanti.blogspot.com)
yaitu :
1. Penghasil limbah B3
2. Pengumpul limbah B3
3. Pengangkut limbah B3
4. Pengolah limbah B3
5. Pemanfaatan limbah B3
6. Penimbun limbah B3.
Dengan
pengolahan
limbah
sebagaimana dimaksud di atas maka
mata rantai siklus perjalanan limbah B3
sejak dihasilkan oleh penghasil limbah
B3 sampai pada penimbunan akhir
limbah B3 dapat diawasi, setiap mata
rantai perlu diatur sedangkan perjalanan
limbah dapat diatur dengan manifest
berupa dokumen limbah B3. dengan
manifest dapat diketahui berapa jumlah
limbah B3 yang dihasilkan dan berapa
yang telah dimasukan dalam proses
pengolahan dan penimbunan akhir yang
telah memenuhi syarat lingkungan.
Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun menyatakan bahwa limbah B3
adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun karena
sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlah baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat mencemarkan

Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 68

dan/atau merusak lingkungan hidup,


dan/atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hdup
manusia serta makluk hidup lainnya.
Pasal 1 butir 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun
menyatakan
bahwa
pengolahan
limbah
B3
adalah
rangkaian kegiatan mencakup kegiatan
reduksi, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan,
pengolahan, dan penimbunan limbah
B3. Pengumpulan limbah B3 adalah
kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari
penghasil limbah B3 dengan maksud
enyimpan
sementar
sebelum
diserahkan
kepada
pemanfaatan
dan/atau pengolahan
dan atau
penimbunan limbah B3. Pengangkutan
limbah B3 adalah suatu kegiatan
pemindahan limbah B3 dari penghasil
dan/atau dari pengumpul dan/atau dari
pemanfaatan dan/atau dari pengolah
ke
pengumpul
dan/atau
ke
pemanfaatanm dan/atau penimbun
limbah B3. Pemanfaatan limbah B3
adalah suatu kegiatan perolehan
kembali
(recovery)
dan/atau
penggunaan kembali (re-use) dan atau
daur ulang (recycle) yang bertujuan
untuk mengubah limbah B3 menjadi
suatu produk yang dapat digunakan
dan harus juga aman bagi lingkungan
dan kesehatan manusia. Penimbunan
limbah
adalah
suatu
kegiatan
menempatkan limbah B3 pada fasilitas
penimbunan yang baik dengan maksud
tidak membahayakan bagi manusia
dan lingkungan hidup.
Pasal 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun
menyatakan
bahwa
pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk
mencegah
dan
menanggulangi
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh
limbah B3 serta melakukan pemulihan

kualitas lingkungan yang


sudah
tercemar sehingga sesuai dengan
fungsinya kembali.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun menyatakan bahwa setiap
orang atau badan usaha
yang
menghasilkan limbah B3 dilarang
membuang langsung kedalam media
lingkungan hidup tanpa pengolahan
terlebih dahulu.
Pasal 4 Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun menyatakan bahwa setiap
orang atau badan usaha yang
melakukan kegiatan penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan,
pengolahan, penimbunan limbah B3
dilarang
melakukan
pengenceran
dengan
maksuds
menurunkan
konsentrasi zat racun dan bahaya
limbah B3.
Berdasarkan ketentuan yang ada jenis
limbah B3 menurut sumbernya meliputi
:
a. Limbah B3 dari sumber tidak specifik
b. Limbah B3 dari sumber spesifik.
c. Limbah B3 dari bahan kimia
kadaluwarsa,
tumpahan,
bekas
kemasan, dan buangan produk yang
tidak memenuhi spesifikasi.
Sedangkan limbah yang tidak
memerlukan
pengujian
tetapi
mempunyai karakteristik tertentu dapat
dikategorikan limbah B3 antara lain :
1. Mudah meledak.
2. Mudah terbakar.
3. bersifat reaktif
4. Beracun
5. Menyebabkan infeksi
6. Bersifat korosif.
Untuk mengurangi adanya resiko
terhadap pengelolaan limbah B3 perlu
adanya penerapan sanksi yang tegas
terhadap para pelakunya, karena efek
dari limbah B3 yang sangat berbahaya

Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 69

bagi manusia dan lingkungannya


http://endangjegoz.wordpress.com)

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa limbah B3 (Bahan
Berbahaya
dan
Beracun)
yang
merupakan limbah yang dihasilkan dari
kegiatan industri atau kegiatan lain yang
harus
diupayakan
pengelolaannya
karena
apabila
dibuang
secara
langsung ke dalam lingkungan dapat
membahayakan bagi manusia dan
ekosistem lingkungannya. Dari aspek
yuridis dengan dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999
Tentang
Pengelolaan
Limbah
Berbahaya dan Beracun menempatkan
sebagai pedoman bagi langkah-langkah
pengelolaan
B3
dan
meberikan
perlindungan hukum bagi masyarakat.
Pengolahan limbah B3 dimaksudkan
untuk
dapat
sedikit
mungkin
diminimalisir jika perlu diusahakan
sampai
nol
sehingga
tidak
membahayakan bagi kehidupan, untuk
itu perlu diupayakan pemanfaatan
teknologi
guna
mendukung
pelaksanaan pengelolaan limbah B3
dengan sistem 3R, Reduce, Reuse,
Recycle.
SARAN
Untuk menunjang adanya efek jera
para pelaku yang melanggar ketentuan
mengenai pengelolaan limbah B3 perlu
adanya pengawasan dan penerapan
sanksi yang tegas karena limbah B3
yang
dihasilkan
tidak
hanya
membahayakan manusia tetapi terlebih
membahayakan kelestarian lingkungan
hidup yang juga membahayakan
kehidupan masyarakat baik lokal
maupun
internasional.
Kesadaran
bahwa lingkungan hidup menyangkut

Sosial Volume 14 Nomor 2 September 2013

kelangsungan
hidup
manusia
hendaknya
menimbulkan
rasa
terpanggil dan rasa tanggung jawab
bagi semua pihak untuk bahu
membahu berperan serta melestarikan
kemampuan lingkungan yang serasi
dan seimbang. Dengan demikian
peranan
dalam
pembangunan
berwawasan
lingkungan
yang
berkelanjutan dapat dicapai dan
dilaksanakan sebagaimana cita-cita
seluruh bangsa, termasuk di dalamnya
pembangunan lingkungan hidup.

DAFTAR PUSTAKA
Bambang
Sunggono,
Metodologi
Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2002
Damanhuri, E. : Pengelolaan terpusat
buangan B-3 dari industri kecil, Studi
kasus
industri
kecil
di
Gerbangkertasusila Jawa Timur,
Proceedings
seminar
nasional
pengelolaan lingkungan ITB
Tantangan Masa Depan, ISBN 9798456-00-9, Bandung 1994
Setiyono, Dasar Hukum Pengelolaan
Limbah
B3,
ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/artic
le/download/214/162
Saidi, Z, 2009, Implikasi impor limbah di
Indonesia , BPP Teknologi UNESCO, Jakarta.
http://ericaalviyanti.blogspot.com/2012/
12/bahan-berbahaya-beracun.html
http://endangjegoz.wordpress.com/201
2/12/19/penanganan-limbah/
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang
Perlindungan
dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
1999 Tentang Pengelolaan Limbah
Berbahaya dan Beracun

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BER 70

Anda mungkin juga menyukai