Anda di halaman 1dari 28

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 % penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup
tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam
persalinan masih ditangaani oleh petugas non medis dan system rujukan yang belum
sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil
sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar
dipahami oleh semua tenaga medic baik dipusat maupun didaerah.7
Preeklamsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra
dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia
ringan dan berat.7
Pembagian preeklamsi menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua
penyakit yang jelas berbeda, sebab sering kali ditemukan penderita dengan preeklamsi
ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.7
Gambaran klinik preeklamsi bervaiasi luas dan sangat individual. Kadangkadanag sukar untuk menentukan gejala preeklamsi mana yang timbul lebih dahulu.
Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema,
hipertensi, dan terakhir proteinuria, sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam
urutan atas dapat dianggap bukan preeklamsi.7
Dari semua gejala tersebut, timbulnya

hipertensi dan proteinuria merupakan

gejala yang paling penting. Namun, sayangnya penderita seringkali tidak merasakan
perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan
pengelihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut. 7

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg
atau diastolik 90 mmHg. The National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu
klasifikasi untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam kehamilan, yaitu : 1
a. Hipertensi kronik
b. Preeklampsia-eklampsia
c. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon
chronic hypertension).
d. Hipertensi gestasional
Hipertensi Kronik
Didefinisikan sebagai hipertensi yang sudah ada dan dapat diamati sebelum
kehamilan atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu. Hipertensi yang didiagnosa
pertama kali selama kehamilan dan tidak kembali normal postpartum juga
diklasifikasikan sebagai hipertensi kronik. 1
Preeklampsia-Eklampsia
Kedua penyakit ini dikenal sebagai pregnancy-spesific syndrome dan merupakan
jenis pregnancy-induced hypertension/PIH karena muncul hanya dengan adanya
kehamilan dan berakhir dengan terminasi kehamilan. Preeklampsia dalah hipertensi yang
timbul setelah usia gestasi 20 minggu disertai dengan proteinuria pada wanita yang
sebelumnya memiliki tekanan darah normal (normotensif). Berdasarkan manifestasi
klinisnya, preeklampsia diklasifikasikan menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia
berat. Eklampsia adalah kejadian kejang pada wanita dengan preeklampsia yang tidak
berkaitan dengan penyebab lain. 1
Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon chronic
hypertension).
Semua gangguan hipertensi kronik, apapun sebabnya, merupakan predisposisi
timbulnya preeklampsia atau eklampsia. Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang
sudah ada sebelumnya semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila
disertai dengan proteinuria, didiagnosa sebagai preeklampsia pada hipertensi kronik
2

(superimposed preeclampsia). Preeklampsia pada hipertensi kronik ini biasanya muncul


pada usia gestasi lebih dini daripada preeklampsia murni, serta cenderung cukup parah
dan pada banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin.1
Hipertensi Gestasional
Wanita yang memiliki peningkatan tekanan darah yang dideteksi pertama kali
setelah pertengahan masa kehamilan, tanpa proteinuria diklasifikasikan memiliki
hipertensi gestasional. Terminologi yang tidak spesifik ini memasukkan wanita dengan
sindrom preeklampsia yang tidak memiliki proteinuria maupun wanita yang tidak
mengalami sindrom preeklampsia.
Pada hipertensi gestasional, disebut sebagai (1) hipertensi transient pada
kehamilan jika tidak ada preeklampsia pada saat melahirkan dan tekanan darah kembali
normal 12 minggu postpartum atau (2) hipertensi kronik jika peningkatan tekanan darah
tetap berlangsung.1
B. Klasifikasi
Pembagian preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat, berikut ini adalah
penggolongannya :1,7
1. Preeklampsia Ringan
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat
timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas, penyebab
preeklampsia ringan belum diketahui secara jelas, penyakit ini dianggap sebagai
maladaptation syndrome akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.
Gejala preeklampsia ringan meliputi:
a. Kenaikan tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolik
90-110 mmHg
b. Proteinuria secara kuantitatif >0,3 gr/l dalam 24 jam
c. Edema pada pretibial, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
d. Tidak disertai dengan gangguan fungsi organ
2. Preeklampsia Berat
Preeklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau pada
kehamilan 20 minggu atau lebih.
3

Gejala klinis preeklampsia berat meliputi:


a. Tekanan darah sistolik >160 mmHg atau tekanan darah diastolik >110 mmHg
b. Trombosit <100.000 /mm3
c. Proteinuria ( >3 gr/ liter/24 jam) atau positif 3 atau 4, pada pemeriksaan kuantitatif
bisa disertai dengan:
Oliguria (urine < 400 ml/24 jam)
Keluhan serebral, gangguan pengelihatan
Nyeri abdomen
Gangguan fungsi hati
Gangguan perkembangan Intrauterine
C. Epidemiologi
Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang. Pada negara sedang
berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen, sedang di
negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05 persen sampai 0,1 persen.8
Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian
ibu berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen
sampai 50 persen.4 Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10
persen dari total kematian maternal. Kematian preeklampsia dan eklampsia merupakan
kematian obsetrik langsung, yaitu kematian akibat langsung dari kehamilan, persalinan
atau akibat komplikasi tindakan pertolongan sampai 42 hari pascapersalinan.
Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu
hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain
molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih
dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal.
Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan.8
D. Faktor Resiko
Terdapat banyak factor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokan dalam factor resiko sebagai berikut :7
1. Primigravida , primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
3.
4.
5.
6.

mellitus, hidropfetalis, bayi besar.


Umur ekstrim
Riwayat keluarga pernah preeklamsia/ eklamsi
Peyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
Obesitas
4

E. Etiologi
Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum diketahui secara pasti,
tetapi pada umum nya disebabkan oleh (vasospasme arteriola). Dalam penelitian
Rozikhan (2007), sebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui.
Telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebabmusabab penyakit tersebut, akan
tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.6
Teori yang diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut: (1) primigraviditas,
kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa; (2) semakin tuanya kehamilan; (3)
terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; dan (4)
timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.6

F. Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas,
banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
tetapi tidak ada satu teori pun yang dianggap mutlak benar. Beberapa teori yang banyak
dianut adalah :7
Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal Rahim dan plasenta mendapat aliran dari cabang arteri
uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh dara tersebut menembus myometrium berupa
arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteria menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiral. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar
arteri spiralis, sehingga jaringn matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini
memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel sel tofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot artereri spiralis menjadi
tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak mungkin mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relative mengalami vasokontriksi, dan terjadi
kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasena akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis dari hipertensi dalam
kehamilan.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adlah 500 mikron, sedangkan
pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke uteroplasenta.

Teori iskemia plasenta, radikal bebas, disfungsi endotel


Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan / radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi remodeling arteri spiralis, dengan akibat plasenta mengalami
iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan atau
radikal bebas. Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau atom
yang mempunyai electron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang
dihasilkan plasenta iskemia adalah radikalhidroksil yang sangat toksis, khususnya
terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada
manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah dianggap sebagai bahan toksis
yang beredar didalam darah.
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel yang mengadung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane
sel, juga akan merusak nucleus dan protein sel endotel. Produksi oksidan atau radikal
bebas dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
Disfungsi Sel Endotel
6

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan enotel,
kerusakannya dimulai dari membrn sel endotel. Kerusakan membrane sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel.

Teori adaptasi kardiovaskuler


Pada hamil normal pembuluh darah refakter terhadap bahan bahan vasopressor,
refrakter, berarti pebuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vaspresor, atau
dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi untuk menimbulkan repons
vasokontriksi. Pada hamil normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap
bahanvasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel
endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan
vasopressor akan hilang bila diberi prostaglandin sistesa inhibitor. Prostaglandin ini
dikemudian hari ternyata adalah protasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokontrikstor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopressor hilang
sehingga pembuluh darah mnjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor. Banyak
peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan vasopressor
pada hipertensi dalam kehamila sudah terjadi pada trimester pertama kehamilan.
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan,
sudah dapat ditemukan pada kehamilan 20 minggu, fakta ini dapat dipakai sebagai
prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
Teori genetic
Ada factor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan

dengan genotip janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preklamsi 26 %
anak perempuannya akan mengalami preeklamsia.
Perubahan system dan organ pada preklamsi 7
Kardiovaskular
Gangguan-gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara
nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis, dan aktivasi endotel disertai
ekstravasasi ke dalam ruang ekstraselular, terutama paru.
Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia disebabkan oleh meningkatnya
tahanan vaskular perifer akibat vasokonstriksi. Keadaan ini berlawanan dengan kondisi
kehamilan normal dimana yang terjadi adalah vasodilatasi. Wanita dengan preeklampsia
biasanya tidak mengalami hipertensi yang nyata hingga pertengahan kedua masa gestasi,
namun vasokonstriksi dapat sudah muncul sebelumnya (NHBPEP, 2000).
Mekanisme yang mendasari vasokontriksi dan perubahan reaktivitas vaskular
pada preeklampsia masih belum sepenuhnya jelas. Tetapi penelitian-penelitian kini
difokuskan untuk mempelajari perbandingan antara prostanoid vasodilatasi dan
vasokontriksi, sebab ada bukti yang menunjukkan penurunan prostasiklin dan
peningkatan tromboksan pada pembuluh darah wanita dengan preeklampsia. Selain itu,
pada kehamilan normal respon pembuluh darah pembuluh darah tehadap peptida dan
amin vasoaktif khususnya angiotensin II (AII) menurun, sedangkan wanita dengan
preeklampsia hiperresponsif terhadap hormon-hormon ini (NHBPEP, 2000). 4
Ginjal
Patofisiologi ginjal pada preeklampsia disebabkan oleh hal-hal berikut : 4
a. Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat
cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, terjadi hipovolemia sehingga perfusi
ginjal dan filtrasi glomerulus menurun bahkan dapat mencapai kadar yang jauh di
bawah kadar nonhamil normal. Keadaan ini menyebabkan sekresi asam urat menurun
sehingga kadar asam urat serum meningkat, umumnya 5 mg/cc. Klirens kreatinin
8

juga menurun sehingga kadar kreatinin plasma meningkat, dapat mencapai 1 mg/cc.
Juga dapat terjadi gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus, yang ditandai oleh
oliguria atau anuria dan azotemia progresif (peningkatan kreatinin serum sekitar 1
mg/dl per hari), umumnya dipicu oleh syok hipovolemik yang biasanya berkaitan
dengan perdarahan saat melahirkan yang tidak mendapat penggantian darah yang
memadai.
b. Selain itu juga terdapat perubahan anatomis ginal pada preeklampsia yang dapat
dideteksi dengan mikroskop cahaya atau elektron. Glomerulus membesar dan
bengkak tetapi tidak hiperselular. Lengkung kapiler dapat melebar atau menciut. Selsel endotel membengkak sehingga menghambat lumen kapiler secara total maupun
parsial, dan terdapat fibril (serabut- serabut) yang merupakan materi protein, yang
dahulu disangka sebagai penebalan membran basal, mengendap di dalam dan di
bawah sel-sel tersebut. Perubahan-perubahan ini disebut endhoteliosis kapiler
glomerulus yang menjadi kelainan ginjal yang khas pada preeklampsia-eklampsia.
c. Terjadi hiperkalsiuria, sementara pada kehamilan normal terjadi hipokalsiuria akibat
meningkatknya ekskresi kalsium.
d.

Ekskresi natrium dapat terganggu pada preeklampsia meskipun bervariasi.

e.

Proteinuria. Kerusakan glomerulus mengakibatkan meningkatnyaa permeabilitas


membran basalis sehingga terjadi kebocoran protein. Pada preeklampsia, umumnya
proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia
tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir terlebih dahulu
.
Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan.
Kerusakan hepar pada preeklampsia dapat berkisar mulai dari nekrosis hepatoselular
ringan

(nekrosis

hemoragik

periporta)

dengan

abnormalitas

enzim

serum

(aminotransferase dan laktat dehidrogenase) sampai dengan sindrom HELLP (


Hemolysis, Elevated liver enzymes, Low platelet). Selain itu perdarahan dari lesi
nekrosis hemoragik periporta dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas
di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular, yang memerlukan
tindakan pembedahan. 4
9

Sistem Saraf Pusat


Manifestasi preeklampsia pada susuanan saraf pusat telah lama diketahui.
Perubahan neurologik yang terjadi pada preeklampsia dapat berupa : 4
a.

Nyeri kepala akibat vasogenik edema yang disebabkan oleh hiperperfusi otak.

b.

Gangguan visus/penglihatan, terutama pada preeklampsia berat, akibat spasme


arteri retina dan edema retina. Gangguan visus yang terjadi dapat berupa
pandangan kabur, skotoma, dan buta kortikal (jarang). Prognosisnya baik dan
penglihatan biasanya pulih dalam seminggu.

c.

Tanda neurologik fokal seperti hiperrefleksi dapat timbul dan memerlukan


pemeriksaan radiologik segera.

d. Edema serebri, yang merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan. Gambaran


utama adalah kesadaran berkabut dan kebingungan, dan gejala ini hilang timbul.
Sebagian pasien ada yang mengalami koma. Pada keadaan yang serius , pasien
dapat mengalami herniasi batang otak.
e. Kejang eklamptik. Eklampsia, yang merupakan fase konvulsi dari preeklampsia,
menjadi penyebab yang signifikan dari kematian maternal pada penyakit ini.
Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema
paru, yang dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis. 4
Perubahan Hematologis
Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklampsia, dan mungkin
disebabkan oleh akativasi dan agregasi tombosit serta hemolisis mikroangiopati
yang dipicu oleh vasospasme yang hebat. Kondisi ini merupakan abnormalitas
darah yang paling sering dijumpai pada preeklampsia. Hitung trombosit yang
sangat rendah meningkatkan resiko perdarahan dan bila tidak segera dilakukan
persalinan akan berakibat fatal.4

10

G. Gejala Klinik
Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan
berat bila satu atau lebih tanda / gejala dibawah ini di temukan: 1
1. Tekanan sistolik 160 mmHg, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih
2. Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam : +3 atau +4 pada pemeriksaan kualitatif
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dari 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan pengelihatan atau nyeri daerah epigastrium
5. Edema paru-paru
Menurut Rozikhan (2007) tanda dan gejala preeklampsia adalah sebagai berikut:6
1. Hipertensi
Biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan
tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester
pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita
hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir
trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita preeklampsia.
Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg, atau peningkatan
tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg, atau adanya tekanan sistolik
sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang- kurangnya 90
mmHg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mmHg atau lebih, ini sudah dapat
dibuat sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah
mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.
2. Edema
Ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan
biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan pada
kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka.
Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga
tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosa pre eklampsia. Kenaikan berat
badan kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila
kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan pre-eklampsia
11

harus dicurigai. Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap
minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda preeklampsia.
Bertambahnya berat badan disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian
oedema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu
menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia. Edema dapat
terjadi pada semua derajat PIH ( Hipertensi dalam kehamilan) tetapi hanya
mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya general.
3. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter
dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 +
(menggunakan metode turbidimetrik standard) atau 1g/liter atau lebih dalam air
kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh
urinyang bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuria
biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah berat badan. Proteinuria
sering ditemukan pada preeklampsia, karena vasospasmus pembuluh-pembuluh
darah ginjal. Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.
Kemudian tanda dan gejala preeklampsia menurut (Maryunani, dkk, 2012)
adalah:5
1. Hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, diukur minimal 2
kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
2. Proteinuria 5 gram/ 24 jam atau lebih, +++ atau ++++ pada pemeriksaan
kualitatif.
3. Oliguria, urine 400 ml / 24 jam atau kurang
4. Edema paru-paru, sianosis
5. Tanda gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah pengelihatan, pandangan
kabur dan spasme arteri retina pada funduskopi, nyeri epigastrium, mual atau
muntah serta emosi mudah marah
6. Pertumbuhan janin intrauterine terlambat
7. Adanya HELLP syndrome (H= Hemolysis, ELL= Elevated Liver Enzym, P= Low
Plat
8. Pertumbuhan janin intrauterine terlambat

12

Kriteria menentukan adanya edema adalah: nilai positif jika edema di daerah
tibia, lumbosakral, wajah (kelopak mata), dan tangan, terutama setelah bangun tidur
dipagi hari.5

H. Diagnosis
Sesuai dengan definisinya, kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia
adalah hipertensi plus proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya,
semakin pasti diagnosis preeklampsia.4
Kriteria Diagnosa Preeklampsia Ringan

Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg yang muncul setelah
usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.
Proteinuria minimal, yang didefinisikan sebagai 0,3 gr protein dalam spesimen urin
24 jam.
Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia (ACOG Practice Bulletin,2002).
Kriteria Diagnosa Preeklampsia Berat
Preeklampsia dipertimbangkan berat bila salah satu atau lebih dari kriteria ini ditemukan
pada pasien :
Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg pada dua kali pengukuran
yang terpisah 6 jam sementara pasien dalam keadaan istirahat.
Proteinuria 5 gr dalam urin 24 jam atau 3 gr dalam dua sampel urin yang dikumpulkan
terpisah setidaknya 4 jam.
Oliguri <500 mL/24 jam.
Gangguan serebrum atau penglihatan.
Edema pulmonum atau sianosis.
Nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas.
Fungsi hepar terganggu
Trombositopenia (trombosit 100.000 mm 3)
Restriksi pertumbuhan janin
Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia (ACOG Practice Bulletin,2002).

13

I. Penatalaksanaan
Tujuan utama perawatan preeklampsia adalah untuk mencegah kejang, perdarahan
intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi yang sehat
Manajemen preeklampsia bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Secara umum
pada setiap kehamilan yang disertai penyulit suatu penyakit, ada dua hal yang perlu
dipertimbangkan, yaitu (1) sikap terhadap penyakitnya, yang berarti pemberian obatobatan atau terapi medikamentosa dan (2) sikap terhadap kehamilannya, yang berarti
tindakan terhadap kehamilan tersebut, apakah akan diteruskan sampai aterm (perawatan
konservatif atau ekspektatif) atau akan diakhiri/diterminasi (perawatan kehamilan aktif
atau agresif). Pedoman tatalaksana preeklampsia menurut Persatuan Obstetrist-Ginekolog
Indonesia (POGI) baik untuk preeklampsia ringan maupun untuk preeklamsia berat
adalah sebagai berikut : 1,2
Manajemen Preeklampsia Ringan
Perawatan preeklampsia ringan dapat secara rawat jalan (ambulatoir) atau rawat inap
(hospitalisasi).1
a. Rawat jalan (ambulatoir)
1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di
Indonesia tirah baring masih diperlukan.
2.

Diet regular ; tidak perlu diet khusus.

3. Vitamin prenatal.
4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam.
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan sedativum.
6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu.
b. Rawat inap (hospitalisasi)
Indikasi hospitalisasi pada preeklampsia ringan adalah :
1. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu.
2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu.
3. Hasil tes laboratorium yang abnormal.
4. Adanya satu atau lebih tanda atau gejala preeklampsia berat.

14

Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorik. Juga
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin, khususnya untuk evaluasi pertumbuhan
janin dan jumlah cairan amnion.
Terapi medikamentosa pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar. Bila terdapat
perbaikan tanda dan gejala preeklampsia dna umur kehamilan 37 minggu, ibu
masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.
c. Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan
1. Usia kehamilan < 37 minggu
2. Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai
aterm.
3. Usia kehamilan 37 minggu
4. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau bila serviks matang
pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi
persalinan.
Manajemen Preeklampsia Berat
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pegobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat,
dan saat yang tepat untuk persalinan.1
a. Pemberian terapi medikamentosa.
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring ke kiri secara intermiten.
3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%.
4. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang, yang dibagi
atas loading dose (initial dose) atau dosis awal dan maintenance dose (dosis
lanjutan).

15

5. Anti hipertensi. Diberikan bila tensi 180 /110 atau MAP 126.3

16

6. Diuretikum.
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena memperberat penurunan
perfusi plasenta, memperberat hipovolemia, dan meningkatkan hemokonsentrasi.
Diuretikum hanya diberikan atas indikasi edema paru, paying jantung kongestif, dan
edema anasarka.
7. Diet.
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori berlebih.
b. Sikap terhadap kehamilannya
Mengahiri kehamilan :
Pengobatan yang terbaik untuk preeklamsi ialah mengakhiri kehamilan karena :
1. Untuk mencegah timbulnya eklamsi
2. Preeklamsi dengan sendirinya akan berangsur baik, setelah persalinan
3. Mengingat bahaya solution placenta
4. Mengingat kemungkinan bahaya anak di dalam Rahim
Tetapi sebaiknya pengakhiran kehamilan mungkin membahayakan anak kalau
lahir premature. Maka kalau preeklamsi tidak berat lebih baik ditunggu sampai anak
hamper 37 minggu.
Sebaliknya jika preeklamsi berat, menurut beberapa ahli kemungkinan hidup bagi
janin lebih baik diluar kandungan dari pada didalam, hingga tidak ada guna menunda
persalinan.
Jika preeklamsi berat tidak berkurang dengan terapi di rumah sakit selama 2 hari
maka pertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan, sedpat dapatnya dilakukan induksi
tapi kalau tidak lakukan SC. Kalau kehamilan akan di akhiri, pasien harus mendapat
terapi medis dulu sekurang-kurangnya 24 jam untuk memperbaiki keadaanya.2
J. Pencegahan
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi pada
perempuan hamil yang memiliki resiko terjadinya preeklamsi. Pencegahan dapat
dilakukan dengan nonmedical dan medical :7
17

Pencegahan dengan nonmedical


Pencegahan dengan non medical adalah pencegahan dengan tidak memberikan obat
Cara yang paling sederhana adalah melakukan tirah baring. Hendaknya diet ditambah
dengan suplemen yang mengandung minyak ikan kaya dengan asam lemak tidak jenuh,
omega-3, antioksidan seperti vitamin C E ,zinc, magnesium, kalsium.
Pencegahan dengan medical
Pemberian antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsi. Pemberian
kalsium, zinc, magnesium. Obat antitrombotik , antioksidan.
K. Prognosa
Ada ahli yang berpendapat bahwa preeklamsi dapat menyebabkan hypertensi
yang tetap terutama kalau preeklamsia berlangsung lama atau dengan perkataan lain
kalau gejala-gejala preeklamsi timbul dini.2
Sebaiknya ahli lain mengganggap bahwa penderita dengan hypertensi yang tetap
sesudah persalinan sudah menderita hypertensi sebelum hamil. 2
Di Negara negara yang sudah maju kematian preeklamsi 0,5 %, tapi jika terjadi
eklamsi maka prognosa kurang baik, kematian eklamsi 5 %. Prognosa untuk anak juga
berkurang tetapi tergantung pada saatnya preeklamsi menjelma dan berat nya preeklamsi.
Kematian perinatal 20 %, kematian perinatal ini sangat dipengaruhi oleh prematuritas.2

18

STATUS PASIEN

Anamnesis Data Pribadi:


Nama

: Ny. N

Umur

: 45 Tahun

Pendidikan

: SMU

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

Alamat

: ujong tanjong

Tgl Masuk

: 20- 6 - 2016 , Jam: 22.20 WIB

Nomor MR

: 83-06-21

Anamnesis Penyakit
KU

: Mules-mules mau melahirkan

Telaah : Os dating dengan keluhan ingin melahirkan, os mengatakan ada riwayat


tekanan darah tinggi selama kehamilan anak ke 3 ini, mual, muntah (-),
pusing (-), os mengatakan pernah odeme saat hamil ini, riwayat sesak
(-), jarak dengan kehamilan sebelumnya 9 tahun.
RPT

: Riwayat Hipertensi (+) selama hamil, Riwayat DM (-)

HPHT : ?-?-2015
TTP

: ?-?-2016

ANC : rutin ke Bidan


Riwayat persalinan : G3P1A1
19

Pemeriksaan Fisik
Status Present:
Sensorium

: Compos Mentis

Anemis

: (-)

Tekanan Darah

: 220/120 mmHg

Ikterus

: (-)

Frekwensi Nad i

: 82 x/i

Cyanosis

: (-)

Frekwensi Nafas

: 20 x/i

Dyspnoe

: (-)

Suhu

: 36,5 0C

Edema

: (+)

Status Obstetrikus:
Inspeksi

: Abdomen membesar asimetris

Leopod I

: 39 cm

Leopod II

: Puka

Leopod III

: bagian terbawah kepala

Leopod IV

: konvergen

Gerak

: (+)

DJJ

: 131 x/menit

HIS

: ada tapi jarang

Kesan

: Panggul Adekuat

VT

: tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium ( Tanggal 21- 06 - 2016 )
Hb

: 13, 1 g/dl

Hematokrit

: 34,5 %

Leukosit

: 14.000 /mm3

20

Trombosit

: 197.000/ mm3

Protein Urin

: + 1 positif

Diagnosa Sementara : Preeklamsi Berat


Rencana : SC + Tubektomi dan Konsultasi Anestasi
Penatalaksanaan :
IVFD RL 20 gtt/i
Nepedipin tab 3x1

inj MgSo4 20 %
Anjuran
Awasi Vital Sign, dan pantau His, dan DJJ
Prognosis : bonam

LAPORAN PEMBEDAHAN
Tanggal 21 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.
Laporan SC a/i preeklemasi + tubektomi
Lahir bayi perempuan , BB : 2700 gr, PB: 45 cm, anus (+)

lbu dibaringkan di meja operasi dalam posisi supine, dengan infus dan kateter
terpasang baik

Dibawah spinal anestesi, dilakukan tindakan septik dengan cairan antiseptic dengan larutan providone
iodine dan alkohol 70% pada dinding abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan
operasi;
21

Dilakukan insisi midline mulai dari kutis, subkutis, hingga tampak fascia;
Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting kekanan dan kekiri, kemudian

otot dipisahkan secara tumpul;


Peritoneum dijepit dengan dua klem, dijinjing kemudian di gunting diantaranya lalu dilebarkan ke

atas dan ke bawah;


Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan, identifikasi SBR;
Plika vesikouterina digunting secara konkaf kekanan dan kekiri kemudian disisihkan kearah blaas

secukupnya;
Selanjutnya uterus diinsisi secara konkaf, hingga subendometrium, kemudian endometrium ditembus
secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan, tampak selaput ketuban dipecahkan, kesan: air

ketuban sedikit dan jernih;


Dengan meluksir kepala dilahirkan bayi perempuan, BB: 2700 gr, PB: 45 cm, anus (+);
Tali pusat diklem di dua tempat kemudian digunting diantaranya;
Plasenta dilahirkan secara traksi pada tali pusat, plasenta lahir lengkap;
Kedua sudut luka insisi pada uterus dijepit dengan oval klem
Kavum uteri dibersihkan dari sisa selaput ketuban dengan kasa steril terbuka sampai tidak ada selaput

ketuban yang tertinggal;


Ujung luka insisi uterus dijahit dengan hemostatic suture figure of eight. Luka insisi uterus dijahit

secara continuous interlocking, kemudian dilakukan reperitonealisasi;


Evaluasi pada daerah bekas insisi uterus yang telah dijahit, perdarahan terkontrol;
Identifikasi tuba fallopii dan ovarium kanan dan kiri, dalam batas normal;
Cavum abdomen dibersihkan dari sisa darah dan stoll cell hingga bersih;
Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis mulai dari peritoneum, otot, fascia, sub kutis dan kutis;
Luka operasi ditutup dengan sufratulle, kasa steril, dan hypafix;
Liang vagina dibersihkan dari sisa darah dengan kapas sublimat hingga bersih;
KU ibu post operasi : stabil.

PEMANTAUAN POST OPERASI


Tanggal 21 juni 2016, Jam 13.00 wib
TD

: 160/100 mmHg

Nadi

: 80 x/i

Pernapasan

: 20 x/i
22

Suhu

: 36,8oC

Perdarahan

:-

Kontraksi uterus

: Kuat (+)

Terapi

- IVFD RL 20 ggt/i
- Nepidipin tab 3x1

- inj MgSo4 20 %
- Oxytocin drip 1 amp 20 tts/menit

FOLLOW UP
Tanggal 22 Juni 2016
Status Presens:
KU

: Stabil

Anemis : (-)

Sensorium

: Compos Mentis

Ikterik

Tekanan Darah

:140/90 mmHg

Dispnea : (-)

Frek. Nadi

: 80x/i

Sianosis : (-)

Frek. Nafas

: 22 x/i

Edema

: (-)

: (-)

23

Temp

: 37,2 C

Status Lokalisata :
Abdomen

: Soepel, Peristaltik (+) normal.

TFU

: 2 jari di bawah pusat, kontraksi (+) kuat

P/V

: (-), Lochia (+) Rubra

L/O

: Tertutup perban, kesan kering

BAK

: (+) melalui kateter, UOP: 50 cc/jam, warna urin: kuning jernih

BAB

: (-), flatus (+)

ASI

: (+)

Diagnosis : Post SC a/i preeklmasi berat


Terapi :
- IVFD RL 20 ggt/i
- Nepidipin tab 3x1

- inj MgSo4 20 %
- Oxytocin drip 1 amp 20 tts/menit

Tanggal 23 Juni 2016


Status Presens:
KU

: Stabil

Anemia : (-)

Sensorium

: Compos Mentis

Ikterik

: (-)
24

Tekanan Darah

:140/80 mmHg

Dispnea : (-)

Nadi

: 75 x/i

Sianosis : (-)

Nafas

: 20 x/i

Edema

Temp

: 36,7 C

: (-)

Status Lokalisata :
Abdomen

: Soepel, Peristaltik (+) normal.

TFU

: 2 jari di bawah pusat, kontraksi (+) kuat

P/V

: (-), Lochia (+) Rubra

L/O

: Tertutup perban, kesan kering

BAK

: (+) Normal

BAB

: (+) Normal

ASI

: (+)

Diagnosis : Post SC a/i preeklamsia berat


Terapi :
- IVFD RL 20 ggt/i
- Nepidipin tab 3x1

- inj MgSo4 20 %
- Oxytocin drip 1 amp 20 tts/menit

25

Tanggal 24 Juni 2016


Status Presens:
KU

: Stabil

Anemia : (-)

Sensorium

: Compos Mentis

Ikterik

Tekanan Darah

:140/80 mmHg

Dispnea : (-)

Nadi

: 75 x/i

Sianosis : (-)

Nafas

: 20 x/i

Edema

Temp

: 36,7 C

: (-)

: (-)

Status Lokalisata :
Abdomen

: Soepel, Peristaltik (+) normal.

TFU

: 2 jari di bawah pusat, kontraksi (+) kuat

P/V

: (-), Lochia (+) Rubra

L/O

: Tertutup perban, kesan kering

BAK

: (+) Normal

BAB

: (+) Normal

ASI

: (+)

Diagnosis : Post SC a/i preeklamsia berat


Terapi :

Ganti perban
26

Pasien sudah berobat jalan dan control ke poli

DAFTAR PUSTAKA
1. As Resini, 2014, Preeklamsia, Repository USU, Medan www.scribd.com
2. Bagian Obstetri Dan Ginekologi, 1984, Obstetri Patologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung
3. http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-8-hipertensi-dalam-kehamilanpreeklampsia-dan-eklampsia/
4. Jr.Telaumbanua, 2014, Preeklamsi, Repository USU, Medan www.scribd.com
5. Maryunani A, dkk, 2012 Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan,
Transinfo Median, Jakarta
6. Rozikan, 2007, Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Preeklamsia Berat Di Rs
Dr.H.Soewondo, Kendal. http://core.ac.uk/download/pdf/11718009.pdf
7. Sarwono Prawirohardjo, 2010, Ilmu Kebidanan, Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta

27

8. Sitti Nurdjannah, dkk, 2010, Gambaran Epidemiologi Kejadian Preeklamsia /


Eklamsia,

Universitas

Ahmad

Dahlan,

Yogyakarta.

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/download/2782/1506

28

Anda mungkin juga menyukai