08e00271 PDF
08e00271 PDF
TESIS
Oleh
ZAINAL ABIDIN
037005028/ HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN
2006
vi
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
vi
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
RIWAYAT HIDUP
Nama
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
Pendidikan
vi
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
KATA PENGANTAR
vi
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Agustus 2006
Penulis
ZAINAL ABIDIN
vi
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL TESIS
: PENGELOLAAN
LIMBAH
BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN DIRUMAH
SAKIT UMUM DAERAH CUT MEUTIA
LHOKSEUMAWE
NAMA MAHASISWA
NOMOR POKOK
PROGRAM STUDI
: ZAINAL ABIDIN
: 037005028
: ILMU HUKUM
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Direktur,
vi
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora
Dalam Program Studi Ilmu Hukum
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ZAINAL ABIDIN
037005028/ HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2006
vi
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
ii
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
pula halnya dengan upaya pengelolaanasmpah medis B3 di lingkungan rumah sakit yang
menuntut adanya partisipasi dari seluruh pihak. Selain ketentuan-ketentuan umum
seperti tersebut di atas maka dalam Undang-undang No 23./1997 terdapat pula beberapa
pasal yang secara tegas dan jelas mengatur masalah Limbah B3, yakni : pasal 1 butir
(17) tentang defenisi B3, Pasal 1 butir (21) dan pasal 16 tentang Kewajiban pengelolaan
Limbah, pasal 17 tentang Kewajiban pengelolaan Limbah B3, pasal 20 ayat (1) tentang
izin pembuangan limbah dan pasal 41 sampai dengan pasal 47 tentang ketentuan Pidana
yang berkaitan dengan masalah limbah B3. Peraturan Pemerintah No. 85/1999 sendiri
merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang No.23/1997 yang khusus
mengatur masalah limbah B3. (2) penerapan Undang-undang No.23 /1997 dan PP
No. 85/1999 dalam pengelolaan limbah di RSUD Cut Meutia Lhoksuemawe belum
terlaksana dengan baik. Hal tersbeut dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan pengelolaannya
dengan pihak-pihak : Penghasil, Pengumpul, Pengangkut, dan Penimbun. Pada pihak
penghasil terlihat adanya alat perlindungan khusus seperti masker, sarung tangan,
pakaian khusus dan lain-lain . menurut Undang-undang No. 23/1997 masalah tersebut
antara lain memuat adanya hak dan kewajiban antar para pihak terkait,yakni : hak
Petugas pengumpul unutk memperoleh lingkungan Hidup yang baik dan sehat (pasal 5
ayat 1) serta hak atas informasi lingkungan hidup yang terkait dengan perannya dalam
upaya pengelolaan lingkungan hidup (pasal 5 ayat 2). Sebaliknya Pihak pengelola
RSUD Cut Meutia Lhoksuemawe berkewajiban untuk memberikan pendidikan,
pelatihan dan penyuluhan pada Petugas sampah medis B3 sebagai tuntutan realisasi dari
ketentuan pasal 6 (2) Undang-undang No. 23/1997 yang mengatur kewajiban untuk
memberikan informasi yang benar dan akurat dalam pengelolaan lingkungan hidup atau
yang dalam hal ini berupa pengelolaan Limbah B3. menurut PP No.85/1999 sendiri
masalah tersebut antara lain terkait dengan tuntutan penggunaan teknologi bersih Pada
pihak pengangkut terlihat bahwa sarana pengangkutan limbah B3 belum tertutup
seluruhnya sehingga dikhawatirkan akan mencerminkan lingkungan hidup (pasal 1
butir 17 Undang-undang No 23/1997) menurut PP No. 85/1999 pengangkutan seperti
dimaksud di atas dianggap bertentanggan dengan upaya pencegahan pencemaran limbah
B3 (pasal 2). Tahap akhir atau tahap pemusnahan dilakukan dengan jalan, yakni :
pendelegasian wewenang pada Pemerintah Daerah Kota Medan dan penimbunan ..
Menurut Undang-undang No. 23/1997dan PPNo. 85/1999 pilihan pertama lebih sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang ada
Kata Kunci : Penggelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
ii
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI.. iv
DAFTAR TABEL..... vii
BAB I : PENDAHULUAN. 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 9
C. Tujuan Penelitian... 10
D. Manfaat Penelitian. 10
E. Keaslian Penelitian 11
iv
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
40
40
Analisa Data..
40
Kerangka Konseptual.
41
42
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
42
DAFTAR PUSTAKA
.
vi
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya
orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan, jadi
untuk menghindari resiko dan gangguan kesehatan maka perlu penyelenggaraan
kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan.
Selanjutnya dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No
IV/MPR/1999-2004 dinyatakan bahwa kehendak Politik (Political Will) Pemerintah
Indonesia dalam upaya pembangunan bidang kesehatan, yaitu :
1. Pemulihan dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandunagn sampai lanjut
usia.
2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan
melalui pemberdayaan manusia secara berkelanjutan dan sarana prasarana
dalam bidang Medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh
masyarakat.1
Oleh karenanya pembangunan di Indonesia berarti menuju kepada perubahan
manusia Indonesia untuk menjadi manusia pembangunan manusia tanggap dan
mudah menyesuaikan diri dengan alam modern, serta mampu menggunakan potensi
yang ada padanya serta berdaya guna dan berhasil guna.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
BAB IV.F. 1 a. dan b tentang arah kebijakan bidang sosial budaya sub bidang kesehatan dan
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Rumah Sakit, di mana rumah sakit menyediakan fasilitas rawat tinggal dalam
disadari sebagai pelayanan pengobatan dan perawatan. Limbah rumah sakit mulai
disadari sebagai bahan buangan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan,
lingkungan karena berbagai bahan yang terkandung di dalamnya dapat menimbulkan
dampak kesehatan.
Secara umum limbah rumah sakit ada dua macam yaitu limbah dan limbah
non medis. Limbah disebut juga limbah B3 khusus rumah sakit yang merupakan
limbahindekssius.
pengaruh yang negatif terhadap masyarakat dan likungan. Limbah akan menjadi
sumber makanan dan tempat berkembang baiknya meningkatkan kesehatan
lingkungan rumah sakit dengan melakukan penanganan limbah medis dengan baik
dan memenuhi syarat kesehatan, guna menghindari penularan penyakit infeksi di
rumah sakit.
Harun.M Husen, Berbagai aspek hukum analisis mengenai dampak lingkungan (Jakarta : 1992), hal.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Ibid, Hal 11
B. Perumusan Masalah
Limbah rumah sakit dapat dianggap sebagai mata rantai penyebaran penyakit
menular, limbah bisa menjadi tempat tertimbulnya organisme penyakit. Di samping
itu didalam limbah juga terkandung berbagai bahan kimia beracun dan benda-benda
tajam yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, debu dalam sampah dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, debu dalam sampah jug dapat menimbulkan
pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penaykit dan mengkontaminasi
peralatan medis dan makanan.
Limbah rumah sakit dapat di golongkan antara lain menurut jenis unit
penghasil dalam garis besarnya. Untuk keperluan pengelolaan limbah B3 tiap rumah
sakit dapat menyusun sendiri dan disesuaikan dengan kondisi setempat dan
kemampuan pengelolaan.
Permasalahan yang akan di bahas oleh penulis dalam tesis ini adalah sebagai
berikut :
-
C. Tujuan Penelitian
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kepentingan :
1. Secara Teoritis dapat menambah pengetahuan dan sebagai bahan informasi
ataupun sebagai bahan perbandingan bagi peneliti di bidang lingkungan hidup
dan bagi pemerhati lingkungan hidup atau acuan untuk penelitian yang sejenis
bagi
pihak-pihak
yang
terlibat
didalamnya
(Pemerintah
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian adalah bentuk deskriptif, yaitu melihat gambaran teknis
tata cara pengolahan limbah dan permasalahannya.
Populasi dan Sampel
Populasi :
- Seluruh limbah yang dihasilkan oleh seluruh ruangan atau unit penghasil
limbah rumah sakit.
- Seluruh petugas sampah dan instalasi ruangan yang menghasilkan limbah di
rumah sakit.
Metode dan Instrumet
Metode dalam penelitian ini adalah wawancara, kuisioner dan
observasiInstrumen dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara /kuisioner
dan checklist
Teknik Pengumpulan data
Data primer di peroleh melalui wawancara dengan petugas unit ruangan
yang menghasilkan limbah, petugas sampah. Data skunder di peroleh dari data
yang tersedia di rumah sakit.
Analisa data
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
F. Kerangka Konseptual
Dari aktivitas/kegiatan rumah sakit akan menghasilkan limbah B3
sebagai hasil sampingan dari pengobatan, perawatan dan diagnostic, agar limbah ini
tidak menghasilkan infeksi silang dan merusak lingkungan rumah sakit, maka
pengolahannya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Untuk melaksanakan pengolahan limbah B3 terdapat berbagai faktor
yang mempengaruhi dan membentuk suatu stuktur variabel yang berhubungan erat
satu sama lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :
- Jumlah Pengunjung
- Sarana dan fasilitas yang digunakan
- Tata cara teknis pengelolaan
- Jumlah tenaga atau petugas dan alat perlindungan kerja.
- Tenaga pengawas atau penanggung jawab (kepala unit/ ruangan, bagian sarana).
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4042
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
tersebut telah direspons oleh UU No. 23/1997 dimana dalam pasal 5 ayat (1)
disebutkan bahwa : Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan
hidupyang baik dan sehat. Lebih lanjut dalam ayat (2) dan (3) diberikan pula hak
untuk memperoleh informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan hidup serta hak untuk berperan di dalamnya. Untuk memperoleh haknya
tersebut maka UU No. 23/1997 memberi kewajiban pada setiap orang untuk ikut
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup (pasal 6 ayat (1) UU No.23/1997.
khusus bagi pelaku usaha dan/atau kegiatan diwajibkan untukmemberikan informasi
yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup (pasal 6 ayat (2) UU
No. 23/1997).
Dalam konteks yang lebih general , pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 23/1997)
juga memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya bagi seluruh
masyarakat untuk berperan dalam Pengelolaan lingkungan hidup. Partisipasi
masyarakat yang berupa hak dan kewajiban untuk berperan dalam pengelolaan
lingkungan hidup itu diatur dan ditentukan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud
pasal 8 ayat (1), (2) dan (3).
Pemerintah sendiri sebagai pihak yang berkompeten telah dibebankan
beberapa kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 10, antara lain dalam huruf (c)
disebutkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk : mewujudkan, menumbuhkan,
mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan
pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
44.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Jumlah kegiatan Pengolah dan Penghasil B3 yang terkena AMDAL jauh lebih kecil
dari pada jumlah kegitan penghasil dan pengolah yang sebenarnya ada di Indonesia.
Sebaliknya kegiatan-kegiatan yang berskala kecil yang memproses dan
mengahasilkan limbah B3 dapat luput dari AMDAL jika kegiatan-kegiatan itu tidak
memenuhi kriteria yang berdampak penting. Oleh karena itu, pemecahan masalah
terhadap ancaman pencemaran lingkungan akibat limbah B3 yang bersumber dari
kegiatan-kegiatan yang luput dari kriteria wajib AMDAL harus dilakukan melalui
Undang-undang yang khusus mengatur tentang pengelolaan limbah B3 sebagaimana
halnya rumah sakit.
c. Audit Lingkungan
Dalam UU No. 23/1997 penerapan audit lingkungan diatur dalam pasal 28di
mana disebutkan audit lingkungan ini bersifat suka rela. Namun dalam keadaan
tertentu pelaksanaan audit lingkungan oleh badan usaha berdasarkan UU No.
23/1997 dapat bersifat wajib sebagaimana diatur dalam pasal 29 ayat (1), (2), (3),
(4), dan (5).
d. Kewajiban pengelolaan limbah dan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun
kewajiban untuk mengelola limbah diatur dalam pasal 16 ayat (1) UU No.
23/1997 di mana disebutkan bahwa : Setiap Penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan, wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan.
Batasan pengertian dari pengelolaan limbah dimuat pada bagian penjelasan
pasal 16 ayat (1) yakni : pengelolaan limbah merupakan rangkaian yang mencakup
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
sengketa
lingkungan hidup tidak lagi efektif atau apabila tingkat kesalahan relatif berat atau
dampak yang ditimbulkannya meresahkan masyarakat.
Sehubungan dengan itu pengelolaan limbah B3 apabila tidak dilakukan
secara benar dan baik karena sifatnya akan mengakibatkan pencemaran atau
kerusakan yang berat terhadap lingkungan hidup sehingga pada gilirannya akan
meresahkan masyarakat, di sinilah letak pentingnya hukum pidana dalam UU No.
23/1997, yakni di satu sisi sebagai upaya antisipasi dan di sisi lain sebagai upaya
represif. Hal ini harus benar-benar dipahami dan didasari oleh pelaku usaha dan/atau
kegiatan, khususnya dalam hal ini pihak pengelola rumah sakit sebagai pihak yang
berkompeten.
3. Pengaturan PP No. 85/1999 Atas Masalah Pengelolaan Limbah B3
Menurut pasal 1 angka 3 PP ini, pengelolaan limbah B3 di defenisikan
sebagai :. Rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan , pengelolaan dan penimbunan limbah
B3.
Dari defenisi di atas selanjutnya dapat disimpulkan adanya keterlibatan
beberapa pihak yang merupakan subjek pengelolaan limbah B3 sebagaimana diatur
pasal 1 angka (2), yakni :
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Penghasil Limbah
Pengangkut limbah
Pemanfaatan limbah
Pengolah limbah
Penimbun limbah
Dalam PP No. 85/1999 ini disebutkan bahwa pengelolaan limbah B3
ditujukan untuk : mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang diakibatkan limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas
lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali (pasal
2 PP No. 85/1999).
Tujuan pengelolaan limbah B3 seperti disebutkan pasal 2 di atas meski lebih
spesifik (adanya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kualitas lingkungan)
dari tujuan yang disebutkan dalam UU No. 23/1997
1. Peizinan
Jika di dalam UU No 23/1997 ketentuan mengenai perizinan hanya diatur
secara singkat, maka dalam PP No 85/1999 ini masalah perizinan diatur sedemikian
rupa sebagai berikut:
Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan:
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
a. Penyimpanan,
pengumpulan,
pemanfaatan,
pengolahan
dan/atau
instansi yang
bertanggung jawab.
Menyangkut masalah pengawasan baik menurut pasal 22 UU No. 23/1997
maupun pasal 47 ayat (1) PP No. 85/1999, dikoordinir oleh menteri, sedangkan
pelaksanaannya diserahkan pada instansi yang bertanggung jawab.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan dan buangan produk yang
tidak memenuhi spesifikasi
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Limbah B3 yang
dihasilkan RSU Daerah Cut Meutia Lhoksumawe merupakan limbah B3
dari
spesifik sebab limbah tersebut berasal dari sisa proses suatu kegiatan (RSU Daerah
Cut Meutia ) yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian limbah. Hal
ini mengacu pada apa yang disebutkan dalam penjelasan pasal 7 ayat (1) huruf (b)
PP No.85/1999.
Kepastian tentang teridentifikasinya sampah medis RSU sebagai limbah
B3 juga dapat dilihat dari terpenuhinya beberapa kriteria B3 sebagaimana diatur
dalam pasal 7 ayat (3) PP No. 85/1999, antara lain :. Limbah tersebut memiliki
karakteristik ..,beracundan/atau bersifat dan/atau menyebabkan infeksi dan
bersifat korosif.
Dengan telah terpenuhinya beberapa unsur dari kedua tahapan diatas maka
uji toksikologi tidak lagi perlu dilakukan, sebab sampah medis yang dihasilkan oleh
RSU Daerah Cut Meutia Lhokseumawe menurut PP. No. 85/1999 di atas telah
teridentifikasi sebagai limbah B3.
Oleh karena itu pihak pengelola Rumah sakit 986/MENKES/PER/XI/1992
sebagai pihak yang penyehatan lingkungan rumah sakit, tidak saja pengelolaan
limbah bahan 17 ayat (1) No. 23/1997.
Menyangkut masalahpengelolaan limbah B3 menurut pasal 17 ayat (2) UU
No. 23/1997 terdapat beberapa kegiatan, yakni : menghasilkan, mengangkut,
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Penghasil
Pengumpul
Pengangkut
Penimbun
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Dalam Uraian dibawah ini akan di bahas kegiatan-kegiatan dari masingmasing pihak dalam rangka pengelolaan limbah B3 di RSU Daerah Cut Meutia
Lhoksumawe.
1. Teknik Operasional Pembuangan Limbah B3 Di RSU Daerah Cut Meutis
Lhoksumawe
Sistem pembuangan Limbah B3 dilakukan dengan cara terpisah yaitu
pembuangan Limbah B3 yang bersifat padat dan limbah B3 yang bersifat cair.
Pembuangan limbah B3 yang bersifat padat dilakukan pengumpulan dari dari tiaptiap unit kerja yang ada di RSU Daerah Cut Meutia Lhoksumawe oleh petugas
kebersihan yang mana diangkut secara sekaligus tanpa lebih dahulu dilakukan
pemisahan antara sampah medis yang bersifat B3 dengan sampah lainnya.20
Hal ini disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan/informasi petugas
kebersihan tentang teknik pemisahan dari pada sampah medis B3 dengan sampah
lainnya.21
Setelah dikumpulkan dan kemudian diangkut oleh petugas sampah,
limbah tersebut dikumpulkan pada suatu tempat dan kemudian diangkut oleh petugas
kebersihan dari Kontraktor Klining Service dan untuk kemudian dibuang ke tempat
pembuangan sampah akhir (TPA). Tersendiri yang setelah itu dibakar setiap harinya.
Sedangkan limbah B3 yang bersifat cair pembuangan dilakukan hanya
melalui got atau parit yang mengalir di dalam RSU Daerah Cut Meutia Lhoksumawe
yang kemudian mengalir keluar got atau parit yang ada di depan RSU Cut Meutia
Lhokseumawe di Jalan Raya Medan-Banda Aceh.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
18
Hasil wawancara dengan Ibu Lindawati, kepala sarana Rumah Sakit Umum
Ibid
21
2. Penghasil Limbah B3
Pihak penghasil di sini terdiri dari banyak orang atau petugas rumah sakit,
khususnya yang berada langsung di sektor pengobatan, perawatan dan penunjang
diagnostik/pelayanan. Dari data yang ada tercatat karyawan yang berhubungan di
sektor ini sebagai penghasil limbah B3 berjumlah 400 orang. Jumlah tersebut dengan
perincian sebagai berikut.
8 orang apoteker 23
Limbah yang dihasilkan oleh penghasil, khususnya yang teridentifikasi
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
23
Hasil wawancara dengan Ibu Lindawati, Kepala sarana RSUD Cut Meutia
3. Pengumpul Limbah B3
a. Cara Pengumpulan
Pengumpulan sampah medis B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah
B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum
diserahkan kepada pemanfaatan dan/atau penimbunan limbah B3. pada tahap ini
langkah pertama yang harus dilakukan adalah membedakan dan memisahkan
sampah medis dengan limbah biasa sehingga dampak negatif yang mungkin
ditimbulkan oleh limbah B3 sebagai sumber infeksi dapat dihindari. Di samping itu
hal tersebut juga akan memudahkan penanganan selanjutnya oleh petugas limbah.
Untuk mengumpulkan sampah medis B3 ini maka kalau dipakai kantong
plastik yang telah diikat rapat dan dipastikan
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
kontainer khusus di depan atau di luar ruangan, untuk selanjutnya diangkut oleh
petugas medis B3 ke bak pengumpul.
Dalam kegiatan pengumpulan sampah medis B3 ini perlu diperhatikan
ketentuan pasal 40 ayat (1) PP No. 85/1999 khususnya dalam huruf (a) di mana
antara lain disebutkan bahwa : Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan :
Penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan pengolahan dan/atau
penimbunan
limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi yang bertanggun jawab
Dengan demikian kegiatan pengumpulan limbah B3 wajib memperoleh
izin dari instansi yang bertanggung jawab. Namun di sini perlu di garis bawahi
bahwa kegiatan pengumpulan limbah B3 seperti dimaksud dalam ketentuan pasal 40
ayat (1) huruf (a) di atas hanya ditujukan bagi pelaku usaha dan/atau kegiatan yang
tidak mengolah sendiri limbah B3-nya tetapi menyerahkanya kepada pusat-pusat
pengolahan yang telah mendapat izin dari Bapedal, sebagaimana yang dimuat dalam
PP No. 19/1994. jadi kewajiban untuk memperoleh izin bagi kegiatan pengumpulan
limbah B3 itu tidak berlaku bagi pelaku usaha dan/atau kegiatan yang mengolah
sendiri limbah B3-nya, seperti yang dalam hal ini dilakukan oleh RSU Cut Meutia
Lhokseumawe
Sebab instansi yang menyelenggarakan pengangkutan itu bertanggung jawab sendiri
secara langsung.
b. Tenaga Pengumpul Limbah B3
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa sampah medis B3
adalah
limbah
yang
infeksius
dan
40
berbahaya
bagi
kesehatan
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
maupun
26
Dalam Tabel di bawah ini keadaan tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut
Tabel : Jumlah Penggunaan pakaian pelindung petugas Sampah Medis B3 di
RSU Cut Meutia Lhokseumawe 2005
No
Pakaian Pelindung
Jumlah
Persentase
(Orang)
(%)
1.
Digunakan
2.
Tidak digunakan
10
100
Jumlah
10
100
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
No
Frekuensi Pengangkutan
Jumlah
Persentase
1.
Tidak menentu
2.
16
100
16
100
Jumlah
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Meutia Lhokseumawe sebab sebagian besar tahapan tersebut berada dalam tanggung
jawabnya. Ketentuan mengenai hal tersebut secara tegas disebutkan dalam pasal 17
ayat (1) No. 23/1997, yakni :Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa pengangkutan limbah B3 di RSU
Cut Meutia Lhoksumawe dilakukan dengan menggunakan kereta dorong yang
sebahagiannya tidak tertutup, sedangkan di dalamnya belum ada pemisahan secara
khusus antara sampah medis B3 dengan limbah biasa. Jadi baik sampah medis B3
maupun limbah biasa masih diangkut dalam kereta dorong yang sama pada saat yang
bersamaan pula.
Kegiatan pengangkutan limbah B3 seperti yang dilaksanakan di RSU Cut
Meutia Lhokseumawe di atas, dikhawatirkan akan dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan hidup (pasal 1 butir (20) UU No. 23/1997), khususnya
bagi lingkungan hidup (pasal 1 butir(20) UU No.23/1997), khususnya bagi
lingkungan rumah sakit dan lokasi pemukiman penduduk sekitar rumah sakit.
Kekhawatiran tersebut didasarkan atas penggunaan kereta dorong limbah yang
sebahagiannya terbuka dan dibawa mengelilingi kompleks rumah sakit sehingga
dapat menimbulkan terjadinya perkembangbiakkan dan penyebaran bibit penyakit.
Dalam perspektif UU No. 23/1997 kekhawatiran itu didasarkan atas sifat,
konsentrasi dan jumlah limbah B3 yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat
mencemarkan
dan/atau
merusakkan
lingkungan
hidup,
kesehatan,
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain (pasal 1 butir (7) UU No.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
perusakan lingkungan hidup akibat limbah B3, seperti dimaksud pasal 2 PP No.
85/1999.
Selanjutnya hal-hal yang secara khusus segera dibenahi dan dipersiapkan
oleh RSU Cut Meutia Lhokseumawe dalam masalah pengangkutan sampah medis
B3 ini adalah
1) Memisahkan sampah medis B3 dengan non medis, hal ini harus didukung pula
pada tahapan sebelumnya yakni pengumpulan, sehingga kegiatan pemisahan
dapat berjalan dengan lancar.
2) Menggunakan kereta dorong yang seluruhnya tertutup sehingga resiko
pencemaran lingkungan hidup akibat sampah medis B3 dapat dihindari.
3) Meningkatkan kesadaran dan pemahaman sumber daya manusia yang terkait
dalam masalah pengelolaan limbah B3 atas pentingnya arti kegiatan yang
mereka lakukan dan adanya mekanisme hukum yang mengaturnya, yakni UU
No. 23/1997 dan No. 85/1999.
4) Perlunya peran aktif dari masyarakat (pasien, keluarganya maupun para
pengunjung yang bertanggung jawab (Bapedal) apabila ada hal-hal yang
dianggap dapat mengancam kesehatan dan kualitas lingkungan hidup. Peran
aktif masyarakat tersebut dalam pasal 6 ayat (1) UU No. 23/1997 dijabarkan
sebagai : kewajiban untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
perspektif
No.
23/1997
masalah
penyerahan
wewenang
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
ketentuan tentang masalah tersebut diatur dalam pasal 16 ayat (2) UU No.23/1997 di
mana disebutkan :Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada
pihak lain.
Meskipun ketentuan pasal 16 ayat (2) UU No. 23/1997 di atas tidak secara
defenitif menentukan apakah limbah B3 termasuk dalam kategori limbah sperti
dimaksud dalam pasal itu, namun jika ketentuan pasal 1 butir (16) UU No. 23/1197
yang menyatakan bahwa : Limbah adalah hasil usaha dan/atau kegiatan, maka
dapat disimpulkan bahwa limbah B3 yang juga merupakan hasil dari suatu usaha
dan/atau kegiatan termasuk dalam kategori limbah seperti dimaksud pasal 16 ayat
(2) tersebut.
Demikian Pula halnya dengan limbah B3 merupakan hasil dari kegiatan
rumah sakit dapat diserahkan pada pihak lain termasuk kontraktor klining service
menyangkut wewenang kontraktor klining service untuk pengelola lingkungan hidup
yang dalam hal ini berupa pengelolaan limbah (33) UU No. 23/1997 telah
mengaturnya dalam pasal 12 ayat (1) dan pasal 13 ayat (1) dimana antara lain
disebutkan adanya pendelegasian wewenang pengelolaan lingkungan hidup dari
pusat kepada pemerintah daerah.
Dengan diserahkan proses pemusnahan limbah B3 dari pihak pengelola
RSU Cut Meutia Lhokseumawe hanya terbatas pada kegiatan menghasilkan,
mengangkut dan mengumpulkan. Di satu sisi kebijakan ini sangat membantu
efektifitas dan efisiensi kerja dari pihak-pihak terkait di RSU Cut Meutia
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Lhokseumawe, namun disisi lain hal ini berdampak pada rendahnya kesadaran dan
tanggung jawab dari pihak-pihak terkait untuk melakukan tindakan khusus sebelum
limbah B3 tersebut diserahkan penanganannya kepada petugas kebersihan. Tindakan
khusus dimaksud antara lain : belum adanya pemisahan sampah medis B3 dengan
sampah medis non B3, bahkan sampah medis B3 dan non B3 itu terkadang masih
dicampurkan dengan limbah biasa. Di samping itu tindakan khusus yang berupa
sterilisasi disinfeksi terhadap sampah medis B3 juga terlihat belum dilaksanakan.
Dalam tabel di bawah ini keadaan di atas dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel
No
Perlakuan Khusus
Jumlah
Persentase
1.
Ada
2.
Tidak ada
100
100
Jumlah
Oleh karena itu di sini pihak pengelola RSU Cut Meutia Lhoksumawe
harus benar-benar memperhatikan dan membenahi masalah ini, sebab meskipun
tanggung jawab pemusnahan sudah diserahkan kepada kontraktor klining servis ,
namun jika timbul pencemaran Limbah B3 karena kealpaan pihak RSU Cut Meutia
Lhoksumawe maka perbuatan tersebut dapat diancam pidana seperti diatur dalam
pasal 42 dan pasal 44 (ayat(1) dan pasal 45 UU No. 23/1997.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Dalam hal ini pidana ketentuan yang terkait langsung dengan masalah
limbah B3 (termasuk sampah medis B3) adalah pasal 44 ayat (1) di mana disebutkan
: Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan-ketentuan perundang undangan
yang berlaku, karena kealpaan melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 43, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan :Jika tindak pidana sebagaimana
dimaksud ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh Juta Rupiah).
Oleh karena RSU Cut Meutia Lhokseumawe berbentuk sebagai bentuk
hukum, maka ancaman pidana dalam pasal 44 tersebut dapat lebih diperberat lagi
sebagaimana diatur dalam pasal 45 yang menyatakan bahwa : jika Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan
huku, perseroan, perserikatan, yayasan, atau organisasi lain, ancaman pidana denda
diperberat dengan sepertiga .
Klasifikasi dari orang-orang yang terlibat dalam ancaman pidana tersebut
di atas pengaturannya dapat dilihat pada pasal 46 ayat(1) dan (2) UU No, 23/1997
Yakni:
1) Mereka yang memberi perintah atau bertindak sebagai pemimpin.
2) Mereka yang memiliki hubungan maupun hubungan lain
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
kembali
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
ayat (1) diatas, berguna untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup
tersebut benar-benar terencana dan dapat diwujudkan.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penimbunan limbah B3
yang dilakukan di RSU Cut Meutia Lhoksumawe belum memiliki izin seperti diatur
dalam pasal 40 ayat (1) di atas, hal ini disebabkan penimbunan yang dilakukan tidak
benar-benar ditujukan untuk limbah B3 tetapi lebih kepada sampah nonmedis
(limbah biasa). Penimbunan seperti tersebut di atas dapat terjadi karena belum
seluruh sampah medis B3 dan limbah biasa dipisahkan sehingga ketika petugas
penimbun RSU Cut Meutia Lhoksumawe menimbun limbah biasa maka sampah
medis B3 ikut ditimbun kedalamnya. Adapun sampah pemisahan sampah medis B3
dan limbah biasa sebagaimana telah disbutkan sebelumnya tidak dilakukan
pemisahan.27
Meskipun penimbunan yang dilakukan oleh petugas RSU Cut Meutia
Lhoksumawe sebenarnya ditujukan untuk limbah biasa namun karena di dalamnya
tertimbun pula sampah medis B3 maka menurut UU No. 23/1997 hal tersebut telah
melanggar ketentuan dari pasal 20 ayat (1) yang menyatakan bahwa :Tanpa suatu
keputusan Izin, setiap dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan
hidup.
27
Ibid
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan
yang ditetapkan Menteri.
Dari aspek pengelolaan lingkungan Hidup, hal tersebut juga dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pasal
1 butir (12) UU No. 23/1997, yaitu: Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk
atau dimasukkannya mahkluk hidup zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya.
Di samping itu penimbunan tersebut juga bertentangan dengan upaya
pelestarian fungsi lingkungan hidup seperti diatur dalam pasal 1 butir (15) UU No.
23/1997 yang menyatakan bahwa: pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah
rangkaian upaya untuk memlihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
Pada butir ke (6) dijelaskan bahwa : Daya dukung lingkungan hidup
adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung pro kehidupan manusia dan
mahkluk hidup lain, sedangkan Daya tampung hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk menyerap Zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk
atau dimasukkan ke dalamnya. (pasal 1 butir (8) UU No. 23/1997).
Pelanggaran terhada[p sejumlah ketentuan UU No 23/1997 diatas dapat
diancam pidana penjara atau denda seperti diatur dalam pasal 43 ayat(1) yang antara
lain menyebutkan bahwa :
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Pengumpul untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat (pasal 5 ayat (1)
dan hak atas informasi lingkungan yang berkaitan dengan perannya dalam
pengelolaan lingkungan hidup/pengelolaan limbah B3 (pasal 5 ayat (2).
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Saran
1. Dari hasil penelitian seperti dimuat pada bab sebelumnya terlihat bahwa beberapa
pasal dari UU No. 23/1997 telah dengan tegas mengatur masalah limbah B3,
bahkan pengaturannya di perjelas denganm adanya PP No. 85/1999 telah diatur
pula adanya sanksi pidana yang akan diberikan pada pelaku usaha apabila terjadi
pencemaran limbah B3 akibat kesenjangan ataupun akibat kelalaian. Untuk itu
kalangan dunia usaha yang dalam hal ini direpresentasikan oleh phak Pengelola
RSU Daerah Cut Meutia Lhoksumawe harus benar-benar memperhatikan,
memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkait dengan
pengelolaan limbah B3 (termasuk limbah B3) seperti yang diatur dalam UU No.
23/1997 dan PP No. 85/1999 tersebut. Hal ini penting sebab
implementasi
pengelolaan limbah B3 yang dilakukan dalam kerangka peraturan perundangundangan yang berlaku itu tidak saja berguna bagi penegakkan hukum (law
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
masyarakat.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
40
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
DAFTAR PUSTAKA
Alvi Syahrin, 1999, Pembangunan Bekelanjutan (Perkembangan, Prinsip-prinsip dan
StatusHukumnya), Fakultas Hukum USU, Medan.
Bismar Nasution, Dkk, 2004, Perilaku Hukum dan Moral di Indonesia, Kumpulan
Tulisan 70 Tahun Prof Muhammad Abduh, SH, USU Press.
Ana Nadya Abrar, Mengenal Jurnalisme Lingkungan hidup Penerbit Gadjah Mada
University Press Yogyakarta, 1993.
Budi Utami, Lingkungan, kosorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan Sistem
Informasi Terbuka Penunjang Pembangunan Berwawasan
dan Alam di
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Jakarta.
Proyek Pengembangan Tenaga Sanitasi Pusat, Pengembangan Sampah APK-TS,
Departemen Kesehatan P2TK, Proyek Pengembangan Tenaga Sanitasi Pusat,
Jakarta : 1987.
Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jaklarta 1986.
Pusat Pegelolaan Limbah Industri B3, makalah pada seminar tentang Pengelolaan
Limbah Industri, Cileungsi Bogor, 1994.
M.L. Tobing, Ikhtisar Hukum Lingkungan Hidup, Erlangga Jakarta, 1983
Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Hidup, Binacipta Bandung, 1981.
NHT, siahaan, Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan, Erlangga
Jakarta, 1986
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
di
Indonesia,
Disertasi
Doktor
pada
Program
pasca
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
INSTRUMEN PENELITIAN
NAMA RESPONDEN
PEKERJAAN
LOKASI PENELITIAN :
PEWANCARA
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
INSTRUMENTASI PENELITIAN
NAMA RESPONDEN
:.
PEKERJAAN
:..
LOKASI PENELITIAN
1.QUESTIONER
1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang Limbah B3
a. Ya
b. Tidak
b. Tidak
b. Tidak
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
4 Menurut Bapak/Ibu dampak negatif apa yang akan timbul apabila limbah B3
tidak dikelola dengan baik dan sungguh-sunggu?
a. Menimbilkan penyakit dan mencemari lingkungan sekitar
b. Mengganggu keindahan dan menimbulkan bau
5 Apakah unit/ruangan tempat Bapak?Ibu bekerja menghasilkan limbah ?
a. Ya
b. Tidak
6. Jika ada pemisahan, apakah tempat limbah tersebut dilapisi dengan kantong
plastik?
a. Dilapisi kantong plastik
7.
b. tidak dilapisi
b. Tidak ada
9. Sebelum limbah B3 diangkut oleh petugas, apakah terlebih dahulu ada perlakuan
khusus terhadap limbah B3 tersebut?
a. Ada
b. Tidak ada
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
10. Berapa Kali sehari dilakukan pengangkutan limbah dari unit/ruangan ini ke
tempat ahkir buangan/pemusnahan
a. Satu kali
c. Tidak Menentu
II . CHECK LIST
1. Unit/ruangan yang diperkirakan menghasilkan limbah B3
Ada
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak Ada
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.
Tidak ada
Tidak
Cara lain
Cara lain
Zainal Abidin : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe.
USU e-Repository 2008.