Nama : EFAN
NIM :
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini kita dikejutkan oleh pemberitaan media cetak serta elektronik
tentang kasus-kasus kekerasan terhadap anak, dan beberapa diantaranya harus menghembuskan
nafas terakhir. Anak sering kali menjadi korban kekerasan, baik itu disekolah di tempat mereka
bermain, bahkan didalam lingkungan keluarga mereka sendiri. Yang sebenarnya menjadi tempat
mereka berlindung, tetapi saat ini yang terjadi justru kekerasan yang terjadi terhadap anak
dibawah umur marak dilakukan oleh orang tua mereka sendiri. Kenakalan anak adalah hal yang
paling sering menjadi penyebab kemarahan orang tua, sehingga anak menerima hukuman dan
bila disertai emosi maka orang tua tidak segan untuk memukul atau melakukan kekerasan fisik
terhadap anaknya sendiri. Bahkan tidak jarang orangtua berkata kasar terhadap anaknya hal ini
dengan tidak di sangka akan menjadi sebuah budaya dalam keluarga dan menjadi kebiasaan yang
akan di terapkan oleh anak itu sendiri.
Sumber : https://panduperdana4694.wordpress.com/2012/11/21/kekerasan-terhadap-anak/
Berikut data kenaiakan kekerasan terhadap anak dibawah umur yang terjadi di Indonesia.
Pada tahun 2007 2013 kekerasan terhadap anak naik begitu drastis yakni dari 1510 kasus
menjadi 3339 kasus pada tahun 2013. Hal ini sangat dikhawatirkan bagi pertumbuhan anak yang
akan tumbuh dewasa.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah kepastian hukum tentang perlindungan anak dibawah umur sudah
berpengaruh terhadap penurunan kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur.
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui kepastian hukum tentang perlindungan anak dibawah umur sudah
berpengaruh terhadap penurunan kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur.
1.4 Manfaat
1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana informasi untuk meningkatkan wawasan
dan pengetahuan tentang sejauh mana kepastian hukum terhadap anak dibawah umur
1.5
Sistematika penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang dilakukan, maka
disusunlah suatu sistematika penulisan yang berisi informasi mengenai materi dan hal yang di
bahas dalam tiap-tiap bab, ada pun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini di uraikan tentang objek penelitian, latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, serta sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan
Bab III Kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Utrecth, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu adanya aturan
yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau apa yang tidak
boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan
pemerintah karena dengna adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa
saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.
Dipisahkan dari orang tua, jika tidak ada pengganti yang stabil dan memuaskan.
Dampak penyiksaan dan pengabaian terhadap beberapa aspek kehidupan anak menurut berbagai
lembaga penanganan terhadap anak-anak yang mendapat perlakuan negatif dari orang tua, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dampak atau efek dari penyiksaan atau
pengabaian terhadap kehidupan sang anak. Faktor-faktor tersebut adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Apakah ada orang lain atau anggota keluarga lain yang dapat mencintai, mengasihi,
memperhatikan dan dapat diandalkan oleh sang anak
Sementara itu penyiksaan dan atau pengabaian yang dialami oleh anak dapat menimbulkan
permasalahan di berbagai segi kehidupannya seperti:
Masalah Relational
Masalah Emosional
Masalah Kognisi
Masalah Perilaku
Masalah Relational
Masalah Relational
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
2. Masalah Emosional
1.
2.
3.
Merasa bersalah.
Malu.
Menyimpan perasaan dendam.
3. Depresi
1. Merasa takut ketularan gangguan mental yang dialami orang tua
2. Merasa takut masalah dirinya ketahuan kawannya yang lain
3. Tidak mampu mengekspresikan kemarahan secara konstruktif atau positif
4. Merasa bingung dengan identitasnya
5. Tidak mampu menghadapi kehidupan dengan segala masalahnya
4. Masalah Kognisi
1.
2.
Timbul pikiran negatif tentang diri sendiri yang diikuti oleh tindakan yang cenderung
merugikan diri sendiri.
3. Memberikan penilaian yang rendah terhadap kemampuan atau prestasi diri sendiri.
4. Sulit berkonsentrasi dan menurunnya prestasi di sekolah.
5. Memiliki citra diri yang negatif.
5. Masalah Perilaku
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
6.
Moore (dalam Nataliani, 2004) menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban
penganiayaan fisik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi
negatif dan agresif serta mudah frustasi, ada yang menjadi sangat pasif dan apatis, ada yang tidak
mempunyai kepibadian sendiri, ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula
yang timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga
menemukan adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya
sistem syaraf.
Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan perilaku
menyimpang di kemudian hari.
Sumber : https://panduperdana4694.wordpress.com/2012/11/21/kekerasan-terhadap-anak/
CONTOH KASUS :
JAKARTA ibu yang menggergaji tangan anaknya pada juli 2015 lalu akhirnya resmi
ditahan kejaksaan negri Jakarta selatan. Polisi telah melimpahkan berkas kasus itu ke kejari
Jakarta selatan untuk disidangkan. Polisi telah berkordinasi dengan KPAI untuk mengurus nasib
anak tersbut. Polisi sudah menelfon ayah kandung korban untuk membicarakan pengasuhan anak
tersebut. Pada juli 2015 ibu pelaku kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri yang berinisil
LSR itu bahkan memukuli dan menggergaji tangan anaknya sendiri. Tak hanya itu, dari hasil
pemeriksaan, LSR dinyatakan positif menggunakan narkoba.
Sumber : http://metro.sindonews.com/topic/3929/kekerasan-terhadap-anak/20
Berikut uraian contoh kasus yang saya paparkan . Pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi
diantaranya adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kekerasan dalam rumah tangga, yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan
baik pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya. Kondisi ini kemudian menyebabkan
kekerasan terjadi juga pada anak. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan orang tua.
Disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Adanya
disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang
membimbing dan menyayangi.
Faktor ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi adalah
faktor yang banyak terjadi.
Anak memiliki cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu
lugu, memiliki tempramental lemah, ketidak tahuan anak terhadap hak-haknya, dan terlalu
bergantung kepada orang dewasa.
Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan ibu atau ayah dalam jangka
panjang.
Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik anak,
harapan orangtua yang tidak realistis terhadap anak, anak lahir di luar nikah.
Penyakit gangguan mental pada salah satu orangtua.
Orangtua yang dulu sering di telantarkan atau mendapatkan perlakuan kekerasan , sering
memperlakukan anaknya dengan perlakuan yang sama.
Kekerasan terhadap anak terbagi atas kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan seksual,
dan penelantaran. Namun kekerasan yang satu dengan yang lain saling berhubungan. Jika anak
menderita kekerasan fisik, pada saat bersamaan anak juga menderita kekerasan emosional.
Sementara jika anak mengalami kekerasan seksual, selain menderita kekerasan emosional, anak
juga akan mengalami penelantaran.
Sumber : https://panduperdana4694.wordpress.com/2012/11/21/kekerasan-terhadap-anak.
Pasal yang menjerat pelaku penganiayaan anak. Pasal tentang penganiayaan anak ini
diatur khusus dalam pasal 764 UU 35/2014 Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan,
melakukan, menyuruh, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Sementara
sanksi
bagi
orang
yang
melanggar
pasal
diatas
pelaku
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f12a3f7630d1/pasal-untuk-
menjerat-pelaku-penganiayaan-anak
BAB III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Kepastian hukum terhadap kekerasan anak dibawah umur sudah
ada paying hukumnya, hal ini dibuktikan dengan adanya undang-undang
penegak
hukum
dalam
hal
ini
kepolisisan
dan
lembaga