Anda di halaman 1dari 14

1.1.

Latar Belakang
Untuk mengatur perkembangan ruang wilayah Kabupaten Tegal secara

keseluruhan, saat ini ditetapkan Perda Nomor 10 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Tegal Tahun 2012-2032. Dalam sistem penataan ruang,
RTRW Kabupaten merupakan bentuk dari rencana umum tata ruang yang mengatur
tentang Rencana Struktur dan Rencana Pola Ruang kabupaten. RTRW Kabupaten
belum sepenuhnya dapat dijadikan rujukan terhadap dinamika perkembangan ruang.
Hal ini terjadi karena perkembangan ruang terbentuk dari kumpulan kegiatan yang
dikembangkan masyarakat dan pemerintah, sementara ini rencana pola ruang dalam
RTRW baru sebatas mengatur kawasan peruntukan secara umum (belum dapat
seutuhnya dijadikan dasar dalam penerbitan izin pemanfaatan ruang untuk kegiatan
tertentu).
Sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007, telah dilakukan beberapa
rancangan pengaturan untuk mendukung operasional RTRW Kabupaten. Dari aspek
perencanaan, pendalaman lebih lanjut adalah berupa perlunya penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR); dan dari aspek pengendalian adalah melalui peraturan
zonasi (zoning regulation). Aturan pemanfaatan ruang dalam RDTR, dapat diatur lebih
lanjut melalui peraturan zonasi.
Peraturan zonasi berfungsi sebagai instrumen pengendalian pembangunan
(pemberian

izin,

pengawasan,

maupun

penertiban)

dan

panduan

teknis

pengembangan/ pemanfaatan lahan; bahkan jika diperlukan dapat dipergunakan


sebagai pedoman dalam menyusun program kerja operasional.

I-1

Kecamatan Pangkah berbatasan dengan Kecamatan Slawi, Adiwerna, Tarub,


Kedungbanteng, Jatinegara, dan Lebaksiu serta terdiri dari 23 desa. Berlokasi di tengah
wilayah Kabupaten Tegal, kondisi Kecamatan Pangkah relatif datar dan tidak berbukit.
Kecamatan Pangkah berbatasan langsung dengan Kecamatan Slawi yang
merupakan ibukota kabupaten. Kecamatan Pangkah mengalami konversi lahan yang
masif sebagai akibat luberan perkembangan fisik kota Slawi. Di sisi lain, jalur PangkahSlawi berdasar RTRW diusulkan untuk ditingkatkan menjadi jalan provinsi. Selain itu,
keberadaan PG Pangka juga harus dikonservasi sebagai bangunan bersejarah.
Mempertimbangkan permasalahan diatas, maka pada tahun anggaran 2014 ini,
Pemerintah Kabupaten Tegal berupaya menyusun RDTR Kecamatan Pangkah. RDTR
Kecamatan Pangkah ini nantinya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan
RTRW Kabupaten Tegal tahun 2012-2032.
1.2.

Maksud, Tujuan dan Sasaran

1.2.1. Maksud
Maksud dari kegiatan ini adalah mempersiapkan penyusunan dokumen RDTR
Kecamatan Pangkah yang dilengkapi instrumen pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang dalam penyelenggaraan penataan ruang melalui Penyusunan
Peraturan Zonasi Kecamatan Pangkah.
1.2.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pekerjaan ini antara lain :
1.

Merumuskan arahan pemanfaatan ruang rinci Rencana Detail Tata Ruang

2.

Kecamatan Pangkah.
Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan yang pada prinsipnya
merupakan upaya dalam menciptakan keserasian dan keseimbangan fungsi dan

3.

intensitas penggunaan ruang pada setiap kawasan.


Menciptakan kelestarian lingkungan pemukiman dan kegiatan masyarakat yang
merupakan usaha menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan

4.

lingkungannya, yang tercermin dari pola intensitas penggunaan ruangnya.


Meningkatkan daya guna dan hasil guna pelayanan yang merupakan upaya
pemanfaatan ruang secara optimal, tercermin dalam penentuan jenjang fungsi

5.

pelayanan kegiatan-kegiatan.
Mengarahkan pembangunan dalam rangka upaya pengendalian, pengawasan dan
pelaksanaan pembangunan fisik untuk masing-masing bagian wilayah kawasan.

I-2

1.2.3. Sasaran
Sasaran dari pekerjaan ini adalah :
1.

Tersusunnya dokumen rencana rinci tata ruang Kecamatan Pangkah yang


mempertimbangkan kaidah penyusunan RDTR Kabupaten sesuai ketentuan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 PRT/M/2011.
Tersedianya Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) sebagai instrumen dalam

2.

pemanfaatan

dan

pengendalian

pemanfaatan

ruang

bagi

RDTR

di

Kecamatan Pangkah.
Terlaksananya proses transfer pengetahuan dan peningkatan kemampuan

3.

aparat Pemerintah Kabupaten Tegal dalam operasionalisasi penataan ruang


Kecamatan Pangkah .
Tersusunnya Draft Raperda RDTR Kecamatan Pangkah yang dilengkapi

4.

dengan Peraturan Zonasi.


1.3.

Ruang Lingkup

1.3.1. Lingkup Kegiatan


Ruang lingkup kegiatan Penyusunan RDTR ini adalah
a.

Persiapan Penyusunan RDTR Kecamatan


Mobilisasi peralatan, tenaga ahli, dan pendukung.
Menyusun rencana kerja dan menyiapkan peta dasar kawasan kota dengan
rujukan peta rupabumi dengan skala sekurang-kurangnya 1 : 5.000.
Menyusun metodologi pekerjaan yang akan dilakukan, kebutuhan data dan
persiapan survai.
Merumuskan isu strategis dan permasalahan kawasan dan rencana-rencana
serta studi- studi terkait dengan kawasan.
Mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan kegiatan.

b.

Pengumpulan Dan Pengolahan Data. Melakukan survai ke lapangan dalam


rangka menjaring isu strategis dan permasalahan kawasan, mengumpulkan data
primer

serta

data

sekunder,

serta

membangun

kesepakatan

dalam

hal

penyusunan arahan RDTR yang dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat di


Kecamatan Pangkah. Melakukan survai ke lapangan dalam rangka menjaring isu
strategis dan permasalahan kawasan, mengumpulkan data primer serta data
sekunder, serta membangun kesepakatan dalam hal penyusunan arahan RDTR
yang dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat di Kecamatan Pangkah
c.

Analisa Kawasan Perencanaan. Melakukan analisis secara komprehensif


maupun detail (sampai tingkat sub-blok bangunan atau lebih detail), baik

I-3

deskriptif, matematis/statistik maupun spasial. Analisis spasial dilakukan secara


terintegrasi atas beberapa tema dengan mengikuti kaidah Sistem Informasi
Geografis. Masing-masing analisis dilakukan dengan tingkat kedalaman kawasan,
blok, dan sub blok.
d.

Analisis sekurang-kurangnya dilakukan dengan pendekatan kawasan untuk


mengetahui kondisi, ciri, dan hubungan sebab akibat dari unsur-unsur pembentuk
ruang kawasan seperti penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial,
ekonomi, budaya, fisik dan lingkungan, sehingga dapat dirumuskan pola ruang
dan struktur ruang pada masing-masing hirarki zonasi.

e.

Menyusun Konsep RDTR yang kemudian dibahas untuk mendapatkan


kesepakatan daerah.

f.

Perumusan Dan Ketentuan Teknis Rencana Detail Tata Ruang.

g.

Tahap perumusan pengendalian rencana detail tata ruang kota


Melakukan perumusan peraturan zonasi dalam bentuk zoning maps dan zoning
text berdasarkan panduan teknis, arahan, dan kesepakatan lainnya.
Zoning text disusun berdasarkan zoning maps, yang mengatur ketentuan dan
mekanisme

pengendalian

pemanfaatan

ruang

yang

menyangkut

aspek

perizinan, insentif dan disinsentif, pengenaan sanksi hukum, kelembagaan, dan


hal-hal yang menyangkut tertib tata ruang lainnya untuk masing-masing
tipologi kawasan.
Zoning maps meliputi:
o

Beberapa jenis peta dan hirarkinya

Penampang/keterangan spesifikasi teknis struktur ruang

Disain teknis kawasan hingga bangunan

Ilustrasi dan sketsa teknis tertentu

Foto, citra, dan gambar-gambar lainnya, yang memuat informasi


minimal tentang :

Pengaturan Pola Ruang

Pengaturan Struktur Ruang

Pengaturan Bangunan

Pengaturan Perumahan

Pengaturan Prasarana Kawasan

I-4

Hirarki atau tipologi peta disusun berdasarkan :


o

Peta Provinsi, sekurangnya berisikan tema orientasi kota.

Peta Kabupaten, sekurangnya berisikan tema orientasi kawasan


dan urban structure and land use readjustment RTRW Kabupaten.
Peta Kawasan, sekurangnya berisikan tema pembagian blok

berdasarkan delineasi fisik, urban structure and land use readjustment RDTR
pada kawasan, tampilan citra satelit dan overlay (superimpose) rencana
struktur

dan

pola

ruang,

struktur

ruang

(fasilitas,

utilitas,

jaringan

infrastruktur), dan pola ruang (land use).


Peta Blok, sekurangnya berisikan tema pembagian sub-blok

(berdasarkan delineasi fungsi kawasan dengan overlay pada citra satelit),


struktur ruang (fasilitas, utilitas, jaringan infrastruktur terinci), dan pola
ruang (land use dengan land calculation), dan telah scalable.
Peta sub-blok pada blok terpilih, sekurangnya berisikan tema

struktur ruang (dengan spesifikasi dan atau secara terukur) dan pola ruang
(land utilization dengan land measurement); dalam skala sekurangnya 1 :
5.000 dan telah scalable.
h.

Menyusun mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang yang menyangkut


aspek kelembagaan, perizinan, insentif dan disinsentif, pengenaan sanksi hukum,
dan hal-hal yang menyangkut tertib tata ruang lainnya untuk masing-masing
tipologi kawasan.
Melakukan diskusi secara intensif dengan pemerintah daerah

dalam rangka menjaring aspirasi dan masukan serta singkronisasi, serta


menyiapkan notulensi pembahasan serta dokumentasinya.
Menyelenggarakan

forum

diskusi

dan

pembahasan

yang

diselenggarakan di Pusat dan Daerah


1.3.2. Lingkup Ruang
Kegiatan Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Kecamatan Pangkah ini memliki
lingkup wilayah secara administratif di Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal, Provinsi
Jawa Tengah, yang luasnya 3.551,37 Ha yang terbagi

menjadi 23 desa dengan

susunan 476 RT dan 99 RW


1.3.3. Waktu Perencanaan
Waktu

pelaksanaan

Kegiatan

Penyusunan

Rencana

Detail

Tata

Ruang

Kecamatan Pangkah selama 120 hari kalender.

I-5

1.4.

Pendekatan Penyusunan RDTRK

1.4.1. Pendekatan Perencanaan


1.4.1.1.

Pendekatan Participatory

Pendekatan ini menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam
merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah) mulai dari pengenalan wilayah,
pengidentifkasian masalah sampai pada penentuan skala prioritas. Secara garis besar
pendekatan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam
proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah mereka,
memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk
mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan
masalah apa yang ingin mereka atasi.
Tiga alasan utama mengapa perencanaan partisipatif dibutuhkan, yaitu
(Conyers, 1991, 154-155):
a. Alasan

pertama

partisipasi

masyarakat

merupakan

suatu

alat

guna

memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat


setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyekproyek akan gagal
b. Alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau
program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program
tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut
c. Alasan ketiga adalah karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak
demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.
1.4.1.2.

Pendekatan Mixed Sanning

Pendekatan mixed scanning merupakan suatu kerangka pendekatan yang


berupa kombinasi dari komprehensif rasionalistik yang menekankan pada pelaksanaan
yang analitik, penelitian dan pengumpulan data yang menyeluruh dan inkrimental
yang menitikberatkan pada tugas interaksional untuk mencapai konsensus pada
perubahan yang terbatas.
Asumsi yang digunakan didalam pendekatan ini adalah :
a. Membolehkan terjadinya konsensus dalam setiap isu yang dihadapi
b. Untuk mengarahkan kebijaksanaan umum sebaiknya ditangani secara
terpusat
c. Untuk rancangan program yang efisien lebih efektif untuk dilaksanakan oleh
mekanisme prencanaan yang desentralistik

I-6

Pendekatan mixed scanning adalah penggabungan antara model rasional dan


incremental. Pendekatan ini disusun berdasarkan cara kerja metafora observasi situasi
dan kondisi yang menggunakan dua pandangan. Pertama melakukan observasi kondisi
seluruh kawasan dengan pengamatan secara terus menerus sehingga diperoleh hasil
penganalisaan apa yang menjadi potensi yang detail dan menyeluruh dari kondisi
suatu daerah observasi. Yang kedua memperhatikan pada daerah observasi tersebut
bagaimana kondisi masyarakatnya yang sama dengan observasi terakhir atau hasil
yang lalu dan akan membuat analisa gabungan dengan pandangan pertama apabila
terdapat ketidaklaziman pada potensi yang dimiliki daerah observasi tersebut.
1.4.2. Pendekatan Studi
1.4.2.1.

Pendekatan Kuantitatif

Pendekatan ini menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan


variabel-variabel

penelitiannya.

Pendekatan

kuantitatif

mementingkan

adanya

variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus


didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variable masing-masing. Reliabilitas dan
validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan
pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil
penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan model penelitian
sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya pengujiannya yang
kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik
analisa dan formula statistik maupun matematis yang akan digunakan. Juga,
pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungannya dengan penafsiran
angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan kulturalnya.
Dalam perencanaan ini, parameter dan variabel yang digunakan mengikuti
pedoman yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum, baik dalam
Pedoman Penyusunan RDTR Kota, Pedoman Penyusunan RTH dan Pedoman lain yang
mendukung termasuk SNI dan Pedoman Analisis Fisik, Sosial dan Ekonomi.
a. Data yang Digunakan
Pendekatan kuantitatif datanya bersifat kuantitatif/ angka-angka statistik ataupun
koding-koding yang dapat dikuantifikasi. Data tersebut berbentuk variable-variabel dan
operasionalisasinya dengan skala ukuran 1:5000 untuk data sapatial.
Data dan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penyusunan rencana detail
haruslah

terukur

baik

kualitas,

kuantitas

ataupun

dimensi

masing-masing

objek/komponen pembentuk ruang, diantaranya sebagai berikut :


1.

Fisik dasar kawasan, meliputi informasi dan data : topografi, hidrologi, geologi,
klimatologi, dan tata guna lahan

I-7

2.

Kependudukan, meliputi jumlah dan persebaran penduduk menurut ukuran

3.

keluarga, umur, agama, pendidikan, dan mata pencaharian


Perekonomian, meliputi data investasi, perdagangan, jasa, industri, pertanian,

4.

perkebunan, perikanan, pariwisata, pendapatan daerah, dan lain-lain


Penggunaan lahan, menurut luas dan persebaran kegiatan yang diantaranya
meliputi:

5.

permukiman,

perdagangan

dan

jasa,

industri,

pariwisata,

pertambangan, pertanian dan kehutanan dan lain lain


Tata bangunan dan lingkungan. Tata bangunan meliputi : intensitas bangunan
(KDB, KLB, KDH), bentuk bangunan, arsitektur bangunan, pemanfaatan
bangunan, bangunan khusus, wajah lingkungan, daya tarik lingkungan (node,

6.

landmark, dan lainnya), garis sempadan (bangunan, sungai)


Prasarana dan utilitas umum:
a. Jaringan transportasi :

Jaringan jalan raya

Fasilitas (terminal)

Kelengkapan jalan : halte, parkir, dan jembatan penyeberangan

Pola pergerakan (angkutan penumpang dan barang).


b.
Air minum (sistem jaringan, bangunan pengolah, hidran); mencakup
kondisi dan jaringan terpasang menurut pengguna, lokasi bangunan dan
hidran, kondisi air tanah dan sungai, debit terpasang, dll

c. Sewarage, air limbah rumah tangga


d. Sanitasi (sistem jaringan, bak kontral, bangunan pengolah), jaringan
terpasang, prasarana penunjang dan kapasitas

e. Drainase : sistem jaringan makro dan mikro , dan kolam penampung


f. Jaringan listrik : sistem jaringan (SUTT, SUTM, SUTR), gardu (induk,
distribusi, tiang/beton), sambungan rumah (domistik, non domistik)

g. Jaringan komunikasi : jaringan, rumah telepon, stasiun otamat, jaringan


terpasang (rumah tangga, non rumah tangga, umum)

h. Gas : sistem jaringan, pabrik, jaringan terpasang (rumah tangga, non


i.

rumah tangga)
Pengolahan sampah

sistem

penanganan

(skala

individual,

skala

lingkungan, skala daerah), sistem pengadaan (masyarakat, pemerintah


7.

daerah, swasta)
Identifikasi daerah rawan bencana, meliputi lokasi, sumber bencana, besaran
dampak
Data dan informasi disusun dan disajikan dalam bentuk peta, diagram, tabel

statistik, termasuk gambar visual kondisi lingkungan kawasan yang menunjang


perencanaan detail tata ruang. Identifikasi tersebut harus pula tampak secara jelas
dalam peta dilengkapi dengan wilayah administrasi hingga ke batas wilayah
Kelurahan/Desa/RW, baik diterapkan dalam peta dengan skala 1 : 5.000 maupun
visualisasi digital (kamera, handycamp).
b.

Teknik Pelaksanaan

I-8

Teknik yang dipakai berbentuk observasi terstruktur, survey dengan menggunakan


kuesioner, serta wawancara ataupun dengan focus group discussion (FGD) yang
dilakukan di tingkat desa, untuk menggali seluruh potenssi, masalah dan kebutuhan
dalam pengembangan kawasan. Dalam melakukan interview, biasanya diberlakukan
interview terstruktur untuk mendapatkan seperangkat data yang dibutuhkan. Teknik
mengacu pada tujuan penelitian dan jenis data yang diperlukan.
c.

Analisa Data
Analisis dalam penelitian kuantitatif kulalitatif rasionalistik, deskripsi empiris

terhadap parameter dan variabel yanng diturunkan dari beberapa teori, norma,
standart dan kreteria yang dipakai dan dilakukan setelah selesai pengumpulan data
secara tuntas dengan menggunakan sarana statistik, matematis maupun diskripsi.
Dalam analisis ini juga dilakukan elaborasi data. Lingkup pekerjaan elaborasi meliputi :
1) Elaborasi penduduk
2) Elaborasi kebutuhan sektoral
Elaborasi penduduk harus memperhitungkan kemampuan lokasi perencanaan
menampung

penduduk

terdistribusi

menurut

dalam
blok-blok

kawasan

perencanaan

perencanaan.

yang

bersangkutan,

Faktor-faktor

lain

yang

dan
harus

dipertimbangkan untuk elaborasi penduduk adalah:


1) Distribusi/kepadatan penduduk eksisting yang lebih terinci dalam blok-blok
perencanaan
2) Pemanfaatan lahan dan kepadatan bangunan bukan perumahan yang terinci
dalam blok-blok perencanaan
3) Rencana penggunaan lahan RTRW yang telah diklasifikasi kedalam rencana
lebih rinci
Berdasarkan alokasi penduduk tersebut dapat di elaborasi kebutuhan-kebutuhan
sektoral dengan menggunakan standard yang berlaku. Selanjutnya dari hasil elaborasi
penduduk dan kebutuhan sektoral maka secara hipotesis sudah dapat dirumuskan
serangkaian permasalahan dan friksi yang akan terjadi dalam lokasi perencanaan
sehubungan dengan penerapan konsep Rancana Detail Tata Ruang.
Sedangkan pada penyusunan pendekatan zonasi berdasarkan pendekatan deduksi
dilakukan dengan mempertimbangkan teori, kasus dan preseden peraturan zonasi
yang telah digunakan kota-kota di luar negri maupun dalam negri. Peraturan Zonasi
dengan pendekatan ini relative cepat dihasilkan, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan
kebutuhan pengendalian di suatu daerah karena adanya perbedaan karakteristik dan
kebutuhan pengendalian daerah tersebut dengan kondisi dan persoalan pada daerah
rujukan. Dengan demikian, hasil dari pendekatan ini masih perlu disesuaikan dengan
karakteristik dan kebutuhan daerah. Cakupan kebijakan ini meliputi:

I-9

a.

Kajian literature mengenai peraturan zonasi meliputi pengertian,


filosofi dasar, substansi/materi, kelemahan maupun kelebihan serta beberapa
kasus studi baik di dalam negri maupun di luar negeri

b.

Kajian literature mengenai tata guna lahan dan hirarkinya, kegiatan,


pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, eksterior bangunan,
bangun-bangunan dan prasarana

c.

Kajian mengenai kelembagaan, kewenangan, proses dan prosedur


pembangunan (termasuk perijinan), secara konseptual maupun empiris

d.

Standar, ketentuan teknis, panduan, dan peraturan perundangan


yang berlaku.

1.4.2.2.

Pendekatan Kualitatif

Pendekatan kualitatif menekankan pada makna dan pemahaman dari dalam,


penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak
meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan
kualitatif, lebih lanjut, mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil akhir,
oleh karena itu urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan
banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan
hal-hal yang bersifat praktis.
a.

Data yang Digunakan


Pada pendekatan kualitatif, data bersifat deskriptif, maksudnya data dapat berupa

gejala-gejala yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya, seperti foto,


dokumen, artefak dan catatan-catatan lapangan pada saat penelitian dilakukan.
b.

Teknik Pelaksanaan
Pada pendekatan kualitatif, maka yang bersangkutan akan menggunakan teknik

observasi atau dengan melakukan observasi terlibat langsung mapun data sekunder
/indormasi lain dari penelitian terdahulu. Dalam praktiknya, peneliti akan melakukan
review terhadap berbagai dokumen, foto-foto dan artefak yang ada.
c.

Analisa Data
Analisa data dalam penelitian kualitatif rasionalistik

deskripsi empiris terhadap

parameter dan veariabel yang bersifat kualitatif (deskripsi kualitas).


Sedangkan pada penyusunan peraturan zonasi dengan pendekatan induksi
didasarkan pada kajian yang menyeluruh, rinci dan sistematik terhadap karakteristik
penggunaan lahan dan persoalan pengendalian pemanfaatan ruang yang dihadapi
suatu daerah. Untuk mendapatkan hasil yang lengkap dan akurat, pendekatan ini
memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang sangat besar.

I - 10

Cakupan pendekatan ini meliputi:


a.

Kajian penggunaan lahan yang ada pada daerah yang bersangkutan

b.

Penyusunan klasifikasi dan pengkodean zonasi, serta daftar jenis dan


hirarki penggunaan lahan yang ada di daerah (dapat merujuk pada pedoman
yang ditetapkan oleh Kementrian PU dengan penyesuaian seperlunya)

c.

Penyusunan aturan untuk masing masing blok peruntukan

d.

Kajian standar teknis dan administrative yang dapat di manfaatkan


dari peraturan perundangan nasional maupun daerah

e.

Penetapan standar teknis dan administrasi yang akan diterapkan


untuk daerah yang bersangkutan

1.4.2.3.

Mixed Metodologi

Pendekatan ini memanfaatkan hasil kajian dengan pendekatan deduksi yang


dikoreksi dan divalidasi dengan kondisi dan persoalan empirik yang ada di daerah
yang disusun peraturan zonasinya. Kombinasi pendekatan ini mengurangi waktu,
biaya, dan tenaga yang dibutuhkan dengan pendekatan induksi.

I - 11

1.5.

Kerangka Pikir

Gambar 4.1.

Kerangka Pikir

I - 12

1.6.

Kerangka Analisis

Gambar 4.2.

Kerangka Analisis

I-13

I-14

Anda mungkin juga menyukai