A. MARPOL
Adalah sebuah peraturan Internasional yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
pencemaran di laut. Setiap system dan peralatan yang ada di kapal yang bersifat
menunjang peraturan ini harus mendapat sertifikasi dari klas. Berikut ruang lingkup
MARPOL, dimana setiap kapal harus dilengkapi berbagai system yang sesuai dengan
regulasi ini:
Annex I
Regulasi tentang pencegahan pencemaran oleh minyak
Untuk menyesuaikan dengan peraturan ini, maka setiap kapal harus memenuhi
perlengkapan sebagai berikut:
Sistem ini dihubungkan ke alarm yang akan berbunyi dan otomatis menutup saluran
pembuangan jika minyak bercampur air yang dikeluarkan melebihi 30 liter per mil laut
dan kandungan minyak yang dibuang melebihi 15 ppm (part per million)
Annex II
Regulasi tentang pencegahan pencemaran oleh NOx cair
Kapal chemical tanker adalah kapal yang konstruksinya di buat dengan tujuan
mengangkut bahan-bahan berbaya yaitu cairan beracun. Kapal oil tanker dapat dikatan
chemical tanker apabila kapal tersebut membawa NLS (noxious liquid substances).
Kategori bahan-bahan kimia yang dimaksud dalam annex ini adalah:
Kategori X:
NOx jika dibuang ke laut dianggap menimbulkan tingkat bahaya paling tinggi kepada
lingkungan
laut,
kesehatan
manusia,
sehingga
diberikan
larangan
untuk
Kategori Y:
NOx jika dibuang ke laut menimbulkan bahaya terhadap lingkungan laut dan
kesehatan manusia, sehingga diberikan batasan mengenai jumlah dan kualitas zat
kimia ini untuk dibuang ke laut.
Kategori z:
NOx jika dibuang ke laut menimbulkan bahaya yang relative kecil terhadap
lingkungan laut dan kesehatan manusia, sehingga diberikan batasan yang tidak terlal
ketat tentang pembuangan zat imia ini ke laut
Substansi lainya:
adalah substansi diluar kategori X, Y, dan Z karena tdak menimbulkan bahaya
apapun jika dibuang ke laut
Annex III
Regulasi tentang pencegahan pencemaran oleh substansi berbahaya yang diangkut
dalam bentuk kemasan
Substansi berbahaya dan kemasan yang dimaksud adalah substansi yang masuk dalam
criteria IMDG (International Maritime Dangerous Good) code. Peraturan ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya pencemaran laut oleh barang-barang yang memiliki sifat
berbahaya (baik secara fisik maupun kimia) sehingga perlu mendapatkan perlakuanperlakuan khusus. Sebagai pengimplementasian dari aturan tersebut, maka harus
dilakukan beberapa prosedur sebagai berikut:
Packing:
kemasan harus cukup untuk meminimalisasi bahaya pencemaran yang mungkin
ditimbulkan kepada lingkungan.
Marking and labeling:
bulan pelayaran.
Documentation:
Semua barang harus
dilengkapi
dengan
sertifikat-sertifikat
sebagai
bahan
dan penumpangnya.
Quantity limitations:
Pembatasan jumlah substansi yang sekiranya dapat membahayakan lingkungan
laut.
Annex IV
Regulasi tentang pencegahan pencemaran oleh limbah (seawage)
1. Peraturan ini berlaku untuk :
kapal baru GT 200 atau lebih.
kapal baru kurang dari GT 200 yang membawa lebih dari 10 orang.
kapal yang tidak ada surat ukur tapi membawa lebih dari 10 orang.
kapal lama diberlakukan 10 tahun setelah aturan ini enter inforce.
2. Yang diaksud sewage adalah :
pembuangan dari toilet,urinoir dan wc (grey water).
pembuangan dari tempat pengobatan seperti hospital, dispensary yang dibuang ke
wastafel atau scupper (black water).
pembuangan dari ruang tempat binatang hidup.
buangan lain yang bercampur dengan buangan diatas.
3. Kapal-kapal yang memenuhi persyaratan diberikat sertifikat International Sewage
Pollution Prevention Certificate.
4. Sehubungan dengan sertifikat ini dilaksanakan survei :
initial Survey
periodical Survey
Discharge Criteria
With 4 nm
from land
Between 4 &
12 nm from
land
More than 12
nm from land
sewage yang sudah dihancurkan dan dimati hamakan dapat dibuang pada jarak 4
Annex V
Regulasi tentang pencegahan pencemaran oleh sampah
Implementasi regulasi:
Pemasangan plakat
Setiap kapal dengan panjang lebih dari 12 meter harus tersedia plakat sebagai
peringatan kepada kru kapal tentang pembuangan sampah.
Setiap kapal di atas 400 ton GT dan kapal dengan kapasitas kru 15 orang atau lebih
harus memiliki garbage management plan yang harrus dipatuhi semua kru. Hal ini
termasuk pemisahan sampah berdasarkan jenisnya, dan pemasangan fasilitas
treatment untuk sampah, contoh: incinerator.
Annex VI
Regulasi tentang pencegahan pencemaran udara
Pengawasan emisi dilakukan terhadap :
Zat perusak ozone
Nitrogen Oxide (Nox)
sulphur Oxides (Sox)
Volatile Organuc Compounds
1. Persyaratan annex VI dari marpol " Regulation for the Prevention for Air Pollution from
Ships " mulai diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2005.
2. Survey dan Sertifikasi dilaksanakan sesuai Regulasi 5 untuk kapal dengan GT 400
keatas (termasuk anjungan lepas pantai yang terpasang tetap dan terapung). Apabila dari
hasil survei memenuhi syarat diberi sertifikat INTERNATIONAL AIR POLLUTION
PREVENTION CERTIFICATE.
3. Survey terhadap persyaratan Regulasi 13 Mesin diesel dan perlengkapannya dalam
rangka pemenuhannya
NOx TechnicalCode.
4. Sertifikasi/penerbitan sertifikat. " International Air Pollution Prevention (IAPP) Certificate "
diterbitkan setelah
annex VI.
5. Pemeriksaan dan persetujuan gambar rancangan dari perlengkapan, sistim, fitting,
susunan dan material dari mesin diesel kapal sesuai Regulasi 13 dari ANNEX VI - NOx
Code.
6. Pemeriksaan persetujuan dan penerbitan "IMO Type Approval Certificate for Incinerators"
dilaksanakan mengacu kepada :
Appendix IV dan Regulasi 16 dari annex VI.
Resolusi MEPC 76 (40) "Standard Specification for Shipboard Incinerators"
Resolusi MEPC 93 (45) "Ammendments to the Standard Specification for
Shipboard Incinerators"
Peraturan Safety Of Life At Sea (SOLAS) adalah peraturan yang mengatur keselamatan
maritim paling utama. Demikian untuk meningkatkan jaminan keselamatan hidup dilaut
dimulai sejak tahun 1914, karena saat itu mulai dirasakan bertambah banyak kecelakaan
kapal yang menelan banyak korban jiwa dimana-mana.
Pada tahap permulaan mulai dengan memfokuskan pada peraturan kelengkapan
navigasi, kekedapan dinding penyekat kapal serta peralatan berkomunikasi, kemudian
berkembang pada konstruksi dan peralatan lainnya.
Modernisasi peraturan SOLAS sejak tahun 1960, mengganti Konvensi 1918 dengan
SOLAS 1960 dimana sejak saat itu peraturan mengenai desain untuk meningkatkan faktor
keselamatan kapal mulai dimasukan seperti :
Peraturan baru Global Matime Distress and Safety System (GMDSS) pada tahun
1990 merupakan perubahan mendasar yang dilakukan IMO pada sistim komunikasi maritim,
dengan menfaatkan kemajuan teknologi di bidang komunikasi sewperti satelit dan akan
diberlakukan secara bertahap dari tahun 1995 s/ 1999.
Konsep dasar adalah, Badan SAR di darat dan kapal-kapal yang mendapatkan berita
kecelakaan kapal (vessel in distress) akan segera disiagakan agar dapat membantu
melakukan koordinasi pelaksanaan operasi SAR.
DESKRIPSI SINGKAT MASING MASING CHAPTER DARI SOLAS :
Chapter 1 : Ketentuan Umum
Tujuan utama Konvensi SOLAS adalah untuk menentukan standar minimum untuk
konstruksi, peralatan dan pengoperasian kapal, kompatibeldengan keselamatan mereka.
Bendera Negara-negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kapal di bawah
bendera mereka memenuhi persyaratan, dan sejumlah sertifikat yang diatur III - 10
dalam Konvensi sebagai bukti bahwa ini telah dilakukan. ketentuan Control juga
memungkinkan pihak Pemerintah untuk memeriksa kapal-kapal dari Pihak lainnya jika
ada alasan yang jelas untuk percaya bahwa kapal dan peralatannya secara substansial
tidak memenuhi persyaratan dari Konvensi - prosedur ini dikenal sebagai Port State
Control. Saat ini Konvensi SOLAS menetapkan kewajiban umum, termasuk artikel,
prosedur perubahan dan seterusnya, diikuti dengan Lampiran terbagi menjadi 12 Bab.
Ketentuan Pokok dalam SOLAS Pokok-pokok ketentuan dalam SOLAS adalah sebagai
berikut:
Bab I : Ketentuan Umum
(setiap 12 bulan) dan survey tambahan jika timbul kejadian yang tidak di inginkan.
Sertifikat-sertifikat yang harus diterbitkan oleh Negarabendera sebagai bukti bahwa
sebuah kapal telah diperiksa dan dijumpai memenuhi persyaratan-persyaratan
Konvensi Sertifikat-sertifikat yang dimaksud mencakup:
Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang
Sertifikat Keselamatan Konstruksi Kapal Barang
Sertifikat Keselamatan Perlengkapan Kapal Barang
Sertipikat Keselamatan Radiotelegrapi Kapal Barang
Sertipikat Keselamatan Radioteleponi Kapal Barang III - 11
Disamping
sertifikat-sertifikat
tersebut
di
atas,
juga
ada
suatu
sertifikat
pelayanan-pelayanan yang
penting
untuk keselamatan
kapal,
para
penumpang dan awak kapal tetap terpeliharadi bawah berbagai kondisi darurat .
Instalasi Permesinan :
1. Steering Gear
Setiap kapal harus dilengkapi dengan mesin kemudi utama dan mesin kemudi
tambahan (Auxiliary) sehingga apabila kerusakan pada salah satu tidak mengganggu
operasi yang lainnya.
Persyaratan mesin kemudi utama dan rudder stock:
a. Mampu mengemudikan kapal pada kecepatan maksimum
b. Mampu memutar daun kemudi dari 35 derajat kanan ke35 derajat kiri atau
sebaliknya dalam 28 detik.
c. Tidak akan rusak pada keadaan kapal mundur penuh dan kemudi cikar
A. Persyaratan kemudi tambahan (auxiliary):
a. Cukup kuat untuk mengemudikan kapal pada kecepatan normal dan dapat
segera digunakan dalam keadaan darurat.
b. Mampu memutar kemudi dari 15 derajat kanan ke 15 derajat kiri atau
sebaliknya dalam 60 detik pada sarat terdalam dan mesin setengah atau 7
knots (mana yang besar)
Chapter 2 : B. Perlindungan Kebakaran, Deteksi Kebakaran, Dan Pemadaman
Kebakaran.
Terdiri dari beberapa point yang diatur didalam chapter 2B, yaitu:
Ukuran standar 12 mm,16 mm dan 19mm. Khusus untuk ruang akomodasi tidak
boleh lebih dari 12 mm. Nosel terdiri dari tipe jet, spray atau dual purpose
Chapter 3 : Perangkat Pertolongan Dan Alat Pengaturnya.
1
Alat-alat Apung
1.1
Alat-alat apung yang memenuhi Peraturan 3.1.1 harus :
harus didistribusikan sedemikian rupa sehingga tersedia pada kedua sisi
kapal dan sepanjang dapat memungkinkan di seluruh geladak yang
membentang di sisi kapal; minimal satu alat apung harus ditempatkan di
1.2
sekitar buritan;
harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat dilepas dengan cepat, dan
1.3
Tidak kurang dari setengah jumlah total alat apung harus disediakan dengan
dilengkapi lampu yang dapat menyala sendiri yang memenuhi ketentuan dalam
Peraturan 3.1.2. tidak kurang dari dua alat apung juga harus disediakan sinyal
asap yang dapat aktif sendiri yang memenuhi ketentuan dalam Peraturan 3.1.3
dan mampu dilepas dengan segera dari anjungan navigasi; alat apung dengan
lampu dan dan alat apung yang dilengkapi dengan sinyal asp harus
didistribusikan merata dikedua sisi kapal dan harus bukan berupa alat apung
yang dilengkapi dengan tali-tali penyelamatan yang memenuhi ketentuan dalam
paragraf 1.2.
Bagian B
Bagian C
Bagian D
Contoh :
1. Komunikasi dari anjungan ke anjungan berarti komunikasi keselamatan antar posisiposisi kapal dimana kapal-kapal tersebut berlayar.
2. Dinas jaga terus menerus berarti bahwa dinas jaga radio tidak dapat disela untuk
pemanggilan singkat pada saat kemampuan penerimaan sedang rusak atau
terhalang oleh komunikasi itu sendiri atau fasilitas sedang dalam pemeliharaan atau
pemeriksaan.
3. Panggilan digital terpilih (Digital selective calling/DSC)berarti teknik menggunakan
kode-kode
digital
yang
memungkinkan
sebuah
stasiun
berhubungan
dan
telegrafi
otomatis
yang
memenuhi
kondisi dan daerah pelayaran terlindung dan tenang sehingga tidak beralasan untuk
menerapkan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam bagian A dan B dariperaturan
ini, boleh menetapkan cara lain yang efektif untuk menjamin keselamatan kapal-kapal
tersebut.
Berpindah tempat (shifting) adalah suatu karakteristik yang melekat dari muatan
curah (biji/padi-padian, gandum, dll), dan pengaruhn ya terhadap stabilitas kapal
dapat mendatangkan malapetaka. Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan
IMDG (International Maritime Dangerous Goods) Code telah disahkan oleh IMO dalam
tahun 1965
Bagian A
Mengangkut barang-barang berbahaya dalam bentuk kemasan atau dalam bentuk
curah padat
a) Peraturan 1
Penerapan
1. Kecuali dengan tegas dinyatakan lain, bagian ini berlaku untuk jenis barangbarang berbahaya yang digolongkan dalam peraturan 2 yang diangkut dalam
kemasan atau dalam bentuk padat curah yang selanjutnya disebut Abarang
berbahaya pada semua kapal yang terkena peraturan ini dan pada kapal
barang yang mempunyai tonase kotor kurang dari 500.
2. Ketentuan-ketentuan dari bagian ini tidak berlaku untuk gudang kapal dan
perlengkapannya.
3. Mengangkut barang berbahaya dilarang kecuali jika memenuhi ketentuanketentuan dari bagian ini.
Mudah meledak
Golongan 2
Golongan 3
Golongan 4.1
Golongan 4.2
Golongan 4.3
Golongan 5
Zat oksida
Golongan 6.1
Golongan 6.2
Golongan 7
Zat radioaktif
Golongan 8
Bersifat korosif
Golongan 9
Berbagai
zat
berbahaya,
yaitu
setiap
zat
lain
yang
Pembebesan
Suatu kapal nuklir, dalam tiap keadaan apapun, tidak boleh dibebaskan terhadap
pemenuhan dengan tiap peraturan dari konvensi ini.
persetujuan
dan
penetapan
dari
Badan
Pemerintah
dan
harus
pelabuhan, kepada awak kapal, penumpang, atau masyarakat atau bagi alur pelayaran
atau makanan atau sumber-sumber air.
Penilaian Keselamatan
a) Suatu penilaian keselamatan harus dipersiapkan untuk memungkinkan mengadakan
penilaian tentang instalasi tenaga nuklir dan keamanan kapal untuk memastikan
bahwa tidak ada radisasi yang tidak wajar atau bahaya lain, di laut, atau pelabuhan
bagi awak kapal, penumpang atau masyarakat atau bagi alur-alur pelayaran atau
makanan atau sumber air. Badan Pemerintah apabila yakin, harus menyetujui
penilaian keselamatan tersebut yang harus selalu dijaga pemutakhirannya.
b) Penilaian Keselamatan harus dilakukan jauh-jauh sebelumnya untuk dapat
digunakan oleh negara-negara penandatangan dari negara-negara yang akan
dikunjungi kapal nuklir tersebut sehingga negara itu dapat mengadakan penilaian
dari
pemerintah-pemerintah
penandatangan
dengan
maksud
untuk
mengetahui apakah di kapal ada sertifikat keselamatan kapal nuklir yang berlaku dan
apakah tidak ada radiasi yang tidak wajar atau bahaya-bahaya lain di laut atau di
pelabuhan, bagi awak kapal, penumpang atau masyarakat atau bagi alur pelayaran
atau makanan atau sumber air.
Chapter 9 : Managemen Keselamatan Operasi Kapal
Setiap perusahaan perlu mengembangkan, menerapkan dan mempertahankan Sistem
Manajemen Keselamatan yang meliputi persyaratan fungsional berikut:
1. kebijakan keselamatan dan perlindungan lingkungan;
2. petunjuk dan prosedur untukmemastikan keselamatan operasi kapal dan
perlindungan
lingkungan
dalam
mentaati
peraturan
internasional
maupun
Jika badan yang bertanggung jawab atas operasi suatu kapal bukan pemiliknya,
maka pemilik harus melaporkan nama lengkap dan data rinci badan tersebut kepada
Administrasi.
Chapter 11 :
A. Upaya khusus meningkatkan keselamatan Pelayaran
1. Walaupun di hari libur, jajaran Ditjen Perhubungan Laut agar senantiasa waspada
terhadap keselamatan Pelayaran.
2. Surat Persetujuan Berlayar (SPB) diberikan secara ketat sesuai aturan dan kondisi
cuaca.
3. Meningkatkan pengawasan pada proses embarkasi dan debarkasi penumpang
agar tidak melebihi batas toleransi sesuai sertifikat penumpang.
4. Meningkatkan
pengawasan
terhadap
barang-barang
berbahaya
Membekali para taruna/taruni Sekolah Tinggi Ilmu Maritim yang wajib memilik
kwalifikasi dan kopetensi di bidang manajemen keselamatan dan keamanan
Tujuan:
Semua kapal curah atau kapal bulk carrier seharusnya memenuhi semua
persyaratan dari chapter ini dan dari chapter yang lainnya.