BAB I
PENDAHULUAN
Abortus merupakan salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan yang ditandai
dengan perdarahan. Seringkali perdarahan pada kehamilan muda dikaitkan dengan abortus.
Pada perdarahan kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai dengan pertimbangan
masing-masing, tetapi setiap kali kita melihat terjadinya perdarahan pada kehamilan kita
harus selalu berfikir rentang akibat dari perdarahan ini yang menyebabkan kegagalan
kelangsungan kehamilan itu sendiri3. Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena kasus
abortus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus sering
tidak jelas umur kehamilannya dan hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga
biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15
20% merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang
mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan
mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan1.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian
abortus spontan antara 15 - 20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian
abortus sebenarnya bisa mendekai 50%. Hai ini dikarenakan tingginya angka chemical
pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2 - 4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar
kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi
oosit)1.
Pada 1988 Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221. Perempuan yang
diikuti selama 207 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, di mana 43 (22 %)
mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya. Abortus habitualis adalah abortus yang
terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3 - 5%. Data dari
beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko
15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan
meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 abortus berurutan adalah 30 - 45%1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus adalah ancaman atau penegeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram1.
2.2 Etiologi
Abortus umumnya sering lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya
adalah sebagai berikut :
Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling
sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenik1.
Bagaimanapun gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh
gangguan gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa
lokus (misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan kariotip. Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada
awal kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang
disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya nondisjunction meiosis atau poliploidi
dari fertilitas abnormal1.
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa
trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16 % kejadian abortus, di mana terjadi
fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi
primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada
pasien dengan kariotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis
maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30 %. dari seluruh trisomi,
merupakan penyebab terbanyak.
Anatomi
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti
abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk
uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat
abortus, ditemukan anomali uterus pada 27 % pasien1.
Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus,
mendapatkan hasil hanya 18,8% yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan,
sedangkan 36,5% mengalami persalinan abnormal (prematur, sungsang). Penyebab
terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah seprum uterus (40 - 80 %),
kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30 %). Mioma uteri
bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya
antara 10 30% pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidak
memberikan gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri
(submukosum) yang akan menimbulkan gangguan. Sindroma Asherman bisa
menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan
endometrium. Risiko abortus antara 25 80%, bergantung pada berat ringannya
gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi
(HSG) dan ultrasonografi1.
Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun.
Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematous (SLE) dan Antiphospholipid
Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan
dengan SLE. Kejadian abortus spontan di antara pasien SLE sekitar 10 % dibanding
populasi umum. Bila digabung dengan peluang terjadinya pengakhiran kehamilan
trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75% pasien dengan SLE akan berakhir dengan
terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya
aPA.
aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid.
Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting,
5
Trombosis vaskular
- Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang
dibuktikan dengan gambaran Doppier, pencitraan, atau histopatologi.
- Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.
Komplikasi kehamilan
- Tiga atau lebih kejadian abonus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik, atau hormonal
- Satu atau lebih kematian janin di mana gambaran morfologi secara
sonografi normal
- Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan
berhubungan dengan preeklampsia berat atau insufisiensi plasenta yang
berat
Kriteria laboratorium
- aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada
2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama
dengan 6 minggu
- aCL diukur dengan metode ELISA standar.
Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang
baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung
terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah
konsepsi terutama kadar progesteron1.
- Diabetes mellitus
7
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko abortusnya tidak
lebih jelek jika dibanding perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi
perempuan diabetes dengan kadar HbAlc tinggi pada trimester pertama, risiko
abortus dan malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes jenis insulindependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 - 3 kali lipat
mengalami abortus.
- Kadar progesteron yang rendah
Progesteron
punya
peran
penting
dalam
mempengaruhi
reseptivitas
endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan Corrier
mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga
bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus.
Swpport fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu
saat di mana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang
kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan
menyebabkan abortus. Dan bila progesteron diberikan pada pasien ini,
kehamilan bisa diselamatkan.
- Defek fase luteal
Jones (1943) yang perrama kali mengutarakan konsep insufisiensi progesteron
saat fase luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23 60% perempuan dengan
abortus berulang. Sayangnya belum ada metode yang bisa dipercaya untuk
mendiagnosis gangguan ini. Pada peneiitian terhadap perempuan yang
mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didaparkan 17%
kejadian defek fase luteal. Dan 50% perempuan dengan histologi defek fase
luteal punya gambaran progesteron yang normal.
Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak
1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang rernyata rerpapar brwcellosis. Beberapa jenis
organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain:
- Bakteria
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis
- Virus
Sitomegalovirus
Rubela
Herpes simpleks virus (HSV)
Human immunodeficiency virus (HIV)
Parvovirus
- Parasit
Toksoplasmosis gondii
Plasmodium falsiparum
Spirokaeta
Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan abortus, di antaranya
sebagai berikut :
- Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
- Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berar sehingga
janin sulit bertahan hidup.
9
kematian janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misal
Mikoplasma bominis, Klamidia, Ureaplasma urealitileum, HSV) yang bisa
dan
gram-negatif,
Listeria
monositogenes).
Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena
virus
selama
kehamilan
awal
(misalnya
rubela,
parvovirus
819,
Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikrotrombi pada pernbuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan
fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan
plasentasi1.
Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan :
Peningkatan kadar faktor prokoagulan
Penurunan faktor antikoagulan
Penurunan aktivitas fibrinolitik
Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal,
terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek
hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan
dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan
yang berlebihan pada usia kehamilan 4 - 6 minggu, dan penurunan produksi
prostasiklin saat usia kehamilan 8 - 11 minggu. Perubahan rasio tromboksanprostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi trombosit yang akan menyebabkan
mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar protein C
dan fibrinopeprida.
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan dengan trombosis sistematik
ataupun plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang
pada lebih dari 22% kasus. Homosistein merupakan asam amino yang dibentuk
selama konversi metionin ke sistein. Hiperhomosisteinemi, bisa kongenital ataupun
akuisita, berhubungan dengan trombosis dan penyakit vaskular dini. Kondisi ini
10
berhubungan dengan 2l% aborus berulang. Gen pembawa akan diturunkan secara
autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat adalah defisiensi folat. Pada pasien
ini, penambahan folat akan mengembalikan kadar homosistein normal dalam
beberapa hari1.
Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 10% mallormasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,
atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap
buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan
unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif
sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan
pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan
pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang
berakibat terjadinya abortus1.
2.3 Klasifikasi
2.3.1
2.3.2
2. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar
dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri
dan dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang
sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus
dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes
urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran
uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung
janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat
penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan
plasenta dari dinding uterus4.
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan
keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi /
pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak.
Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur
angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi
dengan cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan
uterotonika.
Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus. Pasca
tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika, dan antibiotika
profilaksis1.
3. Abortus kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah
dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan
sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak
perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes
urin biasanya masih positif sampai 7 - 10 hari setelah abortus. Pengelolaan penderita
tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi
roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu
diberikan1.
4. Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20
13
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih
tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih
terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri
eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit
bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site
masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan
anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan
mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan
kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara
klinis.
Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah
sulit dikenali, di karum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak
beraturan. Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan
pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal
terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung
baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase.
Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan keadaan umum
ibu dan besarnya uteus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum
menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan perlu diberikan uterotonika
parenteral ataupun per oral dan antibiotika1.
5. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan. Penderita rnissed abortion biasanya tidak merasakan
keluhan apa pun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang
diharapkan. Bila kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru
merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder
pada payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali
dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin
terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu
minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan
didapatkan uteus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya
tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan
14
kemungkinan
terjadinya
gangguan
penjendalan
darah
oleh
karena
15
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturutturut. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil
kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturutturut. Bishop melaporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0,41% dari seluruh
kehamilan, Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang
mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphocyte trofoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah
atau tidak ada, maka akan terjadi abortus4.
Kelainan ini dapat diobati dengan transfusi leukosit atau heparinisasi. Akan tetapi,
dekade terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini secara lengkap
sehingga dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Salah satu penyebab yang sering
dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan di mana serviks uterus tidak dapat
menerima beban untuk tetap bertahan menurup setelah kehamilan melewati trimester
pertama, di mana osrium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa
mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering
disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan
usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga
diameter kanalis servikalis sudah melebar3,4.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat.
Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis
dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki
trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan penderita
inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila
dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan
fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya umur
kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12 - 14 minggu dengan cara
SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis servikalis dengan
benang sutera/MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur
kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan1.
7. Abortus Infeksius, Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Abortus
septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritoneum (septikemia atau peritonitis)4. Keiadian ini merupakan salah satu
komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang
16
memperhatikan asepsis dan antisepsis. Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu
segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih
luas selain di sekitar alat genitalia juga ke rongga peritoneum, bahkan dapat ke
seluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik4.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan
abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan
tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium
didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok,
penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.
Pengelolaan pasien ini harus mempenimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan
perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan
sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang keluar
pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisiiin 4 x 1,2 juta unit atau
Ampisilin 4 x 1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2 x I gram.
Selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur. Tindakan kuretase
dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 5 jam setelah antibiotika
adekuat diberikan.
Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika. Antibiotik
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak
memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai. Apabila
ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis
vaginal uterus dengan larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi total
secepatnya1.
8. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)
Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi di mana mudigah tidak
terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Di samping mudigah,
kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk. Kelainan ini merupakan suatu kelainan
kehamilan yang baru terdeteksi seteiah berkembangnya ultrasonografi. Bila tidak
dilakukan tindakan, kehamilan ini akan berkembang terus walaupun tanpa ada janin di
dalamnya. Biasanya sampai sekitar 14 - 16 minggu akan terjadi abortus spontan.
Sebelum alat USG ditemukan, kelainan kehamilan ini mungkin banyak dianggap
sebagai abortus biasa. Diagnosis kehamilan anembrionik ditegakkan pada usia
17
kehamilan 7 8 minggu bila pada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak
berkembang atau pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai adanya gambaran
mudigah. Untuk itu, bila pada saat USG pertama kita mendapatkan gambaran seperti
ini perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian.
Bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah atau kantong kuning telur dan diameter
kantong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan
anembrionik. Pengelolaan kehamilan anembrionik dilakukan terminasi kehamilan
dengan dilatasi dan kuretase secara elektif1.
Adapun penegakan diagnosa dan tatalaksana dari masaing-masing abortus adalah sebagai
berikut2 :
Diagnosis
Abortus iminens
Abortus Insipiens
Gejala
Tatalaksana
Amenore
Istirahat-tirah baring
Tanda-tanda hamil muda
Tokolitik : isoxuprine tiap 8
Perdarahan
pervaginam,
jam
Preparat progesteron 2-3x 1
cramping pain
VT : Ostium uteri menutup
tablet tiap 8-12 jam
Antiprostaglandin
Pendarahan pervaginam
Nyeri (his)
VT : Ostium uteri menipis dan
setiap 8 jam
Kuret atau drip oxytocin bila
500mg
Abortus Inkomplet
Perdarahan pervaginam
Nyeri, kadang disertai syok
VT : Ostium uteri terbuka,
didapat
sisa
kehamilan
5 hari
Amoxycilline 500mg setiap
: methyergomethrine maleat
plasenta
Missed Abortion
Perdarahan
kehamilan
Pemeriksaan fisik : TFU yang
menetap
dan
bahkan
keluhan
mengecil
5 hari
Amoxycilline 500mg tiap 8
langsung kuretase
Kehamilan 12 minggu
berikan misoprostol 1 tablet
intra vaginal tiap 6 jam
selama 1 hari dilanjutkan
OD dan kuretase
Monitoring
Fibrinogen
Serum
19
Abortus infeksi
Perdarahan pervaginam
Nyeri
Sering disertai syok
VT : ostium uteri terbuka, nyeri
Perbaiki KU
Antipiretik : xylomidon 2cc
im
Amoxycilline 1g iv tiap 8
jam
Gentamycine 80mg im tiap
12 jam
Metronidazole 1g tiap 8 jam
Oksigen masker 6-8lpm
12-24
jam
kemudian
Tanda-tanda sepsis
membaik
berikan
2.5 Komplikasi
20
BAB III
KESIMPULAN
Abortus adalah adalah ancaman atau penegeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram.
21
provokatus. Sedangkan menurut klinis dibedakan menjadi abortus iminens, abortus insipiens,
abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion, abortus habitualis, abortus
infeksius dan kehamilan anembriogenik.
Tatalaksana yang diberikan bergantung pada klinis abortus itu sendiri .
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh abortus adalah perdarahan yang apabila tidak
ditanggulangi akan menyebabkan syok hipovolemik dan infeksi yang dapat menyebabkan
sepsis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S (1976). Perdarahan Dalam Kehamilan Muda dalam Ilmu Kebidanan.
edisi ke-4. Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: 460-474
22
2. Paraton H, dkk (2008). Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kebidanan
Dan Penyakit Kandungan edisi ke-3. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya
3. William & Oxorn. (2003). Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Essentia Medika
4. Kiwi, R., 2006. Recurrent Pregnancy Loss: Evaluation and Discussion of the Causes
and Their Management. Cleveland Clinic Journal of Medicine 73 (10): 913-921
REFERAT
ABORTUS
23
Disusun oleh :
I Gede Kade Dwi Dharma Kayika
09700149
Pembimbing :
dr. Wasis Nupikso Sp.OG
SMF OBSGYN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR
24
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya,
sehingga saya bisa menyelesaikan tugas referat berjudul abortusini. Tugas ini
merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
bagian SMF OSBGYN
Bersamaan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada:
1. dr . Wasis Nupikso Sp.OG sebagai pembimbing klinik.
2. Para teman sejawat dokter muda yang telah memberikan masukan serta
membantu dalam penyelesaian referat ini, dan semua pihak yang tidak
mampu penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu terwujudnya
referat ini.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala masukan serta kritik yang
membangun demi sempurnanya tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga referat
ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN
25
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
BABII. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi.................................................................................................3
2.2 Etiologi.................................................................................................3
2.3 Klasifikasi............................................................................................12
2.3.1 Abortus Menurut Terjadinya.........................................................12
2.3.2 Abortus Menurut Klinis.................................................................12
2.4 Penegakan Diagnosa dan Tatalaksana..................................................20
2.5 Komplikasi............................................................................................22
2.6 Diagnosis Banding...............................................................................22
BABIII. KESIMPULAN........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................24
26