Anda di halaman 1dari 22

PORTOFOLIO

JUDUL
INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT
Oleh : dr. Yuliza Chyntia Utami
Pendamping : dr. Nurafdaliza

RSUD SUNGAI DAREH 2

PORTOFOLIO

JUDUL
INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT

Oleh :
dr. Yuliza Chyntia Utami

Pendamping :
dr. Nurafdaliza

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI


DAREH
DHARMASRAYA

2016
PORTOFOLIO
No. ID/ Nama Peserta : dr. Yuliza Chyntia Utami
No. ID/ Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh
Topik : INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT
Tanggal Kasus : 19 Desember 2015
Presenter : dr. Yuliza Chyntia Utami
Tanggal Presentasi : 29 Januari 2016
Pendamping : dr.Nurafdaliza
Tempat Presentasi : RSUD Sungai Dareh
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Laki-laki, 31 tahun, datang kiriman dari IGD dengan keluhan
terminum racun serangga sejak 1 jam SMRS. Pasien mengira air di dalam
botol mineral adalah air minum biasa, ternyata yang terminum adalah racun
serangga yang dimasukkan ke dalam botol mineral. Sebelum ke RS pasien
sudah dibawa oleh keluarga ke klinik bidan dan sudah diberi minum susu.
Pasien datang dengan kesadaran compos mentis. Mual (+), muntah (+)
frekuensi > 5x/hari, warna putih kekuningan, darah (-). Sakit perut (+).
Sesak napas (-). Pasien juga mengeluhkan pusing beberapa saat setelah
keluhan mual-muntah. BAB cair (+) 3x/hari, air>ampas, lendir (-), darah(-).
BAK dalam batas normal. Keringat dingin (+). Riwayat mempunyai
masalah, stress dan depresi disangkal.
Tujuan : Mendiagnosis dan menatalaksana yang tepat pada kasus Intoksikasi
Organofosfat.
Bahan Bahasan
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara Membahas
Diskusi
Presentasi & Diskusi
Email
Pos
Data Pasien
Nama : Tn. R/ 31 Tahun
No. Registrasi :
Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh
Terdaftar Sejak : 19 Desember 2015
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis :
Pasien kiriman dari igd dengan keluhan :

Terminum racun serangga sejak 1 jam SMRS. Pasien mengira air di dalam botol
mineral adalah air minum biasa, ternyata yang terminum adalah racun serangga yang
dimasukkan ke dalam botol mineral. Sebelum ke RS pasien sudah dibawa oleh keluarga
ke klinik bidan dan sudah diberi minum susu. Pasien datang dengan kesadaran compos
mentis.

Mual (+), muntah (+) frekuensi > 5x/hari. Warna putih kekuningan, darah (-). Sakit perut
(+). Sesak napas (-).

Pasien juga mengeluhkan pusing beberapa saat setelah keluhan mual-muntah.

BAB cair (+) 3x/hari, air>ampas, lendir (-), darah(-). BAK dalam batas normal.

Keringat dingin (+)

Riwayat mempunyai masalah, stress dan depresi disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat Hipertensi, DM, dan Jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami sakit serupa dengan pasien.
Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum / Kesadaran : sedang / compos mentis


Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 68 x/mnt
Frekuensi nafas : 20 x/mnt
Suhu : 36,5 oC
Status Generalis
o Kepala : Normocephal
o Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokhor, diameter 3
o
o
o
o

mm/ 3 mm, reflex cahaya (+/+), miosis (-).


Hidung : pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : normotia, liang telinga lapang, membrane timpani intake
Mulut : mukosa lembap, sianosis (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan : ICS IV PSL dextra, batas jantung kiri : ICS
5 MCL sinistra, pinggang jantung : ICS 3 PSL sinistra

Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)


o Paru
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
o Abdomen
Inspeksi : datar, simetris
Palpasi : soepel, turgor cukup, nyeri tekan epigastrium (+), hepar/ limpa
tidak teraba besar
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
o Ekstremitas : Refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-), Akral hangat, perfusi
baik CRT < 3 , edema (-).
Diagnosis
Intoksikasi Organofosfat
Penatalaksanaan
Farmakologis
- Bilas lambung 50 cc susu /15 menit alirkan NGT
- IVFD RL guyur 1 kolf
- Inj. Pantoprazol 1x1 (iv)
- Sulfas atropin 2 mg 1x 8 ampul (iv)
Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad fungsionam : ad bonam

Daftar Pustaka
1. Djoko Widayat. 2006. Keracunan Bahan Kimia, Obat dan Makanan. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid 1 Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal :
214-216.
2. Elisa UGM. Dalam : Penatalaksnaan Umum Keracunan. 2014. Dari :
www.elisa.ugm.ac.id/user/Penatalaksanaan-Umum-Keracunan.html [Diakses 21
Desember 2015]
3. Dwirara, Nora. Dalam : LP Askep Keracunan Insektisida. 2014. Dari :
http://noradwirara.blogspot.com/2014/LP-Askep-Keracunan-Insektisida.html [Diakses

21Desember 2015]
4. Documents. Dalam : Referat Keracunan Oragnofosfat. 2015. Dari :
http://dokumen.tips/dokuments/referat-keracunan-organofosfat.html [Diakses 23
Desember 2015]
5. Saputra, Exka. Dalam : Askep Intoksikasi Organofosfat. 2012. Dari :
http://exkasaputra.blogspot.com/2012/10/askep-intoksikasi -organofosfat.html
[Diakses : 22 Desember 2015]
6. Indah. Dalam : Keracunan Organofosfat. 2011. Dari :
http://imindah.blogspot.com/2011/04/keracunan-organofosfat.html [Diakses : 23
Desember 2015]

Hasil Pembelajaran

Menegakkan diagnosis Intoksikasi Organofosfat


Memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap Intoksikasi Organofosfat

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN

1. SUBJEKTIF
Laki-laki, 31 tahun, datang kiriman dari IGD dengan keluhan terminum racun serangga
sejak 1 jam SMRS. Pasien mengira air di dalam botol mineral adalah air minum biasa,
ternyata yang terminum adalah racun serangga yang dimasukkan ke dalam botol mineral.
Sebelum ke RS pasien sudah dibawa oleh keluarga ke klinik bidan dan sudah diberi
minum susu. Pasien datang dengan kesadaran compos mentis. Mual (+), muntah (+)
frekuensi > 5x/hari. Warna putih kekuningan, darah (-). Sakit perut (+). Sesak napas (-).
Pasien juga mengeluhkan pusing beberapa saat setelah keluhan mual-muntah. BAB cair
(+) 3x/hari, air>ampas, lendir (-), darah(-). BAK dalam batas normal. Keringat dingin (+).
Riwayat mempunyai masalah, stress dan depresi disangkal.

2. OBJEKTIF
Hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, diagnosis pasien ini ke arah Intoksikasi
Organofosfat. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Gejala klinis : Mual (+), muntah (+) frekuensi > 5x/hari. Warna putih kekuningan, darah
(-). Sakit perut (+). Sesak napas (-). Pasien juga mengeluhkan pusing beberapa saat
setelah keluhan mual-muntah. BAB cair (+) 3x/hari, air>ampas, lendir (-), darah(-). BAK
dalam batas normal. Keringat dingin (+).
Hasil pemeriksaan fisik : TD: 110/80 mmHg, HR: 68 x/i, RR: 20x/i, T: 36,5 0 C
Kepala
: ca -/-, si -/-, miosis (-)
Thorax
: simetris ka=ki, sv +/+, Rh -/-, Wh -/Abdomen : soepel (+), Bu(+), nyeri tekan epigastrium (+)
Extremitas : akral hangat, CRT < 3, edema (-)

3. ASSESMENT ( Penalaran Klinis)


DEFINISI
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum,
alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik. Keracunan juga merupakan kondisi atau keadaan
fisik yang terjadi jika suatu zat,dalam jumlah relatif sedikit, terkena zat tersebut pada permukaan
tubuh, termakan, terinjeksi, terisap atau terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh,
tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek
yang tidak diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan
struktur/gangguan fungsi tubuh. (1,3,4,5)
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung
(inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan
dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih
organ tubuh atau jaringan (Mc. Graw Hill Nursing Dictionary). (1,3,4,5)
Menurut Taylor racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil bila
masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau
kematian . Baygon termasuk kedalam salah satu jenis racun, yaitu racun serangga (insektisida).
Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi yaitu: (3,5,6)

a) Insektisida golongan fospat organic (IFO), seperti : Malathoin, Parathion, Paraoxan , diazinon,
dan TEPP.
b) Insektisida golongan karbamat, seperti : carboryl dan baygon
c) Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan, seperti : DDT endrin, chlordane, dieldrin
dan lindane.
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan
sering menyebabkan keracunan pada manusia. Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah
sedikit, dapat menyebabkan kematian pada manusia. Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetilkholin menjadi asetat dan kholin.
Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetikholin meningkat dan berikatan dengan
reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan
timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Keracunan akibat
insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri, jarang sekali akibat
pembunuhan. (3,4,5,6)
Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan oleh
senyawa organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP) dan oktamil
pirofosforamida (OMPA) yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan cara tertelan, terhirup
nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata. (7)
PATOFISIOLOGI
Insektisida

ini

bekerja

dengan

menghambat

dan

menginaktivasikan

enzim

asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh
susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf
motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin
pada tempat-tempat tersebut. Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron neuron yang
ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya
katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem
saraf pusat neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan
hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.

Golongan organofosfat bekerja selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak
menyebabkan resistensi pada serangga. Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat
aktivasi enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Keracunan pestisida
golongan

organofosfat

disebabkan

oleh

asetilkolin

yang

berlebihan,

mengakibatkan

perangsangan terus menerus saraf muskarinik dan nikotinik.


Golongan

organofosfat

bekerja

dengan

cara

menghambat

(inaktivasi)

asetilkolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal, enzim KhE

enzim

bekerja untuk

menghidrolisis asetilkholin dengan jalan mengadakan ikatan insektisida organofosfat dan


kholinesterase lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan aseteilkholin ditempattempat tertentu, sehingga timbul gejala-gejala rangsangan asetilkolin yang berlebihan, yang akan
menimbulkan efek muskarinik, nikotinik, dan SSP. (3,4,5,6)

Cara Kerja Racun


Bila dilihat dari cara kerjanya, maka insektisida golongan fospat organik dan golongan
karbamat dapat dikategorikan dalam antikolinesterase (Cholynesterase inhibitor insektisida),
sehingga keduanya mempunyai persamaan dalam hal cara kerjanya, yaitu merupakan inhibitor
yang langsung dan tidak langsung terhadap enzim kholinesterase.
Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui oral, inhalasi, dan kulit. Masuk ke dalam tubuh
dan akan mengikat enzim asetilkholinesterase ( AChE ) sehingga AChE menjadi inaktif maka
akan terjadi akumulasi dari asetilkholin. Dalam keadaan normal enzim AChE bekerja untuk
menghidrolisis arakhnoid (AKH ) dengan jalan mengikat Akh AChE yang bersifat inaktif. Bila
konsentrasi racun lebih tinggi akibatnya akan terjadi penumpukan AKH ditempat-tempat
tertentu, sehingga timbul gejala gejala berupa ransangan AKH yang berlebihan yang akan
menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi
SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan-ikatan IFO AChE bersifat menetap (ireversibel), sedangkan
keracunan carbamate ikatannya bersifat sementara (reversible ). Secara farmakologis efek AKH
dapat dibagi 3 golongan : (3,4,5,6,7)

a) Muskarinik, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus
dan jantung. Singkatan DUMBELS berguna untuk mengingat karena gejala dan tanda ini
berkembang

lebih

awal,

12-24

jam

setelah

ingestion

(Diare,

Urinasi,

Miosis,

Bronkospasme/Bradikardi, Emesis, Lakrimasi, Salivation dan Hipertensi).


b) Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot
pernafasan.
c) SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, ketakutan, gelisah, kejang-kejang
(konvulsi) sampai koma.
5. Pada pemeriksaan anamnesa ada kontak dengan keracunan golongan ini.
DIAGNOSIS KERACUNAN
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengungkap kasus keracunan yaitu :
Anamnesa : yang mengatakan bahwa korban benar-benar kontak dengan racun (injeksi, inhalasi,
ingesti, absorbsi, melalui kulit atau mukosa). Pada umumnya anamnesa tidak dapat dijadikan
pegangan sepenuhnya sebagai kriteria diagnostik, misalnya kasus bunuh diri. Keluarga korban
tentunya tidak akan memberikan keterangan yang benar, bahkan cenderung untuk
menyembunyikannya, karena kejadian tersebut merupakan aib bagi pihak keluarga korban. (4)
Pada anamnesa perlu ditanyakan riwayat alergi, misalnya alergi makanan obat atau zatzat tertentu. Tanyakan juga obat-obat yang biasa digunakan. Riwayat penyakit terdahulu atau
yang sedang dialami. Tanyakan makanan yang terakhir di makan pasien. Dan tanyakan apakah
pasien sedang bekerja dilingkungan yang banyak polusi zat-zat kimia pestisida seperti dikebun
atau sawah. Dari anamnesa kita bisa mengetahui penyebab dan jumlah racun yang terminum atau
diminum oleh pasien. (3,5,7)
Tanda dan gejala yang mungkin timbul akibat reaksi keracunan adalah gangguan
penglihatan, gangguan pernafasan dan hiper aktif gastrointestinal. Yang paling menonjol adalah
kelainan visus, hiperaktivasi kelenjar ludah, keringat, dan saluran pencernaan, serta kesukaran
bernapas. Untuk jenis keracunan akut dan kronis memiliki tanda dan gejala yang berbeda-beda,
seperti yang dijelaskan di bawah ini : (3,4,5,6,7)
a. Keracunan Akut

Tanda dan gejala timbul dalam waktu 3060 menit dan mencapai maksimum dalam 28
jam.
-

Keracunan ringan : Anoreksia, sakit kepala, pusing, lemah, ansietas, tremor lidah dan

kelopak mata, miosis, penglihatan kabur.


Keracunan Sedang : Nausea, salivasi, lakrimasi, kram perut, muntah muntah,

keringatan, nadi lambat dan fasikulasi otot.


Keracunan Berat : Diare, pupil pin point, pupil tidak bereaksi, reflek cahaya negatif,
sukar bernafas, edema paru, sianons, kontrol spirgter hilang, kejang kejang, koma,
dan blok jantung.

b. Keracunan Kronis
Penghambatan kolinesterase akan menetap selama 26 minggu (organofospat) . Untuk
karbamat ikatan dengan AchE hanya bersifat sementara dan akan lepas kembali setelah beberapa
jam (reversibel ) . Keracunan kronis untuk karbamat tidak ada.
Gejalagejala bila ada dapat menyerupai keracunan akut yang ringan, tetapi bila
eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejalagejala yang berat. Kematian
biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan, dan pada penelitian menunjukkan bahwa segala
keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam aktivitas enzim kholinesterase yang
terdapat pada pons dan medulla (Bajgor dalam Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat pula
terjadi karena adanya kelemahan otot pernafasan, spasme bronchus dan edema pulmonum.
Keracunan organofosfat dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan gejala
dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten. Tanda dan gejala awal keracunan
adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang
meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama
pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi
bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek
muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis,
pernafasan Cheyne Stokes dan coma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6
8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila
gejala muncul setelah lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut
jarang terjadi. (3,4,5,6,7)
Kematian keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan. Oedem
paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan

meningkatkan kegagalan pernafasan.


Insektisida organofosfat diabsorbsi melalui cara pajanan yang bervariasi, melalui inhalasi
gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan
waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas
dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Absorbsi perkutan dapat menimbulkan keringat yang
berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan pada mata dapat
menimbulkan hanya berupa miosis atau pandangan kabur saja. Inhalasi dalam konsentrasi kecil
dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk. Komplikasi keracunan selalu dihubungkan
dengan neurotoksisitas lama dan organophosphorus-induced delayed neuropathy(OPIDN).
Sindrom ini berkembang dalam 8 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat.
Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang
kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi. Demikian juga
refleks tendon dihambat. (3,4,5,6,7)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong.
2) Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AchE dalam sel darah merah dan plasma,
penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik.
a. Keracunan akut :
Ringan 40 70 % N
Sedang 20 % N
Berat < 20 % N
b. Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 50 %, setiap individu yang
berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja
kembali bila kadar AChE telah meningkat > 75 % N.
3) Pemeriksaan PA
Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya
ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya.

Nilai laboratorium tidak spesifik, yang dapat ditemukan bersifat individual pada
keracunan akut, diantaranya leukositosis, proteinuria, glikosuria dan hemokonsentrasi. Walaupun
demikian, perubahan aktifitas kolinesterase sesuai dengan tanda dan gejala merupakan informasi
untuk diagnosa dan penanganan sebagian besar kasus.
Pada konfirmasi diagnosa, pengukuran aktifitas inhibisi kolinesterase dapat digunakan,
tetapi pengobatan tidak harus menunggu hasil laboratotium. Pemeriksaan aktivitas kolinesterase
darah dapat dilakukan dengan cara acholest atau tinktometer. Enzim kolinesterase dalam darah
yang tidak diinaktifkan oleh organofosfat akan menghidrolisa asetilkolin ( yang ditambahkan
sebagai substrat) menjadi kolin dan asam asetat.
Jumlah asam asetat yang terbentuk, menunjukkan aktivitas kolinesterase darah, dapat
diukur dengan cara mengukur keasamannya dengan indikator. Pada pekerja yang menggunakan
organofosfat perlu diketahui aktivitas normal kolinesterasenya untuk dipakai sebagai pedoman
bila kemudian timbul keracunan. Manifestasi klinik keracunan akut umumnya timbul jika lebih
dari 50 % kolinesterase dihambat, berat ringannya tanda dan gejala sesuai dengan tingkat
hambatan.
Pemeriksaan radiologi foto rontgen dilakukan untuk menilai adanya aspirasi pneumonia
akibat muntah atau material lainnya.Pemerikasaan EKG untuk memonitor kondisi fisiologis
jantung dari adanya kondisi iregularitas jantung. (3,6)
PENATALAKSANAAN
Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam keracunan adalah
melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi : (1,2,3,4,5,6,7)
1. Survey Primer
a. Resusitasi (ABCD).
Airway
Periksa kelancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi pada pasien dengan
keracunan baygon, botulisme karena pasien sering mengalami depresi pernapasan. Usaha untuk
kelancaran jalan napas dapat dilakukan dengan head tilt chin lift/jaw trust/nasopharyngeal
airway/ pemasangan guedal.
Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan, menggunakan jalan
napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai

BHD (bantuan hidup dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lendir, gigi
palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan Oropharyngealairway, alat penghisap
lendir. Posisi kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT.
Breathing = pernapasan.
Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui analisa gas darah
atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan
ekspirasi positif diberikan pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli
tetap mengembang. Berikan oksigen pada pasien yang mengalami depresi pernapasan, tidak
sadar dan syok. Jaga agar pernapasan tetap dapat berlangsung dengan baik.
Circulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan
memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari obat yang
ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah,
sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur
nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau
EKG.
Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS, ukuran dan
reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran dapat terjadi pada pasien keracunan
alkohol dan obat-obatan. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan
oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada pasien keracunan baygon, botulinum.
2. Survey Sekunder
Kaji adanya bau racun dari mulut dan muntahan, sakit kepala, sukar bicara, sesak nafas,
tekanan darah menurun, kejang-kejang, gangguan penglihatan, hypersekresi hidung, spasme
laring, brongko kontriksi, aritmia jantung dan syok.
Kecelakaan yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan
racun/toksin lainnya, yang mula-mula harus dilakukan adalah mengenali (mengidentifikasi)
bahan-bahan yang diduga menjadi penyebab keracunan.

Mengenai bahan-bahan racun/toksin merupakan hal yang sangat penting artinya dalam
menentukan diagnosis keracunan. Setiap peristiwa keracunan oleh bahan-bahan racun yang jenis
dan sifatnya berlainan (berbeda), mempunyai cara-cara pertolongan dan pengobatan yang
berbeda pula.
Pada peristiwa keracunan oleh bahan-bahan racun yang jenis dan sifatnya tidak diketahui.
pertolongan dan pengobatannya didasarkan pada gambaran gejala-gejala klinis yang timbul
akibat rangsangannya.
Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey sekunder adalah
sebagai berikut :
1. Dekontaminasi
Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap
racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Ada beberapa dekontaminasi yang perlu
dilakukan yaitu:
a. Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan inhalasi
zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan berikan oksigen 100% dan jika perlu beri
ventilator. Pindahkan penderita ke tempat aman dengan udara yang segar. Pernafasan buatan
penting untuk mengeluarkan udara beracun yang terhisap, jangan menggunakan metode mouth to
mouth.
b. Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun yaitu dengan
memposisikan kepala pasien ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya.
Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat
racunnya diperkirakan sudah hilang.
c. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan
aksesoris lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air kemudian tutup rapat, cuci
bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya
keringkan dengan handuk kering dan lembut.

d. Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan pemberian
bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi
muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik.
Encerkan racun yang ada di lambung dengan air, susu atau norit. Kosongkan lambung (efektif
bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan cara :
- Dimuntahkan : Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di tenggorokan),
atau pemberian air garam atau sirup ipekak.
Kontraindikasi : cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat,
minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang.
- Bilas lambung :
Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat 5 %/asam asetat 5 %.
Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.
Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang.
- Bilas Usus Besar : bilas dengan pencahar, klisma (air sabun atau gliserin).
2. Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang
beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam.
Langkah-langkahnya meliputi :
a. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan
pemberian sirup ipecac 15 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
b. Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus
halus dan besar.
c. Kumbah lambung atau gastric lavage. Hasilnya paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan
dalam 4 jam setelah keracunan. Bilas lambung dilakukan dengan pasien telungkup, kepala dan
bahu lebih rendah. Pasang NGT dan bilas dengan air, susu, larutan norit, natrium bicarbonat 5%.
Pembilasan sampai 20x, rata-rata volume 250 cc.
Lavage lambung ini dilakukan terus sampai bersih, yang terbukti dari susu tidak
mengandung minyak lagi atau airsudah jernih. Prosedur ini tidak boleh ditunda- tunda, harus

segera dilaksanakan. Kalau susu/air hangat belum tersedia, lakukan dengan air biasa dulu. Dan
pada akhir prosedur, lambung harus kosong dan NGTsementara jangan dilepas dulu. Selain itu
cegah pasien agar tidak bertambah kedinginan, tetapi jangan diberi kompres panas,
cukup diberi selimut saja. Setelah kegawatan pasien telah diatasi, maka dianjurkan
padapasien/keluarga untuk dirawat.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi
kurang dari 4-6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung
sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah
aspirasi pneumonia.
3. Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat antidotumnya
dan sediaan obat antidotum yang tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya. Salah satu
antidotum yang bisa digunakan adalah Sulfas Atropin (SA) yang bekerja menghambat efek
akumulasi asetilkholin pada tempat penumpukannya.
Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :
a) Pengobatan Pada pasien yang sadar
-

Kumbah lambung
Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intramuscular
30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap 30 menit sampai

terjadi atropinisasi.
Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24
jam .

b) Pada pasien yang tidak sadar


-

Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)


30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30 menit sampai

pasien sadar.
Setelah pasien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai atropinisasi,

ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut kering, takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam.

c) Pada Pasien Anak


-

Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat pasien muntah.

Berikan nafas buatan bila terjadi depresi pernafasan dan bebaskan jalan nafas dari

sumbatan sumbatan.
Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.
Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 0,05 mg / Kg BB secara intra vena dan

dapat
Diulangi setiap 5 10 menit sampai timbul gejala atropinisasi. Kemudian berikan dosis

rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam.


Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara intra vena sangat

perlahan lahan atau melalui IVFD


Pengobatan simtomatik dan suportif.
Pada usia < 12 th pemberian atropin diberikan dengan dosis 0,05 mg/kg BBIV pelan-

pelan dilanjutkan dengan 0,02 -0,05mg/kg BB setiap 5 20 menit sampaiatropinisasi sudah


adekuat atau dihentikan bila :
Kulit sudah hangat, kering dan kemerahan
Pupil dilatasi (melebar)
Mukosa mulut kering
Heart rate meningkat Pada
Pada anak usia > 12 tahun diberikan 1- 2 mg IV dan disesuaikan dengan respon
penderita. Pengobatan maintenance dilanjutkan sesuai keadaan klinis penderita,atropin
diteruskan selama 24 jam, kemudian diturunkan secara bertahap. Meskipun atropin sudah
diberikan masih bisa terjadi gagal nafas karena atropin tidak mempunyai pengaruh terhadap efek
nikotinik (kelumpuhan otot ) organofosfat.
Antidotum yang kedua adalah oxime. Oxime biasa digunakan untuk mengatasi efek
neuromuskular pada kasus keracunan pestisida ini. Oxime diperlukan karena atropin tidak
memberi dampak pada efek nikotinik akibat keracunan pestisida ini. Oxime memiliki
kemampuan untuk mengaktifkan kembali enzim kholinesterase dengan cara membuang fosforil
organofosfat. Satu-satunya oxime yang bisa digunakan adalah pralidoxime. Pada dosis tinggi,
pralidoxime mampu mengurangi penggunaan atropin serta mengurangi penggunaan ventilator.
Menurut dosis yang disarankan oleh WHO, pemberian pralidoxime minimal sebanyak 30 mg/kg
BB diikuti dengan pemberian melalui infus dengan dosis kurang dari 8 mg/kgBB per jam.
Pralidoxime adalah suatu reaktivator kolinesterase spesifik dan harus digunakan di
samping atropin. Diberikan dalam suntikan 30 mg/kg BB (yaitu di atas 1-2 g) iv dengan
kecepatan yang tidak melebihi 500 mg per menit dan diulang tiap setengah jam, bila perlu.

Setelah menyuntikkan pralidoksim efek atropin dapat menjadi lebih jelas dan mungkin
diperlukan penurunan dosis atropin. Sayangnya pralidoksim tidak melintasi sawar otak sehingga
beberapa hari dan bahkan sampai berminggu-minggu, gangguan psikis masih pada pasien
tersebut. Pengobatan altenatif yang dapat melintasi sawar otak dan bekerja lebih cepat dan pada
pralidoksim dengan efek samping yang kurang adalah obidoksim (Toxogonin). Obat ini dapat
pula digabungkan dengan atropin dan akan menghasilkan reaksi pengobatan yang baik.
Obidoksim diberikan melalui suntikan im dengan dosis 3 mg/kg BB
Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala
a. Gangguan sistem pernafasan dan sirkulasi : RJP
b. Gangguan sistem susunan saraf pusat :
1) Kejang : beri diazepam atau fenobarbital 2) Odem otak : beri manitol atau dexametason.
Antiemetik : zat-zat yang digunakan untuk menghambat muntah.obat antiemetik adalah :
Antagonis reseptor 5- hydroxy-tryptamine yang menghambat reseptor serotonin di Susunan
Syaraf Pusat (SSP) dan saluran cerna. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatan post-operasi,
dan gejala mual dan muntah akibat keracunan. Beberapa contoh obat yang termasuk golongan ini
adalah : Dolasetron
Pengobatan Supportif : tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan
homeostasis fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap, dan untuk mencegah serta mengobati
komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak dan paru, pneumonia,
rhabdomiolisis, gagal ginjal, sepsis, dan disfungsi organ menyeluruh akibat hipoksia atau syok
berkepanjangan.
Perawatan suportif meliputi pertahankan agar pasien tidak sampai demam atau mengigil,
monitor perubahan perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat, distress pernapasan,
sianosis, diaphoresis, dan tanda tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau
kematian. Monitor tanda vital setiap 15 menit untuk beberapa jam dan laporkam perrubahannya
segera kepada dokter. Catat tanda-tanda seperti muntah, mual dan nyeri abdomen serta monitor
semua muntah akan adanya darah. Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan
intravenous.
Jika pernapasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa
diperlukan. Jika keracunan sebagai suatu usaha untuk membunuh diri maka lakukan safety

precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatris klinis. Pertimbangkan juga masalah
kelainan kepribadian, reaksi depresi, psikosis, neurosis, mental retardasi dan lainnya. (1,2,3,4,5,6,7)
KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa muncul pada kasus ini diantaranya adalah: shock, henti nafas, enti
jantung, kejang, koma. Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama
dan Organophosphorus Induceddeleyed Neuropathy (OPIDN). Sindrom ini berkembang dalam
8 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai
bawah bagian distal, kelemahan pada jari dan kaki berupa food drop.
Kehilangan sensori sedikit terjadi serta refleks tendon dihambat. (3,7)

PROGNOSIS
Prognosis dari kasus keracunan organofosfat pada umumnya baik, bila pengobatan
dilakukan secepat mungkin, namun akan berdampak fatal hingga pada kematian jika terjadi
kesalahan dalam pengobatan. Beberapa kesalahan pengobatan yang sering terjadi,berupa :
Resusitasi kurang baik dikerjakan.
Eliminasi racun kurang baik.
Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.
Bila pengobatan baik, 4 s/d 6 jam pasien dapat tertolong.

4. PLAN
a) Diagnosis
: Intoksikasi Organofosfat
b) Penatalaksanaan :
- Bilas lambung 50 cc susu /15 menit alirkan NGT
- IVFD RL guyur 1 kolf
- Inj. Pantoprazol 1x1 (iv)
- Sulfas atropin 2 mg 1x 8 ampul (iv)
Pendidikan :
Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien, tindakan yang akan
dilakukan, prognosis dan pengobatannya.

Menyarankan kepada keluarga pasien agar tidak sembrangan menaruh racunracun serangga dan disimpan ditempat yang aman dan jauh dari jangkauan anakanak. Hendaknya diberi lebel bahwa itu adalah zat racun berbahaya.
Jika terminum secara tidak sengaja, segera dibawa ke rumah sakit agar segera
ditangani.
Konsultasi : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Pada hari ini tanggal 29 Januari 2016 telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama peserta

: dr. Yuliza Chyntia Utami

Dengan judul

: Intoksikasi Organofosfat

Nama pendamping : dr. Nurafdaliza


Nama Wahana

: RSUD sungai dareh

Nama Peserta

O
1
2
3
4
5
6

dr. Haviz Reddy


dr. Rita Dimeisa
dr. Yuliza Chyntia Utami
dr. Syafaruddin
dr. Muhammadi
dr. Ridha Yustikasari Yusin

Tanda Tangan
1
2
3
4
5
6

Berita acara ini disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Sungai Dareh, 29 Januari 2016


Pembimbing

( dr. Nurafdaliza )

Anda mungkin juga menyukai