Anda di halaman 1dari 10

IDSA/ATS CAP

Indikasi rawat inap/rawat jalan :


o Tergantung derajat keberatan penyakit pasien yang dihitung melalui
CURB-65 criteria (confusion, uremia, respiratory rate, low blood
preassure age 65 years or greater) atau dengan perhitungan
Pneumonia Severity Index (PSI).
o Pasien dengan skor CURB 2, merupakan indikasi dilakukan rawat
inap.
o Namun keputusan untuk dilakukan rawat inap atau rawat jalan
ditentukan juga oleh beberapa kriteria tambahan yang
dipertimbangkan oleh dokter, seperti keamanan dan kemampuan
untuk minum obat pada pasien yang akan dirawatjalan,
Indikasi masuk ICU
o Pasien dengan syok septik yang membutuhkan vasopressor atau
dengan gagal nafas akut yang membutuhkan intubasi dan ventilasi
mekanik
o Pasien yang memenuhi 3 kriteria minor untuk pneumonia komuniti
berat, atau satu dari dua kriteria mayor

Diagnosis
o Selain melaluigambaran klinis, gambaran infiltratpada rontgen
toraks atau tekhnik imaging lainnya, disertai atau tanpa data dari
pemeriksiaan mikrobiologi, cukup untuk menegakkan diagnosis
pneumonia
o Pasien dengan CAP harus diinvestigasi untuk patogen spesifik
sehingga dapat mengubah terapi empriris.
o Tes rutin untuk diagnosis etiologi pneumonia merupakan pilihan
untuk pasien CAP yang rawat jalan.
o Pengambilan darah dan sputum untuk kultur sebelum terapi dimulai
harus dilakukan pada pasien yang menjalani rawat inap, namun
tidak wajib untuk pasien dengan rawat jalan.
o Pasien dengan CAP berat, harus dilakukan cultur darah, tes antigen
urin untuk legionella pneumophilla dan streptococcus pneumoniae,
dan sputum untuk di kultur. Pasien yang diintubasi, harus diambil
sampel dari aspirasi endtrakeal untuk dinilai.

Terapi Antibiotik
o Terapi Empriris (tabel 7)
Pasien Rawat Jalan :
Pasien sehat dan tanpa resiko terinfeksi drug-resistant
S.
pneumoniae
(DRSP):
diberikan
macrolide
(azitromicyn, clarithromycin atau erythromycin)
Pasien dengan komorbiditas, seperti penyakit jantung
kronik, penyakit paru atau ginjal, diabetes melitus,
peminum alkohol, keganasan, asplenia, kondisi
imunosupresi atau penggunaan obat imunosupresi,
penggunaan antimikroba 3 bulan sebelumnya atau
resiko ain untuk DRSP :
o Diberikan
floroquinolone
(meloxifloxacin,gemifoxacin atau levoloxacin
(750 mg)
o B laktam dengan makrolid, amoxicillin dosis
tinggi (1g 3 kali/hari) atau amoxicillinclavulanate (2 g 2 kali/hari) lebih baik;alternatif
pengobatan termasuk ceftriaxon, cefodoxime
dan cefuroxime (500 mg 2x/hari); doxycycline
(alternatif makrolid)
Pada daerah dengan kejadian infeksi tinggi (>25%)
atau angka macrolide resistent S.pneumonia tinggi
(MIC16 ug/mL), dipertimbangkan penggunaan agen
alternatif, walaupun pada pasien tanpa komorbiditas.

Pasien Rawat Inap (bukan ICU)


Diberikan floroquinolone
B-laktam plus makrolid (agen B laktam yang lebih
dianjurkan termasuk cefotaxime, cetriaxon dan
amphicillin;
ertapenam
untuk
pasien
tertentu;
doxycycline untuk alternatif makrolid. Pasien yang
alergi penisilin harus menggunakan floroquinolone)
Pasien Rawat Inap (ICU)
B Laktam (ceefotaxim, ceftriaxon atau amphicilinsulbactam) plus azytromycin atau fluoroquinolone
(untuk
pasien
dengan
alergi
penisilin,
direkomendasikan untuk menggunakanfluorokuinolon
dan aztreonam)
Untuk infeksi pseudomonas, digunakan b laktam
antipneumococcal
antipseudomonal
(piperacillintazobactam, cefepime, imipenem atau meropenem)
ditambah ciprofoxacin atau levofloxacin (750 mg)
o atau B laktam di atas dengan aminoglikosida
dan azitromisin
o atau B laktam di atas dengan aminoglikosida
dan antipneumococal fluoroquinolone (untuk
pasien yang alergi penisilin, b laktam diganti
dengan aztreonam)
Utuk pasien dengan community-acquired methicillin
resistent
staphylococcus
aureus,
ditambahkan
vancomycin atau linezolid.
Perubahanterapi intravena menjadi terapi oral
Perubahan terapi harus dilakukan ketika keadaan
hemodinamik pasien stabil dan membaik secara klinis,
dapat meminum obat dan fungsi gastrointestinal baik.
Pasien dapat segera menjalani rawat jalan setelah
mendapatkan terapi oral, apabila secara klinis stabil,
tidak memiliki masalah medis lain dan memiliki
lingkungan yang aman untuk meneruskan pengobatan.

Durasi pemberian antibiotik


Pasien dengan CAP harus diterapi antibiotik minimal 5
hari, harus menjadi afebris setelah 48-72 jam, dan
memiliki tidak lebih dari satu tanda dan klnis yang
tidak stabil dari CAP (tabel 10) sebelum terapi
dihentikan.
Durasi terapi yang lebih lama diperlukan jika terapi
awal
tidak
aktif
melawan
patogen
yang
diidentifikasiatau
dengan
adanya
komplikasi
ekstrapulmonal seperti meningitis atau endokarditis.
Pertimbangan Terapi Lainnya
Pasien dengan CAP yang memiliki syok septik persisten
selain resusitasi cairan juga harus dipertimbangkan
untuk terapi drotecogin alfa activated dalam
pemberian 24 jam.
Hipotensi, pada pasien dengan CAP berat dalam
resusitasi cairan perlu diskrining terhadap ocult
adrenal insufisiensi.
Pasien dengan hipoksemia atau distress respirasi harus
dicoba pemakaian ventilasi noninvasif kecuali pasien
yang memerlukan intubasi secepatnya karena
hipoksemia berat (PaO2/FiO2 <150) dan infiltrat
alveolar bilateral.
Ventilasi volume tidalyang rendah (6 cm3/kg untuk
berat badan ideal) harus digunakan pada pasien yang
memakai ventilasi, yang memiliki pneumonia bilateral
diffuse atau ARDS.

Management Nonresponding Pneumonia (tabel 11)


Pencegahan
Semua orang usia 50 tahun, memiliki resiko terhadap
komplikasi influeza, orang dengan kontak erat atau
dengan faktor resiko tinggi dan petugas kesehatan
direkomendasikan untuk mendapatkan inactivated
vaksin influenza.
Vaksinlive attenuated yang diberikan secara intranasal
direkomendasikan untuk pasien usia 5-49 tahun tanpa
penyakit kronik, termasuk imunidefisiensi, asma atau
kondisi kronik lainnya
Petugas
kesehatan
harus
menerima
imunisasi
influenza setiap tahun
Vaksin
penumococcal
polysaccharide
direkomendasikan untuk pasien usia 65 yahun dan
untuk paien dengan resiko tinggi concurrent disease
Berhenti merokok harus menjadi salah satu tujuan
terapi pasien CAP yang dirawat inap dan merupakan
perokok

Anda mungkin juga menyukai