Anda di halaman 1dari 4

MALARIA

BATASAN :
Adalah penyakit infeksi protozoa, disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium,
ditularkan lewat gigitan nyamuk Anopheles.
ETIOLOGI :
Ada 4 jenis spesies : P. vivax, P. malariae, P. falciparum, dan P. ovale.
PATOFISIOLOGI :
Demam terjadi pada saat sporulasi dan destruksi eritrosit, diduga akibat bahan
pirogen endogen yang keluar dari eritrosit yang mengalami sporulasi dan
destruksi tersebut.
Anemia terjadi akibat proses sporulasi dan destruksi eritrosit, baik yang
mengandung parasit maupun yang tidak, lewat mekanisme imunologik.
Aglutinasi eritrosit intravaskuler terjadi akibat perubahan sifat eritrosit yang
mengandung parasit ( mudah melekat satu sama lain ) dan meningkatnya
viskositas darah akibat meningkatnya permeabilitas dinding kapiler.
Anoksia sel jaringan organ tubuh terjadi akibat anemia, dan aglutinasi
intravaskuler.
Hepatosplenomegali terjadi akibat hipertrofi sel RES di dalamnya akibat
meningkatnya fagositosis eritrosit, baik yang mengandung parasit maupun eritrosit
yang telah berubah sifatnya akibat proses imunologi.
Ikterus terjadi akibat hemolisis eritrosit intravaskuler.
Anemia pada malaria falsiparum lebih hebat dibanding malaria vivax, malaria
ovale maupun malaria malariae, karena P. falciparum menyerang eritrosit dari
semua umur, P. vivax dan P. ovale menyerang eritrosit muda, dan P. malariae
menyerang eritrosit yang sudah tua.
GEJALA KLINIS :
Masa tunas P. vivax dan P. falciparum antara 10 14 hari, P. malariae antara 18
hari sampai 6 minggu.
Pada masa prodromal gejala klinis tidak khas : menggigil, demam, nyeri kepala,
nyeri otot ( terutama punggung ), nafsu makan menurun, dan cepat lelah.
Gejala khas : serangan berulang paroksismal dari rangkaian gejala menggigil
demam berkeringat disusul dengan periode rekonvalesensi.
Pada P. vivax serangan demam terjadi tiap hari ketiga ( malaria tertiana ),
P. falciparum kurang dari 48 jam ( malaria tropika / subtertiana ) dan P. malariae
tiap 72 jam ( malaria kuartana ).
Gejala-gejala lain : ikterus, anemia, hepatomegali, splenomegali, hipotensi
postural, urobilinuria, dan kadang-kadang diare.
DIAGNOSA :
1. Diagnosa per eksklusionum
Anamnesa :
Penderita baru bepergian ke daerah endemis malaria.
Adanya rangkaian gejala : menggigil, demam tinggi, berkeringat banyak, disusul
stadia
sembuh,
gejala
tersebut
bersifat
serangan
berulang
( paroksismal ). Air seni berwarna merah seperti teh, nyeri kepala dan otot
( terutama otot punggung ), nafsu makan menurun.
Fisik : pucat, anemia, ikterus, hipotensi postural, hepatomegali, splenomegali.
Dengan pengobatan antimalaria penderita sembuh. ( pengobatan eksjuvan
-tibus ).

2. Diagnosa laboratorik
Air seni berwarna merah seperti teh karena mengandung urobilin; anemia
hemolitik; pada sediaan darah tipis dan tebal nampak adanya parasit malaria di
dalam eritrosit ( pengecatan Giemsa atau Wright ).
P. vivax : pada hapusan darah tipis maupun tebal dapat dilihat eritrosit yang
mengandung parasit membesar, terdapat titik Schoffner dan sitoplasmanya
berbentuk ameboid.
P. ovale : mirip P. vivax, hanya eritrosit yang mengandung parasit berbentuk oval.
P. malariae : pada sediaan tipis, nampak parasit berbentuk pita ( band ), skizon
berbentuk bunga mawar ( rosette ); pada sediaan darah tebal, skizon berbentuk
bunga mawar dan trofozoit bulat kecil-kecil nampak kompak dengan tumpukan
pigmen yang kadang-kadang menutupi sitoplasma/inti atau keduanya.
P. falciparum : pada sediaan darah tipis, nampak gametosit berbentuk pisang;
terdapat bintik Maurer;
Pada sediaan tetes tebal, nampak banyak sekali bentuk cincin kecil-kecil tanpa
bentuk dewasa yang lain ( stars in the sky ); terdapat bentukan balon merah di sisi
luar gametosit.
DIAGNOSA BANDING :
Influenza
Gastroenteritis
Salmonellosis
Leptospirosis
PENATALAKSANAAN :
A. Pengobatan serangan malaria akut ( pengobatan radikal ).
I.
Malaria falsiparum yang rentan Kloroquin.
Kloroquin : hari ke-1 dan ke-2 masing-masing dosis tunggal 600 mg
( basa ), hari ke-3 300 mg, ditambah Primaquin dosis tunggal 15
mg/hari pada hari ke-1 sampai dengan ke-3.
II.
Malaria falsiparum yang kebal Kloroquin.
a. Sulfadoksin pirimetamin ( Fansidar ) dosis tunggal 3 tablet, ditambah Primaquin
dosis tunggal 45 mg pada hari ke-1.
b. Kina : 3 x 400 mg/hari selama 7 hari, ditambah Primaquin dosis tunggal 45 mg
pada hari ke-1.
III.
Malaria vivax, ovale dan malariae
Kloroquin : hari ke-1 dan ke-2 masing-masing dosis tunggal 600 mg
( basa ), hari ke-3 300 mg, ditambah Primaquin dosis tunggal 15
mg/hari pada hari ke-1 sampai dengan ke-5.
IV.
Malaria dengan penyulit ( malaria pernisiosa ), misalnya malaria -serebralis :
a. Kina dihidroklorida 600 mg dalam 500 ml garam faali diberikan secara infus
intravena selama 4 jam, dapat diulang tiap 8 jam.
b. Kloroquin sulfat 300 mg dalam 200 ml garam faali diberikan secara infus intravena
selama 30 menit, dapat diulang tiap 8 jam.
Bila penderita sudah sadar, secepatnya sisa obat diberikan per oral
sesuai dengan pengobatan radikal.
Pengelolaan malaria falsiparum berat :
1. Kloroquin atau Kina parenteral dengan dosis adekuat, seperti tersebut diatas.
2. Turunkan suhu badan apabila terjadi hiperpireksia dengan antipiretika dan
kompres.
3. Rehidrasi ( hati-hati terjadi over-hydration, yang merupakan resiko edema paru ).
4. Antikonvulsan apabila terjadi kejang-kejang.

5.
6.
7.
8.
9.

Pertimbangkan Deksametason pada malaria serebralis.


Obati gagal ginjal yang terjadi dengan dialisis peritoneal.
Tranfusi darah untuk penderita anemia berat.
Cairan dan plasma expander apabila terjadi renjatan ( algid malaria )
Pertimbangkan exchange transfusion pada penderita koma dengan parasitemia
berat.
10. Awasi kemungkinan terjadinya hipoglikemia, bila ada obati dengan infus
Dekstrosa.
B. Pengobatan supresif atau presumtif :
Ditetapkan pada penderita semi-imun di daerah endemis malaria.
I.
Untuk malaria falsiparum, vivax, dan malariae : Kloroquin dosis tunggal 600
mg satu kali.
II.
Malaria falsiparum kebal Kloroquin : Kloroquin dosis tunggal 600 mg satu kali,
ditambah Primaquin dosis tunggal 45 mg satu kali.
Pengelolaan alternatif lain untuk malaria falsiparum kebal Kloroquin :
1. Amodiaquin : hari ke-1 600 mg, disambung 6 jam kemudian dengan 400 mg, hari
ke-2 400 mg dan hari ke-3 400 mg. Dapat digabung dengan Eritromisin 3 x 500
mg/hari selama 5 hari.
2. Kombinasi Kina dengan Tetrasiklin. Kina 3 x 400 mg selama 7 hari dikombinasi
dengan Tetrasiklin 3 x 500 mg selama 5 hari.

DIFTERI
BATASAN :
Adalah penyakit menular akut, disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae, khas
ditandai dengan lesi radang lokal yang biasa terdapat di saluran napas bagian atas
dan efek toksinnya terutama mengenai otot jantung dan saraf perifer.
PATOFISIOLOGI :
Corynebacterium dyphtheriae adalah kuman batang Gram negatif, tidak bergerak dan
tidak membentuk spora, aerobik dan pleomorfik. Ada 3 strain : gravis, mitis, dan
intermedius, berdasarkan morfologi koloni pada media tellurite, reaksi fermentasi dan
kemampuan hemolisis. Ketiganya membentuk eksotoksin dan memberikan gambaran
klinis yang sama. Penyakit ditularkan melalui Droplet infection dari penderita atau
carrier, kontak kulit pada difteri sulit. Kuman biasanya berkembang biak di saluran
napas bagian atas mengakibatkan nekrosis lokal dan pembentukan pseudomembran
berwarna abu-abu, melekat erat di dasar selaput lendir saluran napas; mengeluarkan
eksotoksin. Manifestasi toksik terutama mengenai otot jantung, saraf perifer, kadangkadang ginjal. Infeksi dapat pula terjadi di kulit, mukosa pipi, vagina, konjungtiva,
berupa ulkus.
GEJALA KLINIS :
Masa tunas 1 7 hari.
Gambaran klinis tergantung pada lokasi lesi dan beratnya proses toksik.
Lemah badan, demam ringan, nyeri tenggorok, nampak pseudomembran di
tonsil atau nasofaring, muka pucat, bull neck, kesulitan bernapas, nadi cepat,
napas berbunyi ( stridor respiratoir ), sianosis dan koma/renjatan.
PEMERIKSAAN dan DIAGNOSA :

Klinis
: pseudomembran, terutama di faring.
Laboratorik : sediaan langsung dan biakan hapus tenggorok dan hidung atas kuman
C.diphtheriae.
DIAGNOSA BANDING :
Tonsilo-faringitis streptokokus
Tonsilo-faringitis adenovirus
Mononukleosis infeksiosa
Laringitis obstruktif akut ( virus/alergi ).
PENATALAKSANAAN :
Isolasi penderita di rumah sakit
Serum Anti Difteri (ADS ), setelah dilakukan tes kepekaan kulit terhadap serum
kuda.
Dosis empirik ADS : ringan 10.000 20.000 U; sedang 20.000 40.000 U; berat
50.000 100.000 U; sebaiknya diberikan dosis tunggal intramuskular/intravena.
Penisilin prokain-G 600.000 U intramuskular/12 jam selama 10 hari;
Eritromisin 4 x 250 mg/hari selama 7 hari;
Klindamisin 4 x 150 mg/hari selama 7 hari;
Rifampisin 600 mg dosis tunggal selama 7 hari.
Trakeostomi bila ada obstruksi laring; alat pacu jantung bila ada block hantaran
total, neurotropik bila ada kelainan saraf.
Imunisasi sebagai tindakan pencegahan.
KOMPLIKASI :
Penyebaran pseudomembran ke seluruh saluran napas; sumbatan jalan napas;
pneumonia; masuk saluran cerna ke esofagus dan lambung; ke kelenjar getah
bening leher ( bull-neck ).
Toksin difteri dapat mengakibatkan miokarditis; kelainan katup, kelainan hantaran,
kelainan irama jantung, payah jantung; neuritis perifer; paralisis palatum molle dan
dinding faring posterior, gangguan N III, N VI, N VII, N IX, dan N X , LandryGuillain-Barre Syndrome; ensefalitis.

Anda mungkin juga menyukai