Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Hal ini disebaabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan
semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti faktor penjamu yang diduga
berhubungan dengan PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok pada usia muda,
serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun diluar ruangan dan di tempat
kerja.1
Menurut GOLD (Global Burden of Disease), PPOK merupakan penyakit
paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang bersifat persisten
dan progresif, serta berhubungan dengan respon inflamasi kronis pada saluran
nafas dan paru akibat pajanan partikel dan gas yang beracun. Eksaserbasi dan
penyakit komorbid memiliki kontribusi terhadap tingkat keparahan pada setiap
pasien.4 Prevalensi dan angka mortalitas PPOK terus meningkat. Di Amerika
Serikat diperkirakan terdapat 115.000 kematian pada tahun 2000. Pada tahun
2020, The Global Burden of Disease Studies memperkirakan bahwa PPOK akan
menduduki peringkat ketiga penyakit penyebab kematian dan peringkat kedua
belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat keempat penyakit penting
yang menimbulkan kecacatan.2
Di Asia, penderita PPOK sedang sampai berat pada tahun 2006 mencapai
56,6 juta pasien dengan prevalensi 6,3%. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8
juta pasien dengan prevalensi 5,6%. Angka ini dapat terus meningkat dengan
makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok dan
mantan perokok. Selain itu seiring pesatnya kemajuan industri menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan tingginya angka PPOK di Indonesia yang terutama
banyak dialami laki-laki dengan usia 45 tahun keatas.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas beracun / berbahaya, disertai efek ekstraparu yang
berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.3
Penyakit paru obstruksi kronik terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema
atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal tiga bulan dalam setahun, sekurangkurangnya dua tahun berturut-turut. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan
anatomis paru yang ditandai dengan pelebaran bagian distal bronkiolus terminal
disertai kerusakan dinding alveoli.3
Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai
penyakit PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi cendrung progresif. Penyakit
bronkitis kronik dan emfisema dapat dimasukan ke dalam kelompok PPOK jika
keparahan penyakit telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Kedua
penyakit ini pada fase awal belum dapat di golongkan kedalam PPOK.1
PPOK eksaserbasi akut merupakan suatu kondisi perburukan dari gejala
penyakit PPOK yang bersifat akut dan menetap dengan gejala yang lebih berat
dibandingkan dengan varian gejala harian normal sehingga memerlukan
perubahan dari obat-obatan yang biasa digunakan.4
2.2 Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akhir-akhir ini prevalensi dan
angka mortalitasnya terus meningkat. PPOK merupakan masalah kesehatan utama
di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Data di AS menyebutkan bahwa angka
kejadian PPOK adalah sebanyak 15 juta orang dan 1,5 juta kasus baru per tahun.
PPOK tercatat sebagai penyebab kematian keempat di AS dengan angka sekitar
115.00 kematian terjadi pada tahun 2000 dan biaya pengobatannya lebih besar

dari asma. The Global Burden of Disease Studies memprediksikan bahwa pada
tahun 2020, PPOK akan menduduki peringkat tiga penyakit penyebab kematian
dan peringkat dua belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat empat
penyakit penting yang menimbulkan kecacatan.2
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI
tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam dan
merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara
berkembang. Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya
kemajuan industri. PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang
sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Dari fakta di atas dapat disimpulkan
bahwa PPOK cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya angka
harapan hidup, kebiasaan merokok dan polusi udara.5
2.3 Faktor Risiko
Faktor resiko penyakit PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau
mempengaruhi/menyebabkan

terjadinya

PPOK

pada

seseorang.

Menurut

American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK, yaitu :3


a. Faktor host

: faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran napas.

b. Faktor exposure

: merokok, hiperaktivitas saluran napas, pekerjaan, polusi


lingkungan, dan infeksi bronkopulmoner berulang.

Faktor risiko tersebut meliputi:1,3,4


a. Faktor pejamu (host)
Faktor resiko PPOK yang meliputi faktor host dapat disebabkan oleh
faktor genetik, hiperresponsive nafas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik yang
utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu serin protease inhibitor.
Hiperresponsif jalan nafas akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pada gangguan
pertumbuhan paru yang dikaitkan pada masa kehamilan, berat lahir dan pajanan
semasa anak-anak memiliki kaitan terhadap penurunan fungsi paru (VEP1)
sehingga memiliki resiko yang tinggi untuk mendapatkan PPOK.
b. Faktor perilaku (kebiasaan) merokok

Merokok merupakan faktor resiko terjadinya PPOK. Pada perokok akan


tejadi gangguan respirasi dan penurunan faal paru. Perokok aktif yang
berhubungann dengan usia mulai merokok, jumlah rokok perbungkus, serta
perokok pasif juga merupakan faktor risiko PPOK.
Hubungan rokok dengan PPOK menunjukan dose response. Hubungan
dose response dapat dilihat melalui Indeks Brinkman (IB) yang menilai derajat
berat merokok. IB merupakan perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap
sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Untuk klasifikasi berdasarkan IB:
ringan (0-200), sedang (200-600), berat (>600).
c. Faktor lingkungan (polusi udara)
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap
roko, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain. Polusi diluar ruangan meliputi
gas buangan industri, kendaraan bermotor, debu jalanan, serta polusi di tempat
kerja meliputi bahan kimia, debu/zat iritasi, dan gas beracun. Pajanan yang terus
menerus oleh zat dari lingkungan tersebut akan menyebabkan penurunan faal paru
dan berisiko untuk terjadinya PPOK.
d. Stress oksidatif
Paru selalu terpajan zat endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul
dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan
asap rokok. Oksidan endogen seperti derivate electron mitokondria transport
termasuk dalam selular signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxidative
chalange yang berkembang secara sistem enzimatik atau nonenzimetik. Ketika
keseimbangan antara oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan
stress oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada
paru tetapi juga menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.
Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan memegang peran penting
pada PPOK.
2.4 Etiologi PPOK Eksaserbasi Akut
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien
mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan
dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan
pengobatan yang sudah biasa digunakan.4

Beberapa faktor pencetus eksaserbasi akut pada PPOK yaitu: infeksi


(virus, bakteri), pajanan dengan polutan/polusi udara, penghentian pengobatan,
bronkospasme, dan perubahan diet. Infeksi virus didapatkan pada 30% kasus.
Infeksi virus selanjutnya mempermudah peningkatan jumlah kolonisasi kuman
yang sudah ada sebelumnya dalam lumen bronkus, sehingga menyebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri. Pada 25 % pasien PPOK yang stabil dapat ditemukan
kolonisasi kuman, dan pada umumnya yang terbanyak yaitu Hemophilus
influenza dan Streptococcus pneumonia. Peningkatan jumlah kuman yang sudah
ada sebelumnya dalam lumen bronkus dapat berperan sebagai faktor pencetus dari
51,7% pasien PPOK yang mengalami eksaserbasi akut. Pada eksaserbasi akut
yang berat dapat ditemukan kuman yang lebih beragam yaitu basil enteric gram
negatif, Pseudomonas, Chlamidia pneumonia, dan Mycoplasma pneumonia.
Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi akut ini tidak diketahui. Merokok
merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang. 6
2.5 Patogenesis
Pada bronkhitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang
kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal
(emfisema),

yang

menyebabkan

hilangnya

elastic

recoil,

hiperinflasi,

terperangkapnya udara, dan peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga terjadi


sesak napas. Pada saluran napas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan
pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran
napas, sehingga menghambat pembukaan saluran napas. Lumen saluran napas
kecil berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang
meningkat sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK
disebabkan oleh beberapa derajat penebalan dan hipertofi otot polos pada
bronkiolus respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO 2 meningkat
dan doronga n respirasi bergeser dari CO 2 ke hipoksemia, dorongan pernapasan
juga mungkin akan hilang sehingga memicu terjadinya gagal napas.1,3
Menurut Hipotesis Elastase-Anti Elastase, di dalam paru terdapat
keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah
terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik

elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru.


Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya rangsangan pada paru antara lain
oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak atau
oleh adanya defisiensi alfa-1 antitripsin.5
Pada PPOK terjadi penyempitan saluran napas dan keterbatasan aliran
udara karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan,
dan vasokontriksi otot polos bronkus, seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Perbandingan saluran pernapasan pada PPOK dan normal


Saluran napas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama
ekspirasi diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan pengempisan paru.
Perlekatan alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan
jalan napas ketika ekspirasi dan menyebabkan air trapping pada alveoli dan
hiperinflasi. Saluran napas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena
proses inflamasi dan fibrosis, lumen saluran napas tertutup oleh sekresi mukus
yang terjebak akibat bersihan mukosilier kurang sempurna. 1 Proses pernapasan
normal dibandingkan PPOK terlihat pada gambar 2.

Ekspirasi Normal

Ekspirasi PPOK

Ekspirasi mudah karena elastic recoil


alveolus normal dan bronkus normal.

Ekspirasi sulit karena penurunan


elastic
recoil
alveolus
penyempitan bronkus.

dan

2.6 Manifestasi Klinis dan Klasifikasi


Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai
ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK
dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti berikut ini : 3
1. Sesak
Sesak yang bersifat progresif dimana semakin bertambah berat seiring
berjalannya waktu (kronik), bertambah berat atau dipicu dengan aktivitas,
persisten dan menetap sepanjang hari, keluhan bernafas berat, sukar bernafas
dan terengah-engah saat bernafas.
2. Batuk kronik berdahak
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengidentifikasikan PPOK. Batuk
kronik dengan dahak (pada bronkitis kronik keadaan ini terjadi setiap hari
selama 3 bulan dalam 1 tahun pada sedikitnya 2 tahun berturut-turut.
3. Riwayat terpajan faktor risiko
Riwayat pajanan terhadap faktor rosiko yang dialami pasien seperti asap
rokok, debu, bahan kimia ditempat kerja dan termasuk juga asap dapur.

Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang
khas seperti :3
-

Batuk makin sering / hebat


Produksi sputum bertambah banyak
Sputum berubah warna
Sesak nafas bertambah
Keterbatasan aktivitas bertambah
Kesadaran menurun
Klasifikasi Anthonisen tentang PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi

tiga, antara lain : 3


1.

Tipe I (eksaserbasi berat) : terdapat peningkatan gejala sesak nafas,

2.
3.

peningkatan produksi sputum, dan peningkatan purulensi sputum


Tipe II (eksaserbasi sedang) hanya memiliki 2 gejala diatas
Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala diatas ditambah dengan
infeksi saluran nafas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,
peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernafasan
> 20% nilai dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.
Tabel klasifikasi PPOK menurut GOLD (Global Initiative for Chronic

Obstructive Lung Disease) 20103


GOLD 2010
Klinis
Gejala klinis

Derajat

Derajat I:

Faal paru
Normal

(batuk, produksi suptum)


Gejala batuk kronik dan produksi VEP1/KVP <70%

PPOK ringan

sputum tapi sering. Pada derajat VEP1 80% prediksi


ini pasien sering tidak menyadari

Derajat II:

bahwa faal paru mulai menurun


Gejala sesak mulai dirasakan saat VEP1/KVP <70%

PPOK sedang

aktivitas dan kadang ditemukan 50%<VEP1<80%


gejala batuk dan produksi sputum. prediksi
Pada derajat ini biasanya pasien

Derajat III:

mulai memeriksa kesehatannya.


Gejala
sesak
lebih
berat, VEP1/KVP <70%

PPOK berat

penurunan aktivitas, rasa lelah dan 30%<VEP1<50%

serangan
sering
Derajat IV:
PPOK
berat

eksaserbasi
dan

semakin prediksi

berdampak

pada

kualitas hidup pasien


Gejala diatas ditambah tanda- VEP1/KVP <70%

sangat tanda gagal napas atau gagal VEP1<30% prediksi atau


jantung kanan dan ketergantungan VEP1<50%
oksigen. Pada derajat ini kualitas disertai

gagal

prediksi
nafas

hidup pasien meburuk dan jika kronik


eksaserbasi

dapat

mengancam

jiwa
2.7 Diagnosis
Diagnosis PPOK ditegakan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. PPOK klinis didiagnosis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan foto toraks. Sedangkan diagnosis derajat PPOK
dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri.1
Diagnosis PPOK klinis ditegakan apabila:
a. Anamnesis
- Ada faktor resiko: usia pertengahan, dan riwayat pajanan (asap rokok,
-

polusi udara, dan polusi tempat kerja).


Gejala:
- Batuk kronik (batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak
hilang dengan pengobatan yang diberikan).
- Berdahak kronik (kadang tanpa disertai batuk).
-Sesak nafas (terutama pada saat melakukan aktifitas dan

semakin mengalami perburukan yang progresif).


b. Pemeriksaan fisik
- Inpeksi : Bentuk dada barrel chest, penampilan pink puffer, terdapat
cara bernafas purse lip breathing, terlihat penggunaan dan hipertrofi
-

otot bantu nafas, pelebaran sela iga.


Palpasi : Fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi : hipersonor, batas jantung mengecil, letak diagframa rendah,

hepar terdorong kebawah.


Auskultasi: suara nafas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi

memanjang, mengi(pada saat eksaserbasi), dan ronki


Pink puffer : Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus,
kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing.

Blue bloater : Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk


sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,

sianosis sentral dan perifer.


Pursed - lips breathing : Sikap seseorang yang bernapas dengan mulut
mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang

terjadi pada gagal napas kronik.


c. Pemeriksaan penunjang
Spirometri3
Penilaian menggunakan spirometri

dapat menentukan derajat

obstruksi dan merupakan parameter yang paling umum yang


digunakan dalam penilaian beratnya PPOK dan memantau perkalanan
penyakit, berdasarkan penilaian VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP
dan Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan): VEP 1 diukur
-

sebelum diberikan bronkodilator, 80% prediksi


Laboratorium : peningkatan kadar Hb dan jumlah eritrosit (polisitemia
sekunder) dan Defisiensi kadar alfa-1 antitripsin (kongenital).
Foto toraks : pada emfisema akan didapatkan paru hiperinflasi atau
hiperlusen,

diagframa

mendatar

dan

letak

rendah,

corakan

bronkovaskuler meningkat, bulla, dan jantung menggantung (jantung


pendulum/eye drop appearance). Sedangkan pada bronkitis kronis
akan terlihat gambaran paru normal, namun terlihat corakan
-

bronkovaskular meningkat.
Analisis gas darah pada semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi
dan secara klinis diperkirakan gagal napas atau gagal jantung kanan.
Kultur dan sensitivitas kuman
Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman
terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika
tidak ada respon terhadap antobiotik yang dipakai sebagai pengobatan
pada permulaan penyakit.3

Adapun gejala dari eksaserbasi akut, yaitu:2,7


-

Peningkatan volum sputum


Peningkatan purulensi atau perubahan warna sputum
Sesak nafas yang bertambah berat.

10

Derajat eksaserbasi akut dibagi menjadi 3 yaitu: Tipe I (eksaserbasi berat:


memiliki 3 gejala diatas), Tipe II (eksaserbasi sedang: memiliki 2 gejala) dan Tipe
III (eksaserbasi ringan: memiliki 1 gejala).
2.8 Diagnosis Banding
PPOK dan diagnosis banding3,4
Diagnosis
PPOK

Asma

Gagal jantung
kongesti

Bronkiektasis

Tuberkulosis

Panbronkiolitis
difuse

Gambaran klinis
1. Onset pada usia pertengahan
2. Gejala semakin progresif
3. Terdapat riwayat merokok atau terpajan oleh
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.

polusi yang berbahaya.


Onset pada awal usia dini
Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejala memburuk pada malam atu dini hari
Riwayat alergi, rhinitis, atau eksim
Riwayat keluarga asma
Ronki halus di basal paru
Foto thorak memperlihatkan pembesaran

3.
4.
1.
2.
3.

jantung, edema paru


Riwayat hipertensi
Pemeriksaan faal paru: indikasi restriksi volume
Sputum purulen dalam jumlah yang banyak
Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
Foto thoraks: dilatasi bronkus dan penebalan

1.
2.
3.
4.
1.
2.

dinding bronkus
Onset semua usia
Gambaran thoraks : infiltrasi paru
Konfirmasi mikrobiologi (BTA +)
Lokasi prevalensi TB tinggi
Dominan pada keturunan etnis asia
Umumnya laki-laki, riwayat sinusitis kronis

Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosis banding PPOK antara lain :
1.

SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberkulosis) adalah penyakit obstruksi


saluran nafas yang ditemukan pada pasien pasca tuberkulosis dengan lesi paru

2.

minimal.
Pneumothoraks dimana keadaan cembung ditempat kelainan, perkusi

3.

hipersonor, auskultasi saluran nafas melemah.


Penyakit paru dengan obstruksi saluran nafas lain misalnya destroyed lung.

11

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :1
-

Mengurangi gejala
Mencegah progresivitas penyakit
Meningkatkan toleransi latihan
Meningkatkan status kesehatan
Mencegah dan menangani komplikasi
Mencegah dan menangani eksaserbasi
Menurunkan kematian

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1


1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan
dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1.
2.
3.
4.

Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan


Melaksanakan pengobatan yang maksimal
Mencapai aktiviti optimal
Meningkatkan kualiti hidup

2. Farmakologi
Bronkodilator
a. Agonis -2 : salbutamol 2,5-5 mg/ml; terbutalin5-10 mg/ml. Bentuk
inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
b. Antikolinergik : Ipratropium brom0,25-0,5 mg/ml, tiotropium digunakan
pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir.
c. Kombinasi antikolinergik dan agonis -2 : Kombinasi kedua golongan
obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena kedunya

12

mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat


kombinasi lebih sederhana dan mudah digunakan.
d. Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid belum
memuaskan. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon/prednison.
Mukolitik
Glisehanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksasebasi, terutama pada bronchitis kronik dengan
sputum yang kental (misalnya ambroxol, erdostein).
Antitusif
Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu.
Antibiotik
Hanya diberikan bila terdapat eksasebasi. Diberikan jika gejala sesak nafas
dan batuk disertai dengan peningkatan volum dan purulensi sputum. Antibiotik
yang diberikan hendaknya berspektrum luas yang bisa membunuh H.influenza,
S.pneumoniae, dan M.catarrhalis sambil menunggu hasil kultur sensitive kuman.
Tabel 2.2 Antibiotik yang umumnya digunakan pada PPOK eksaserbasi akut.
Eksaserbasi ringan-sedang
Lini pertama
- Doksisiklin 100mg 2x/hari
- Kotrimoksasol 2x1tab/hari

Amoksisklin-klavulanat
- 125mg tab 3x sehari

Eksaserbasi sedang-berat
Sefalosporin
- Ceftriakson 1-2 g IV/hari
- Cefotaksim 1g tiap 8-12 jam
- Ceftazidime 1-2 g IV tiap 8-12
jam
Penicilin antipseudomonal
Piperasillin - tazobaktam

3,375

gIV/6jam
Ticarcilinclavulanat 3,1 g IV/6jam
Makrolide
Fluoroquinolones
- Klarithromisin 500mg 2x/hari
- Levofloksasin 500mg IV/hari
- Azitrommisin 500 mg pertama,
- Gatifloksasin 400mg IV/hari

13

selanjutnya 250mg/hari
Fluoroquinolone
- Levofloksasin 500mg/hari
- Gatifloksasin 400mg/hari
- Moksifloksasin 400mg/hari

Amiglosida
- Tobramisin 1mg/kgbb/8-12 jam

3. Terapi oksigen dan ventilasi


Pemberian terapi oksigen dibutuhkan untuk meningkatkan saturasi oksigen
mencapai > 90%. Pemberian oksigen melalui sungkup aliran tinggi (ventury
mask) lebih menguntungkan daripada penggunaan kanul nasal, tetapi kanul nasal
lebih dapat ditoleransi. Ventilasi mekanik dapat digunakan apabila pemberian
oksigen tidak adekuat. Pemberian ventilasi mekanik di usahakan dengan
noninvasive positive pressure ventilation (NIPVV), bila tidak berhasil ventilasi
mekanik yang digunakan dengan invasive yaitu melalui intubasi. Nilai pH yang
kurang dari 7,36 dan PaCO2 lebih dari 45 mmHg mengindikasikan untuk
memberkan ventilasi mekanik.
4. Nutrisi
Tatalaksana PPOK eksaserbasi1
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti
pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan
selama 10-14 hari. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk
S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
-

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +


antikolinergik.

Pada

eksaserbasi

akut

berat:

aminofilin

mg/kgBB/jam)
-

Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.


Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

14

(0,5

Algoritma Penanganan PPOK :3

15

Terapi jangka panjang dilakukan dengan :


-

Antibiotik untuk kemoterapi preventif, ampisilin 4 x 0,25-0,5 g dapat

menurunkan eksaserbasi akut.


Bronkodilator, tergantung tingkat reversibelitas obstruksi saluran napas
tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan

objektif dari fungsi faal paru.


Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
Mukolitik dan ekspektoran.

16

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :3
a. Gagal napas
- Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg, PCO2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :

Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2.

Bronkodilator adekuat.
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu

b.

tidur.
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
Sputum bertambah dan purulen
Demam
Kesadaran menurun
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada
kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya
kadar limfosit darah.
c.

Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai

gagal jantung kanan.

BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN

17

A. Identitas pasien
Nama Pasien

: Tn. S

Umur

: 45 tahun

Alamat

: petapahan

Pekerjaan

: petani

Jenis kelamin

: Laki-laki

Tanggal masuk

: 10 mei 2015

Agama

: Islam

B. Anamnesis : Autoanamnesis dan alloanamnesis


I.

Keluhan utama
Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu

II.

Riwayat penyakit sekarang

Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, sesak nafas mulai dirasakan sejak 3
bulan yang lalu namun memberat dalam beberapa hari ini, sesak nafas
hilang timbul, saat sesak pasien sulit untuk berbicara dan tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari, pasien terbangun dari tidur saat sesak
datang mendadak, sesah tidak berhubungan dengan cuaca dingin, debu,
ataupun makanan tertentu.

Batuk berdahak sejak 4 bulan ini, dirasakan memberat 1 minggu yang lalu,
batuk terus menerus, dahak kental berwarna kuning, saat batuk dahaknya
sekitar 1cc.

Sakit kepala sejak 1 hari yang lalu, hilang timbul,sakitnya berdenyutdenyut, sakit berkurang jika istirahat.

Batuk darah tidak ada

Demam tidak ada

Badan lemas sejak 3 hari yang lalu

Keringat malam tidak ada

Nyeri menelan tidak ada

Mual ada

Muntah tidak ada

Buang air kecil normal

18


III.

Buang air besar normal

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit TB paru 3 tahun yang lalu

Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada

Riwayat hipertensi tidak ada

Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat penyakit asma tidak ada

Riwayat penyakit maag ada

IV.

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada

Riwayat hipertensi tidak ada

Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat penyakit TB paru tidak ada

Riwayat penyakit asma tidak ada

Riwayat penyakit maag ada (ibu pasien)

V.

Riwayat pengobatan
Pasien sudah pernah mendapatkan pengobatan di IGD RSUD bangkinang,
di IGD pasien diberikan O2 nasal kanul 4 lpm

Nebulisasi farbivent 1 amp

Infus D5 % + aminophylin 1 amp

Injeksi ceftriakson iv/12 jam

VI.

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan

Riwayat bekerja sebagai petani sawit

Riwayat minum alcohol tidak ada

Riwayat merokok ada : merokok sejak usia 18 tahun, sampai usia 42


tahun, 32 batang rokok dalam sehari, lama merokok 24 tahun

Indeks Brinkman

: 32 batang rokok x 24 lama merokok dalam tahun


: 768 (derajat sedang)
19

Sosial ekonomi

: menengah

Pola makan

: baik

C. Pemeriksaan fisik
1. Status generalisata

Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: composmentis

Tekanan darah

: 140/80 mmHg

Nadi

: 80 kali/menit

Suhu

: 360C

Pernafasan

: 24 kali/menit

Tinggi badan

: 170 cm

Berat badan

: 46 kg

IMT

: 46/1,7x1,7 = 16% (berat badan kurang)

2. Kepala dan leher

Mata: Konjungtiva tidak anemis, Sclera tidak ikterik, Pupil bulat isokor

Hidung: Tidak ada deviasi septum nasi

Mulut: Mulut tidak sianosis dan bibir tidak kering Telinga

Telinga: Tidak ada nyeri tekan

Leher: Tidak ada nyeri,Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, Tidak
ada spasme otot, JVP (5-2 cm H2O)

3. Thorax
a) Paru
Paru-paru anterior

Inspeksi :
Statis

: simetris kanan dan kiri

Dinamis : simetris, pergerakan dinding dada tidak tertinggal

Palpasi : Fokal fremitus kanan > kiri

Perkusi : kanan sonor, kiri redup

Auskultasi :
Kanan : ekspirasi memanjang, wheezing (-), rhonki (-), amforis (+)
Kiri

: ekspirasi memanjang, wheezing (-), rhonki (-), amforis (+)

Paru-paru posterior

20

Inspeksi :
Statis

: flat chest pada dinding dada kiri posterior

Dinamis : simetris, pergerakan dinding dada tidak tertinggal

Palpasi : Fokal fremitus kanan > kiri

Perkusi : kana Sonor, kiri redup

Auskultasi :
Kanan : ekspirasi memanjang, wheezing (-), rhonki (-), amforis (+)
Kiri

: ekspirasi memanjang, wheezing (-), rhonki (+), amforis (+)

b) Jantung

Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba 1 jari medial di linea midclavicularis

sinistra di RIC V

Perkusi

Batas atas

: RIC II

Batas kanan

: Linea parasternalis dextra

Batas kiri

: 1 jari medial di linea midclavicularis sinistra

Batas bawah : RIC V

Auskultasi

: suara jantung reguler, gallop (-), murmur (-)

c) Abdomen

Inspeksi

: bentuk perut datar, scar (-), distensi (-)

Auskultasi

: bising usus normal, 10 kali/menit (normal 5-12 kali/menit)

Palpasi

: supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak

membesar
d) Ekstremitas
Superior

: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), kelemahan (-/-)

Inferior

: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), kelemahan (-/-)

D. Pemeriksaan penunjang
1)

Darah lengkap

Hb

: 13 gr %

Ht

: 39,9 %

Leukosit

: 18,4 10^3/mm^3

Trombosit

: 238 10^3/mm^3

21

2) Foto thorak

Interpretasi :

Paru : ada infiltrat, fibrotik, schwarter atau penebalan pleura.


Jantung : tidak ada pembesaran , CTR 50%
Diafragma : sudut costofrenicus lancip, tinggi diafragma costa 9
Kesan : luluh paru (destroyed lung)

22

RESUME
Tn. S Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, sesak nafas mulai dirasakan sejak
3 bulan yang lalu namun memberat dalam beberapa hari ini, sesak nafas hilang
timbul, saat sesak pasien sulit untuk berbicara dan tidak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari, pasien terbangun dari tidur saat sesak datang mendadak, sesah tidak
berhubungan dengan cuaca dingin, debu, ataupun makanan tertentu.
Batuk berdahak sejak 4 bulan ini, dirasakan memberat 1 minggu yang lalu,
batuk terus menerus, dahak kental berwarna kuning, saat batuk dahaknya sekitar
1cc. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala sejak 1 hari yang lalu, hilang
timbul,sakitnya berdenyut-denyut, sakit berkurang jika istirahat.
Batuk darah tidak ada,demam tidak ada, badan lemas sejak 3 hari yang lalu,
keringat malam tidak ada, nyeri menelan tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak
ada, buang air kecil normal, buang air besar normal
A. Daftar Masalah

Sesak nafas

Batuk berdahak

Sakit kepala

Badan lemas

B. Diagnosis

Diagnosis utama: PPOK eksaserbasi akut

Diagnosis tambahan : bekas TB paru dan Gastritis

C. Penatalaksanaan
1. Terapi umum
- Mengurangi pajanan terhadap faktor risiko seperti asap rokok, debu
pekerjaan, bahan kimia, dan polusi udara indoor maupun outdoor,
termasuk memasak merupakan tujuan penting untuk mencegah timbul
dan perburukan PPOK
- Berhenti merokok
- Menjaga keseimbangan nutrisi
2. Terapi Khusus
- Infus dextrose 5% ditambah drip Aminophylin / kolf
- Injeksi metil prednisolon 1 ampul/12 jam/iv
- Injeksi ceftriakson 1 ampul/12 jam/iv
- Nebu combivent

23

Propepsa syirup 500 mg 3x sehari


Injeksi ranitidin 1 ampul /12 jam
Benosid 1x sehari
Flumycil syirup 3x sehari

24

FOLLOW UP
Tanggal
11/05/2015

S
Sesak(+),
batuk(+),
dahak(+)
warna kuning

12/05/2015

Sesak(+),
batuk(+),
dahak(+)
warna kuning

13/05/2015

sesak

berkurang
batuk

O
KU: Sedang
Kesadaran:
Komposmentis
TD:150/90 mmHg
HR: 86x/menit
RR: 28x/menit
T: 36,40C
Amforis (+)
KU: Sedang
Kesadaran:
Komposmentis
TD:130/70 mmHg
HR: 86x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,40C
Amforis (+)

napas TD: 120/60 mmHg

Eksaserbasi
Akut Berat

PPOK
Eksaserbasi
Akut berat

PPOK

HR: 84 x/menit

Eksaserbasi

RR: 24 x/menit

Akut

berdahak (+) T: 36 0C
sudah
berkurang

A
PPOK

Sedang

P
Benozid 1x1
Propepsa sirup 3x1
Flumicyl sirup 3x1
Drip aminophilin
Ceftriakson 2x1
Methil prednisolon 2x1
Farbiven 4x1

Benozid 1x1
Propepsa sirup 3x1
Flumicyl sirup 3x1
Drip aminophilin
Ceftriakson 2x1
Methil prednisolon 2x1
Farbiven 4x1

Benozid 1x1
Propepsa sirup 3x1
Flumicyl sirup 3x1
Drip aminophilin
Ceftriakson 2x1
Methil prednisolon 2x1
Farbiven 4x1

Amforis (+)

PEMBAHASAN
PPOK merupakan penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran
udara yang bersifat persisten dan progresif. Pada pasien ditegakan diagnosis
PPOK eksaserbasi akut karena adanya keluhan sesak nafas yang semakin berat,
jumlah sputum yang bertambah banyak, dan perubahan sputum purulen yang
berwarna kuning kental. Dengan gejala klinis yang ditimbulkan pasien
dikategorikan mengalami PPOK eksaserbasi akut. Pasien pernah mengalami
gejala sesak sebelumnya 4 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat merokok
selama 24. Pada pemeriksaan fisik ditemukan eksprasi memanjang dengan
whezzing (-), ronki (+), amforis (+). Dari pemeriksaan konfirmasi sputum BTA

25

didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan. Dan dari pemeriksaan rontgen tampak
adanya fibrotik, kalsifikasi,schwarte, destroyed lung.
Tanda-tanda dari eksaserbasi akut apabila ditemukan batuk makin sering /
hebat, produksi sputum bertambah banyak, sputum berubah warna, sesak nafas
bertambah, keterbatasan aktivitas bertambah, kesadaran menurun. Pasien ini
datang dengan batuk yang semakin sering, produksi sputum yang bertambah
banyak, sputum berubah warna menjadi kehijauan, serta sesak napas yang
semakin berat. Dengan gejala klinis yang ditimbulkan pasien dikategorikan
mengalami PPOK eksaserbasi akut berat.
Faktor resiko PPOK pada pasien ini adalah riwayat merokok, infeksi
saluran napas bawah (TB paru), dan usia yang sudah lanjut. Merokok dan terpajan
dengan partikel ataupun gas beracun dapat menyebabkan suatu proses hipertrofi
kelenjar

mukus

bronkial

dan meningkatkan

produksi mukus

sehingga

menyebabkan batuk produktif. Merokok juga dapat mengakibatkan pelepasan


enzim proteolitik (protease) dan menghambat pembentukan alfa-1 antiprotease
Pada bronkitis kronis (batuk produktif > 3 bulan atau selama lebih dari 2 tahun)
perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil, selain itu terjadi destruksi
jaringan paru disertai dilatasi rongga udara (emfisema), yang menyebakan
hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara dan peningkatan
usaha untuk bernapas sehingga terjadi sesak napas..
Dengan adanya infeksi sekunder mukosa oleh trakeobronkial akibat
bakteri yang ditandai dengan adanya batuk berdahak berwarna kehijauan dapat
memicu terjadinya peradangan lebih berat pada saluran pernapasan sehingga
terjadi obtruksi mekanis selama pernapasan. Hal inilah yang mengakibatkan
terjadinya eksaserbasi akut pada pasien dengan peningkatan sesak selama
bernapas tanpa dipengaruhi oleh aktivitas.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan. 2008. Pedoman pengendalian penyakit paru
obstruksi

kronik.

Keputusan

Menteri

kesehatan

Nomor:

1022/MENKES/SK/2008.
2. Agustin H, Yunus F. Proses metabolisme pada penyakit paru obstruksi
kronik (PPOK). J Respir Indo. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia. 2008; 28(3): 155-60.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK) pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. 2003.
Diunduh dari: http://www.klikpdpi.com.
4. GOLD Inc. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and
Prevantion.Di

unduh

dari

URL:

http://www.goldcopd.com/guidelineitem.asp?11=2&12=1&intd=989
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep-konsep klinis proses
penyakit. Ed.6. Jakarta. EGC. 2005
6. Rumende, CM. Naskah lengkap penyakit dalam: pemilihan antibiotik pada
PPOK eksaserbasi akut. Jakarta; Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FK UI. 2009.p.232-237
7. Djojodibroto, RD. Respirologi: Penyakit paru obstruksi kronik. Jakarta;
EGC.2009.p.120-125

27

Anda mungkin juga menyukai