Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENGAJARAN

Pokok Bahasan

: Polip nasi

Sub Pokok Bahasan

: Perawatan pada pasien Polip nasi

Hari/Tanggal

Waktu

Tempat

: Rumah Sakit Umum Daerah dr. Loekmono Hadi Kudus

A. Tujuan
Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan / pendidikan kesehatan maka keluarga mampu
merawat anggota keluarga yang sakit Polip nasi Untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih
lanjut
Tujuan Khusus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan / pendidikan kesehatan selama 1 x 45 menit
keluarga Mampu :
1.
2.
3.
4.
5.

Mengerti pengertian Polip nasi


Mengetahui penyebab Polip nasi
Mengetahui tanda dan gejala Polip nasi
Mengetahui komplikasi Polip nasi
Mengetahui tentang penatalaksanaan pada pasien Polip nasi
B. Sasaran dan Target
Sasaran ditujukan pada keluarga
Target ditujukan pada keluarga
C. Strategi Pelaksanaan
Pendidikan kesehatan dilakukan di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
D. Metode
1. Ceramah

2. Diskusi/Tanya Jawab
E. Susunan Acara
Tahap
Pembukaan

Kegiatan
Waktu
5 menit
Mengucapkan salam
Menyampaikan tujuan tujuan pertemuan sesuai
kontrak waktu

Proses

Menjelaskan tentang pengertian Polip nasi


Menjelaskan tentang penyebab Polip nasi
30 menit
Menyebutkan tanda dan gejala Polip nasi
Menyebutkan komplikasi Polip nasi
Menjelaskan tentang penatalaksanaan perawatan
pasien Polip nasi

Memberikan pertanyaan pada keluarga


Menutup pertemuan dan mengucapkan salam
Kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya

Penutup

10 menit

F. Setting Tempat
A
B

Keterangan:
F
Ob
A : Penyampai Materi
B: Peserta Didik
F: Fasilitator
Ob: Observasi
G. Media
Lembar balik
Leaflet
H. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi struktur
Semua anggota keluarga hadir dalam acara penyuluhan
2. Evaluasi Proses

Peserta/keluarga bersedia dirumah sesuai dengan kontak waktu yang


ditentukan
Anggota keluarga antusias untuk bertanya tentang hal hal yang tidak
diketahuinya
3. Evaluasi Hasil
Kegiatan penyuluhan berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
Adanya kesepakatan antara keluarga dengan perawat dalam melaksanakan
implementasi keperawatan selanjutnya

Tinjauan Pustaka
III.1 Definisi
Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan
licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan
penyakit tersendiri tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit
dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma(2).
Polip yang multipel dapat timbul pada anak-anak dengan sinusitis kronik,
rhinitis alergi, fibrosis kistik atau sinuisitis jamur alergi. Polip sangat bervariasi pada
setiap individu, polip dapat berupa polip antro-koanal, polip jinak yang besar ataupun
polip multipel yang dapat merupakan lesi jinak atau merupakan suatu keganasan
seperti: glioma, hemangioma, papiloma, limfoma, neuroblastoma, sarcoma, karsinoma
nasofaring dan papiloma inverted.(2)
Kita harus mewaspadai setiap anak dengan polip jinak yang multipel yang
dihubungkan dengan fibrosis kistik dan asma.

Gambar 5. Nasal Polyp(3)

Tempat asal
Tumbuhnya polip terutama di bagian-bagian sempit di bagian atas hidung, di
bagian lateral konka media, dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di
tempat inilah mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan
endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat.(4)

III.2. Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi
alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum
diketahui dengan pasti. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa
hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh
gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan
eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya
ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak anak. Pada anak anak, polip
mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis(8).
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :

4.

1.

Alergi terutama rinitis alergi.

2.

Sinusitis kronik.

3.

Iritasi.

Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi

konka(8)
Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya
polip, yaitu :
1.

Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.

2.

Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.

3.

Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung.

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat


yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang
lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa
dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal
dari daerah yang sempit di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun
demikian polip juga dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal
dan seringkali bilateral dan multipel.(9)
III.3. Patofisiologi1
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di
daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga
mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang
sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil
membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip (1).
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab
tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama,
vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa.
Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk
suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid.
Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi
karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang
yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi
perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip
akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

Makroskopis
Secara makroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan
licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan,agak bening, lobular,
dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit).

Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan
sedikitnya aliran darah ke polip.bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna
polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun
warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan
ikat(11).
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostio-meatal di meatus
medius dan sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin
tempat asal tangkai polip dapat dilihat(11)
Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar dinasofaring, disebut
polip koana.polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga
polip antro-koana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus
etmoid(11).
Mikroskopis
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung
normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Selselnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa
mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip
yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara,
menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi(11).
Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe
eosinofilik dan tipe neutrofilik.

Gambar 6. Gambaran endoskopi cavum nasi kiri, menunjukkan


polip pada prosesus uncinatus. Tampak jelas polip berada di
tengah, berwarna pucat dan putih berkilau.(3)
Antrochoanal polip adalah polip soliter yang tumbuh dari antrum maxila.
Killian 1906 adalah orng pertama yang menemukan antrochoanal polip. Walaupun
etiologinya blm diketahui secara pasti, namun alergi dapat dijadikan salah satu faktor
pencetus. Polip tersebut keluar dari antrum maxila dan dapat prolaps melalui ostium
asesorius kedalam kavum nasi dan membesar ke arah posterior choana dan nasofaring.
(8)

Gambar 7. Polip antrochoanal kiri yang menggantung pada orofaring(3)

III.4. Gejala Klinis


Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di
hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya.
Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila
polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis
dengan keluhan nyeri kepala dan rinore(1).
Gejala Subjektif:
v Hidung terasa tersumbat
v Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman)
v Nyeri kepala
v Rhinore
v Bersin
v Iritasi di hidung (terasa gatal)
v Post nasal drip
v Nyeri muka
v Suara bindeng
v Telinga terasa penuh
v Mendengkur
v Gangguan tidur
v Penurunan kualitas hidup

Gejala Objektif:
v Oedema mukosa hidung
v Submukosa hipertropi dan tampak sembab
v Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan
v Bertangkai(11)

Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi
di hidung. Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka
hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan konka
polipoid ialah :
Polip :
-

Bertangkai

Mudah digerakkan

Konsistensi lunak

Tidak nyeri bila ditekan

Tidak mudah berdarah

Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil

III.5. Diagnosis
Anamnesa
Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung rasa tersumbat dari ringan
hingga berat, rinore yang jernih hingga purulen, hipoosmia atau anosmia. Dapat juga
disertai bersin-bersin, rasa nyeri dihidung disertai sakit kepala di daerah frontal.
Biladisertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rinorepurulen.
Gejalasekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut, suara sengau,
halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu dapat juga

menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi,
terutama dengan asma(15).
Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga
hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius

dan mudah digerakkan.


Naso-endoskopi
Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan
rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan naso endoskopi
Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal
dari ostium asesorius sinus maksila
Pemeriksaan nasoendoskopi memberikan visualisasi yang baik terutama pada
polip nasi yang kecil di meatus media (Assanasen 2001). Penelitian Stamberger pada
200 pasien polip nasi yang telah dilakukan bedah sinus endoskopik fungsional
ditemukan polip sebanyak 80% di mukosa meatus media, processus uncinatus dan
infundibulum (Tos 2001). Stadium polip berdasarkan pemeriksaan nasoendoskopi
menurut Mackay dan Lund dibagi menjadi stadium 0: tanpapolip, stadium 1:
polipterbatas di meatus media, stadium 2: polip di bawah meatus media, stadium 3:
polipmasif (Assanasen 2001). Polip nasi hampir semuanya bilateral dan bila unilateral
membutuhkan pemeriksaan histopatologi untuk menyingkirkan keganasan atau kondisi

lain seperti papiloma inverted (16).


Pada pemeriksaan histopatologi, polip nasi ditandai dengan epitel kolumnar
bersilia, penebalan dasar membran, stoma edematous tanpa vaskularisasi dan adanya
infiltrasi sel plasma dan eosinofil. Eosinofil dijumpai sebanyak 85% pada polip dan
sisanya merupakan neutrofil (16)

Pemeriksaan Radiologi(15)
Foto polos sinus paranasal
CT scan
Dapat melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada
proses radang, kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada KOM. Pemeriksaan
tergantung klinis, terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan

terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan
bedah terutama bedah endoskopi

III.6. Diagnosis Banding


Polip didiagnosabandingkan dengan konka polipoid, yang ciri cirinya sebagai
berikut(15) :
-

Tidak bertangkai

Sukar digerakkan

Nyeri bila ditekan dengan pinset

Mudah berdarah

Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip


dan konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati
hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa
menyebabkan vasokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan darah yang berbahaya
pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya (15).

III.7 Penatalaksanaan
Karena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi inflamasi, maka
penatalaksanaan medis ditujukan untuk pengobatan yang tidak spesifik. Pada terapi
medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat diberikan secara
sistemik ataupun intranasal(10).
Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi dalam waktu
yang singkat, dan pemberiannya perlu memperhatikan efek samping dan kontraindikasi.
Kortikosteroid oral adalah pengobatan paling efektif untuk pengobatan jangka pendek
dari polip nasi, dan kortikosteroid oral memiliki efektivitas paling baik dalam
mengurangi inflamasi polip.(10,11)

Kortikosteroid

juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk spray

steroid, yang dapat mengurangi atau menurunkan pertumbuhan polip nasi yang kecil,
tetapi secara relatif tidak efektif untuk polip yang masif. Steroid intranasal paling
efektif pada periode post operatif untuk mencegah atau mengurangi relaps(10).
Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi pada polip
yang dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat diberikan antihistamin
oral untuk mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi. Bila telah terjadi infeksi yang
ditandai dengan adanya sekret yang mukopurulen maka dapat diberikan antibiotik(11).

Pengobatan Medikamentosa
Steroid oral dan topikal di berikan pada pengobatan pertama pada nasal polip.
Antihistamin, dekongestan dan sodium cromolyn memberikan sedikit keuntungan.
Imunoterapi mungkin dapat berguna untuk pengobatan rhinitis alergi, tapi bila di
gunakan sendirian, tak dapat berguna pada polip yang telah ada, pemberian antibiotik
bila terjadi superimposed infeksi bakteri.(10,11)
Kortikosteroid adalah pengobatan pilihan, baik secara topikal maupun sistemik.
Injeksi

langsung

pada

polip

tidak

dibenarkan

oleh Food

and

Drug

Administrationkarena dilaporkan terdapat 3 pasien dengan kehilangan penglihatan


unilateral setelah injeksi intranasal langsung dengan kenalog. Keamanan mungkin
tergantung pada ukuran spesifik partikel. Berat molekuler yang besar seperti Aristocort
lebih aman dan sepertinya sedikit yang di pindahkan ke area intrakranial. Hindari
injeksi langsung ke dalam pembuluh darah.(16)
Steroid oral paling efektif pada pengobatan medis untuk nasal polipoid. Pada
dewasa penulis banyak menggunakan prednison (30-60mg) selama 4-7 hari dan
diturunkan selama 1-3 minggu. Variasi dosis pada anak-anak, tetapi maksimum
biasanya 1mg/kb/hari selama 5-7 hari dan diturunkan selama 1-3 minggu(16).

Respon dengan kortikosteroid tergambar dari ada atau tidaknya eosinofilia, jadi
pasien dengan polip dan rhinitis alergi atau asma seharusnya respon dengan pengobatan
ini. Pasien dengan polip yang sedikir eosinofil mungkin tidak respon terhadap steroids.
Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan karena efek
sampingnya yang merugikan ( seperti gangguan pertumbuhan, Diabetes Melitus,
hipertensi, gangguan psikis, gangguan pencernaan, katarak, glukoma, osteoporosis)(16).
Pemberian topikal kortikosteroid di berikan secara umum karena lebih sedikit
efek yang merugikan dibandingkan pemberian sistemik karena bioavaibilitasnya yang
terbatas. Pemberian jangka panjang khususnya dosis tinggi dan kombinasi dengan
kortikosteroid inhalasi, terdapat resiko penekanan hipotalamus-pituari-adrenal aksis,
pembentukan katarak, gangguan pertumbuhan, perdarahan hidung, dan pada jarang
kasus terjadi perforasi septum(16).
Kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang biasa diberikan padapasien polip
hidung. Namun, memberikan efek samping yang serius seperti perdarahan usus bila
diberikan dalam dosis yang besar dan dalam waktu yang lama. Inhibitor COX-2 juga
mempunyai efek anti inflamasi dan dikenal tidak memberikan efek samping pada
gastrointestinal.(14)
Pembedahan dilakukan jika:
1. Polip menghalangi saluran nafas
2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus
3. Polip berhubungan dengan tumor
4. Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang gagal
pengobatan maksimum dengan obat- obatan.
Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan
menggunakan senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi belum
memadati rongga hidung. Bedah sinus endoskopik (Endoscopic Sinus Surgery)
merupakan

teknik

yang

lebih

baik

yang

tidak

hanya

membuang polip tapi juga membuka celah di meatus media, yang merupakan tempat
asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan.
Surgical micro debridement merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat,
pemotongan jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang
lebih baik.(2,15)
Keputusan atas pembedahan ditentukan dari penemuan CT-Scan sinus paranasal
sebelum operasi. Anterior ethmoidectomy, posterior ethmoidectomy,

antrostomy

meatus medius dan pembersihann resesus frontalis dapat dilakukan pada semua pasien.
8. Prognosis
Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap berlanjut. Rekurensi
dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multipel. Polip tunggal yang besar seperti
polip antral-koanal jarang terjadi relaps(6).
Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu ditujukan
kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah
menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi(6).
Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang
berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan
dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara
desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan(9).

DAFTAR PUSTAKA
1. Throat Departement, Medical Faculty,Hasanuddin University, Makassar The Indonesian
Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

2. Kevin T Kavanagh. Nasal polypectomy.All Rights Reserved www.ent-usa.com


3. Soetjipto D, Mangunkusumo Endang, Retno S.Wardani.dalam:Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi VI cetakan II. Balai Penerbit FK-UI,
Jakarta 2008.hal 118-122
4. Higler, Peter. Hidung (Anatomi

dan

fisiologi

terapan).

Dalam:Effendi

H,

editor:BOEIS:Buku Ajar Penyakit THT.Edisi keenam.Philadelphia:WB Saunders


Company,1997.Hal 173-188
5. Ballenger, John Jacob. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea & Febiger
14th edition. Philadelphia 1991
6. Bechara Y Ghorayeb .Nasal polyps.http://www.otolaryngologyHouston.htm)
7. Alper Nabi Erkan, MD, zcan akmak, MD, and Nebil Bal, MD.Frontochoanal polyp
article by All Rights Reserved
8. John E McClay GOOD. Nasal Polyps. Associate Professor of Pediatric Otolaryngology,
Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, Children's Hospital of Dallas,
University of Texas Southwestern Medical School. update Oct 22, 2008
9. Mangunkusumo,Endang, Retno S.Wardani.dalam:Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok edisi VI cetakan II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2008.hal 123-125
10. J. Gulia, S. P. S. Yadav, N. Sharma, H. & A. Hooda. Ectopic Tooth In Osteomeatal
Complex Presenting With Nasal Polyps: A Case Report. The Internet Journal of
Otorhinolaryngology. 2010 Volume 12 Number 1
11. Bangladesh J Otorhinolaryngol,Article by :Abu Hena Mohammad Parvez Humayun1,
AHM Zahurul Huq2, SM Tarequddin Ahmed3, Md. Shah Kamal4, Kyaw Khin U3,
Nilakanta Bhattacharjee. Vol. 16, No. 1, April 2010
12. Fransina, R.Sedjawidada, Amsyar Akil, Fadjar Perkasa, Abdul Qadar Punagi Ear Nose
Throat Departement,

Medical Faculty,Hasanuddin University, Makassar. The

Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008.


13. S. P. Gulati, Anshu, R. Wadhera & A. Deeo : Efficacy of Functional Endoscopic Sinus
Surgery in the treatment of Ethmoidal polyps . The Internet Journal of
Otorhinolaryngology. 2007 Volume 7 Number 1
14. Immunologic factors in patients with chronic polypoid sinusitis. Nikakhlagh
S, Ghafourian-Boroujerdnia M, Saki N, Soltan-Moradi MR, Rahim F. Niger J
Med. 2010 Jul-Sep;19(3):316-9.
15. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok edisi VII cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2012

16. Newton, J.R., Ah-See., 2008. A Review of Nasal Polyposis,Department of Otolaryngology


Head and Neck Surgery

17. Assanasen, P &Naclerio, RM. 2001. Medical and Nasal surgical management of nasal polyps in
Current opinion in Otolaryngology and Head and Neck Surgery. Lippincott William and
Wilkins Inc, p. 27-36.

Anda mungkin juga menyukai