Anda di halaman 1dari 7

1

BAGAIMAN PERAN SEKTOR SWASTA DALAM REGULASI


POWER/LISTRIK DI INDONESIA
Sector swasta dapat ikut berperan dalam proses pengadaan tenaga listrik. Peran
sector swasta dalam pengadaan tenaga listrik telah diatur dalam berbagai undang
undang.
Yang pertama, undang undang kelistrikan tahun 2009 (UU 30/2009) telah mengatur
soal izin sector swasta untuk memegang lisensi pembangkit listrik. Hal ini
dilengkapi dengan PP no 142/2015, yang memberikan pengembang Industrial
estate di Indonesia sebuah fasilitas yang memudahkan untuk pengembangan dan
management suplai listrik untuk keperluannya sendiri dan juga penyewanya. Selain
itu juga pembangkitan dan penjualan jaringan listrik sector swasta telah dizinkan
melalui pengaturan IPP.
Yang kedua, Private Power Utilities (PPUs) telah menjelaskan aturan secara luas
bahwa pembangkitan tenaga listrik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk
kepentingan penyewa dizinkan. PPU harus memperoleh izin operasi serta IUPTL.
Yang ketiga, Undang undang kelistrikan tahun 2009 juga menyediakan hak
penolakan pertama bagi PLN untuk memberikan suplai listrik ke suatu area
sebelum pemerintah memberikan penawaran kepada pemimpin daerah tersebut,
pihak swasta atau partnership.
Yang keempat, MEMR 28/1012 telah menjabarkan syarat-syarat bahwa hanya boleh
ada satu penyedia jasa listrik di dalam suatu area (wilayah usaha) dan states.

APA YANG PEMERINTAH DAPAT LAKUKAN? MEMPROMOSIKAN


PROYEK UNTUK PENGEMBANGAN DAN PERSINGKATAN PROSES
REGULASI
Mengetahui pentingnya tenaga listrik untuk industrial estates pemerintah telah
mengeluarkan PP No. 142/2015 yang membahas mengenai aturan-aturan tentang
tenaga listrik, dimana masing-masing pengembang industrial estate di Indonesia
diberikan fasilitas untuk memudahkan pengembangan dan managemen suplai
listriknya dan juga penyewanya. Detail fasilitas yang diberikan akan di regulasikan
dalam keputusan kementrian sumber energy dan mineral.
Aturan tersebut sangatlah bagus, namun langkah tambahan dapat diambil untuk
mendorong investasi dalam proyek.

NEGARA LAIN TELAH MEMBUAT LANGKAH SERUPA UNTUK


MEMPROMOSIKAN PENGEMBANGAN TENAGA LISTRIK
THE INDIAN ELECTRICITY ACT 2003
Regulasi ini mendorong penambahan kapasitas tenaga listrik melalui de-lisensi
pembangkitan listrik di India. Dengan begini semua perusahaan pembangkit listrik
di India dapat beroperasi tanpa perlu mengurus lisensi.
KEUNTUNGAN BAGI INDUSTRI
Menghindari kelebihan biaya produksi untuk pembangkit listrik diesel.
KEUNTUNGAN BAGI NEGARA
Tenaga listrik menurunkan hilangnya transmisi dan ditribusi serta menurunkan
kebutuhan subsidi listrik bagi daerah pedesaan. Hal ini juga dapat meningkatkan
kondisi finansial serta pertumbuhan ekonomi.

TENAGA LISTRIK JUGA DAPAT MEMBANTU UNTUK MEMVARIASIKAN


ALIRAN LABA DAN MEMBANGUN MEREK DAGANG PREMIUM
ALIRAN LABA YANG DIVARIASIKAN
RESIKO KESELURUHAN

MEMBANTU

UNTUK

MENGURANGI

Aliran laba yang baru adalah pelengkap untuk laba yang sudah ada sebagaimana
mereka memvariasikan resiko. Walaupun proyek infrastruktur menurunkan resiko
mereka sendiri, tetapi cash flow mereka umunya stabil dan hanya sering longgar
berkorelasi dengan GDP saat mereka operasional. Pengambilan tanggung jawab
untuk pengembangan infrasturktur atau menanggung resiko penuh dari komersil
tidaklah diperlukan. Parter internasional dapt menyediakan penyertaan modal dan
membawa ahli pengembangan proyek.
MEMBANGUN MEREK PREMIUM MEMBANTU UNTUK MENARIK MINAT
PENYEWA BERKUALITAS TINGGI
Keadaan yang terjadi sekarang dalam real estate industry adalah mengemankan
satu atau dua penyewa premium memiliki dampak yang signifikan dalam
memudahkan memperoleh penyewa yang lain(baik premium atau tidak). Perjanjian
dengan industry pengembang mengindikasikan bahwa kunci keberhasilan dari
penyediaan tenaga listrik adalah kemampuan untuk menarik minat penyewa
dengan kualitas tinggi.

METHODOLOGY (lanjutan)
Pendekatan
Hasil yang diberikan tergantung dari lamanya pemadaman, dan juga banyaknya
jumlah pemadaman dalam setahun. PLN melaporkan bahwa pemadaman saat ini
berlangsung sekitar 32 jam/tahun nerdasarkan SAIDI dan SAIFI. Inti dari scenario
dalam laporan yang telah dilaporkan ini memperhitungkan kenaikan dua kali lipat di
SAIFI, yang berarti pemadaman 58 jam/tahun. Dalam sebuah pemadaman, model
akan memperkirakan satu dari dua exclusive outcomes:
1. Perusahaan dengan power cadangan berganti ke genset diesel selama
pemadaman dan melanjutkan proses produksi (68% perusahaan). Jumlah jam
kerja pegawai tetap sama. Margin jumlah biaya bahan bakar didasarkan pada
asumsi berikut:
a. 11.000 Btu/kWh heat rate
b. 9.000 IDR/liter biaya diesel (sekitar 130 USD/barrel untuk diesel, dan
termasuk margin dan biaya distribusi)
2. Perusahaan tanpa power cadangan (32% perusahaan) melanjutkan produksi
setelah pemadaman, dengan biaya sebagai berikut:
a. Membuat biaya upah lembur, yang dikalkulasikan berdasarkan izin tiga
jam lembur setiap pegawai per-harinya, dan upah lembur yang di
mandatkan oleh hukum di Indonesia. Upah lembur hanya dapat
diterapkan untuk 58% dari masing-masing sector pegawai, sebagai
pegawai tingkat supervisor tidak memperoleh lembur. Asumsi ini
dibuat berdasarkan pendidikan yang dicapai (42% pekerja di pabrik
memiliki jenjang pendidikan SMA ke atas).
b. Jika waktu lembur melebihi batas waktu lembur yang legal atau
perusahaan secara implicit bekerja lebih dari 90% kapasitas
pemanfaatan untuk mengembalikan waktu yang sebelumnya hilang,
waktu lebih itu dihitung sebagai unrecoverable atau lost
production. Hal ini telah dihitung berdasarkan pendapatan tahunan
untuk masing-masing sector yang dibagi dengan 5.280 jam kerja
tahunan (330 hari/tahun berjalan selama 16 jam/hari).
c. Ini juga diasumsikan untuk sector yang memproses secara
berkelanjutan (kimia, petroleum dan batu bara, kertas), waktu 2 jam
re-start dibutuhkan dan pendapatan tidak dapat diperoleh selama
masa ini. Untuk sector perusahaan lain (mesin, tekstil, makanan dan
minuman, percetakan), sebuah waktu re-start diasumsikan 30 menit.
kerusakan perlengkapan dan kehilangan material tidak termasuk dalam hitungan
ini, karena hitungan ini sangatlah ketat dan untuk spesifik sector, membuat
generalisasi sangatlah tidak pantas tanpa data yang mendetail. Pengerjaan
kerugian modal dari inventaris yang terlalu banyak juga tidak termasuk. Ini berarti

6
perkiraan kita bersifat konservatif untuk group 1) diatas yang telah dibahas.
Berdasarkan suatu study di amerika, kerusakan equipment dan hilangnya material
dihitung sekitar 40% dari total biaya dari pemadaman. Nilai tukar yang digunakan
IDR 13.500 untuk USD 1.

TENAGA LISTRIK MEMBAWA RESIKO UNTUK SEBUAH PROYEK


INFRASTRUCTURE
Proyek infrastruktur sangatlah rentan akan beberapa resiko investasi disebabkan
lamanya periode yang dibutuhkan untuk memperoleh sebuah hasil, kurangnya
mobilitas, dan tingginya finansial dan pengaruh operasional. Periode yang
dibutuhkan untuk memperoleh hasil biasanya melebihi inti investasi dari sebuah
industrial estate (ex. Pengembangan lahan). Factor resiko untuk sebuah proyek
pengembangan tenaga listrik biasanya meliputi:
1. Resiko Kapasitas/pendapatan
2. Resiko macroeconomic
3. Resiko harga bahan bakar

PADA UMUMNYA MODEL BISNIS UNTUK INVESTASI TENAGA LISTRIK


DIBUAT UNTUK TUJUAN KHUSUS SEBUAH PERUSAHAAN
Secara umum, proyek pembangkit listrik terstruktur untuk kebutuhan special
perusahaan (SPC). Pertama, engineering, procurement, dan construction (EPC)
kontraktor akan mendesain instalasi, mendapatkan material yang dibutuhkan dan
membangun proyek, baik secara langsung maupun dengan memanage
subkontraktor lain. Kedua, operation dan maintenance (O&M) kontraktor akan
mengoperasikan, memaintain, dan seringkali memanage kinerja dari proyek. Ketiga,
investor dan lender akan mencari dana proyek melalui pembagian saham terhadap
sponsor dan/atau melalui hutang. Peminjaman selalu dari banks; sponsor bisa dari
pengembang industrial estate atau pengembang pembangkit tenaga listrik yang
berdedikasi. Keempat, pelanggan akan membeli tenaga listrik.
Peran dan relasi yang telah dijabarkan adalah gambaran umum dari proyek tenaga
listrik.

Anda mungkin juga menyukai