Anda di halaman 1dari 11

KETERKAITAN ANTARA KEPASTIAN HUKUM,

KEADILAN HUKUM, DAN KEMANFAATAN


HUKUM DITINJAU DARI PENEGAKKAN HUKUM
DI INDONESIA

Nama : EFAN
NIM :

Program Studi Managemen Marketing


Universitas Binus Online Learning
2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini kita dikejutkan oleh pemberitaan media cetak serta elektronik

tentang kasus-kasus kekerasan terhadap anak, dan beberapa diantaranya harus menghembuskan
nafas terakhir. Anak sering kali menjadi korban kekerasan, baik itu disekolah di tempat mereka
bermain, bahkan didalam lingkungan keluarga mereka sendiri. Yang sebenarnya menjadi tempat
mereka berlindung, tetapi saat ini yang terjadi justru kekerasan yang terjadi terhadap anak
dibawah umur marak dilakukan oleh orang tua mereka sendiri. Kenakalan anak adalah hal yang
paling sering menjadi penyebab kemarahan orang tua, sehingga anak menerima hukuman dan
bila disertai emosi maka orang tua tidak segan untuk memukul atau melakukan kekerasan fisik
terhadap anaknya sendiri. Bahkan tidak jarang orangtua berkata kasar terhadap anaknya hal ini
dengan tidak di sangka akan menjadi sebuah budaya dalam keluarga dan menjadi kebiasaan yang
akan di terapkan oleh anak itu sendiri.
Sumber : https://panduperdana4694.wordpress.com/2012/11/21/kekerasan-terhadap-anak/
Berikut data kenaiakan kekerasan terhadap anak dibawah umur yang terjadi di Indonesia.
Pada tahun 2007 2013 kekerasan terhadap anak naik begitu drastis yakni dari 1510 kasus
menjadi 3339 kasus pada tahun 2013. Hal ini sangat dikhawatirkan bagi pertumbuhan anak yang
akan tumbuh dewasa.

Sumber : komisi perlindungan anak Indonesia ( KPAI )


Berkaitan dengan perlindungan terhadap anak, dalam sistem hukum pidana di Indonesia,
pemerintah menunjukan itikad baik sebagai implementasi dari pertifikasian dari beberapa
konvensi internasional yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia,
dengan membentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dimana
sebelum adanya undang-undang tersebut telah ada beberapa undang-undang sebelumnya yaitu
pada undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak yang bermasalah dengan
hukum pidana, yang sebelumnya masih mengacu pada undang-undang nomor 8 tahun 1981
tentang hukum acara pidana. Mengenai klasifikasi tindakan pidana yang dilakukan terhadap
anak, jauh sebelumnya, para penegak hukum menggunakan kitab undang-undang hukum pidana
(KUHP).
Berkaitan dengan data KPAI diatas kekerasan terhadap anak dibawah umur itu selalu
meningkat sedangkan sudah ada kepastian hukum tentang hal tersebut, maka penulis akan
merumuskan masalah dibawah ini.

1.2

Rumusan Masalah
1. Apakah kepastian hukum tentang perlindungan anak dibawah umur sudah
berpengaruh terhadap penurunan kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur.

1.3

Tujuan
1. Untuk mengetahui kepastian hukum tentang perlindungan anak dibawah umur sudah
berpengaruh terhadap penurunan kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur.
1.4 Manfaat
1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana informasi untuk meningkatkan wawasan
dan pengetahuan tentang sejauh mana kepastian hukum terhadap anak dibawah umur
1.5

Sistematika penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang dilakukan, maka
disusunlah suatu sistematika penulisan yang berisi informasi mengenai materi dan hal yang di
bahas dalam tiap-tiap bab, ada pun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini di uraikan tentang objek penelitian, latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, serta sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan
Bab III Kesimpulan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kepastian Hukum


Menurut kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang
menekankan aspek seharusnya atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang
apa yang yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang
deliberative. Undang-undang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi
individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesame individu
maupun dalam hubunganya dengan masyarakat. Aturan-aturan ini menjadi batasan bagi
masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan
pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.
Menurut Gustav Radburch, hukum harus mengandung 3 nilai identitas, yaitu sebagi
berikut:
1. Asas kepastian hukum
2. Asas keadilan hukum
3. Asas kemanfaatan hukum

Menurut Utrecth, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu adanya aturan
yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau apa yang tidak
boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan
pemerintah karena dengna adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa
saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

Berikut contoh-contoh kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur


1. Aniaya bayi, pengasuh di bekuk di lampung
2. Ibu penggergaji anak divonis satu tahun penjara
3. ABG 17 tahun hamil 7 bulan karena perbuatan ayah

4. Bapak pencabul anak ratusan kali


5. Aniaya anak pacarnya sendiri
Sumber : http://metro.sindonews.com/topic/3929/kekerasan-terhadap-anak/20

Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Anak


1.

Kekerasan Fisik : dianiaya, dipukul, dijambak, ditendang, diinjak, dicubit, dicekik,


dicakar, dijewer, disetrika, disiram air panas, dll.
2. Kekerasan Psikis : dihina, dicaci maki, diejek, dipaksa melakukan sesuatu yang tidak
dikehendaki, dibentak, dimarahi, dihardik, diancam, dipaksa bekerja menjadi pemulung,
dipaksa mengamen, dipaksa menjadi pembantu rumah tangga, dipaksa mengemis,
3. Kekerasan Seksual : diperkosa, disodomi, diraba-raba alat kelaminnya, diremas-remas
payudaranya, dicolek pantatnya, diraba-raba pahanya, dipaksa melakukan oral sex, dijual
pada mucikari, dipaksa menjadi pelacur, dipaksa bekerja diwarung remang-remang dan
pelecehan seksual lainnya.
4. Penelantaran : Kurang memberikan perhatian dan kasih sayang yang dibutuhkan
anak,tidak memperhatikan kebutuhan makan, bermain, rasa aman, kesehatan, perlindungan
(rumah) dan pendidikan, mengacuhkan anak, tidak mengajak bicara
Penelantaran Anak
Penyiksaan terhadap anak tidak terbatas pada perilaku agresif seperti memukul,
membentak-bentak, menghukum secara fisik dan sebagainya, namun sikap orang tua yang
mengabaikan anak-anaknya juga tergolong bentuk penyiksaan secara pasif. Pengabaian dapat
diartikan sebagai ketiadaan perhatian baik sosial, emosional dan fisik yang memadai, yang sudah
selayaknya diterima oleh sang anak. Pengabaian ini dapat berbentuk :

Kurang memberikan perhatian dan kasih sayang yang dibutuhkan anak.


Tidak memperhatikan kebutuhan makan, bermain, rasa aman, kesehatan, perlindungan
(rumah) dan pendidikan.

Mengacuhkan anak, tidak mengajak bicara.

Membeda-bedakan kasih sayang dan perhatian antara anak-anaknya.

Dipisahkan dari orang tua, jika tidak ada pengganti yang stabil dan memuaskan.
Dampak penyiksaan dan pengabaian terhadap beberapa aspek kehidupan anak menurut berbagai
lembaga penanganan terhadap anak-anak yang mendapat perlakuan negatif dari orang tua, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dampak atau efek dari penyiksaan atau
pengabaian terhadap kehidupan sang anak. Faktor-faktor tersebut adalah :
1.
2.
3.
4.
5.

Jenis perlakuan yang dialami oleh sang anak.


Seberapa parah perlakuan tersebut dialami.
Sudah berapa lama perlakuan tersebut berlangsung.
Usia anak dan daya tahan psikologis anak dalam menghadapi tekanan.
Apakah dalam situasi normal sang anak tetap memperoleh perlakuan atau pengasuhan
yang wajar.

6.

Apakah ada orang lain atau anggota keluarga lain yang dapat mencintai, mengasihi,
memperhatikan dan dapat diandalkan oleh sang anak
Sementara itu penyiksaan dan atau pengabaian yang dialami oleh anak dapat menimbulkan
permasalahan di berbagai segi kehidupannya seperti:

Masalah Relational
Masalah Emosional
Masalah Kognisi
Masalah Perilaku
Masalah Relational

Masalah Relational
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Kesulitan menjalin dan membina hubungan atau pun persahabatan.


Merasa kesepian.
Kesulitan dalam membentuk hubungan yang harmonis.
Sulit mempercayai diri sendiri dan orang lain.
Menjalin hubungan yang tidak sehat, misalnya terlalu tergantung atau terlalu mandiri.
Sulit membagi perhatian antara mengurus diri sendiri dengan mengurus orang lain.
Mudah curiga, terlalu berhati-hati terhadap orang lain.
Perilakunya tidak spontan.
Kesulitan menyesuaikan diri.
Lebih suka menyendiri dari pada bermain dengan kawan-kawannya.
Suka memusuhi orang lain atau dimusuhi.
Lebih suka menyendiri.
Merasa takut menjalin hubungan secara fisik dengan orang lain.
Sulit membuat komitmen.
Terlalu bertanggung jawab atau justru menghindar dari tanggung jawab.

2. Masalah Emosional
1.
2.
3.

Merasa bersalah.
Malu.
Menyimpan perasaan dendam.

3. Depresi
1. Merasa takut ketularan gangguan mental yang dialami orang tua
2. Merasa takut masalah dirinya ketahuan kawannya yang lain
3. Tidak mampu mengekspresikan kemarahan secara konstruktif atau positif
4. Merasa bingung dengan identitasnya
5. Tidak mampu menghadapi kehidupan dengan segala masalahnya
4. Masalah Kognisi
1.

Punya persepsi yang negatif terhadap kehidupan.

2.

Timbul pikiran negatif tentang diri sendiri yang diikuti oleh tindakan yang cenderung
merugikan diri sendiri.
3. Memberikan penilaian yang rendah terhadap kemampuan atau prestasi diri sendiri.
4. Sulit berkonsentrasi dan menurunnya prestasi di sekolah.
5. Memiliki citra diri yang negatif.
5. Masalah Perilaku
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
6.

Muncul perilaku berbohong, mencuri, bolos sekolah.


Perbuatan kriminal atau kenakalan.
Tidak mengurus diri sendiri dengan baik.
Menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak wajar, dibuat-buat untuk mencari perhatian.
Muncul keluhan sulit tidur.
Muncul perilaku seksual yang tidak wajar.
Kecanduan obat bius, minuman keras, dsb.
Muncul perilaku makan yang tidak normal, seperti anorexia atau bulimia.
Dampak Kekerasan Anak

Moore (dalam Nataliani, 2004) menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban
penganiayaan fisik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi
negatif dan agresif serta mudah frustasi, ada yang menjadi sangat pasif dan apatis, ada yang tidak
mempunyai kepibadian sendiri, ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula
yang timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga
menemukan adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya
sistem syaraf.
Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan perilaku
menyimpang di kemudian hari.
Sumber : https://panduperdana4694.wordpress.com/2012/11/21/kekerasan-terhadap-anak/

CONTOH KASUS :
JAKARTA ibu yang menggergaji tangan anaknya pada juli 2015 lalu akhirnya resmi
ditahan kejaksaan negri Jakarta selatan. Polisi telah melimpahkan berkas kasus itu ke kejari

Jakarta selatan untuk disidangkan. Polisi telah berkordinasi dengan KPAI untuk mengurus nasib
anak tersbut. Polisi sudah menelfon ayah kandung korban untuk membicarakan pengasuhan anak
tersebut. Pada juli 2015 ibu pelaku kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri yang berinisil
LSR itu bahkan memukuli dan menggergaji tangan anaknya sendiri. Tak hanya itu, dari hasil
pemeriksaan, LSR dinyatakan positif menggunakan narkoba.
Sumber : http://metro.sindonews.com/topic/3929/kekerasan-terhadap-anak/20

Berikut uraian contoh kasus yang saya paparkan . Pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi
diantaranya adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kekerasan dalam rumah tangga, yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan
baik pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya. Kondisi ini kemudian menyebabkan
kekerasan terjadi juga pada anak. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan orang tua.
Disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Adanya
disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang
membimbing dan menyayangi.
Faktor ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi adalah
faktor yang banyak terjadi.
Anak memiliki cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu
lugu, memiliki tempramental lemah, ketidak tahuan anak terhadap hak-haknya, dan terlalu
bergantung kepada orang dewasa.
Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan ibu atau ayah dalam jangka
panjang.
Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik anak,
harapan orangtua yang tidak realistis terhadap anak, anak lahir di luar nikah.
Penyakit gangguan mental pada salah satu orangtua.
Orangtua yang dulu sering di telantarkan atau mendapatkan perlakuan kekerasan , sering
memperlakukan anaknya dengan perlakuan yang sama.

Kekerasan terhadap anak terbagi atas kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan seksual,
dan penelantaran. Namun kekerasan yang satu dengan yang lain saling berhubungan. Jika anak
menderita kekerasan fisik, pada saat bersamaan anak juga menderita kekerasan emosional.
Sementara jika anak mengalami kekerasan seksual, selain menderita kekerasan emosional, anak
juga akan mengalami penelantaran.
Sumber : https://panduperdana4694.wordpress.com/2012/11/21/kekerasan-terhadap-anak.
Pasal yang menjerat pelaku penganiayaan anak. Pasal tentang penganiayaan anak ini
diatur khusus dalam pasal 764 UU 35/2014 Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan,
melakukan, menyuruh, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

Sementara

sanksi

bagi

orang

yang

melanggar

pasal

diatas

pelaku

kekerasan/penganiayaan ditentukan dalam pasal 80 UU 35/2014


1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 764C,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda paling
banyak Rp. 72.000.000
2. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lika berat, maka pelaku dipidan
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp.
100.000.000
3. Dalam hal anak sebagaiman dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku pidana
dengan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak
Rp.3000.000.00
4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
Sumber

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f12a3f7630d1/pasal-untuk-

menjerat-pelaku-penganiayaan-anak

BAB III
KESIMPULAN
3.1

Kesimpulan
Kepastian hukum terhadap kekerasan anak dibawah umur sudah
ada paying hukumnya, hal ini dibuktikan dengan adanya undang-undang

no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Namun berdasarkan data


yang dilansir oleh KPAI yang dimuat di website http//KPAI.co.id, data
kekerasan terhadap anak dibawah umur masih terus meningkat setiap
tahunya, hal ini dikarenakan oleh banyak factor. Salah satunya adalah
pemakaian narkoba oleh orangtua seperti contoh kasus yang telah
diuraikan pada bab pembahasan. Banyak factor lainya seperti tingkat
emosional dari orangtua, factor genetic, factor ekonomi, dan factor lainya.
Para

penegak

hukum

dalam

hal

ini

kepolisisan

dan

lembaga

perlingadungan anak telah berupaya untuk mengurangi kasus kekerasan


terhadap anak dibawah umur. Namun pada kenyataanya kasus seperti ini
sulit terungkap karena kebanyakan pelaku berasal dari lingkungan
keluarga korban.

Anda mungkin juga menyukai