Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Sistematika Tanaman Tebu


Tebu atau sugar cane dalam bahasa inggris adalah tanaman yang memiliki

klasifikasi sebagai berikut :


Kingdom

Plantae (tumbuhan)

Sub Kingdom :

Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas

Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas

Commelinidae

Ordo

Poales

Famili

Graminae atau Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus

Saccharum

Species

Saccharum officinarum Linn (Taringan dan Sinulingga, 2006).

Gambar 1. Tanaman tebu

2.2.

Morfologi tanaman tebu


Tebu merupakan tanaman monokotil yang tumbuh memanjang yang

ditanam di daerah tropis dan subtropis diseluruh belahan dunia yang dapat
menghasilkan kadar sukrosa atau gula tinggi dalam setiap ruas pada batangnya
(Kuntohartono, 1999). Tebu termasuk family graminae, genus Saccharum.
Terdapat tiga spesies tebu, meliputi S. officinarum, S. robustum, dan S.
spontaneum, serta dua sub spesies, yaitu S. sinense dan S. barberi (Fauconnier,
1993). Saccharum officinarum adalah jenis tebu yang paling banyak
dikembangkan dan dibudidayakan karena kandungan sukrosa yang tinggi
(Sudiatso, 1982).
Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi, tidak bercabang dan
tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh dengan baik tinggi batangnya dapat
mencapai 3 - 5 m atau lebih. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna
putih dan ke abu-abuan. Lapisan ini banyak terdapat sewaktu batang masih muda.
Ruas-ruas batang dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat duduk daun.
Pada ketiak daun terdapat sebuah kuncup yang biasa disebut mata tunas. Bentuk
ruas batang dan warna batang tebu yang bervariasi merupakan salah satu ciri
dalam pengenalan varietas tebu (Wijayanti, 2008).
Tebu memiliki daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari helai daun
dan pelepah daun saja. Daun berkedudukan pada pangkal buku. Panjang helaian
daun antara 1-2 m, sedangkan lebar 4-7 cm, dan ujung daunnya meruncing
(Supriyadi, 1992). Pelepah tumbuh memanjang menutupi ruas, pelepah juga

melekat pada batang dengan posisi duduk berselang seling pada buku dan
melindungi mata tunas (Miller dan Gilbert, 2006).
Pada tanah yang cocok akar tebu dapat tumbuh panjang mencapai 0,5-1 m.
tanaman tebu berakar serabut maka hanya pada ujung akar-akar muda terdapat
akar rambut yang berperan mengabsorpsi unsur-unsur hara (Wijayanti, 2008).
Tanaman tebu memiliki akar stek yang disebut juga akar bibit, tidak berumur
panjang, dan hanya berfungsi pada saat tanaman masih muda. Akar ini berasal
dari cincin akar stek batang, disebut akar primer (Miller dan Gilbert, 2006).
Kemudian pada tanaman tebu muda akan tumbuh akar tunas. Akar ini merupakan
pengganti akar bibit, berasal dari tunas, berumur panjang dan tetap ada selama
tanaman tebu tumbuh (James, 2004).
2.3.

Syarat Tumbuh
Sesuai dengan daerah asalnya sebagai tanaman tropis, tanaman tebu

tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditumbuhkan di daerah sub tropis
sampai garis isotherm 20oC, yaitu pada kawasan yang berada diantara 39oLU dan
35oLS. Tanaman tebu menghendaki curah hujan tahunan 1000 - 1250 mm,
menyebar merata. Hujan harus turun teratur selama pertumbuhan vegetatif dan
menjelang saat pematangan tanaman tebu membutuhkan beberapa bulan kering.
Di daerah bercurah hujan tinggi, dimana tidak ada bulan kering yang nyata, tebu
akan tumbuh terus hingga kandungan sukrosa pada batang rendah (Wijayanti,
2008).
Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah yang beriklim panas dan sedang.
Namun, umumnya tanaman tebu tumbuh baik di daerah yang beriklim tropis.

Tebu memerlukan suhu tertentu, yaitu 22oC 27 C dengan kelembaban nisbi 65


% 85 % untuk menghasilkan sukrosa yang tinggi. Tanaman tebu memerlukan
banyak air dalam masa pertumbuhan dan membutuhkan keadaan yang kering serta
tidak ada hujan pada saat menjelang panen, sehingga pertumbuhannya terhenti.
Tanaman tebu tumbuh baik pada keadaan tanah yang mempunyai tekstur tanah
lempung pada lapisan permukaan, berdrainase baik dan kemampuan menahan
kapasitas air yang baik. Tekstur tanah yang baik bagi tanaman tebu adalah pada
tanah lempung liat, lempung berpasir dan lempung berdebu. Pada tanah berat juga
dapat ditanami tebu, namun memerlukan pengolahan tanah yang khusus
(Sudiatso, 1982).
Dilihat dari jenis tanah, tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai
jenis tanah seperti tanah alluvial, grumosol, latosol dan regusol dengan ketinggian
antara 0-1400 mdpl. Akan tetapi lahan yang paling sesuai adalah kurang dari 500
m di atas permukaan laut. Sedangkan pada ketinggian 1200 mdpl pertumbuhan
tanaman relatif lambat. Kemiringan lahan sebaiknya kurang dari 8 %, meskipun
pada kemiringan sampai 10 % dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisir.
Kondisi lahan terbaik untuk tanaman tebu adalah berlereng panjang, rata dan
melandai sampai 2 % apabila tanahnya ringan dan sampai 5 % apabila tanahnya
lebih berat (Indrawanto dkk, 2010).
2.4.

Fase Pertumbuhan Tanaman Tebu


Menurut Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jawa timur (2005), fase-fase

pertumbuhan tanaman tebu sebelum menghasilkan gula terdiri dari empat fase.
Pertama adalah fase perkecambahan yang dimulai ketika terjadi perubahan mata

tunas tebu yang dorman, menjadi tunas muda lengkap dengan daun, batang dan
akar, fase ini sangat ditentukan oleh faktor inheren yang mencakup varietas, umur
bibit, panjang stek, jumlah mata, cara meletakkan bibit, hama penyakit pada bibit
dan status hara bibit. Kedua adalah fase pertunasan / fase pertumbuhan (1-3 bulan)
yang mana pada fase ini tanaman membutuhkan kondisi air yang terjamin
kecukupannya, oksigen dan hara makanan khusunya N, P dan K serta penyinaran
matahari yang cukup. Ketiga adalah fase pemanjangan batang, fase ini merupakan
fase paling dominan dari keseluruhan fase pertumbuhan tanaman tebu. Proses
pemanjangan

batang

merupakan

pertumbuhan

yang

didukung

dengan

perkembangan beberapa bagian tanaman yaitu perkembangan tajuk daun, akar dan
pemanjangan batang. Fase ini terjadi pada saat fase pertumbuhan tunas mulai
melambat dan terhenti. Terdapat dua unsur dalam pemanjangan batang yaitu
diferensiasi ruas dan perpanjangan ruas-ruas tebu. Fase ini sangat dipengaruhi
oleh lingkungan terutama sinar matahari, kelembaban tanah, aerasi, ketersediaan
hara nitrogen dalam tanah dan faktor inheren tebu. Ke empat adalah fase
kemasakan / fase generatif maksimal yang diawali dengan semakin melambat dan
terhentinya fase pertumbuhan vegetatif. Tebu yang memasuki fase kemasakan,
secara visual ditandai dengan pertumbuhan tajuk daun berwarna hijau
kekuningan, pada helaian daun sering dijumpai bercak berwarna cokelat.
Menurut Kuntohartono (1999), pertumbuhan tanaman tebu terdiri dari
lima fase yaitu fase perkecambahan, fase pertunasan, fase pertumbuhan batang,
fase kemasakan dan fase pasca panen. Faktor penting dalam perkecambahan
tanaman tebu meliputi faktor ekternal dan internal, faktor eksternal yaitu

pengelolaan kebun, pemilihan tempat, hama penyakit dan perlakuan bibit,


sedangkan faktor internal yaitu kualitas bibit, kandungan sukrosa, nitrogen dan air
(Hanjokrowati, 1981).
Fase pertumbuhan tanaman pada proses perkecambahan bergantung
kepada ketersediaan air dan makanan yang terdapat dalam bibit. Bibit dengan
kualitas yang jelek akan menyulitkan terjadinya inisiasi tumbuh tunas. Selain itu,
bibit yang terkena hama dan penyakit akan menghambat proses inisiasi pertunasan
dan fase pertumbuhan tanaman lainya. Jumlah bibit yang ditanam juga
mempengaruhi populasi pertumbuhan tanaman. Pola pertumbuhan populasi
tanaman pada periode pertunasan maksimal akan diikuti penurunan populasi
tanaman sampai mencapai pertumbuhan populasi batang optimal (Soedhono,
2009).
2.5.

Budidaya Tanaman Tebu


Pengembangan usahatani di Indonesia dibedakan atas dua macam yaitu

budidaya tebu lahan sawah yang dikenal dengan sistem reynoso dan budidaya
tebu lahan kering atau yang dikenal dengan sistem tegalan. Dari kedua sistem ini
yang paling membedakan adalah persiapan lahan. Hal ini karena adanya
perbedaan kondisi lingkungan. Sistem pengelolaan lahan sawah yang sering
dipakai adalah reynoso. Pada prinsipnya sistem ini membuat got-got dan guludan
untuk pembuangan dan penampungan air. Sedangkan lahan untuk budidaya tebu
dilahan kering atau tegalan meliputi pembukaan lahan, pengolahan tanah dan
pembuatan juringan (Moch, 2011).

10

Indrawanto dkk (2010) menyatakan bahwa varietas tebu berdasarkan masa


kemasakannya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Varietas Genjah (masak awal), mencapai masak optimal di atas 8-10 bulan.
2. Varietas Sedang (masak tengahan), mencapai masak optimal pada umur di
atas 10-12 bulan.
3. Varietas Dalam (masak lambat), mencapai masak optimal pada umur lebih
dari 12 bulan.
2.6.

Panen
Pengaturan panen dimaksudkan agar tebu dapat dipungut secara efisien

dan dapat diolah dalam keadaan optimum. Melalui pengaturan panen, penyediaan
tebu di pabrik akan dapat berkesinambungan dan dalam jumlah yang sesuai
dengan kapasitas pabrik sehingga pengolahan menjadi efisien. Kegiatan panen
termasuk dalam tanggung jawab petani, karena petani harus menyerahkan tebu
hasil panennya ditimbangan pabrik. Akan tetapi pada pelaksanaannya umumnya
petani menyerahkan pelaksanaan panen kepada pabrik yang akan menggiling
tebunya atau kepada KUD (Indrawanto dkk, 2010).
Tebu dikatakan masak setelah berumur 1 tahun, hal ini bertujuan untuk
mendapatkan produktivitas yang tinggi, dengan kata lain air tebu yang dikandung
banyak, rendemen sekitar 6% dan apabila lebih dari satu tahun maka
produktivitasnya akan menjadi rendah karena tebu

terlalu tua. Setelah

pemanenan, bekas panen tersebut akan dibakar untuk memperbaiki fisik tanah
(Sutardjo, 1994).

Anda mungkin juga menyukai