A. Latar belakang
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 % penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup
tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam
persalinan masih ditangaani oleh petugas non medis dan system rujukan yang belum
sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil
sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar
dipahami oleh semua tenaga medic baik dipusat maupun didaerah.7
Preeklamsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra
dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia
ringan dan berat.7
Pembagian preeklamsi menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua
penyakit yang jelas berbeda, sebab sering kali ditemukan penderita dengan preeklamsi
ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.7
Gambaran klinik preeklamsi bervaiasi luas dan sangat individual. Kadangkadanag sukar untuk menentukan gejala preeklamsi mana yang timbul lebih dahulu.
Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema,
hipertensi, dan terakhir proteinuria, sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam
urutan atas dapat dianggap bukan preeklamsi.7
Dari semua gejala tersebut, timbulnya
gejala yang paling penting. Namun, sayangnya penderita seringkali tidak merasakan
perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan
pengelihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut. 7
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg
atau diastolik 90 mmHg. The National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu
klasifikasi untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam kehamilan, yaitu : 1
a. Hipertensi kronik
b. Preeklampsia-eklampsia
c. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon
chronic hypertension).
d. Hipertensi gestasional
Hipertensi Kronik
Didefinisikan sebagai hipertensi yang sudah ada dan dapat diamati sebelum
kehamilan atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu. Hipertensi yang didiagnosa
pertama kali selama kehamilan dan tidak kembali normal postpartum juga
diklasifikasikan sebagai hipertensi kronik. 1
Preeklampsia-Eklampsia
Kedua penyakit ini dikenal sebagai pregnancy-spesific syndrome dan merupakan
jenis pregnancy-induced hypertension/PIH karena muncul hanya dengan adanya
kehamilan dan berakhir dengan terminasi kehamilan. Preeklampsia dalah hipertensi yang
timbul setelah usia gestasi 20 minggu disertai dengan proteinuria pada wanita yang
sebelumnya memiliki tekanan darah normal (normotensif). Berdasarkan manifestasi
klinisnya, preeklampsia diklasifikasikan menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia
berat. Eklampsia adalah kejadian kejang pada wanita dengan preeklampsia yang tidak
berkaitan dengan penyebab lain. 1
Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon chronic
hypertension).
Semua gangguan hipertensi kronik, apapun sebabnya, merupakan predisposisi
timbulnya preeklampsia atau eklampsia. Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang
sudah ada sebelumnya semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila
disertai dengan proteinuria, didiagnosa sebagai preeklampsia pada hipertensi kronik
2
E. Etiologi
Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum diketahui secara pasti,
tetapi pada umum nya disebabkan oleh (vasospasme arteriola). Dalam penelitian
Rozikhan (2007), sebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui.
Telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebabmusabab penyakit tersebut, akan
tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.6
Teori yang diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut: (1) primigraviditas,
kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa; (2) semakin tuanya kehamilan; (3)
terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; dan (4)
timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.6
F. Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas,
banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
tetapi tidak ada satu teori pun yang dianggap mutlak benar. Beberapa teori yang banyak
dianut adalah :7
Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal Rahim dan plasenta mendapat aliran dari cabang arteri
uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh dara tersebut menembus myometrium berupa
arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteria menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiral. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar
arteri spiralis, sehingga jaringn matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini
memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel sel tofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot artereri spiralis menjadi
tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak mungkin mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relative mengalami vasokontriksi, dan terjadi
kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasena akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis dari hipertensi dalam
kehamilan.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adlah 500 mikron, sedangkan
pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke uteroplasenta.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan enotel,
kerusakannya dimulai dari membrn sel endotel. Kerusakan membrane sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel.
dengan genotip janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preklamsi 26 %
anak perempuannya akan mengalami preeklamsia.
Perubahan system dan organ pada preklamsi 7
Kardiovaskular
Gangguan-gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara
nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis, dan aktivasi endotel disertai
ekstravasasi ke dalam ruang ekstraselular, terutama paru.
Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia disebabkan oleh meningkatnya
tahanan vaskular perifer akibat vasokonstriksi. Keadaan ini berlawanan dengan kondisi
kehamilan normal dimana yang terjadi adalah vasodilatasi. Wanita dengan preeklampsia
biasanya tidak mengalami hipertensi yang nyata hingga pertengahan kedua masa gestasi,
namun vasokonstriksi dapat sudah muncul sebelumnya (NHBPEP, 2000).
Mekanisme yang mendasari vasokontriksi dan perubahan reaktivitas vaskular
pada preeklampsia masih belum sepenuhnya jelas. Tetapi penelitian-penelitian kini
difokuskan untuk mempelajari perbandingan antara prostanoid vasodilatasi dan
vasokontriksi, sebab ada bukti yang menunjukkan penurunan prostasiklin dan
peningkatan tromboksan pada pembuluh darah wanita dengan preeklampsia. Selain itu,
pada kehamilan normal respon pembuluh darah pembuluh darah tehadap peptida dan
amin vasoaktif khususnya angiotensin II (AII) menurun, sedangkan wanita dengan
preeklampsia hiperresponsif terhadap hormon-hormon ini (NHBPEP, 2000). 4
Ginjal
Patofisiologi ginjal pada preeklampsia disebabkan oleh hal-hal berikut : 4
a. Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat
cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, terjadi hipovolemia sehingga perfusi
ginjal dan filtrasi glomerulus menurun bahkan dapat mencapai kadar yang jauh di
bawah kadar nonhamil normal. Keadaan ini menyebabkan sekresi asam urat menurun
sehingga kadar asam urat serum meningkat, umumnya 5 mg/cc. Klirens kreatinin
8
juga menurun sehingga kadar kreatinin plasma meningkat, dapat mencapai 1 mg/cc.
Juga dapat terjadi gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus, yang ditandai oleh
oliguria atau anuria dan azotemia progresif (peningkatan kreatinin serum sekitar 1
mg/dl per hari), umumnya dipicu oleh syok hipovolemik yang biasanya berkaitan
dengan perdarahan saat melahirkan yang tidak mendapat penggantian darah yang
memadai.
b. Selain itu juga terdapat perubahan anatomis ginal pada preeklampsia yang dapat
dideteksi dengan mikroskop cahaya atau elektron. Glomerulus membesar dan
bengkak tetapi tidak hiperselular. Lengkung kapiler dapat melebar atau menciut. Selsel endotel membengkak sehingga menghambat lumen kapiler secara total maupun
parsial, dan terdapat fibril (serabut- serabut) yang merupakan materi protein, yang
dahulu disangka sebagai penebalan membran basal, mengendap di dalam dan di
bawah sel-sel tersebut. Perubahan-perubahan ini disebut endhoteliosis kapiler
glomerulus yang menjadi kelainan ginjal yang khas pada preeklampsia-eklampsia.
c. Terjadi hiperkalsiuria, sementara pada kehamilan normal terjadi hipokalsiuria akibat
meningkatknya ekskresi kalsium.
d.
e.
(nekrosis
hemoragik
periporta)
dengan
abnormalitas
enzim
serum
Nyeri kepala akibat vasogenik edema yang disebabkan oleh hiperperfusi otak.
b.
c.
10
G. Gejala Klinik
Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan
berat bila satu atau lebih tanda / gejala dibawah ini di temukan: 1
1. Tekanan sistolik 160 mmHg, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih
2. Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam : +3 atau +4 pada pemeriksaan kualitatif
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dari 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan pengelihatan atau nyeri daerah epigastrium
5. Edema paru-paru
Menurut Rozikhan (2007) tanda dan gejala preeklampsia adalah sebagai berikut:6
1. Hipertensi
Biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan
tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester
pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita
hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir
trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita preeklampsia.
Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg, atau peningkatan
tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg, atau adanya tekanan sistolik
sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang- kurangnya 90
mmHg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mmHg atau lebih, ini sudah dapat
dibuat sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah
mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.
2. Edema
Ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan
biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan pada
kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka.
Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga
tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosa pre eklampsia. Kenaikan berat
badan kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila
kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan pre-eklampsia
11
harus dicurigai. Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap
minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda preeklampsia.
Bertambahnya berat badan disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian
oedema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu
menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia. Edema dapat
terjadi pada semua derajat PIH ( Hipertensi dalam kehamilan) tetapi hanya
mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya general.
3. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter
dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 +
(menggunakan metode turbidimetrik standard) atau 1g/liter atau lebih dalam air
kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh
urinyang bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuria
biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah berat badan. Proteinuria
sering ditemukan pada preeklampsia, karena vasospasmus pembuluh-pembuluh
darah ginjal. Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.
Kemudian tanda dan gejala preeklampsia menurut (Maryunani, dkk, 2012)
adalah:5
1. Hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, diukur minimal 2
kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
2. Proteinuria 5 gram/ 24 jam atau lebih, +++ atau ++++ pada pemeriksaan
kualitatif.
3. Oliguria, urine 400 ml / 24 jam atau kurang
4. Edema paru-paru, sianosis
5. Tanda gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah pengelihatan, pandangan
kabur dan spasme arteri retina pada funduskopi, nyeri epigastrium, mual atau
muntah serta emosi mudah marah
6. Pertumbuhan janin intrauterine terlambat
7. Adanya HELLP syndrome (H= Hemolysis, ELL= Elevated Liver Enzym, P= Low
Plat
8. Pertumbuhan janin intrauterine terlambat
12
Kriteria menentukan adanya edema adalah: nilai positif jika edema di daerah
tibia, lumbosakral, wajah (kelopak mata), dan tangan, terutama setelah bangun tidur
dipagi hari.5
H. Diagnosis
Sesuai dengan definisinya, kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia
adalah hipertensi plus proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya,
semakin pasti diagnosis preeklampsia.4
Kriteria Diagnosa Preeklampsia Ringan
Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg yang muncul setelah
usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.
Proteinuria minimal, yang didefinisikan sebagai 0,3 gr protein dalam spesimen urin
24 jam.
Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia (ACOG Practice Bulletin,2002).
Kriteria Diagnosa Preeklampsia Berat
Preeklampsia dipertimbangkan berat bila salah satu atau lebih dari kriteria ini ditemukan
pada pasien :
Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg pada dua kali pengukuran
yang terpisah 6 jam sementara pasien dalam keadaan istirahat.
Proteinuria 5 gr dalam urin 24 jam atau 3 gr dalam dua sampel urin yang dikumpulkan
terpisah setidaknya 4 jam.
Oliguri <500 mL/24 jam.
Gangguan serebrum atau penglihatan.
Edema pulmonum atau sianosis.
Nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas.
Fungsi hepar terganggu
Trombositopenia (trombosit 100.000 mm 3)
Restriksi pertumbuhan janin
Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia (ACOG Practice Bulletin,2002).
13
I. Penatalaksanaan
Tujuan utama perawatan preeklampsia adalah untuk mencegah kejang, perdarahan
intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi yang sehat
Manajemen preeklampsia bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Secara umum
pada setiap kehamilan yang disertai penyulit suatu penyakit, ada dua hal yang perlu
dipertimbangkan, yaitu (1) sikap terhadap penyakitnya, yang berarti pemberian obatobatan atau terapi medikamentosa dan (2) sikap terhadap kehamilannya, yang berarti
tindakan terhadap kehamilan tersebut, apakah akan diteruskan sampai aterm (perawatan
konservatif atau ekspektatif) atau akan diakhiri/diterminasi (perawatan kehamilan aktif
atau agresif). Pedoman tatalaksana preeklampsia menurut Persatuan Obstetrist-Ginekolog
Indonesia (POGI) baik untuk preeklampsia ringan maupun untuk preeklamsia berat
adalah sebagai berikut : 1,2
Manajemen Preeklampsia Ringan
Perawatan preeklampsia ringan dapat secara rawat jalan (ambulatoir) atau rawat inap
(hospitalisasi).1
a. Rawat jalan (ambulatoir)
1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di
Indonesia tirah baring masih diperlukan.
2.
3. Vitamin prenatal.
4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam.
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan sedativum.
6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu.
b. Rawat inap (hospitalisasi)
Indikasi hospitalisasi pada preeklampsia ringan adalah :
1. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu.
2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu.
3. Hasil tes laboratorium yang abnormal.
4. Adanya satu atau lebih tanda atau gejala preeklampsia berat.
14
Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorik. Juga
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin, khususnya untuk evaluasi pertumbuhan
janin dan jumlah cairan amnion.
Terapi medikamentosa pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar. Bila terdapat
perbaikan tanda dan gejala preeklampsia dna umur kehamilan 37 minggu, ibu
masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.
c. Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan
1. Usia kehamilan < 37 minggu
2. Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai
aterm.
3. Usia kehamilan 37 minggu
4. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau bila serviks matang
pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi
persalinan.
Manajemen Preeklampsia Berat
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pegobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat,
dan saat yang tepat untuk persalinan.1
a. Pemberian terapi medikamentosa.
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring ke kiri secara intermiten.
3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%.
4. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang, yang dibagi
atas loading dose (initial dose) atau dosis awal dan maintenance dose (dosis
lanjutan).
15
5. Anti hipertensi. Diberikan bila tensi 180 /110 atau MAP 126.3
16
6. Diuretikum.
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena memperberat penurunan
perfusi plasenta, memperberat hipovolemia, dan meningkatkan hemokonsentrasi.
Diuretikum hanya diberikan atas indikasi edema paru, paying jantung kongestif, dan
edema anasarka.
7. Diet.
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori berlebih.
b. Sikap terhadap kehamilannya
Mengahiri kehamilan :
Pengobatan yang terbaik untuk preeklamsi ialah mengakhiri kehamilan karena :
1. Untuk mencegah timbulnya eklamsi
2. Preeklamsi dengan sendirinya akan berangsur baik, setelah persalinan
3. Mengingat bahaya solution placenta
4. Mengingat kemungkinan bahaya anak di dalam Rahim
Tetapi sebaiknya pengakhiran kehamilan mungkin membahayakan anak kalau
lahir premature. Maka kalau preeklamsi tidak berat lebih baik ditunggu sampai anak
hamper 37 minggu.
Sebaliknya jika preeklamsi berat, menurut beberapa ahli kemungkinan hidup bagi
janin lebih baik diluar kandungan dari pada didalam, hingga tidak ada guna menunda
persalinan.
Jika preeklamsi berat tidak berkurang dengan terapi di rumah sakit selama 2 hari
maka pertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan, sedpat dapatnya dilakukan induksi
tapi kalau tidak lakukan SC. Kalau kehamilan akan di akhiri, pasien harus mendapat
terapi medis dulu sekurang-kurangnya 24 jam untuk memperbaiki keadaanya.2
J. Pencegahan
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi pada
perempuan hamil yang memiliki resiko terjadinya preeklamsi. Pencegahan dapat
dilakukan dengan nonmedical dan medical :7
17
18
STATUS PASIEN
: Ny. N
Umur
: 45 Tahun
Pendidikan
: SMU
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Suku
: Aceh
Alamat
: ujong tanjong
Tgl Masuk
Nomor MR
: 83-06-21
Anamnesis Penyakit
KU
HPHT : ?-?-2015
TTP
: ?-?-2016
Pemeriksaan Fisik
Status Present:
Sensorium
: Compos Mentis
Anemis
: (-)
Tekanan Darah
: 220/120 mmHg
Ikterus
: (-)
Frekwensi Nad i
: 82 x/i
Cyanosis
: (-)
Frekwensi Nafas
: 20 x/i
Dyspnoe
: (-)
Suhu
: 36,5 0C
Edema
: (+)
Status Obstetrikus:
Inspeksi
Leopod I
: 39 cm
Leopod II
: Puka
Leopod III
Leopod IV
: konvergen
Gerak
: (+)
DJJ
: 131 x/menit
HIS
Kesan
: Panggul Adekuat
VT
: tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium ( Tanggal 21- 06 - 2016 )
Hb
: 13, 1 g/dl
Hematokrit
: 34,5 %
Leukosit
: 14.000 /mm3
20
Trombosit
: 197.000/ mm3
Protein Urin
: + 1 positif
inj MgSo4 20 %
Anjuran
Awasi Vital Sign, dan pantau His, dan DJJ
Prognosis : bonam
LAPORAN PEMBEDAHAN
Tanggal 21 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.
Laporan SC a/i preeklemasi + tubektomi
Lahir bayi perempuan , BB : 2700 gr, PB: 45 cm, anus (+)
lbu dibaringkan di meja operasi dalam posisi supine, dengan infus dan kateter
terpasang baik
Dibawah spinal anestesi, dilakukan tindakan septik dengan cairan antiseptic dengan larutan providone
iodine dan alkohol 70% pada dinding abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan
operasi;
21
Dilakukan insisi midline mulai dari kutis, subkutis, hingga tampak fascia;
Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting kekanan dan kekiri, kemudian
secukupnya;
Selanjutnya uterus diinsisi secara konkaf, hingga subendometrium, kemudian endometrium ditembus
secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan, tampak selaput ketuban dipecahkan, kesan: air
: 160/100 mmHg
Nadi
: 80 x/i
Pernapasan
: 20 x/i
22
Suhu
: 36,8oC
Perdarahan
:-
Kontraksi uterus
: Kuat (+)
Terapi
- IVFD RL 20 ggt/i
- Nepidipin tab 3x1
- inj MgSo4 20 %
- Oxytocin drip 1 amp 20 tts/menit
FOLLOW UP
Tanggal 22 Juni 2016
Status Presens:
KU
: Stabil
Anemis : (-)
Sensorium
: Compos Mentis
Ikterik
Tekanan Darah
:140/90 mmHg
Dispnea : (-)
Frek. Nadi
: 80x/i
Sianosis : (-)
Frek. Nafas
: 22 x/i
Edema
: (-)
: (-)
23
Temp
: 37,2 C
Status Lokalisata :
Abdomen
TFU
P/V
L/O
BAK
BAB
ASI
: (+)
- inj MgSo4 20 %
- Oxytocin drip 1 amp 20 tts/menit
: Stabil
Anemia : (-)
Sensorium
: Compos Mentis
Ikterik
: (-)
24
Tekanan Darah
:140/80 mmHg
Dispnea : (-)
Nadi
: 75 x/i
Sianosis : (-)
Nafas
: 20 x/i
Edema
Temp
: 36,7 C
: (-)
Status Lokalisata :
Abdomen
TFU
P/V
L/O
BAK
: (+) Normal
BAB
: (+) Normal
ASI
: (+)
- inj MgSo4 20 %
- Oxytocin drip 1 amp 20 tts/menit
25
: Stabil
Anemia : (-)
Sensorium
: Compos Mentis
Ikterik
Tekanan Darah
:140/80 mmHg
Dispnea : (-)
Nadi
: 75 x/i
Sianosis : (-)
Nafas
: 20 x/i
Edema
Temp
: 36,7 C
: (-)
: (-)
Status Lokalisata :
Abdomen
TFU
P/V
L/O
BAK
: (+) Normal
BAB
: (+) Normal
ASI
: (+)
Ganti perban
26
DAFTAR PUSTAKA
1. As Resini, 2014, Preeklamsia, Repository USU, Medan www.scribd.com
2. Bagian Obstetri Dan Ginekologi, 1984, Obstetri Patologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung
3. http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-8-hipertensi-dalam-kehamilanpreeklampsia-dan-eklampsia/
4. Jr.Telaumbanua, 2014, Preeklamsi, Repository USU, Medan www.scribd.com
5. Maryunani A, dkk, 2012 Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan,
Transinfo Median, Jakarta
6. Rozikan, 2007, Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Preeklamsia Berat Di Rs
Dr.H.Soewondo, Kendal. http://core.ac.uk/download/pdf/11718009.pdf
7. Sarwono Prawirohardjo, 2010, Ilmu Kebidanan, Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta
27
Universitas
Ahmad
Dahlan,
Yogyakarta.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/download/2782/1506
28