Anda di halaman 1dari 156

SKRIPSI

HUBUNGAN FAKTOR MANAJEMEN PENGENDALIAN INFEKSI


TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL
OLEH PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RS STELLA MARIS
MAKASSAR, TAHUN 2015

EKA SARMAYANI
K111 11 614

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

DEPARTEMEN MANAJEMEN RUMAH SAKIT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSETAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

RINGKASAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN RUMAH SAKIT
AGUSTUS 2015
EKA SARMAYANI
HUBUNGAN FAKTOR MANAJEMEN PENGENDALIAN INFEKSI
TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL DI
RUANG RAWAT INAP RS STELLA MARIS MAKASSAR TAHUN 2015
Dibimbing oleh Rini Anggraeni dan H. Noer Bahry Noor
(xx + 99 halaman + 30 tabel + 2 gambar + 7 lampiran)
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien
selama dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu
penyebab meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian di rumah sakit.
Infeksi ini dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap orang
yang datang ke rumah sakit. Dengan demikian, manajemen asuhan keperawatan
profesional pada kamar perawatan merupakan ujung tombak pengendalian infeksi
sekaligus sebagai tangan pertama yang mendata kejadian infeksi nosokomial.
Berdasarkan Kepmenkes No.129 tahun 2008, standar kejadian infeksi
nososkomial di rumah sakit sebesar 1,5%. Namun di RS Stella Maris kejadian
infeksi masih tinggi yaitu 6,9%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan pengawasan, kebijakan, evaluasi dan pelatihan terhadap pencegahan
infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat rawat inap sebanyak 160
perawat. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik proporsional sampling
dengan responden 114 perawat. Analisa data yang dilakukan adalah univariat dan
bivariat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang yang
menggunakan uji Chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebijakan
(p=0,039 dan =0,003) dan pelatihan (p=0,003 dan =0,001) dengan pencegahan
infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap RS stella maris
Makassar. Sedangkan tidak ada hubungan antara pengawasan (p=1) dan evaluasi
(p=0,591) dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di
ruang rawat inap RS stella maris Makassar.
Saran untuk RS Stella Maris Makassar agar meningkatkan pelatihan
kepada staf dan perawat khususnya yang berkaitan dengan infeksi nosokomial,
lebih meningkatkan evaluasi terhadap penerapan pencegahan infeksi nosokomial
dan meningkatkan pengawasan dalam pencegahan infeksi yang dilakukan oleh
perawat.
Daftar Pustaka
Kata Kunci

: 44 (1997-2015)
: Pengawasan, Kebijakan, Evaluasi, Pelatihan,
Pencegahan Infeksi Nosokomial.
iii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa
karena atas izin-Nya penulis bisa menyelesaikan studi sebagai mahasiswa strata-1
Manajemen

Rumah

Sakit

Fakultas

Kesehatan

Masyarakat

Universitas

Hasanuddin, dan dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Faktor


Manajemen Pengendalian Infeksi Terhadap Pencegahan Terjadinnya Infeksi
Nosokomial Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar
Tahun 2015 yang sekaligus menjadi syarat untuk menyelesaikan studi di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Tidak sedikit hambatan dan tantangan yang penulis hadapi dalam
menyelesaikan skripsi ini. Namun berkat ketabahan, kesabaaran dan dukungan
yang sangat besar dari berbagai pihak sehingga akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus dari
hati kepada Ibu Rini Anggraeni, SKM,M.Kes selaku pembimbing I dan Bapak
Dr. dr. H. Noer Bahry Noor, M.Sc selaku pembimbing II yang dengan tulus dan
ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pemikiran dalam memberikan bimbingan
kepada penulis sejak awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan
ini penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. drg. Zulkifli Abdullah, M.KES sebagai Dekan
FKM UNHAS yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan
mengenai kesehatan masyarakat kepada penulis.

iv

2. Bapak Prof. Dr. dr. H. M. Alimin Maidin, MPH selaku pembimbing


akademik yang telah memberikan bimbingan sejak tahun pertama
perkuliahan hingga proses akhir perkuliahan.
3. Bapak Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS selaku Ketua Bagian
Manajemen Rumah Sakit yang banyak membimbing dan memotivasi
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Dian Sidik Arsyad, SKM, MKM selaku penguji luar yang
bersedia memberikan waktu dan pemikirannya untuk perbaikan skripsi
ini.
5. Bapak Prof. Dr. dr. H. M. Alimin Maidin, MPH, Ibu Dr. dr. Hj. A.
Indahwaty Sidin, MHSM, Ibu Dr. Fridawaty Rivai, SKM., MARS,
Ibu Nur Arifah, SKM, MA, bapak Irwandy Kapalawi, SKM,
MSc.PH,MARS selaku dosen-dosen yang telah menambah wawasan
dan ilmu penulis mengenai dunia kesehatan masyarakat dan dunia
perumahsakitan.
6. Direktur, staf, kepala ruangan, dan perawat pelaksana di RS Stella
Maris Makassar yang telah memberikan izin dan dukungan dalam
proses penelitian serta partisipasinya dalam penyususnan skripsi ini.
7. Staf Bagian Manajemen Rumah Sakit FKM UNHAS (kak ima, kak
uga, kak eda, dan ibu ijah) atas segala bantuannya selama penulis
menjadi mahasiswa Bagian Manajemen Rumah Sakit.
8. Sahabat-sahabat terbaikku (Ingri Yunus Teda, Emmy Palumpun, dan
Yeyen Meylinda) terima kasih untuk masa-masa yang indah, selalu ada

di saat suka dan duka, yang selalu sabar menghadapi saya, yang tak
pernah lelah mendengar keluh kesah saya. Terima kasih, mungkin
tanpa kalian masa perkuliahan saya akan terasa hampa dan hanya
terlewati tanpa kesan yang berarti. Terima kasih telah membuat kesan
di setiap momen kebersamaan kita.
9. Teman-teman seperjuangan MRS angkatan 2011 Iffah, Atika, Ika,
Rusda, Istiq, Pingky, Chira, Sukma, Lina, Dwi, Dewi, Nurul, Chacha,
Indy, Ichro, Ita, Farah, Ai, Amel, Nur, Dillah, Luky, Afdhal, Iman,
Akmal, Adi, dan Aris. Terima kasih untuk masa-masa yang tidak akan
pernah terlupakan.
10. Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih
banyak atas segala bantuannya.
Skripsi ini secara khusus penulis persembahakan untuk kedua orang tua
tercinta Ayahanda Nengah Sudarma, S.E dan Ibunda Ketut Sari. Terima kasih
atas segala pengorbanan, kesabaran, doa, dukungan dan semangat yang tak ternilai
hingga penulis dapat menyelesaikan studi, kiranya amanah yang diberikan kepada
penulis tidak tersia-siakan. Penghargaan yang tulus kepada ketiga adik tersayang
Indra Dwiantara, Yudi Triatmana dan Rani Agnestya yang senantiasa
memberi warna dan keceriaan dalam kehidupan penulis, untuk kakak sekaligus
sahabat saya I Komang Juliawan, Amd.kom, S.E yang selalu sabar dalam
membimbing dan mendukung saya dalam pembuatan skripsi ini serta untuk semua
keluarga besarku.

vi

Akhirnya dengan menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat


jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran untuk penulis sangat di
harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini.

Makassar, 10 Agustus 2015

Penulis

vii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................

ii

RINGKASAN ..............................................................................................

iii

KATA PENGANTAR.................................................................................

iv

DAFTAR ISI................................................................................................

viii

DAFTAR SINGKATAN.............................................................................

xi

DAFTAR ISTILAH ....................................................................................

xii

DAFTAR TABEL .......................................................................................

xvi

DAFTAR GAMBAR...................................................................................

xix

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

xx

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................

B. Rumusan Masalah .............................................................................

C. Tujuan Penelitian ..............................................................................

D. Manfaat Penelitian ............................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum Infeksi Nosokomial................................................

10

1. Definisi Infeksi Nosokomial .......................................................

10

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi terjadinya Infeksi


Nosokomial .................................................................................

11

3. Kondisi yang Mempermudah Terjadinya Infeksi Nosokomial ...

14

4. Penyebab Infeksi Nosokomial ....................................................

16

viii

5. Upaya-upaya Untuk Mencegah Infeksi Nosokomial ..................

16

6. Upaya Pengendalian Infeksi Nosokomial ...................................

20

B. Tinjauan Umum Tentang Perawat ....................................................

23

C. Tinjauan Umum Pencegahan ............................................................

24

D. Tinjauan Umum Rumah Sakit...........................................................

26

E. Tinjauan Umum Rawat Inap .............................................................

28

F. Kerangka Teori..................................................................................

31

G. Matriks Penelitian .............................................................................

32

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian ................................................

35

B. Kerangka Operasional Penelitian......................................................

38

C. Kerangka Konsep Penelitian .............................................................

39

D. Variabel Penelitian ............................................................................

39

E. Hipotesis Penelitian...........................................................................

40

F. Definisi Operasional, Indikator, dan Kriteria Objektif .....................

42

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian..................................................................................

44

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................

44

C. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................

45

D. Jenis dan Sumber Data ......................................................................

49

E. Instrumen Penelitian..........................................................................

49

F. Cara Pengumpulan Data....................................................................

53

G. Pengolahan dan Penyajian Data ........................................................

53

ix

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Rumah Sakit ........................................................

57

1. Sejarah Rumah Sakit Stella Maris Makassar ..............................

57

2. Visi Rumah Sakit Stella Maris Makassar ...................................

61

3. Misi Rumah Sakit Stella Maris Makassar...................................

61

B. Hasil Penelitian .................................................................................

62

1. Deskripsi Karakteristik Responden.............................................

62

2. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian.......................................

67

3. Analisis Hubungan Antara Variabel ...........................................

81

C. Pembahasan.......................................................................................

87

1. Hubungan Pengawasan dengan Pencegahan Infeksi


Nosokomial .................................................................................

88

2. Hubungan Kebijakan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial .

91

3. Hubungan Evaluasi dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ....

92

4. Hubungan Pelatihan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial...

95

D. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian...........................................

97

BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................

98

B. Saran..................................................................................................

99

Daftar Pustaka .........................................................................................

DAFTAR SINGKATAN
AIDS

: Acquired immunodeficiency syndrome

HAI

: Hospital Acquired Infection

HBV

: Hepatitis B virus

HIV

: Human Immunodeficiency Virus

ICU/ICCU/PICU

: Intensive Care Unit / Intensif Coronary Care Unit /


Paediatric Intensive Care Unit

ILO

: Infeksi Luka Operasi

JCAHO

: Joint Commission on Accreditation of Health Care


Organizations

PPI

: Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

RSUD

: Rumah sakit umum daerah

THT

: Telinga, Hidung, Tenggorokan

UGD

: Unit Gawat Darurat

USG

: Ultrasonography

VIP

: Very Important Person

WHO

: World Health Organization

xi

DAFTAR ISTILAH
Chi-square

: Salah satu jenis uji komparatif non


parametris yang dilakukan pada dua
variabel, di mana skala data kedua
variabel adalah nominal.

Desimination

: Penyebarluasan informasi

Disposable

: Peralatan kesehatan yang didesain khusus


untuk sekali pakai, peralatan kesehatan ini
akan dibuang setelah digunakan satu kali
dan tidak dapat dipergunakan lagi.

Expected Count

: Frekuensi yang diharapkan

Fishers Exact Test

: Merupakan salah satu uji nonparametrik


yang digunakan untuk menganalisis dua
sampel independen yang berskala nominal
atau

ordinal

jika

kedua

sampel

indpendennya berjumlah kecil (biasanya


kurang dari 20)
Health-care Associated Infection

: Infeksi yang terjadi pada pasien selama


perawatan di rumah sakit atau fasilitas
kesehatan lainnya

Health Provider

: Pemberi pelayanan kesehatan

Higiene

: Kondisi yang bersih dan bebas dari


cemaran

xii

High Income Countries

: Kelompok negara berpenghasilan tinggi

Immunocompromised

: Kondisi abnormal di mana kemampuan


seseorang

untuk

melawan

infeksi

menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh


proses penyakit, obat-obatan tertentu, atau
kondisi yang hadir saat lahir.
Imunosupresif

: Kelompok obat yang digunakan untuk


menekan respon imun seperti pencegah
penolakan
penyakit

transpalansi,
autoimun

mengatasi

dan

mencegah

hemolisis rhesus dan neonatus.


Kuratif

: Suatu kegiatan dan/atau serangkaian


kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk
penyembuhan

penyakit,

pengurangan

penderitaan akibat penyakit, pengendalian


penyakit, atau pengendalian kecacatan
agar kualitas penderita dapat terjaga
seoptimal mungkin.
Lack of Control Management

: Kurangnya pengawasan manajemen.

Low and Midlle Income Countries

: Kelompok negara berpenghasilan rendah


dan menengah

Morbidity

: Angka kesakitan

Mortality

: Angka kematian

xiii

Preventif

: Suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu


masalah kesehatan/penyakit

Promotif

: Suatu rangkaian kegiatan pelayanan


kesehatan

yang

lebih

mengutamakan

kegiatan yang bersifat promosi kesehatan


Provincial Hospital

: Rumah sakit yang didirikan di setiap


ibukota provinsi

Purposive Random Sampling

Teknik

penentuan

sampel

dengan

pertimbangan tertentu
Rehabilitatif

: Kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan


untuk mengembalikan bekas penderita ke
dalam

masyarakat

sehingga

dapat

berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat


yang

berguna

untuk

dirinya

dan

masyarakat semaksimal mungkin sesuai


dengan kemampuannya.
Regency Hospital

: Rumah sakit yang didirikan di setiap


ibukota kabupaten

Resistensi

: Perlawanan yang terjadi ketika bakteri,


virus dan parasit lainnya secara bertahap
kehilangan kepekaan terhadap obat yang
sebelumnya membunuh mereka.

Revenue Center

: Pusat pendapatan

xiv

Skort

: Alat pelindung diri melindungi petugas


dari kemungkinan genangan / percikan
darah atau cairan tubuh lainnya yang dpt
mencemari baju petugas

Standar Operating Procedure

: Panduan hasil kerja yang diingginkan


serta proses kerja yang harus dilaksanakan

Tindakan Invasif

: Tindakan invasif adalah tindakan medik


yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh

Top Referral Hospital

: Tempat pelayanan rujukan tertinggi

Universal Precaution

: Langkah sederhana pencegahan infeksi


yang mengurangi resiko penularan dari
patogen yang ditularkan melalui darah
atau cairan tubuh diantara pasien dan
pekerja kesehatan.

xv

DAFTAR TABEL
Tabel 1

Matriks Penelitian .......................................................................

32

Tabel 2

Kerangka Operasional Penelitian................................................

38

Tabel 3

Definisi Operasional, Indikator, dan Kriteria Obyektif ..............

42

Tabel 4

Perawat Pelaksana di Unit Rawat Inap RS Stella Maris


Makassar Tahun 2015.

45

Tabel 5

Jumlah Sampel di Unit Rawat Inap RS Stella Maris Makassar

49

Tabel 6

Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Pengawasan .........

50

Tabel 7

Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Kebijakan.............

51

Tabel 8

Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Evaluasi ...............

51

Tabel 9

Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Pelatihan ..............

52

Tabel 10 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel pencegahan


infeksi nosokomial .......................................................................

53

Tabel 11 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di Ruang


Rawat Inap RS Stella Maris Makassar Tahun 2015.....................

63

Tabel 12 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di ruang


Rawat Inap RS Stella Maris Makassar Tahun 2015.....................

64

Tabel 13 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat pendidikan


di ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar Tahun 2015 ......

65

Tabel 14 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Masa Kerja di ruang


Rawat Inap RS Stella Maris Makassar Tahun 2015.....................

66

Tabel 15 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pelatihan Infeksi


Nosokomial di ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar

xvi

Tahun 2015...................................................................................

67

Tabel 16 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan


Pengawasan di RS Stella Maris Makassar Tahun 2015 ..............

68

Tabel 17 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengawasan di


Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar Tahun 2015 .........

70

Tabel 18 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan


Kebijakan di RS Stella Maris Makassar Tahun 2015 .................

71

Tabel 19 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kebijakan di Ruang


Rawat Inap RS Stella Maris Makassar Tahun 2015.....................

73

Tabel 20 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan


Evaluasi di RS Stella Maris Makassar Tahun 2015 ....................

73

Tabel 21 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Evaluasi di


Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar Tahun 2015 .........

75

Tabel 22 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan


Pelatihan di RS Stella Maris Makassar Tahun 2015 ...................

76

Tabel 23 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pelatihan di Ruang


Rawat Inap RS Stella Maris Makassar Tahun 2015.....................

77

Tabel 24 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan


Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS Stella Maris Makassar
Tahun 2015...................................................................................

78

Tabel 25 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pencegahan Infeksi


Nosokomial di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar
Tahun 2015...................................................................................

81

xvii

Tabel 26 Hubungan Pengawasan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial


oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris
Makassar Tahun 2015 ..................................................................

82

Tabel 27 Hubungan Kebijakan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial


oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris
Makassar Tahun 2015 ..................................................................

83

Tabel 28 Hubungan Evaluasi dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial


oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris
Makassar Tahun 2015 ..................................................................

85

Tabel 29 Hubungan Pelatihan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial


oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris
Makassar Tahun 2015 ..................................................................

86

Tabel 30 Rekapitulasi Hasil Analisis Hubungan Antara Variabel dengan


Pencegahan Infeksi Nosokomial .................................................

87

xviii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Teori............................................................................

31

Gambar 2 Kerangka Konsep ........................................................................

39

xix

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

Data kejadian Infeksi Nosokomial RS stella Maris


Makassar 3 Tahun Terakhir ..............................................

Lampiran 2

Penentuan Kriteria Obyektif .............................................

Lampiran 3

Kuesioner penelitian .........................................................

Lampiran 4

Hasil SPSS ........................................................................

11

Lampiran 5

Surat Izin Penelitian..........................................................

28

Lampiran 6

Surat Keterangan Selesai penelitian .................................

29

Lampiran 7

Daftar Riwayat Hidup.......................................................

30

xx

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberi pelayanan
kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat
yang memiliki pesan sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Bagi mereka yang berada dilingkungan Rumah Sakit seperti
pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien berisiko
mendapatkan infeksi nosokomial atau Health-care Associated Infection
(HAIs) (Dirjen BUK, 2010-2015).
Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya
angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit
sehingga menjadi permasalahan baru di bidang kesehatan, baik di negara
berkembang maupun negara maju. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada
penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke rumah sakit.
Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau
diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus
karier atau karena kodisi rumah sakit (Darmadi, 2008).
Dengan demikian, manajemen asuhan keperawatan profesional pada
ruangan atau kamar perawatan merupakan ujung tombak pengendalian infeksi
sekaligus sebagai tangan pertama yang mendata kejadian infeksi nosokomial
(Darmadi, 2008)

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien


selama dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya
transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan
perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat
penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta
merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang
bermutu (Darmadi, 2008).
Saat ini angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak
ukur mutu pelayanan rumah sakit. Berdasarkan Kepmenkes No. 129 tahun
2008, standar kejadian infeksi nososkomial di rumah sakit sebesar 1,5%.
Izin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka
kejadian infeksi nosokomial. Bahkan pihak asuransi tidak mau membayar
biaya yang ditimbulkan oleh infeksi ini (Darmadi, 2008).
Dalam Kepmenkes No.129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal
pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi
nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian
terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi
nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan
infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008).
Infeksi yang diperoleh di layanan kesehatan adalah salah satu penyebab
utama kematian dan peningkatan morbiditas pasien yang dirawat di rumah
sakit. Survei prevalensi yang dilakukan dibawah naungan WHO di 55 rumah
sakit dari 14 negara yang mewakili 4 daerah WHO (Eropa, Mediterania

Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% dari
pasien rumah sakit memiliki infeksi nosokomial. Setiap saat lebih dari 1,4 juta
orang di seluruh dunia menderita komplikasi infeksi yang diperoleh di rumah
sakit. Frekuensi tertinggi infeksi nosokomial dilaporkan dari rumah sakit di
Mediterania Timur dan daerah Asia Tenggara (masing-masing 11,8% dan
10,0%), serta di daerah Eropa dan Pasifik Barat dengan prevalensi masingmasing 7,7% dan 9,0%. Infeksi nosokomial yang paling sering terjadi adalah
infeksi luka bedah, infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran pernapasan
bawah. Studi WHO juga menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi infeksi
nosokomial terjadi pada unit perawatan intensif, bedah akut, dan bangsal
orthopedi (WHO, 2002)
Menurut Wikansari et al. (2012) prevalensi infeksi nosokomial di negaranegara berpendapatan tinggi (high income countries) lebih kecil dari pada di
negara-negara berpendapatan rendah dan menengah (low and midlle income
countries). Berdasarkan data dari beberapa penelitian tahun 1995-2010,
prevalensi infeksi nosokomial di negara-negara berpendapatan tinggi berkisar
antara 3,5% - 12%; sementara prevalensi di negara-negara berpendapatan
rendah dan menengah berkisar antara 5,7,% - 19,1%.
Sementara itu di Indonesia yaitu di 10 RSU pendidikan infeksi nosokomial
cukup tinggi, sebesar 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada tahun 2010. Infeksi
nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah
sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur

pembedahan. (Nugraheni et al, 2012). Prevalensi infeksi nosokomial secara


umum di Indonesia sebesar 7,1%, dimana pasien bedah merupakan pasien
yang mempunyai risiko tinggi untuk mendapatkan infeksi nosokomial
(Wikansari et al., 2012).
Menurut Soeroso (2000) dalam Saragih, R & Rumapea, N (2011) di
negara berkembang termasuk Indonesia, rata-rata prevalensi

infeksi

nosokomial adalah sekitar 9,1% dengan variasi 6,1%-16,0%. Di Indonesia


kejadian infeksi nosokomial pada jenis/tipe rumah sakit sangat beragam.
Penelitian yang dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2004 diperoleh data
proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan
jumlah pasien 1.527 orang dari jumlah pasien beresiko 160.417(55,1%),
sedangkan untuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien
dari jumlah pasien beresiko 130.047 (35,7%). Untuk rumah sakit ABRI
dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah pasien beresiko 1.672
(9,1%).
Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi
meningkat dengan pesat pada 3 dekade terakhir serta sedikit demi sedikit
resiko infeksi dapat dicegah, tapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan
penyakit immunocompromised (imunitas lemah), bakteri yang resisten
antibiotik, super infeksi virus, dan jamur, dan prosedur invasif, masih
menyebabkan infeksi nosokomial yang menimbulkan kematian sebanyak
88.000 kasus setiap tahun (WHO, 2002).

Beberapa kejadian infeksi nosokomial mungkin tidak menyebabkan


kematian pasien namun menyebabkan pasien dirawat lebih lama di rumah
sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak
produktif, sedang pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya besar.
(Dirjen BUK, 2010-2015)
Kejadian infeksi nosokomial belum di imbangi dengan pemahaman
tentang cara mencegah infeksi nosokomial dan implementasi secara baik.
Kondisi ini memungkinkan angka infeksi nosokomial di rumah sakit
cenderung tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang baik tentang
cara-cara penyebaran infeksi yang mungkin terjadi di rumah sakit.
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa kejadian infeksi nosokomial
terjadi akibat banyak faktor seperti pengetahuan tentang infeksi nosokomial
masih kurang, fasilitas yang terdapat di rumah sakit belum memadai serta
pengawasan yang kurang. Penelitian Linda (2001) pada perawat pelaksana
tentang upaya pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap di rumah
sakit pusat pertamina (RSPP) Jakarta menemukan sebanyak 53,9% tidak
menggunakan sarana dan 21,6% selalu melakukan pengawasan di ruangan.
Hasil penelitian lain yang dilakukan Fuadi (2009) menemukan bahwa kurang
dari 50% perawat yang ada di Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh yang
memiliki pengetahuan, sikap serta pengawasan yang baik.
Program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit penting bagi
kesehatan pasien dan keselamatan petugas, pengunjung dan lain-lain di
lingkungan rumah sakit. Sehingga pada tahun 1976 Joint Commission on

Accreditation of Health Care Organizations (JCAHO) memasukkan kegiatan


pengawasan, pelaporan, evaluasi perawatan, organisasi yang berkaitan dengan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial menjadi syarat untuk
akreditasi rumah sakit yang merupakan ukuran kualitas dari pelayanan
kesehatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. (Molina, 2012)
Dari survei pendahuluan yang dilakukan di RS Stella Maris Makassar
melalui wawancara langsung dengan ketua PPI bahwa kejadian infeksi
nosokomial masih cukup tinggi dibandingkan dengan standar yang ditentukan
oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan berbagai macam hal, diantaranya adalah;
alat, kebersihan tangan, perilaku perawat, dan lain-lain.
Melalui wawancara tersebut juga diperoleh data kejadian infeksi
nosokomial di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar selama kurun
waktu 3 tahun terakhir, dimana kejadian infeksi nosokomial di RS Stella
Maris Makassar mengalami fluktuasi. Pada tahun 2012 kejadian infeksi
nosokomial masih sesuai dengan standar yang di perbolehkan pemerintah
yaitu sebesar 1,5 %, sedangkan pada tahun 2013 kejadian infeksi
nasokomial mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu 8,4% bahkan
jauh dari standar yang telah ditentukan dan pada tahun 2014 kejadian infeksi
nosokomial juga masih tinggi yaitu sebesar 6,9%. Meskipun mengalami
penurunan, namun penurunan yang terjadi tidak begitu signifikan karena
kejadiannya masih melebihi standar infeksi yang seharusnya. Untuk
mengetahui kejadian infeksi nosokomial yang terjadi di RS stella maris secara
lengkap selama 3 tahun terakhir, dapat dilihat pada lampiran.

Rumah Sakit Stella Maris Makassar merupakan rumah sakit rujukan


dengan tipe B, rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah
sakit kabupaten, karena mempunyai jumlah tempat tidur sebanyak 170 tempat
tidur inap.
Berangkat dari masalah yang dipaparkan di atas, peneliti merasa tertarik
untuk mengetahui hubungan faktor manajemen pengendalian infeksi terhadap
pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat inap RS Stella Maris
Makassar tahun 2015 karena upaya pengendalian infeksi nosokomial
merupakan salah satu tolok ukur mutu pelayanan suatu rumah sakit dan
menjadi standar penilaian akreditasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam menjalankan pekerjaannya
seorang perawat berisiko untuk terjadinya infeksi. Oleh karena itu dibutuhkan
pengawasan, evaluasi, dan pelatihan, serta kebijakan dalam upaya mengurangi
terjadinya infeksi nosokomial. Sehingga dirumuskan suatu masalah yaitu :
Apakah ada hubungan faktor manajemen pengendalian infeksi terhadap
pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat inap RS Stella Maris
Makassar tahun 2015.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan faktor manajemen pengendalian infeksi
terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial oleh perawat di ruang
rawat inap RS Stella Maris Makassar tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk

mengetahui

hubungan

pengawasan

perawat

terhadap

pencegahan terjadinya infeksi nosokomial.


b. Untuk

mengetahui

hubungan

kebijakan

terhadap

pencegahan

terjadinya infeksi nosokomial.


c. Untuk mengetahui hubungan evaluasi perawat terhadap pencegahan
terjadinya infeksi nosokomial.
d. Untuk mengetahui hubungan pelatihan perawat terhadap pencegahan
terjadinya infeksi nosokomial.

D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat bagi Petugas Kesehatan
Bagi petugas kesehatan, penelitian ini dapat digunakan sebagai
pedoman dalam memberikan pelayanan kesehatan agar lebih berhati-hati
dalam memberikan pelayanan, sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi
nosokomial.
b. Manfaat bagi Rumah Sakit
Bagi rumah sakit, penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan
referensi dalam pengembangan pelayanan kesehatan dan sebagai bahan

pertimbangan dan masukan bagi pihak rumah sakit agar lebih


meningkatkan pelayanan serta meningkatkan pengendalian infeksi
nosokomial agar tidak semakin berkembang.
c. Manfaat bagi Peneliti
Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan
mengenai pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan dapat
memberikan pengalaman berharga dalam proses pendidikan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Infeksi Nosokomial
1. Definisi Infeksi Nosokomial.
Infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection
(HAI) adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien
dirawat di rumah sakit (WHO, 2002). Sumber lain mendefinisikan infeksi
nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan setelah dirawat 2x24 jam. Sebelum dirawat, pasien
tidak memiliki gejala tersebut dan tidak dalam masa inkubasi. Infeksi
nosokomial bukan merupakan dampak dari infeksi penyakit yang telah
dideritanya. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien
merupakan kelompok yang paling berisiko terjadinya infeksi nsokomial,
karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke pengunjung atau keluarga
ataupun dari pasien (Husain, 2008 dalam Razi 2011).
Menurut Vincent (2003) dalam Razi (2011) infeksi nosokomial
adalah suatu infeksi yang tidak terinkubasi dan terjadi ketika pasien masuk
ke rumah sakit atau akibat dari fasilitas kesehatan lainnya yang ada di
rumah sakit. Menurut Breathnach (2005) infeksi nosokomial adalah suatu
infeksi yang terjadi di rumah sakit yang berasal dari alat-alat medis,
prosedur medis atau pemberian terapi.

10

11

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial.


Secara umum faktor-faktor yang dapat menyebabkan infeksi
nosokomial terdiri dari dua bagian, yaitu faktor endogen dan faktor
eksogen. Faktor endogen meliputi umur, jenis kelamin, riwayat penyakit,
daya tahan tubuh dan kondisi-kondisi tertentu. Sedangkan faktor eksogen
meliputi lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis serta
lingkungan (Parhusip, 2005).
Menurut WHO (2002) faktor yang berhubungan dengan infeksi
noskomial adalah tindakan invasif dan pemasangan infus, ruangan terlalu
penuh dan kurang staf, penyalahgunaan antibiotik, prosedur sterilisasi
yang tidak tepat dan ketidaktaatan terhadap peraturan pengendalian infeksi
khususnya mencuci tangan.
Weinstein (1998) menyatakan bahwa meningkatnya kejadian
infeksi nosokomial dipengaruhi oleh 3 hal utama yaitu pemakaian
antibiotik dan fasilitas perawatan yang lama, beberapa staf rumah sakit
gagal mengikuti program pengendalian infeksi dasar seperti mencuci
tangan sebelum kontak dengan pasien dan kondisi pasien rumah sakit yang
semakin immunocompromised.
Pada dasarnya, infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderitapenderita yang dirawat di ruangan/bangsal manapun. Ruangan/bangsal
perawatan anak, perawatan penyakit dalam, perawatan intensif juga
perawatan isolasi. Perlu diingat, rumah sakit adalah gudang mikroba
patogen.

12

Menurut darmadi (2008) berbagai faktor luar (extrinsic faktor)


sebagai sumber penularan di rumah sakit yang berpengaruh dalam insiden
infeksi nosokomial adalah sebagai berikut :
a. Petugas kesehatan.
Petugas

kesehatan

khususnya

perawat

dapat

menjadi

sumber utama terpapar infeksi yang dapat menularkan


berbagai

kuman ke pasien maupun tempat lain karena

perawat rata-rata setiap harinya 7 -8 jam melakukan kontak


langsung

dengan

pasien.

Salah

satu

upaya

dalam

pencegahan infeksi nosokomial yang paling penting adalah


perilaku cuci tangan karena tangan merupakan sumber
penularan utama yang paling efisien untuk penularan infeksi
nosokomial. Perilaku mencuci tangan perawat yang kurang
adekuat akan memindahkan organisme-organisme bakteri
patogen secara langsung kepada hopes yang menyebabkan
infeksi nosokomial di semua jenis lingkungan pasien.
b. Lingkungan.
Lingkungan rumah sakit yang tidak bersih juga bisa
menyebabkan infeksi
penyebab

infeksi

nosokomial

sebab

mikroorganisme

bisa tumbuh dan berkembang pada

lingkungan yang tidak bersih. Lingkungan yang dimaksud


adalah lingkungan internal seperti ruang perawatan dan

13

lingkungan eksternal seperti halaman rumah sakit, tempat


pembuangan sampah, dan pengelolaan limbah
c. Peralatan medis
Peralatan medis yang dimaksud adalah alat yang digunakan
melakukan tindakan keperawatan, misalnya jarum, kateter,
kassa, instrument, dan sebagainya. Bila peralatan medis tidak
dikelola kebersihan dan kesterilannya maka akan menyebabkan
infeksi nosokomial.
d. Makanan atau minuman.
Hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita
apakah sudah sesuai dengan standart kebersihan bahan yang
layak untuk dikonsumsi bila tidak bersih itu juga akan
menyebabkan infeksi terutama pada saluran pencernaan yang
sedang mengalami iritasi.
e. Penderita lain.
Keberadaan penderita lain dalam satu kamar atau ruangan atau
bangsal perawatan dapat merupakan sumber penularan.
f. Pengunjung.
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari
luar ke dalam lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya, yang
dapat ditularkan dari dalam rumah sakit ke luar rumah sakit.
Ancaman terjadinya infeksi nosokomial pada penderita dapat
terjadi setiap saat. Hal ini merupakan realita yang perlu diwaspadai.

14

Petugas ruangan/bangsal perawatan perlu mengetahui dan menguasai


standar kerja tentang cara-cara pencegahan infeksi (kewaspadaan standar)
serta mengetahui dan mengenal sumber-sumber penularan.
3. Kondisi yang Mempermudah terjadinya Infeksi Nosokomial.
Menurut Farida (1999) infeksi nosokomial mudah terjadi karena
adanya beberapa keadaan tertentu, yaitu sebagai berikut :
a. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit atau pasien,
sehingga jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari
pada di tempat lain.
b. Pasien mempunyai daya tahan tubuh rendah, sehingga mudah tertular.
c. Rumah sakit sering kali melakukan tindakan invasif mulai dari
sederhana misalnya suntikan sampai tindakan yang lebih besar seperti
operasi. Dalam melakukan tindakan sering kali petugas kurang
memperhatikan tindakan aseptik dan antiseptik.
d. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap antibiotik,
akibat penggunaan berbagai macam antibiotik yang sering tidak
rasional.
e. Adanya kontak langsung antara pasien atau petugas dengan pasien,
yang dapat menularkan kuman patogen.
f. Penggunaan alat-alat kedokteran yang terkontaminasi dengan kuman.
Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari pasien, petugas
rumah sakit, pengunjung ataupun lingkungan rumah sakit. Selain itu setiap
tindakan, baik tindakan invasif maupun non invasif yang akan dilakukan

15

pada pasien mempunyai risiko terhadap infeksi nosokomial. Menurut


Farida (1999) sumber infeksi tindakan invasif (operasi) adalah :
1.) Petugas :
a) Tidak/kurang memahami cara-cara penularan
b) Tidak/kurang memperhatikan kebersihan perorangan
c) Tidak menguasai cara mengerjakan tindakan
d) Tidak memperhatikan/melaksanakan aseptik dan antiseptik
e) Tidak mematuhi SOP (standar operating procedure)
f) Menderita penyakit tertentu/infeksi/carier.
2.) Alat :
a) Kotor
b) Tidak steril
c) Rusak/karatan
d) Penyimpanan kurang baik
3.) Pasien :
a) Persiapan diruang rawat kurang baik
b) Higiene pasien kurang baik
c) Keadaan gizi kurang baik (malnutrisi)
d) Sedang mendapat pengobatan imunosupresif
4.) Lingkungan :
a) Penerangan/sinar matahari kurang cukup
b) Sirkulasi udara kurang baik
c) Kebersihan kurang (banyak serangga, kotor, air tergenang)

16

d) Terlalu banyak peralatan diruangan


e) Banyak petugas diruangan.
4. Penyebab Infeksi Nosokomial.
Mikroorganisme penyebab infeksi dapat berupa : bakteri, virus,
fungi, dan parasit. Penyebab utamanya adalah virus, kadang-kadang jamur
dan jarang disebabkan oleh parasit. Peranannya dalam menyebabkan
infeksi nosokomial tergantung dari patogenesis atau virulensi dan
jumlahnya.
5. Upaya-upaya Untuk Mencegah Terjadinya Infeksi Nosokomial.
Menurut Depkes (1998) dalam Razi (2011), upaya pencegahan
terhadap terjadinya infeksi nosokomial dirumah sakit yaitu untuk
menghindarkan terjadinya infeksi selama pasien di rawat di rumah sakit.
Adapun bentuk upaya pencegahan yang dilakukan antara lain :
a. Cuci Tangan.
Cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting.
Cuci tangan harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan. Walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung
lainnya. Untuk mengetahui kapan sebaiknya perawat melakukan cuci
tangan dan bagaimana cara mencuci tangan yang benar, berikut ini
akan dijelaskan mengenai tujuan mencuci tangan, dan prosedur standar
dari mencuci tangan.
1) Tujuan
a) Menekan pertumbuhan bakteri pada tangan

17

b) Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung


tangan
2) Indikasi
a) Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, sebelum dan
sesudah melakukan tindakan pada pasien, seperti mengganti,
membalut, kontak dengan pasien selama pemeriksaan harian
atau mengerjakan pekerjaan rutin seperti membenahi tempat
tidur
b) Sebelum dan sesudah membuang wadah sputum, secret
ataupun darah
c) Sebelum dan sesudah menangani peralatan pada pasien seperti
infus set, kateter, kantung drain urin, tindakan operatif kecil
dan peralatan pernafasan.
d) Sebelum dan sesudah ke kamar mandi
e) Sebelum dan sesudah makan
f) Sebelum dan sesudah membuang ingus/membersihkan hidung
g) Pada saat tangan tampak kotor
h) Sebelum dan sesudah bertugas di sarana kesehatan
3) Prosedur Standar
a) Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air
mengalir
b) Taruh sabun dibagian tengah tangan yang telah basah
c) Buat busa secukupnya

18

d) Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari selama 10-15
detik
e) Bilas kembali dengan air sampai bersih
f) Keringkan tangan dengan handuk atau kertas bersih atau tisu
atau handuk katun sekali pakai
g) Matikan keran dengan kertas atau tissue
h) Pada cuci

tangan aseptik

diikuti larangan

menyentuh

permukaan tidak steril dan penggunaan sarung tangan dan


waktu untuk mencuci tangan antara 5-10 menit
b. Dekontaminasi
Menurut Depkes (1998) dalam Razi (2011) dekontaminasi adalah
menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda
sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya. Agar seorang perawat
dapat melakukan proses dekontaminasi dengan benar, maka perawat
tersebut haruslah mengetahui tujuan dari dekontaminasi, indikasi dari
proses dekontaminasi, dan prosedur standar dari dekontaminasi.
1. Tujuan Dekontaminasi :
a. Mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu
permukaan benda
b. Mematikan mikroorganisme, misalnya HIV, HBV, dan kotoran
lain yang tidak tampak
c. Mempersiapkan permukaan alat untuk kontak langsung dengan
desinfektan atau bahan sterilisasi

19

d. Melindungi petugas dan pasien


2. Indikasi :
a. Langkah pertama bagi alat kesehatan bekas pakai sebelum
dicuci dan proses lebih lanjut
b. Langkah pertama pada penanganan tumpahan darah/cairan
tubuh
c. Langkah pertama pada dekontaminasi meja/permukaan lain
yang mungkin tercemar darah/cairan tubuh lain
d. Langkah pertama pada sarana kesehatan yang tidak memiliki
insenerator yaitu sebelum alat tersebut dikubur dengan cara
kapurisasi
3. Prosedur Standar :
a. Cuci tangan
b. Pakai sarung tangan, masker, kaca mata/pelindung wajah
c. Rendam alat kesehatan segera setelah dipakai dalam larutan
desinfektan selama 10 menit
d. Segera bilas dengan air sampai bersih
e. Lanjutkan dengan pembersihan
f. Buka sarung tangan, masukkan dalam wadah sementara
menunggu dekontaminasi sarung tangan dan proses selanjutnya
g. Cuci tangan

20

6. Upaya pengendalian infeksi nosokomial.


Darmadi (2008) mengemukakan bahwa mengamankan dan
melindungi penderita yang sedang dalam poses asuhan keperawatan
adalah tugas dan tanggung jawab semua petugas (health provider), artinya
bukan semata-mata tugas dan tanggung jawab petugas yang langsung
merawat penderita, tetapi juga bagi petugas yang bertugas di unit-unit
kerja

yang lain seperti

laboratorium, dapur, instalasi

sterilisasi

(CSSD/ISS), dan lain-lain.


Sementara itu WHO (2002) menjelaskan upaya pengendalian
infeksi nosokomial dari segi manajemen, dimana tim pengendalian infeksi
atau individu bertanggung jawab untuk pengendalian infeksi sehari-hari,
serta menyusun rencana kerja tahunan untuk diperiksa oleh komite
pengendalian infeksi dan administrasi. Orang-orang ini memiliki peran dan
dukungan teknis dalam hal :
a. Pengawasan.
Kontrol atau pengawasan adalah fungsi di dalam manajemen
fungsional yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan atau manajer
semua

unit/satuan

kerja

terhadap

pelaksanaan

pekerjaan

dilingkungannya. Oleh karena itu berarti juga setiap pimpinan/manajer


memiliki fungsi yang melekat didalam jabatannya untuk melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan tugas pokok masing-masing, sehingga disebut
pengawasan melekat.

21

Menurut Munir (1998) yang dikutip dalam Razi (2011), terjadinya


infeksi

disebabkan

karena

adanya

kekurangan

dalam

sistem

pengawasan manajeman. Kurangnya pengawasan manajemen (Lack of


control Management) dapat terbentuk kurang program, kurangnya
standar dari program atau kegagalan memenuhi standar. Pengawasan
salah satu unsur manajer profesional yang harus dilaksanakan oleh
semua anggota manajemen, baik ia seorang pengawas atau pimpinan
utama suatu organisasi.
Supervisi

bertujuan

untuk

mengorientasi,

melatih

kerja,

memimpin, memberi arahan, dan mengembangkan kemampuan


perawat pelaksana. Sedangkan supervisi berfungsi untuk mengatur dan
mengorganisir proses atau mekanisme pelaksanaan dan standar kerja
(Gillies, 1996 dalam Razi, 2011). Agar perawat pelaksana dapat
menerapkan kewaspadaan umum secara maksimal dibutuhkan
supervisi yang teratur dari kepala ruangan.
Musadad (1992) dalam Razi (2011) menyatakan bahwa supervisi
dari pimpinan sangat mempengaruhi kesadaran perawat pelaksana
untuk melakukan cuci tangan. Notoatmodjo (1989) mengemukan
bahwa perubahan perilaku pada orang dewasa, pada umumnya lebih
sulit dari pada perubahan orang yang belum dewasa. Jadi, ketika
seseorang terus diberi rangsangan dan informasi, maka perilaku
kepatuhan

dalam

pencegahan

infeksi

nosokomial

akan

sulit

22

dilaksanakan, terutama pada perawat pelaksana yang sudah berumur


tua dan sudah lama bekerja.
b. Kebijakan
Kebijakan adalah keputusan konsensus yang menggariskan
tindakan-tindakan yang harus diambil dalam situasi tertentu. Kebijakan
tersebut haruslah sederhana, mudah dilaksanakan dan meliputi caracara

kerja yang berlaku di rumah sakit. Kebijakan

pengendalian

infeksi dapat dirumuskan beberapa hal berikut :


1) Proses desinfeksi
2) Penggunaan antibiotik
3) Pelayanan-pelayanan sterilisasi
4) Penanganan dan pembuangan limbah
5) Fasilitas isolasi untuk pasien-pasien
6) Dapur dan pelayanan makanan
7) Dekontaminasi peralatan
8) Prosedur cuci tangan
Kebijakan-kebijakan tertentu mungkin perlu dirumuskan untuk
daerah-daerah kerja khusus seperti ICU, kamar operasi, unit luka
bakar, dll.
c. Evaluasi.
Evaluasi adalah kegiatan mengukur keberhasilan pencapaian
tujuan. Evaluasi ini merupakan catatan pencapaian hasil dan
keputusan-keputuasan untuk perbaikan dan aktualisasi. Aktivitas

23

evaluasi adalah mengukur dan menafsirkan hasil yang telah dicapai.


Pengukuran dikembangkan dan di administrasikan secara cermat dan
teliti. Keakuratan analisis akan menjadi bahan penarikan kesimpulan
dan pengajuan saran sesuai standar kelayakan.
d. Pelatihan
Menurut The Trainers Library (1987) dikutip dalam Linggasari
(2008), pelatihan adalah seluruh kegiatan yang di disain untuk
membantu

meningkatkan

pekerja

memperoleh

pengetahuan,

keterampilan dan meningkatkan sikap, perilaku yang dibutuhkan untuk


melaksanakan pekerjaan dengan baik yang sekarang menjadi
tanggungjawabnya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai
Sedangkan menurut Francesco Sofo (1999), pelatihan sebagai
adopsi peran seseorang membantu orang lain, kelompok dan organisasi
untuk belajar dan hidup; peningkatan fungsi manusia dan organisasi
yang berkelanjutan tentang orang, belajar dan bagaimana belajar
(Atmodiwirio, 2002 dalam Linggasari, 2008).
B. Tinjauan Umum Tentang Perawat.
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992, menyebutkan
bahwa perawat adalah orang yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
diperoleh melalui pendidikan keperawatan. (Hidayat, 2004).
Peran fungsi perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat

24

dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar
profesi keperawatan yang bersifat konstan. Menurut Konsorsium Ilmu
Kesehatan, peran perawat terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan
keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan,
dan peneliti (Hidayat, 2004).
Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana
dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta
memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya, selain itu sebagai profesi
keperawatan mempunyai otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab
dalam tindakannya serta adanya kode etik dalam bekerja kemudian juga
berorientasi pada pelayanan melalui pemberan asuhan keperawatan kepada
individu, kelompok, atau masyarakat (Hidayat, 2004).
Bentuk asuhan keperawatan ini sendiri merupakan suatu proses dalam
praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai
tatanan pelayanan kesehatan, dengan menggunakan metodologi proses
keperawatan,

berpedoman

pada

standar

keperawatan,

dilandasi

etik

keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.


Praktik keperawatan juga merupakan tindakan mandiri perawat profesional
melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan pasien dan tenaga kesehatan
lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup
wewenang dan tanggung jawabnya (Wahyono, 2004).
Pencegahan infeksi dan penularan penyakit pada tenaga kesehatan,
perawat juga berperan sebagai advokat, dimana perawat harus melaksanakan

25

prosedur tindakan pencegahan universal tanpa mengabaikan kepentingan


pasien dan tetap mengutamakan pelayanan yang terbaik untuk pasien dengan
menghindari terjadinya diskriminasi pada pasien yang berstatus infeksius
misalnya pasien Hepatitis atau AIDS (Green, 2000).

C. Tinjauan Umum Pencegahan.


Tindakan pencegahan universal atau Universal Precaution merupakan
upaya pengendalian infeksi yang harus tetap diterapkan kepada semua pasien,
setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi pada pasien maupun pada
petugas kesehatan yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya
yang mengandung darah (Khoirudin 2010 dalam Susan, 2000).
Tindakan pencegahan universal meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah
melakukan tindakan atau perawatan. Cuci tangan setelah menyentuh
darah, cairan tubuh yang mengandung darah, sekresi, ekskresi,
dan benda-benda tajam yang terkontaminasi, baik memakai sarung
tangan atau tidak. Cuci tangan juga harus dilakukan segera setelah
sarung tangan dilepas.
2. Penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan seperti :
sarung tangan, gaun pelindung, celemek (skort), masker, kaca mata,
dan sepatu tertutup untuk setiap kontak langsung dengan darah dan
cairan tubuh yang lain.
3. Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam secara hati-hati. Alat
benda tajam sekali pakai (disposable) dipisahkan dalam wadah khusus

26

untuk insenerasi. Bila tidak ada insenerator, dilakukan dekontaminasi


dengan larutan chlorine 0,5% kemudian dimasukkan dalam wadah
plastik yang tahan tusukan misalnya kaleng untuk dikubur dan
kapurisasi.
4. Pengelolaan alat kesehaatan bekas pakai dengan cara melakukan
dekontaminasi, desinfeksi, sterilisasi. Dekontaminasi dan desinfeksi
dilakukan di ruang perawatan dengan menggunakan cairan desinfektan
chlorine 0,5%, glutaraldehyde 2%, preseptatau desinfektan oleh bagian
sterilisasi dengan mesin autoclave.
5. Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar. Linen yang basah dan
tecemar oleh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, harus dikelola
secara hati-hati dengan mencegah pemaparan kulit dan membran
mukosa serta kontaminasi pakaian.
Tindakan-tindakan pencegahan universal diatas harus mutlak diterapkan
pada semua pasien, terutama pada segala jenis tindakan yang dilakukan di
ruang perawatan.

D. Tinjauan Umum Rumah Sakit.


1. Pengertian Rumah Sakit.
Menurut undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
(pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan

27

rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan


gawat darurat.
2. Jenis Rumah Sakit.
Sesuai dengan UU No. 44 Tahun 2009, rumah sakit di Indonesia
dapat dibedakan atas beberapa macam. Ditinjau dari pemiliknya maka
rumah sakit di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua yaitu : Rumah
Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta. Rumah sakit Pemerintah yang
dimaksudkan disini dapat dibedakan atas dua macam yaitu : Rumah Sakit
Pemerintah Pusat dan Rumah Sakit Pemerintah Daerah. Rumah Sakit
Pemerintah Pusat dan Daerah dapat diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit
umum kelas A, B, C dan kelas D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada
unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan.
a. Rumah Sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas
spesialistik

luas

dan
dan

kemampuan
subspesialistik

pelayanan
luas.

medik

Pemerintah

menetapkan tipe ini sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi


(top referral hospital) atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat.
b. Rumah Sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas

dan

kemampuan

pelayanan

medik

sekurang-kurangnya spesialistik dan subspesialistik terbatas.


Direncanakan rumah sakit tipe ini didirikan di setiap ibukota
provinsi (provincial hospital) dan menjadi tempat rujukan dari

28

rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak


termasuk kelas A diklasifikasikan dalam kelas ini.
c. Rumah Sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
dasar. Pada saat ini terdapat empat macam pelayanan yaitu
pelayanan penyakit dalam, bedah, kesehatan

anak

serta

kebidanan dan kandungan. Rumah sakit kelas C ini didirikan


di setiap ibukota kabupaten (regency hospital) yang menampung
pelayanan rujukan dari puskesmas.
d. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang
bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi
rumah sakit kelas C. Saat ini kemampuan rumah sakit kelas D
hanyalah

memberikan

pelayanan kedokteran umum dan

kedokteran gigi. Rumah sakit ini juga menampung rujukan dari


puskesmas.
3. Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut UU No. 44 tahun 2009 rumah sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Rumah
Sakit mempunyai fungsi :
a. penyelenggaraan

pelayanan

pengobatan

dan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

pemulihan

29

b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui


pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan
manusia dalam

pendidikan
rangka

dan

pelatihan

peningkatan

sumber

kemampuan

daya
dalam

pemberian pelayanan kesehatan; dan


d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
E. Tinjauan Umum Rawat Inap.
Menurut Nursalam (2001), pelayanan rawat inap merupakan salah satu
unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara
komprehensif untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh
pasien, dimana unit rawat inap merupakan salah satu revenew center rumah
sakit sehingga tingkat kepuasan pelanggan atau pasien bisa dipakai sebagai
salah satu indikator mutu pelayanan.
Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang
terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi
pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu
perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Rawat inap adalah
pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, pengobatan,
keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada

30

sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas dan
rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap dan
mengalami tingkat transformasi, yaitu pasien sejak masuk ruang perawatan
hingga pasien dinyatakan boleh pulang (Muninjaya, 2004).
Menurut Supranto (1997), arus pelayanan pasien rawat inap dimulai dari
pelayanan pasien masuk di bagian penerimaan pasien, pelayanan ruang
perawatan (pelayanan tenaga medis, pelayanan tenaga perawat, lingkungan
langsung, penyediaan peralatan medis/ non medis, pelayanan makanan/ gizi),
dilanjutkan pelayanan administrasi dan keuangan, terakhir pelayanan pasien
pulang.
Menurut Azwar (2000) dalam Napitupulu (2012), mutu asuhan pelayanan
rawat inap dikatakan baik, apabila :
1. Memberikan rasa tentram kepada pasien
2. Memberikan pelayanan yang profesional dan setiap strata pengelola
rumah sakit. Pelayanan bermula sejak masuknya pasien kerumah sakit
sampai pasien pulang.
Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :
a. Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien
harus mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien
memerlukan penanganan segera
b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu menaruh kepercayaan
bahwa pengobatan yang diterima dimulai secara benar

31

c. Penanganan para dokter dan perawat yang profesional akan


menimbulkan kepercayaan pasien bahwa pasien tidak salah memilih
rumah sakit
d. Ruang yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada
rumah sakit
e. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional
f. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.

F. Kerangka Teori
Faktor pengendalian infeksi :
Pengawasan

Pencegahan Infeksi
Nosokomial di
Ruang Rawat Inap

Kebijakan
Evaluasi
Pelatihan

Sumber : WHO (2002)


Gambar 1. Kerangka Teori

Keterangan :
: Variabel yang diteliti

32

G. Matriks Penelitian.
Tabel 1
Matriks Penelitian
No.
1

Nama
Peneliti
Fakhrul
Razi

Judul
Penelitian
Pengaruh faktor
internal dan
eksternal
perawat
terhadap
pencegahan
terjadinya
infeksi
noosokomial di
ruang rawat
bedah rumah
sakit umum
daerah (RSUD)
kota langsa

Masalah

Variabel
penelitian
Data yang
Variabel bebas (X)
diperoleh dari
1. Faktor
profil Rumah
internal
Sakit Umum
(pengetahuan
Daerah (RSUD)
dan sikap)
Kota Langsa
2. Faktor
tahun 2010,
eksternal
terdapat 303
(Fasilitas
kasus infeksi
keperawatan
nosokomial di 7
dan
ruangan, di mana
pengawasan
ruang rawat
Variabel terikat
bedah RSUD
(Y)
Kota Langsa
1. Pencegahan
dengan kasus
infeksi
tertinggi,
nosokomial
terdapat 88 kasus
infeksi
nosokomial.

Sampel
Seluruh perawat
yang terdapat di
ruang rawat
bedah yang
berjumlah
sebanyak 35
orang

Metode
penelitian
Penelitian survai
explanatory yang
bertujuan untuk
menganalisis
pengaruh faktor
internal
(pengetahuan dan
sikap) dan
eksternal (fasilitas
dan pengawasan)
perawat terhadap
pencegahan
infeksi
nosokomial.

Hasil Penelitian
Terdapat pengaruh
antara
pengetahuan,
fasilitas
keperawatan, dan
pengawasan
terhadap
pencegahan
infeksi nosokomial
di RSUD kota
langsa, sedangkan
variabel sikap
tidak berpengaruh
terhadap
pencegahan
infeksi nosokomial
di RSUD kota
langsa.

33

No.
2

Nama
Peneliti
Afip
Khoirudin

Judul
Penelitian
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perilaku
perawat dalam
menerapkan
prosedur
tindakan
pencegahan
universal di
instalasi bedah
sentral RSUP
dr. Kariadi
Semarang

Masalah

Variabel
penelitian
Pada tahun
Variabel bebas (X)
2008-2009
1. Pengetahuan
instalasi bedah
perawat
sentral 12 kali
2. Sikap perawat
melekukan
3. Ketersediaan
operasi
sarana
infeksius, 8
4. Motivasi
pasien dengan
perawat.
HBsAg (+) dan 4 Variabel terikat
pasien dengan
(Y) :
HIV (+). Hal ini Prosedur tindakan
membutuhkan
pencegahan
tindakan
universal.
pencegahan
universal bagi
petugas yang
bekerja di kamar
operasi,serta
nilai pencapaian
standar prosedur
tindakan
pencegahan baru
mencapai 70 %
sementara
standar yang
ditetapkanDepke
s sebesar 80%.

Sampel

Metode
penelitian
Sampel penelitian Jenis penelitian
adalah perawat
yang digunakan
yang sudah
adalah deskriptif
memenuhi kriteria kolerasi dengan
inklusi dan
rancangan cross
eksklusi yaitu
sectional.
sebanyak 40
orang.

Hasil Penelitian
Ada hubungan
antara tingkat
pengetahuan
perawat, sikap
perawat,
ketersediaan
sarana dan
motivasi perawat
dengan prosedur
tindakan
pencegahan
universal di
instalasi bedah
sentral RSUP dr.
Kariadi Semarang.

34

No.
3

Nama
Peneliti
Stefany
Antonio

Lindawati

Judul
Penelitian
Determinan
pencegahan
infeksi
nosokomial di
ruang rawat
inap rumah sakit
stella maris
Makassar

Masalah

Kejadian infeksi
nosokomial di
Ruang Rawat
Inap RS Stella
Maris Makassar
cukup tinggi
sebanyak 287
kasus dengan
kasus tertinggi
di unit kelas I
yang mencapai
22,8%
Faktor-faktor
Ingin
yang
membuktikan
berhubungan
hipotesis adanya
dengan persepsi hubungan faktor
perawat
internal dan
pelaksana
eksteruid
tentang upaya
responden
pencegahan inos dengan persepsi
di ruang rawat
perawat
inap Rumah
pelaksana
Sakit pusat
tentang upaya
Pertamina
pencegahan
Jakarta.
infeksi
nosokomial.

Variabel
penelitian
Variabel bebas (X)
1. Pengetahuan
perawat
2. Motivasi
perawat
3. Kepemimpina
n efektif
kepala
ruangan
Variabel terikat(Y)
Pencegahan
infeksi nosokomial
Variabel bebas (X)
1. Supervisi
2. Sarana
3. SOP

Sampel
Sampel penelitian
diambil dengan
teknik sampling
jenuh yaitu
sebanyak
80 responden.

Sampel berjumlah
204 orang dan
359 orang
perawat pelaksana
yang bertugas di
Variabel terikat(Y) 15 ruang rawat
Pencegahan
inap, sampel
infeksi
diambil secara
nosokomial.
acak dan besar
sampel tiap
ruangan
ditentukan secara
proporsional.

Metode
penelitian
Jenis penelitian
adalah
observasional
dengan
pendekatan cross
sectional study

Metode yang
digunakan adalah
deskriptif analis
yang bersifat
cross sectional.

Hasil Penelitian
Tidak ada
hubungan antara
pengetahuan
perawat, motivasi
perawat, dan
kepemimpinan
efektif kepala
ruangan dengan
tindakan
pencegahan
infeksi nosokomial
perawat.
Ketiga variabel
independen yaitu
supervisi, sarana
dan SOP
mempunyai
hubungan
bermakna dengan
upaya pencegahan
infeksi
nosokomial.

BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian.
Infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection (HAI)
adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien dirawat di
rumah sakit (WHO, 2004). Menurut Vincent (2003) infeksi nosokomial adalah
suatu infeksi yang tidak terinkubasi dan terjadi ketika pasien masuk ke rumah
sakit atau akibat dari fasilitas kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit.
Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya
angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit
sehingga menjadi permasalahan baru di bidang kesehatan, baik di negara
berkembang maupun negara maju. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada
penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke rumah sakit.
Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau
diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus
karier atau karena kodisi rumah sakit (Darmadi, 2008).
Dengan demikian, manajemen asuhan keperawatan profesional pada
ruangan atau kamar perawatan merupakan ujung tombak pengendalian infeksi
sekaligus sebagai tangan pertama yang mendata kejadian infeksi nosokomial.
(Darmadi, 2008).
Secara umum faktor-faktor yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial
terdiri dari dua bagian, yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor
endogen meliputi umur, jenis kelamin, riwayat penyakit, daya tahan tubuh dan

35

36

kondisi-kondisi tertentu. Sedangkan faktor eksogen meliputi lama penderita


dirawat, kelompok yang merawat (dokter, perawat, pejaga pasien), alat medis
serta lingkungan (Parhusip, 2005). Dalam pencegahan infeksi nosokomial
manajemen asuhan keperawatan merupakan hal yang penting, begitupun
dengan

manajemen

pengendalian

infeksi

dalam

pencegahan

infeksi

nosokomial.
Menurut darmadi (2008) berbagai faktor luar (extrinsic faktor) sebagai
sumber penularan di rumah sakit yang berpengaruh dalam insiden infeksi
nosokomial adalah ; petugas kesehatan, lingkungan, peralatan medis,
makanan/minuman, penderita lain, dan pengunjung. Sementara menurut WHO
(2002) tim pengendalian infeksi atau individu bertanggung jawab untuk
pengendalian infeksi sehari-hari dengan melakukan upaya pengendalian
infeksi nosokomial dari segi manajemen, dalam hal ; pengawasan, kebijakan,
evaluasi, dan pelatihan.
Pada penelitian ini, variabel yang menjadi fokus penelitian yaitu;
pengawasan, kebijakan, evaluasi, dan pelatihan.
Alasan pemilihan variabel-variabel tersebut yaitu :
1. Alasan Utama
Alasan utama peneliti ingin melihat variabel-variabel tersebut karena :
a. Jumlah kasus infeksi nosokomial di RS Stella Maris Makassar
selama 3 tahun terakhir (tahun 2012-2014) mengalami
fluktuasi, dan dari tahun 2012 ke tahun 2013 jumlah kasus
mengalami peningkatan yang sangat signifikan (tahun 2012

37

kasus infeksi nosokomial 1,5 % dan tahun 2013 kasus infeksi


nosokomial menjadi 8,4 %).
b. Peneliti ingin mengetahui pengawasan, kebijakan, evaluasi dan
pelatihan perawat terhadap pencegahan infeksi nosokomial,
agar dapat diketahui faktor yang menjadi masalah dari
peningkatan infeksi nosokomial di RS Stella Maris Makassar.
2. Alasan Teknis
a. Dari data sekunder yang di peroleh di RS Stella Maris
Makassar dan dari beberapa referensi terkait yang diperoleh,
memungkinkan peneliti untuk melakukan penelitian mengenai
hubungan faktor manajemen pengendalian infeksi terhadap
pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit tersebut.
b. Lokasi, waktu dan biaya cukup terjangkau untuk melakukan
penelitian di rumah sakit tersebut.

38

B. Kerangka Operasional Penelitian.


Tabel 2
Hubungan Fungsi Manajemen Pengendalian Infeksi Nosokomial Terhadap Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial Oleh Perawat
Di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar, Tahun 2015.
Masalah

Terjadi
peningkatan
kejadian infeksi
nosokomial di
ruang rawat
inap, dimana
pada tahun 2012
dari 9 ruangan,
hanya ada 5
ruangan yang
kasus infeksi
nosokomialnya
melebihi standar
( 1,5 %),
sementara di
tahun 2013 dan
2014 terjadi
peningkatan
yang cukup
tinggi di semua
ruang rawat
inap.

Populasi

Unit
instalasi

Sampel

Variabel

Instrumen

Metode

Semua
perawat
pelaksana
di ruang
Rawat
Inap RS
Stella
Maris
Makassar

Rawat
Inap RS
Stella
Maris
Makassar

Semua
perawat
pelaksana
di ruang
rawat inap
yang di
ambil
dengan
cara
purposive
sampling

Independen
:

Kuesioner

Kuantitatif

Pengawasa
n
kebijakan
Evaluasi
Pelatihan

Dependen:
Pencegahan
Infeksi
Nosokomial

Teknik
analisis
data

Interpretasi
data

Analisis
Univariat
Analisis
Bivariat

Hubungan
faktor
manajemen
pengendalian
infeksi
nosokomial
terhadap
pencegahan
terjadinya
infeksi
nosokomial
oleh perawat
di ruang
rawat inap
RS Stella
Maris
Makassar

S
K
R
I
P
S
I

39

C. Kerangka Konsep Peneitian


Berdasarkan tujuan dari penelitian, maka disusun kerangka konsep sebagai
berikut :
Pengawasan
Kebijakan

Pencegahan Infeksi
Nosokomial di
Ruang Rawat Inap

Evaluasi
Pelatihan

Sumber : WHO (2002)


Gambar 2. Kerangka Konsep

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

D. Variabel Penelitian
1. Variabel independen/bebas (X) adalah variabel yang mempengaruhi atau
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor
manajemen yang terdiri dari pengawasan, kebijakan, evaluasi, dan pelatihan.

40

2. Variabel dependen/terikat (Y) adalah faktor yang dipengaruhi oleh variabel


bebas atau variabel independen. Pada penelitian ini yang menjadi variabel
terikat/variabel dependen adalah pencegahan infeksi nosokomial.

E. Hipotesis Penelitian.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis Null (H0)
a. Tidak ada hubungan antara pengawasan dengan pencegahan infeksi
nosokomial oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar.
b. Tidak ada hubungan antara kebijkan dengan pencegahan infeksi
nosokomial oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar.
c. Tidak ada hubungan antara evaluasi dengan pencegahan infeksi
nosokomial oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar.
d. Tidak ada hubungan antara pelatihan dengan pencegahan infeksi
nosokomial oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar.
2. Hipotesis Alternatif (Ha) :
a. Ada hubungan antara pengawasan dengan pencegahan infeksi nosokomial
oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar.
b. Ada hubungan antara kebijkan dengan pencegahan infeksi nosokomial
oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar.
c. Ada hubungan antara evaluasi dengan pencegahan infeksi nosokomial
oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar.

41

d. Ada hubungan antara pelatihan dengan pencegahan infeksi nosokomial


oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar.

42

F. Definisi Operasional, Indikator, dan Kriteria Obyektif


Tabel 3
Variabel, definisi operasional dan cara pengukuran variabel pencegahan infeksi nosokomial
No.
1

Variabel
Pengawasan

Kebijakan

Definisi Operasional

Alat dan Cara Ukur

Hasil

Kriteria Objektif

Pengawasan adalah kegiatan


yang dilakukan oleh pihak
manajemen (komite PPI, tim
PPI, dan pimpinan unit atau
satuan kerja) agar pekerjaan
terlaksana sesuai dengan
rencana yang telah
ditetapkan, dalam hal ini
pihak manajemen
mengawasi kegiatan
perawat pelaksana dalam
mencegah terjadinya infeksi
nosokomial.
Kebijakan adalah suatu
keputusan konsensus yang
menggariskan tindakan yang
harus diambil dalam situasi
tertentu, mudah
dilaksanakan dan meliputi
cara-cara kerja yang berlaku
di rumah sakit. Dalam hal
ini kebijakan yang

Diukur dengan
menggunakan kuesioner
yang berjumlah 5
pernyataan, masing-masing
item pernyataan diberi skor
menggunakan skala Likert :
1=selalu, 2=sering,
3=jarang, 4=tidak pernah.

Total skor minimal Baik : jika jawaban


5,
responden
13-20
Total skor maksimal dari total skor
20
pernyataan.

Diukur dengan
menggunakan kuesioner
yang berjumlah 9
pernyataan, masing-masing
item pernyataan diberi skor
menggunakan skala Likert :
1=selalu, 2=sering,
3=jarang, 4=tidak pernah.

Total skor minimal


9,
Total skor maksimal
36.

Kurang baik : jika


jawaban responden
5-12 dari total skor
pernyataan

Baik : jika jawaban


responden
23-36
dari total skor
pernyataan.
Kurang baik : jika
jawaban responden
9-22 dari total skor
pernyataan.

43

No.

Variabel

Evaluasi

Pelatihan

Pencegahan
infeksi
nosokomial

Definisi Operasional
dimaksud adalah kebijakan
dalam pengendalian infeksi.
Evaluasi adalah kegiatan
mengukur keberhasilan
pencapaian tujuan, dalam
hal ini pihak manajemen
melakukan penilaian
kegiatan pencegahan infeksi
nosokomial.
Pelatihan adalah seluruh
kegiatan yang di disain
untuk membantu
meningkatkan kemampuan
perawat serta memperoleh
pengetahuan, keterampilan
dan meningkatkan sikap,
dan perilaku perawat dalam
mencegah inos
Tindakan perawat sebagai
upaya pengendalian infeksi
kepada semua pasien, untuk
mengurangi risiko infeksi
kepada pasien, pengunjung,
maupun petugas kesehatan.

Alat dan Cara Ukur

Diukur dengan
menggunakan kuesioner
yang berjumlah 4
pernyataan, masing-masing
item pernyataan diberi skor
menggunakan skala Likert :
1=selalu, 2=sering,
3=jarang, 4=tidak pernah.
Diukur dengan
menggunakan kuesioner
yang berjumlah 5
pernyataan, masing-masing
item pernyataan diberi skor
menggunakan skala Likert :
1=selalu, 2=sering,
3=jarang, 4=tidak pernah.
Diukur dengan
menggunakan kuesioner
yang berjumlah 11
pernyataan, masing-masing
item pernyataan diberi skor
menggunakan skala Likert :
1=selalu, 2=sering,
3=jarang, 4=tidak pernah.

Hasil

Kriteria Objektif

Total skor minimal Baik : jika jawaban


4,
responden
4-10
Total skor maksimal dari total skor
16.
pernyataan.
Kurang baik : jika
jawaban responden
11-16 dari total
skor pernyataan
Total skor minimal Baik : jika jawaban
5,
responden
13-20
Total skor maksimal dari total skor
20.
pernyataan.
Kurang baik : jika
jawaban responden
5-12 dari total skor
pernyataan.
Total skor minimal Baik : jika jawaban
11,
responden
28-44
Total skor maksimal dari total skor
44.
pernyataan.
Kurang baik : jika
jawaban responden
11-27 dari total
skor pernyataan

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif dengan desain cross
sectional yaitu variabel independen dan variabel dependen dilakukan
pengukuran sekaligus dalam waktu bersamaan. Variabel independen (bebas)
pada penelitian ini yaitu faktor manajemen (pengawasan, kebijakan, evaluasi,
dan pelatihan) dan variabel dependen (terikat) yaitu pencegahan infeksi
nosokomial.
Penelitian ini bertujuan melihat hubungan faktor manajemen pengendalian
infeksi nosokomial terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu suatu
metode penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai instrument pengumpulan data.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di unit rawat inap RS Stella Maris Makassar yang
merupakan rumah sakit swasta tipe B, yang terletak di Jl. Somba Opu
Makassar. Pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2015
sampai bulan Juni 2015.

44

45

C. Populasi dan Sampel Penelitian.


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan

oleh

peneliti

untuk

dipelajari

dan

kemudian

ditarik

kesimpulannya. (Sugiyono, 2013).


Populasi pada penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja
atau bertugas di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar. Jumlah
perawat atau populasi yang ada pada penelitian ini yaitu sebanyak 160
orang. Rawat inap di RS Stella Maris Makassar berjumlah 9 ruangan
dengan jumlah perawat di setiap ruangannya berbeda-beda, antara lain :

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Tabel 4
Perawat Pelaksana di Unit Rawat Inap
RS Stella Maris Makassar Tahun 2015
Ruang Perawatan
Jumlah Perawat

Sta. Bernadet I
Sta. Bernadet II
Sta. Bernadet III A
Sta. Bernadet III B
Sta. Maria II
Sta. Maria III
Sta. Theresia
St. Joseph
ICU/ICCU
Total
Sumber : Data Sekunder

17
19
17
13
17
20
15
17
25
160

2. Sampel
Menurut Cooper & Schindler (2006:717) sampel adalah elemen
populasi yang merupakan subyek pengukuran dari unit penelitian yang
memberikan kesimpulan tentang seluruh populasi. Metode pengambilan

46

sampel dilakukan dengan cara proporsional sampling. Menurut Sugiyono


(2013), proporsional sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
mengambil sampel yang didasarkan pada pertimbangan tertentu. Adapun
kriteria sampel yang dijadikan sebagai responden adalah sebagai berikut :
a. Perawat tidak sedang dalam masa cuti.
b. Perawat bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner
yang diberikan oleh peneliti.
Dengan ukuran populasi (N) = 160, maka jumlah perawat rawat
inap yang akan dijadikan sampel dihitung menggunakan rumus Lemeshow.
n=

. .

. .

Keterangan :
n =

Jumlah sampel

N =

Jumlah populasi

Z =

Tingkat kemaknaan (1,96)

P =

Peluang benar (0,5)

Q =

Peluang salah (0,5)

d =

Perbedaan antara rata-rata sampel dengan rata-rata populasi


(0,05)

Melalui rumus diatas dapat dihutung jumlah sampel minimum pada


penelitian ini, antara lain :
n=
=

. .
.( ,

. .

) . , . ,
( ,

) . , . ,

47

=
=

,
,

,
,

. ,
,

. ,

= 113,2 114

Maka berdasarkan perhitungan di atas, jumlah sampel penelitian ini


sebanyak 114 orang perawat.
Untuk menentukan besarnya sampel masing-masing ruang
perawatan menggunakan rumus sebagai berikut:
fi =

Xn

a. Ruang Sta. Bernadeth I


fi =
=

Xn
X 114 = 12

b. Ruang Sta. Bernadeth II


fi =
=

Xn
X 114 = 14

c. Ruang Sta. Bernadeth III A


fi =
=

Xn
X 114 = 12

d. Ruang Sta. Bernadeth III B


fi =
=

Xn
X 114 = 9

48

e. Ruang Sta. Maria II


fi =
=

Xn
X 114 = 12

f. Ruang Sta. Maria III


fi =
=

Xn
X 114 = 14

g. Ruang Sta. Theresia


fi =
=

Xn
X 114 = 11

h. Ruang St. Joseph


fi =
=

Xn
X 114 = 12

i. Ruang ICU/ICCU
fi =
=

Xn
X 114 = 18

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa jumlah sampel di


setiap ruangan adalah sebagai berikut :

49

No.

Tabel 5
Jumlah sampel di Unit Rawat Inap
RS Stella Maris Makassar Tahun 2015
Ruang Perawatan Jumlah Populasi
Jumlah Sampel

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Sta. Bernadet I
Sta. Bernadet II
Sta. Bernadet III A
Sta. Bernadet III B
Sta. Maria II
Sta. Maria III
Sta. Theresia
St. Joseph
ICU/ICCU
Total
Sumber : Data Primer

17
19
17
13
17
20
15
17
25
160

12
14
12
9
12
14
11
12
18
114

D. Jenis dan Sumber Data


1. Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti
berdasarkan tujuan penelitian melalui pemberian kuesioner kepada
perawat rawat inap sebagai responden.
2. Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dari dokumen tertulis lainnya
yang telah tersedia dari pihak RS Stella Maris Makassar antara lain profil
rumah sakit, data infeksi nosokomial 3 tahun terakhir, dan jumlah perawat
di unit rawat inap.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang dijadikan sebagai alat untuk mengumpulkan
data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Menurut Notoadmojo (2010)
mengartikan kuesioner sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan
baik dan sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban atau
dengan memberikan tanda-tanda tertentu sesuai petunjuk pengisian.

50

Pengujian seluruh jumlah pernyataan pada kuesioner yakni pengujian


validitas dan reabilitas dilakukan terdahulu sebanyak 30 sampel, mulai pada
tanggal 06 Mei 2015 s/d 09 Mei 2015. Pengujian kuesioner dilihat pada
perbandingan nilai r hitung dengan r tabel. Sampel sebanyak 30 maka nilai r
tabel 0,30. Jika nilai r hitung r tabel maka pernyataan dikatakan valid,
sedangkan jika r hitung r tabel maka pernyataan dikatakan tidak valid.
Adapun pengujian reliabilitas dikatakan reliabel jika memberikan nilai
cronbach alpha > 0,60 (Sunyoto, 2010). Pengujian ini dilakukan dengan
program SPSS. Hasil uji validitas dan reabilitas pernyataan pada variabel
dilihat pada tabel sebagai berikut :
1. Pernyataan pengawasan
Dari hasil pengujian yang dilakukan yaitu pengujian validitas dan
reabilitas, seluruh pernyataan pada variabel pengawasan memenuhi
standar yang ditentukan yaitu > 0,60.
Tabel 6
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Pengawasan di
Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2015
Nilai
r
r
Pernyataan
Validitas Cronbach Standar Reliabilitas
hitung tabel
Alpha
1
0.459
0.3
Valid
0.949
0.6
Reliabel
2
0.607
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
3
0.745
0.3
Valid
0.946
0.6
Reliabel
4
0.410
0.3
Valid
0.949
0.6
Reliabel
5
0.566
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
Sumber : Data Primer

51

2. Pernyataan Kebijakan
Dari hasil pengujian yang dilakukan yaitu pengujian validitas dan
reabilitas, seluruh pernyataan pada variabel kebijakan memenuhi
standar yang ditentukan yaitu > 0,60.
Tabel 7
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Kebijakan di
Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2015
Nilai
r
r
Pernyataan
Validitas Cronbach Standar Reliabilitas
hitung tabel
Alpha
6
0.466
0.3
Valid
0.949
0.6
Reliabel
7
0.836
0.3
Valid
0.946
0.6
Reliabel
8
0.645
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
9
0.545
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
10
0.873
0.3
Valid
0.945
0.6
Reliabel
11
0.449
0.3
Valid
0.949
0.6
Reliabel
12
0.807
0.3
Valid
0.946
0.6
Reliabel
13
0.399
0.3
Valid
0.949
0.6
Reliabel
14
0.592
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
Sumber : Data Primer

3. Pernyataan Evaluasi
Dari hasil pengujian yang dilakukan yaitu pengujian validitas dan
reabilitas, seluruh pernyataan pada variabel evaluasi memenuhi
standar yang ditentukan yaitu > 0,60.
Tabel 8
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Evaluasi di
Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2015
Nilai
r
r
Pernyataan
Validitas Cronbach Standar Reliabilitas
hitung tabel
Alpha
15
0.399
0.3
Valid
0.949
0.6
Reliabel
16
0.537
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
17
0.391
0.3
Valid
0.949
0.6
Reliabel
18
0.417
0.3
Valid
0.949
0.6
Reliabel
Sumber : Data Primer

52

4. Pernyataan Pelatihan
Dari hasil pengujian yang dilakukan yaitu pengujian validitas dan
reabilitas, seluruh pernyataan pada variabel pelatihan memenuhi
standar yang ditentukan yaitu > 0,60.
Hasil pengujian variabel pelatihan di rumah sakit stella maris
makassar dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Pelatihan di
Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2015
Nilai
r
r
Pernyataan
Validitas Cronbach Standar Reliabilitas
hitung tabel
Alpha
19
0.460
0.3
Valid
0.949
0.6
Reliabel
20
0.386
0.3
Valid
0.952
0.6
Reliabel
21
0.366
0.3
Valid
0.950
0.6
Reliabel
22
0.777
0.3
Valid
0.946
0.6
Reliabel
23
0.527
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
Sumber : Data Primer

5. Pernyataan Pencegahan Infeksi Nosokomial


Dari hasil pengujian yang dilakukan yaitu pengujian validitas dan
reabilitas, seluruh pernyataan pada variabel Pencegahan infeksi
nosokomial memenuhi standar yang ditentukan yaitu > 0,60.
Hasil pengujian variabel pencegahan infeksi nosokomial dapt
dilihat pada tabel berikut :

53

Tabel 10
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Pencegahan Infeksi
Nosokomial di Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Tahun 2015
Nilai
r
r
Pernyataan
Validitas Cronbach Standar Reliabilitas
hitung tabel
Alpha
24
0.676
0.3
Valid
0.947
0.6
Reliabel
25
0.508
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
26
0.647
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
27
0.485
0.3
Valid
0.949
0.6
Reliabel
28
0.548
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
29
0.695
0.3
Valid
0.947
0.6
Reliabel
30
0.516
0.3
Valid
0.948
0.6
Reliabel
31
0.857
0.3
Valid
0.946
0.6
Reliabel
32
0.813
0.3
Valid
0.946
0.6
Reliabel
33
0.855
0.3
Valid
0.945
0.6
Reliabel
34
0.816
0.3
Valid
0.946
0.6
Reliabel
Sumber : Data Primer

F. Cara Pengumpulan Data


1. Kuesioner yakni pengumpulan data dengan menggunakan daftar
pertanyaan yang diberikan langsung ke responden.
2. Kepustakaan yakni dengan mencari data pada laporan dan dokumen yang
berkaitan dengan objek penelitian
G. Pengolahan dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui program SPSS untuk menghasilkan
informasi yang benar sesuai tujuan penelitian. Tahapan pengolahan data
dalam penelitian ini adalah:

54

a. Penyuntingan data (editing)


Data diperiksa kelengkapannya dan melihat konsistensi jawaban
masing-masing item pertanyaan dari kuesioner penelitian.
b. Pengkodean variabel (coding)
Setelah data

yang terkumpul

diedit, kemudian dilakukan

pengkodean data berdasarkan buku kode yang telah disusun


sebelumnya dan telah dipindahkan ke format aplikasi program SPSS.
c. Memasukkan Data (entry data)
Data selanjutnya diinput ke dalam lembar kerja SPSS untuk
masing-masing variabel. Urutan input data berdasarkan nomor
responden dalam kuesioner.
d. Pembersihan Data (cleaning)
Pembersihan data dilakukan pada semua lembar kerja untuk
membersihkan kesalahan yang mungkin terjadi selama proses input
data. Proses ini dilakukan melalui analisis frekuensi pada semua
variabel. Data yang hilang atau missing dibersihkan dengan menginput
data yang benar.
2. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan tujuan agar memperoleh gambaran
dari hasil penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian,
membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan, dan
memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian yang dilakukan
(Notoatmodjo, 2010). Jenis data dalam penelitian ini adalah data

55

kategorik, karena hasil pengukurannya berskala ordinal. Analisis data


dalam penelitian ini menggunakan beberapa uji, antara lain:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran
umum dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang
dijadikan objek penelitian. Gambaran variabel penelitian tersebut
dilihat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan dengan
menggunakan tabulasi silang yang bertujuan untuk melihat
hubungan variabel bebas (independen) dengan variabel terikat
(dependen) berdasarkan distribusi sel-sel yang ada. Analisis
bivariat pada penelitian ini menggunakan uji chi square, sebab
baik variabel independen maupun dependen berbentuk data
katagorik. Namun apabila terdapat dua sel yang nilai expected
count-nya kurang dari 5, maka digunakan uji fishers exact test.
Untuk

mengetahui

hubungan

antara

pengawasan,

pengontrolan, evaluasi, pelatihan, lingkungan, dan peralatan


medis terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial oleh
perawat rawat inap digunakan taraf signifikan yaitu = 0,05 :
a) Apabila p 0,05 maka Ho ditolak, berarti ada hubungan
antara pengawasan, kebijakan, evaluasi, dan pelatihan

56

terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial oleh


perawat rawat inap.
b) Apabila p > 0,05 maka Ho diterima, berarti tidak ada
hubungan antara pengawasan, kebijakan, evaluasi, dan
pelatihan

terhadap

pencegahan

nosokomial oleh perawat rawat inap.

terjadinya

infeksi

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Rumah Sakit


1. Sejarah Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Rumah Sakit Stella Maris Makassar awalnya dibangun berdasarkan
nilai kasih yang tulus. Kasih ini membuahkan sikap leluhur yakni
keprihatinan dan kepedulian akan penderitaan masyarakat miskin yang
tidak mampu mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan
latar belakang tersebut maka sekelompok suster Jesus Maria Jospeh (JMJ)
komunitas Rajawali kemudian menjelmakan kasih dan sikap luhur itu
kedalam bentuk yang lebih konkrit dengan membangun rumah sakit
Katholik yang bepedoman pada nilai-nilai injil.
Rumah Sakit Stella Maris Makassar kemudian didirikan pada tanggal 8
Desember 1983 dan beroperasi sejak tahun 1940. Rumah Sakit Stella
Maris Makassar adalah salah satu rumah sakit swasta yang terdapat di
kota Makassar yang beralamat di Jalan Somba Opu No.273 dengan luas
tanah mencapai 19.954 m2 (Bangunan : 14.658 m2). RS Stella Maris
adalah rumah sakit swasta tipe B dengan kapasitas tempat tidur 221.
Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan
subspesialis. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari
rumah sakit kabupaten.
Sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di RS Stella Maris Makassar
terdiri dari :
57

58

a. Instlasi Rawat Jalan, yang memiliki beberapa unit pelayanan yaitu:


1) Unit Poliklinik Umum
2) Instalasi Rawat Darurat yang memiliki 25 (dua puluh lima)
tenaga perawat dan dan 9 (sembilan) tenaga dokter jaga yang
siap sedia dalam melayani pasien dan memiliki layanana
ambulans 24 jam, layanan kamar operasi dan layanan Intensif
(ICU/ICCU/PICU). Pelayanan UGD RS Stella Maris terbagi
atas layanan darurat non bedah yang memiliki 6 (enam) unit
tempat tidur, layanan darurat bedah yang memiliki 3 (tiga) unit
tempat tidur dan 2 unit tempat tidur di ruangan resuitasi.
3) Unit Poliklinik Spesialis yaitu terdiri atas : Poli Interna, Paru,
Anak, Bedah, THT, Obgyn, Syaraf, Mata, Kulit dan Kelamin,
Jiwa serta Gigi dan Mulut.
4) Unit Poliklinik Sub Spesialis
5) Unit Hemodialisa
b. Instalasi Rawat Inap, yang terdiri atas:
1). VIP
Kamar perawatan VIP di RS Stella Maris terbagi atas Super
VIP, VIP A, VIP B dan VIP C. Secara umum kamar perawatan
VIP memiliki view yang menarik.Pemandangan kamar
perawatan VIP menampilkan View Pantai Losari dan City View
lainnya diseputar jalan Datu Museng.

59

2). Umum
Kamar perawatan umum RS Stella Maris terdiri atas Kelas I,
Kelas II dan Kelas III. Kamar perawatan umum, secara
keseluruhan terdiri dari 158 unit tempat tidur.
3). Isolasi
Rumah Sakit Stella Maris menyediakan lebih dari 10 (sepuluh)
unit kamar perawatan isolasi. Kamar perawatan isolasi
ditujukan bagi pasien dengan risiko penyakit menular. Kamar
perawatan isolasi terdiri tempat tidur pasien yang nyaman
dengan fasilitas pendukung lainnya dalam ruangan.
4). Perawatan intensif (ICU/ICCU/PICU)
Ruang perawatan ini didukung oleh Ventilator, Debrifilator/De
Shock, Monitor Jantung, Infus Pump, EKG, Suction Pump,
Syringe Pump dan 30 (tiga puluh) orang tenaga perawat salain
itu ruangan ber-AC yang nyaman dan tenang dan juga tersedia
ruangan penjaga pasien di bagian luar, yang dekat dengan
kamar perawatan intensive care.
5). Pediatri
Ruang perawatan pediatri RS Stella Maris adalah ruang
perawatan untuk anak (usia 0 sampai dengan 12 tahun). Ruang
perawatan anak RS Stella Maris terdiri atas : Kelas I, Kelas II,
Kelas III, Isolasi, dan Ruang Gawat Anak.

60

6). Obgyn dam Perinatal


Ruang perawatan obgyn dan perinatal adalah ruang perawatan
yang memberikan pelayanan bagi ibu dan janin atau bayinya
agar dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal serta terhindar dari morbiditas dan mortalitas.
Sarana yang dimiliki oleh unit penunjang RS Stella Maris Makassar
adalah sebagai berikut :
a. Unit Penunjang Medis, terdiri dari :
1). Instalasi Laboratorium
2). Instalasi Radiologi
3). Fisioterapi
4). Pelayanan Bedah Sentral (Laparoscopy, Endoscopy)
5). USG
6). Instalasi Farmasi
7). Medical Check Up
8). Instalasi Gizi
9). Unit Pelayanan Emergency
10).

Sarana pendidikan : Keperawatan

b. Unit Penunjang Non Medis, terdiri dari :


1). Gereja
2). Parkiran
3). Kantin
4). Unit Pemularasan Jenasah

61

Sumber daya manusia yang ada dalam Rumah Sakit Stella Maris
Makassar terdiri dari :
a. Tenaga medis yaitu dokter umum 18 orang, Spesialis dan
subspesialis 84 orang
b. Tenaga paramedis yaitu perawat sebanyak 225 orang , apoteker
2 orang dan asisten apoteker 11 orang , operator RO 9 orang
dan ahli madya gizi sebanyak 25 orang
c. Tenaga Non-Medis sebanyak 240 orang.

2. Visi Rumah Sakit Stella Maris Makassar


"Menjadi Rumah Sakit terbaik di Sulawesi Selatan, khususnya di bidang
keperawatan dengan semangat Cinta Kasih KRISTUS kepada sesama"

3. Misi Rumah Sakit Stella Maris Makassar


a. Tetap memperhatikan golongan masyarakat lemah (option for the
poor)
b. Pelayanan dengan mutu keperawatan prima
c. Pelayanan kesehatan dengan standar kedokteran yang mutakhir dan
komprehensif
d. Pelayanan kesejahteraan karyawan dan kinerjanya

62

B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi rawat inap Rumah Sakit Stella Maris
Makassar pada tanggal 01 Mei 2015 sampai dengan 01 Juni 2015.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode pembagian kuesioner kepada
responden (perawat pelaksana) di masing-masing ruang perawatan, yakni
perawat di ruang Bernadeth I berjumlah 12 orang, Bernadeth II berjumlah 14
orang, Bernadeth IIIA berjumlah 12 orang, Bernadeth IIIB berjumlah 9 orang,
Sta. Maria II berjumlah 12 orang, Sta. Maria III berjumlah 14 orang, Sta.
Theresia berjumlah 11 orang, St. Joseph berjumlah 12 orang dan ICU
berjumlah 18 orang, dengan total seluruh responden 114 perawat pelaksana
dan diperoleh hasil berupa data mengenai variabel-variabel yang diteliti yang
meliputi karakterisktik responden dan faktor manajemen pengendalian infeksi
yang berhubungan dengan pencegahan infeksi nosokomial.
Hasil penelitian ini kemudian dideskripsikan dan dianalisis tabulasi silang.
Mendeskripsikan variabel karakteristik, independen dan dependen untuk
memperoleh gambaran mengenai masing-masing variabel yang diteliti.
Sementara itu, analisis tabulasi silang dilakukan untuk menguji hipotesis dan
menjelaskan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
1. Deskripsi Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini adalah perawat di ruang rawat inap
Rumah Sakit Stella Maris Makassar yang berjumlah 114 perawat
pelaksana. Distribusi frekuensi karakteristik perawat meliputi umur, jenis

63

kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja, dan pelatihan yang berkaitan


dengan infeksi nosokomial dapat dilihat dari tabel berikut :
a. Kelompok Umur
Umur adalah lamanya waktu rentang kehidupan responden
yang diukur dengan tahun terhitung sejak lahir sampai saat
mengisi kuesioner penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh,
distribusi frekuensi perawat pelaksana berdasarkan usia di
ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 11
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di Ruang
Rawat Inap RS Stella Maris Makassar Tahun 2015
n
Minimum Maximum Mean Std. Deviation
114
21
50
28,89
6,536
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui bahwa jumlah
responden atau n = 114, nilai terendah (minimum) responden
yaitu 21 dan nilai tertinggi (maximum) responden yaitu 50,
diketahui juga rata-rata nilainya = 28,89 dengan standar deviasi
sebesar 6,536.
Menurut Shawky (2009) dalam Astini Asad (2013),
rentang usia produktif seorang berkisar antara 19-59 tahun.
Umur berpengaruh terhadap pola fikir seseorang dan pola fikir
berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Umur seseorang
secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil
keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan

64

semakin banyak umur maka dalam melaksanakan suatu


prosedur akan semakin matang dalam berfikir dan bertindak
(Evin, 2009 dalam Saragih, R & Rumapea, N, 2011).
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan
laki-laki secara biologis sejak dia dilahirkan. Menurut
manajemen keperawatan tidak ada batas ideal perbandingan
antara perawat laki-laki dan perempuan. Distribusi jenis
kelamin responden dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 12
Distribusi Frekuensi Responden menurut Jenis Kelamin
di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar
Tahun 2015
No Jenis Kelamin
Jumlah (n)
Persentase (%)
1 Laki-laki
12
10,5
2 Perempuan
102
89,5
Jumlah
114
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa responden
berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 102 orang atau
sebesar 89,5%. Sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki
hanya berjumlah 12 orang atau sebesar 10,5 %.
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir
yang telah dilalui responden. Distribusi tingkat pendidikan
responden dapat dilihat pada tabel berikut :

65

Tabel 13
Distribusi Frekuensi Responden menurut Tingkat
Pendidikan di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris
Makassar Tahun 2015
No
Tingkat
Jumlah (n)
Persentase (%)
Pendidikan
1 SPK
6
5,3
2 DIII Keperawatan
72
63,2
3 S1 Keperawatan
36
31,6
Jumlah
114
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui bahwa frekuensi
pendidikan terakhir responden terbanyak memiliki tingkat
pendidikan DIII Keperawatan yaitu sebanyak 72 orang atau
sebesar

63,2 %. Sedangkan frekuensi pendidikan terakhir

responden yang terendah memiliki tingkat pendidikan SPK


yaitu sebanyak 6 orang atau sebesar 5,3 %.
Pendidikan berpengaruh terhadap pola fikir individu.
Sedangkan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang
dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan
rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang
berpendidikan tinggi. Pendidikan keperawatan

mempunyai

pengaruh besar terhadap kualitas pelayanan keperawatan.


Pendidikan yang tinggi dari seorang perawat akan memberi
pelayanan yang optimal. (Asmadi, 2010 dalam Saragih, R &
Rumapea, N, 2011).

66

d. Masa Kerja
Masa kerja adalah lama waktu kerja responden di rumah
sakit terhitung sejak mulai bekerja sampai dengan saat
penelitian berlangsung. Semakin lama perawat bekerja semakin
banyak kasus yang ditanganinya sehingga semakin meningkat
pengalamannya dan sebaliknya. Pengalaman bekerja banyak
memberikan keahlian dan ketrampilan kerja. Distribusi masa
kerja responden dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 14
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Masa Kerja
di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar
Tahun 2015
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
114
1
30
6,31
6,772
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 14 dapat diketahui bahwa jumlah
responden atau n = 114, nilai terendah (minimum) responden
yaitu 1 dan nilai tertinggi (maximum) responden yaitu 30,
diketahui juga rata-rata nilainya = 6,31 dengan standar deviasi
sebesar 6,772.
Kreitner

dan

Kinichi

(2004) dalam Saragih, R &

Rumapea, N (2011) menyatakan bahwa masa kerja yang lama


akan cenderung membuat

seseorang

betah dalam sebuah

organisasi hal ini disebabkan karena telah beradaptasi dengan


lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa nyaman
dalam pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja maka

67

tingkat prestasi akan semakin tinggi, prestasi yang tinggi di


dapat dari perilaku yang baik.
e. Pelatihan Terkait Infeksi Nosokomial
Pelatihan Infeksi Nosokomial di RS Stella Maris
Makassar merupakan bagian dari pendidikan dan pelatihan
yang dilaksanakan rumah sakit untuk memberikan pengetahuan
baru dan mengajak semua tenaga kesehatan untuk ikut
melaksanakan program tersebut. Distribusi frekuensi responden
yang mengikuti pelatihan infeksi nosokomial dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 15
Distribusi Frekuensi Responden menurut Pelatihan
Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat Inap
RS Stella Maris Makassar Tahun 2015
No
Pelatihan
Jumlah (n)
Persentase (%)
1
Pernah
23
20,2
2
Tidak Pernah
91
79,8
Jumlah
114
100 %
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 15 diketahui bahwa sebanyak 23
perawat pelaksana atau sebesar 20,2% telah mengikuti
pelatihan terkait infeksi nosokomial, sedangkan 91 perawat
pelaksana atau sebesar 79,8% belum pernah mengikuti
pelatihan terkait infeksi nosokomial.
2. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan analisis deskriptif untuk masingmasing variabel, baik variabel independen maupun variabel dependen

68

guna mengetahui sebaran frekuensi responden berdasarkan variabel yang


diteliti. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu pengawasan,
kebijakan, evaluasi, dan pelatihan, sedangkan variabel dependen pada
penelitian ini adalah pencegahan infeksi nosokomial.
a. Pengawasan
Pengawasan adalah fungsi di dalam manajemen fungsional
yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan atau manajer
semua unit/satuan kerja terhadap pelaksanaan pekerjaan
dilingkungannya. Dalam penelitian ini pihak manajemen
mengawasi kegiatan perawat pelaksana dalam mencegah
terjadinya infeksi nosokomial.
Distribusi

frekuensi

jawaban

responden

menurut

pengawasan dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 16
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai
Pernyataan Pengawasan di RS Stella Maris Makassar
Tahun 2015
No.

PERNYATAAN
penanggung jawab
ruangan sebagai
supervisor dalam
melakukan
pengawasan.
Dilakukan
pengawasan rutin
untuk mengetahui
ada tidaknya
kejadian infeksi
nosokomial
Setiap hari
dilakukan
monitoring
pengumpulan data.
Dilakukan
pengawasan

SL

SR

JR

TP

Total

56

49,1

40

35,1

16

14

1,8

114

31

27,2

41

36

38

33,3

3,5

114

35

30,7

35

30,7

42

36,8

1,8

114

46

40,4

44

38,6

22

19,3

1,8

114

69

No.

PERNYATAAN
terhadap tindakantindakan yang
menyimpang .
Dilakukan
sosialisasi kembali
setiap 1-2 bulan
sekali sebagai
tindak lanjut dari
pengawasan.

SL

SR

JR

TP

36

31,6

37

32,5

34

29,8

6,1

Total

114

Sumber : Data Primer


Berdasarkan tabel 16 dapat dilihat bahwa pernyataan
pertama yang berisi mengenai penanggung jawab ruangan
sebagai supervisor dalam melakukan pengawasan, sebanyak 56
(49,1%) responden perawat mengatakan pihak manajemen
selalu

melibatkan

kepala

ruangan

dalam

melakukan

pengawasan. Kemudian untuk pernyataan kedua mengenai


pengawasan rutin, sebanyak 41 (36%) responden menyatakan
sering dilakukan pengawasan rutin untuk mengetahui ada
tidaknya kejadian infeksi nosokomial.
Pernyataan

ketiga

yang

berisi

tentang

monitoring

pengumpulan data, sebanyak 42 (36,8%) mengatakan jarang


dilakukan monitoring pengumpulan data. Untuk pernyataan ke
empat

mengenai

pengawasan

terhadap

tindakan

yang

menyimpang, sebanyak 46 (40,4%) responden menyatakan


pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang
sering dilakukan. Kemudian untuk pernyataan yang kelima
mengenai tindak lanjut pengawasan, sebanyak 37 (32,5%)

70

responden menyatakan dilakukan sosialisasi kembali setiap 1-2


bulan sekali sebagai tindak lanjut dari pengawasan.
Berdasarkan hasil perhitungan untuk keseluruhan jawaban
responden perawat mengenai pengawasan, maka didapatkan
adalah sebagai berikut :
Tabel 17
Distribusi Frekuensi Responden menurut Pengawasan
di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar
Tahun 2015
No
Pengawasan
Jumlah (n)
Persentase (%)
1
Baik
86
75,4
2
Kurang baik
28
24,6
Jumlah
114
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 16 menunjukkan bahwa 86 perawat
pelaksana atau sebesar 75,4% menyatakan bahwa pengawasan
baik dan 28 perawat pelaksana atau sebesar 24,6% menyatakan
pengawasan kurang baik.
b. Kebijakan
Kebijakan adalah keputusan konsensus yang menggariskan
tindakan-tindakan yang harus diambil dalam situasi tertentu.
Kebijakan tersebut haruslah sederhana, mudah dilaksanakan
dan meliputi cara-cara kerja yang berlaku di rumah sakit.
Pada penelitian ini kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan
dalam pengendalian dan pencegahan infeksi.
Distribusi frekuensi jawaban responden menurut kebijakan
dapat dilihat pada tabel berikut:

71

Tabel 18
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Kebijakan
di RS Stella Maris Makassar Tahun 2015
No.
1

PERNYATAAN
Diberlakukan
kebijakan mengenai
proses desinfeksi
Diberlakukan
kebijakan mengenai
penggunaan
antibiotik
Diberlakukan
kebijakan mengenai
pelayanan sterilisasi
Diberlakukan
kebijakan mengenai
penanganan dan
pembuangan limbah
Diberlakukan
kebijakan mengenai
fasilitas isolasi
untuk pasien
Diberlakukan
kebijakan mengenai
pelayanan makanan
Diberlakukan
kebijakan mengenai
dekontaminasi
peralatan
Diberlakukan
kebijakan mengenai
prosedur cuci tangan
Kebijakan
pemberian tanggung
jawab kepada
perawat sesuai
dengan kemampuan
yang dimiliki
perawat.

SL

SR

JR

TP

Total

58

50,9

40

35,1

16

14

114

52,6

31

27,2

23

20,2

114

60

52,6

43

37,7

11

9,6

114

60

52,6

38

33,4

16

14

114

47

41,2

39

34,2

28

24,6

114

55

48,2

41

36

18

15,8

114

61

53,5

34

29,8

19

16,7

114

88

77,2

25

21,9

0,9

114

63

55,3

41

36

6,9

1,8

114

60

Sumber : Data Primer


Berdasarkan tabel diatas mengenai kebijakan, dapat dilihat
bahwa pada pernyataan pertama terdapat 58 (50,9%0 responden
menyatakan selalu memberlakukan kebijakan mengenai proses
desinfeksi. Untuk pernyataan kedua terdapat 60 (52,6%)
responden

menyatakan

selalu

memberlakukan

kebijakan

72

mengenai penggunaan antibiotika, sedangkan untuk pernyataan


ketiga

terdapat

60

(52,6%)

yang

menyatakan

selalu

memberlakukan kebijakan mengenai pelayanan sterilisasi. Pada


pernyataan keempat juga terdapat 60 (52,6%) responden yang
selalu memberlakukan kebijakan mengenai penanganan dan
pembuangan limbah.
Pada pernyataan kelima terdapat 47 (41,2%) respondeen
yang menyatakan selalu memberlakukan kebijakan mengenai
fasilitas isolasi untuk pasien. Untuk pernyataan keenam
terdapat 55 (48,2%) responden menyatakan selalu diberlakukan
kebijakan mengenai pelayanan makanan, sedangkan untuk
pernyataan ketujuh terdapat 61 (53,5%) responden yang
menyatakan

selalu

memberlakukan

kebijakan

mengenai

dekontaminasi peralatan. Sementara untuk penyataan kedelapan


terdapat

88

(77,2%)

responden

menyatakan

selalu

memberlakukan kebijakan mengenai prosedur cuci tangan,


serta untuk pernyataan kesembilan terdapat 63 (55,3%) yang
menyatakan kebijakan pemberian tanggung jawab kepada
perawat sesuai dengan kemampuan perawat selalu dilakukan.
Berdasarkan hasil perhitungan untuk keseluruhan jawaban
responden perawat mengenai kebijakan, maka didapatkan
adalah sebagai berikut :

73

Tabel 19
Distribusi Frekuensi Responden menurut Kebijakan
di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar
Tahun 2015
No
Kebijakan
Jumlah (n)
Persentase (%)
1
Baik
106
93
2
Kurang baik
8
7
Jumlah
114
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata
jawaban perawat pelaksana tentang kebijakan dalam kategori
baik, yaitu dari 114 perawat pelaksana 106 orang (93%)
menyatakan kebijakan baik dan 8 orang (7%) menyatakan
kebijakan kurang baik.
c. Evaluasi
Evaluasi

adalah

kegiatan

mengukur

keberhasilan

pencapaian tujuan. Dalam penelitian ini, pihak manajemen


melakukan penilaian kegiatan pencegahan infeksi nosokomial.
Distribusi frekuensi jawaban responden menurut evaluasi
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 20
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Evaluasi
di RS Stella Maris Makassar Tahun 2015
No.

PERNYATAAN
Setiap bulan
dilakukan evaluasi
terhadap perawat
pelaksana dalam hal
pemasangan alat
medis .
Setiap 3 bulan
dilakukan evaluasi
keberhasilan
pencapaian kinerja
perawat dalam
pencegahan infeksi

SL

SR

JR

TP

Total

47

44,2

36

31,6

26

22,8

4,4

114

39

34,2

44

38,6

21

18,4

10

8,8

114

74

No.

SL

PERNYATAAN
Setiap 3 bulan
dilakukan audit
hand hygiene
terhadap perawat
pelaksana
Pihak manajemen
membahas
permasalahan yang
terjadi dalam
pencegahan infeksi
nosokomial dengan
perawat pelaksana.

SR

JR

TP

Total

45

39,5

41

35

24

21,1

3,5

114

40

35,1

44

38,6

27

23,7

2,6

114

Sumber : Data Primer


Berdasarkan tabel diatas menngenai evaluasi dapat dilihat
bahwa pada pernyataan pertama terdapat 47 (44,2%) responden
yang menyatakan setiap bulan selalu dilakukan evaluasi tetang
pencegahan infeksi nosokomial dalam hal pemasangan alat
medis. Untuk pernyataan kedua terdapat 44 (38,6%) responden
yang menyatakan setiap 3 bulan sering dilakukan evaluasi
mengenai keberhasilan pencapaian kinerja perawat dalam
pencegahan infeksi nosokomial. Sementara itu, ntuk pernyataan
ketiga terdapat 45 (39,5%) responden yang menyatakan setiap 3
bulan selalu dilakukan audit hand hygiene, sedangkan untuk
pernyataan keempat terdapat 40 (35,1%) responden yang
menyatakan pihak manajemen selalu membahas permasalahan
yang terjadi dalam pencegahan infeksi nosokomial dengan
perawat.

75

Berdasarkan hasil perhitungan untuk keseluruhan jawaban


responden perawat mengenai evaluasi, maka didapatkan adalah
sebagai berikut :
Tabel 21
Distribusi Frekuensi Responden menurut Evaluasi
di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar
Tahun 2015
No
Evaluasi
Jumlah (n)
Persentase (%)
1
Baik
87
76,3
2
Kurang baik
27
23,7
Jumlah
114
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 21 menunjukkan bahwa 82 perawat
pelaksana atau sebesar 71,9% menyatakan bahwa evaluasi baik
dan 32 perawat pelaksana atau sebesar 28,1% menyatakan
evaluasi kurang baik.
d. Pelatihan
Pelatihan adalah seluruh kegiatan yang di disain untuk
membantu meningkatkan pekerja, memperoleh pengetahuan,
keterampilan

dan

meningkatkan

sikap,

perilaku

yang

dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik yang


sekarang

menjadi

tanggungjawabnya

sehingga

tujuan

organisasi dapat tercapai.


Distribusi

frekuensi

jawaban

responden

pengawasan dapat dilihat pada tabel berikut:

menurut

76

Tabel 22
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Pelatihan
di RS Stella Maris Makassar Tahun 2015
No.

PERNYATAAN
Menugaskan
perawat pelaksana
untuk mengikuti
sosialisasi mengenai
pencegahan infeksi
nosokomial 1 kali
dalam setahun
Perawat mengikuti
pelatihan tentang
infeksi nosokomial
di tingkat nasional,
1 kali selama
menjadi perawat
Perawat mengikuti
seminar tentang
infeksi nosokomial
3 kali dalam setahun
Setiap bulan pihak
manajemen dan
kepala ruangan
memberikan
bimbingan kepada
petugas di ruang
perawatan untuk
mengurangi
kejadian infeksi
Memberikan
orientasi pada setiap
perawat baru
tentang penerapan
pencegahan infeksi
nosokomial

SL

SR

JR

TP

Total

39

34,2

38

33,3

19

16,7

18

15,8

114

27

23,7

14

12,3

33

28,9

40

35,1

114

21

18,4

19

16,7

45

39,5

29

25,4

114

48

42,1

41

36

19

16,6

5,3

114

62

54,4

34

29,8

18

15,8

114

Sumber : Data Primer


Berdasarkan tabel diatas mengenai pelatihan dapat dilihat
bahwa pada pernyataan pertama terdapat 39 (34,2%) responden
menyatakan pihak manajemen selalu menugaskan perawat
untuk mengikuti sosialisasi mengenai pencegahan infeksi
nosokomial setiap tahunnya. Untuk pernyataan kedua terdapat
40 (35,1%) responden menyatakan tidak pernah mengikuti
pelatihan di tingkat nasional selama menjadi perawat.

77

Sementara itu pada pernyataan ketiga terdapat 45 (39,5%)


responden menyatakan jarang mengikuti seminar tentang
infeksi nosokomial, sedangkan pada pernyataan keempat
terdapat 48 (42,1%) responden menyatakan bahwa setiap bulan
pihak manajemen dan kepala ruangan selalu memberikan
bimbingan kepada perawat untuk mengurangi kejadian infeksi
nosokomial, serta untuk pernyataan kelima terdapat 62 (54,4%)
responden menyatakan pihak manajemen selalu memberikan
orientasi

pada setiap

perawat

baru tentang penerapan

pencegahan infeksi nosokomial.


Berdasarkan hasil perhitungan untuk keseluruhan jawaban
responden perawat mengenai pelatihan, maka didapatkan
adalah sebagai berikut :
Tabel 23
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pelatihan
di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar
Tahun 2015
No
Pelatihan
Jumlah (n)
Persentase (%)
1
Baik
76
66,7
2
Kurang baik
38
33,3
Jumlah
114
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 19 menunjukkan bahwa 76 perawat
pelaksana atau sebesar 66,7% menyatakan bahwa pelatihan
baik dan 38 perawat pelaksana atau sebesar 33,3% menyatakan
pelatihan kurang baik.

78

e. Pencegahan Infeksi Nosokomial


Tindakan perawat sebagai upaya pengendalian infeksi
kepada semua pasien, untuk mengurangi risiko infeksi kepada
pasien, pengunjuang, maupun petugas kesehatan.
Distribusi

frekuensi

jawaban

responden

menurut

pencegahan infeksi nosokomial dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 24
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Pencegahan
Infeksi Nosokomial di RS Stella Maris Makassar Tahun 2015
No.

3
4
5
6

PERNYATAAN
Sebelum dan
sesudah melakukan
tindakan, mencuci
tangan dengan air
yang mengalir dan
sabun
Memakai sarung
tangan saat
melakukan tindakan
Mensterilkan alatalat setiap habis
pakai
Mengganti kateter
5-7 hari sekali
Memberi label pada
daerah pemasangan
infus
Infus dipindahkan
setiap 3 x 24 jam
Melakukan segala
tindakan sesuai
dengan standar
prosedur operasional
petugas
menggunakan
sarung tangan,
masker dan apron
untuk luka yang
kemungkinan
memercikan cairan
tubuh
Alat-alat yang
digunakan untuk
mengukur alat vital
seperti tensi dan

SL

SR

JR

TP

Total

91

79,8

23

20,2

114

81

71,1

28

24,5

4,4

114

90

78,9

22

19,3

1,8

114

76

66,7

36

31,5

1,8

114

80

70,2

27

23,6

1,8

4,4

114

59

51,8

38

33,3

17

14,9

114

77

67,5

34

29,8

2,7

114

89

78,1

21

18,4

3,5

114

59

51,8

22

19,3

24

21

7,9

114

79

No.

10

11

PERNYATAAN
termometer
dipisahkan antara
pasien infeksi dan
non infeksi.
Memberikan
edukasi tentang
perlindungan
kesehatan bagi
pasien baru masuk
ke ruang perawatan
dan ditindaklanjuti
2-3 hari
Tersedia
pembuangan (safety
box) untuk alat
tajam yg telah
digunakan

SL

SR

JR

TP

Total

57

50

32

28,1

21

18,4

3,5

114

95

83,3

16

14,1

2,6

114

Sumber : Data Primer


Berdasarkan tabel diatas mengenai pencegahan infeksi
nosokomial dapat dilihat bahwa pada pernyataan pertama
terdapat 91 (79,8%) responden menyatakan selalu mencuci
tangan dengan air mengalir, sebelum dan sesudah melakukan
tindakan. Untuk pernyataan kedua terdapat 81 (71,1%)
responden menyatakn selalu menggunakan arung tangan saat
melakukan tindakan, sedangkan untuk pernyataan ketiga
terdapat 90 (78,9%) responden yang menyatakan selalu
mensterilkan alat-alat setiap habis pakai.
Pada pernyataan keempat terdapat 76 (66,7%) responden
yang menyatakan selalu mengganti kateter setiap 5-7 hari
sekali, sementara untuk pernyataan kelima terdapat 80 (70,2%)
responden menyatakn selalu member label pada daerah
pemasangan infus, dan untuk pernyataan keenam terdapat 59

80

(51,8%) responden menyatakan selalu memindahkan infus


setiap 3x24 jam.
Untuk pernyataan ketujuh terdapat 77 (67,5%) responden
menyatakan selalu melakukan segala tindakan sesuai dengan
SOP, sedangkan untuk pernyataan kedelapan terdapat 89
(78,1%) responden menyatakan selalu menggunakan masker,
sarung tangan dan apron saat mengganti balut luka yang
kemungkinan memercikan cairan tubuh. Sementara untuk
pernyataan

kesembilan

terdapat

59

(51,8%)

responden

menyatakan selalu memisahkan alat-alat yang digunakan untuk


mengukur alat vital seperti tensi dan termometer antara pasien
infeksi dan non infeksi. Untuk pernyataan kesepuluh terdapat
57 (50%) responden menyatakan selalu memberikan edukasi
kesehatan kepada pasien, pengunjung dan keluarga pasien pada
saat pasien baru masuk ke ruangan, dan untuk pernyataan
kesebelas terdapat 95 (83,3%) responden menyatakan selalu
tersedia pembuangan (safety box) untuk alat tajam seperti jarum
suntik yang telah digunakan.
Berdasarkan hasil perhitungan untuk keseluruhan jawaban
responden perawat mengenai pencegahan infeksi nosokomial,
maka didapatkan adalah sebagai berikut :

81

Tabel 25
Distribusi Frekuensi Responden menurut Pencegahan
Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris
Makassar Tahun 2015
No Pencegahan Infeksi
Jumlah
Persentase
Nosokomial
(%)
1 Baik
109
95,6
2 Kurang baik
5
4,4
Jumlah
114
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 20 menunjukkan bahwa rata-rata
jawaban perawat pelaksana tentang pencegahan infeksi
nosokomial dalam kategori baik, yaitu dari 114 perawat
pelaksana 109 orang (95,6%) menyatakan pencegahan infeksi
nosokomial baik dan 5 orang (4,4%) menyatakan pencegahan
infeksi nosokomial kurang baik.

3. Analisis Hubungan Antara Variabel


Hasil analisis hubungan dilakukan untuk megetahui hubungan
antar variabel Independen (Pengawasan, Kebijakan, Evaluasi, dan
Pelatihan) dengan variabel dependen (pencegahan infeksi nosokomial oleh
perawat pelaksana). Dalam penelitian ini digunakan uji chi-square jika
memenuhi syarat, dimana syaratnya adalah sampel harus besar yaitu lebih
dari 40, dan tidak ada sel dengan harapan kurang dari 1, atau 20% sel
dengan frekuensi harapan kurang dari 5. Namun, jika tidak memenuhi
syarat uji chi-square, maka digunakan uji alternatifnya dengan tingkat
kemaknaan 95%. Alasan peneliti menggunakan uji chi-square dikarenakan
untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel

82

dependen. Selain itu, variabel yang diteliti menggunakan variabel kategori


serta data penelitian dalam bentuk skala nominal yang berarti skala yang
hanya membedakan kategori berdasarkan jenis atau macamnya, misalnya
adalah jenis kelamin terbagi menjadi laki-laki dan perempuan. Analisis
hubungan dilakukan secara berturut-turut untuk melihat hubungan masingmasing variabel independen dengan variabel dependen.
a. Hubungan Pengawasan Terkait Infeksi Nosokomial Dengan
Pencegahan Infeksi Nosokomial
Hasil uji bivariat (chi-square) antara pengawasan terkait infeksi
nosokomial dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat
pelaksana menunjukkan ada dua sel yang memiliki nilai expected
count kurang dari 5, sehingga dilakukan uji fishers exact test dan
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 26
Hubungan Pengawasan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial
oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris
Makassar Tahun 2015
Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pengawasan

Baik

n
Baik
82
Kurang Baik
27
Total
109
Sumber : Data Primer

%
95,3
96,4
95,6

Kurang Baik
n
4
1
5

%
4,7
3,6
4,4

Total
n
86
28
114

%
100
100
100

pValue

Berdasarkan tabel 21 menunjukkan bahwa dari pengawasan yang


dilakukan di ruang rawat inap, terdapat 86 responden yang menyatakan
pengawasan baik, dengan proporsi pencegahan infeksi nosokmial baik
82 orang (95,3%) dan 4 orang (4,7%) memiliki pencegahan infeksi

83

nosokomial yang kurang baik. Pada 28 responden yang menyatakan


pengawasan kurang baik, proporsi pencegahan infeksi nosokomial baik
27 orang (96,4%) dan 1 orang (3,6%) memiliki pencegahan infeksi
nosokomial yang kurang baik.
Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa hasil uji fishers exact
test diperoleh p-value = 1 yang lebih besar dari nilai =0,05. Hal ini
mengindikasikan Ho diterima. Dengan demikian, disimpulkan bahwa
tidak terdapat

hubungan antara variabel

pengawasan

dengan

pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat.


b. Hubungan

Kebijakan Terkait Infeksi

Nosokomial

Dengan

Pencegahan Infeksi Nosokomial.


Hasil uji bivariat (chi-square) antara variabel kebijakan terkait
infeksi nosokomial dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh
perawat pelaksana menunjukkan ada dua sel yang memiliki nilai
expected count kurang dari 5, sehingga dilakukan uji fishers exact test
dan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 27
Hubungan Kebijakan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial oleh
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris
Makassar Tahun 2015
Pencegahan Infeksi Nosokomial
pValue
Kebijakan
Baik
Kurang Baik
Total
Baik
Kurang Baik

n
103
6

%
97,2
75,0

n
3
2

%
2,8
25,0

n
106
8

%
100
100

Total

109

95,6

4,4

114

100

Sumber : Data Primer

0,039

84

Berdasarkan tabel 22 menunjukkan bahwa dari kebijakan yang


diberlakukan di ruang rawat inap, terdapat 106 responden yang
menyatakan kebijakan yang diberlakukan baik dengan proporsi
pencegahan infeksi nosokmial baik 103 orang (97,2%) dan 3 orang
(2,8%) memiliki pencegahan infeksi nosokomial yang kurang baik.
sedangkan 8 responden yang menyatakan kebijakan yang diberlakukan
kurang baik, proporsi pencegahan infeksi nosokomial baik 6 orang
(75,0%) dan sebanyak 2 orang (25,0%) memiliki pencegahan infeksi
nosokomial yang kurang baik.
Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa hasil uji fishers exact
test diperoleh p-value = 0,039 yang lebih kecil dari nilai =0,05. Hal
ini mengindikasikan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan
demikian disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel
kebijakan dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat
pelaksana.
c. Hubungan

Evaluasi

Terkait

Infeksi

Nosokomial

Dengan

Pencegahan Infeksi Nosokomial.


Hasil uji bivariat (chi-square) antara variabel evaluasi terkait
infeksi nosokomial dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh
perawat pelaksana menunjukkan ada dua sel yang memiliki nilai
expected count kurang dari 5, sehingga dilakukan uji fishers exact test
dan diperoleh hasil sebagai berikut :

85

Tabel 28
Hubungan Evaluasi dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial oleh
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris
Makassar Tahun 2015
Pencegahan Infeksi Nosokomial
Evaluasi

Baik

n
Baik
84
Kurang Baik
25
Total
109
Sumber : Data Primer

%
96,6
92,6
95,6

Kurang Baik
N
3
2
5

%
3,4
7,4
4,4

pValue

Total
n
87
27
114

%
100
100
100

0,591

Berdasarkan tabel 23 menunjukkan bahwa dari evaluasi yang


dilakukan terkait pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap,
terdapat 87 responden yang menyatakan evaluasi yang dilakukan
terkait infeksi nosokomial baik, dengan proporsi pencegahan infeksi
nosokomial baik 84 orang (96,6%) dan 3 orang (3,4%) memiliki
pencegahan infeksi nosokomial yang kurang baik. Dari 27 responden
yang menyatakan evaluasi yang dilakukan terkait infeksi nosokomial
kurang baik, proporsi pencegahan infeksi nosokomial baik 25 orang
(92,6%) dan sebanyak 2 orang (7,4%) memiliki pencegahan infeksi
nosokomial yang kurang baik.
Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa hasil uji fishers exact
test diperoleh p-value = 0,591 yang lebih besar dari nilai = 0,05. Hal
ini

mengindikasikan

bahwa

Ho

diterima.

Dengan

demikian,

disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel evaluasi


dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana.

86

d. Hubungan

Pelatihan

Terkait

Infeksi

Nosokomial

Dengan

Pencegahan Infeksi Nosokomial.


Hasil uji bivariat (chi-square) antara variabel pelatihan terkait
infeksi nosokomial dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh
perawat pelaksana menunjukkan ada dua sel yang memiliki nilai
expected count kurang dari 5, sehingga dilakukan uji fishers exact test
dan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 29
Hubungan Pelatihan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial oleh
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Stella Maris
Makassar Tahun 2015
Pencegahan Infeksi Nosokomial
pValue
Pelatihan
Baik
Kurang Baik
Total
n
%
n
%
n
%
Baik
76
100
0
0
76
100
0,003
Kurang Baik
33
86,8
5
13,2
38
100
Total
109 95,6
5
4,4
114 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 24 menunjukkan bahwa dari pelatihan yang
dilakukan terkait pencegahan infeksi nosokomial, terdapat 76
responden yang menyatakan pelatihan yang dilakukan baik, dengan
proporsi pencegahan infeksi nosokmial baik 76 orang (100%),
sedangkan 38 responden yang menyatakan pelatihan yang dilakukan
kurang baik, dengan proporsi pencegahan infeksi nosokomial baik 33
orang (86,8%) dan sebanyak 5 orang (13,2%) memiliki pencegahan
infeksi nosokomial yang kurang baik.
Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa hasil uji fishers exact
test diperoleh p-value = 0,003 yang lebih kecil dari nilai = 0,05. Hal

87

ini mengindikasikan Ho ditolak. Dengan demikian, disimpulkan bahwa


terdapat hubungan antara variabel pelatihan dengan pencegahan infeksi
nosokomial oleh perawat pelaksana.
e. Rekapitulasi Hasil Analisis Hubungan Antara Variabel Dengan
Pencegahan Infeksi Nosokomial.
Hasil uji bivariat antara variabel independen (Pengawasan,
kebijakan, evaluasi, dan pelatihan) dengan pencegahan infeksi
nosokomial oleh perawat dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 30
Rekapitulasi Hasil Analisis Hubungan Antara Variabel Dengan
Pencegahan Infeksi Nosokomial
p
No
Variabel
Keterangan
Value
1

Pengawasan

2
Kebijakan
3
Evaluasi
4
Pelatihan
Sumber : Data Primer

Tidak Signifikan

0.039
0,591
0,003

Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan

Berdasarkan tabel 25 dapat disimpulkan bahwa variabel


kebijakan dan pelatihan memiliki hubungan yang signifikan dengan
pencegahan infeksi nosokomial, sedangkan variabel pengawasan dan
evaluasi dinyatakan tidak memiliki hubungan yang signifikan.
C. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan variabel pengawasan,
kebijakan, evaluasi, dan pelatihan terhadap pencegahan infeksi nosokomial
oleh perawat pelaksana. Hal ini berdasarkan pada teori yang dikemukakan

88

oleh World Health Organization (2002), dan ditetapkan sampel sebesar 114
perawat yang bekerja di ruang Rawat Inap RS Stella Maris Makassar.
1. Hubungan Pengawasan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Penelitian dengan variabel ini dimaksudkan untuk melihat
gambaran hubungan

pengawasan

yang dilakukan oleh pihak

manajemen terhadap perawat dalam melakukan pencegahan infeksi


nosokomial.
Dalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial memerlukan koordinasi dari berbagai pihak, oleh karena
itu diperlukan jalur komunikasi dan garis komando yang tergambar
jelas di dalam struktur organisasi dan dikomunikasikan kepada seluruh
staf. Hal terpenting dalam melaksanakan semua kegiatan dalam rangka
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah apa yang
dinyatakan

Haley,

1958

seperti

dikutip

Wirjoatmodjo

1988,

pencegahan infeksi nosokomial sesungguhnya adalah masalah


pengawasan dan peningkatan kemampuan

manusia, bukannya

membunuh kuman dengan lebih sempurna atau membeli peralatan


yang lebih baik. (Molina, 2012)
Kepala ruangan di ruang rawat inap dapat digunakan untuk
melakukan tugas pengawasan dan pengontrolan terhadap kegiatan
program pencegahan dan pengendalian sehingga pelaksanaan program
pencegahan dan pengendalian infeksi dapat terpantau dan termonitor
terutama tentang kepatuhan petugas di dalam melaksanakan tindakan

89

keperawatan, sehingga hasil dari pelaksanaan program dapat dinilai


dan diteliti sehingga dapat menjadi umpan balik untuk mencapai
keberhasilan program. (Molina, 2012)
Keberhasilan program pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial dapat dilihat dari kepatuhan petugas terhadap pelaksanaan
tindakan sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang berlaku. Untuk
mengetahui

hal

tersebut

diperlukan

pengawasan.

Kurangnya

pengawasan manajemen (Lack of control Management) dapat


terbentuk kurangnya program, kurangnya standar dari program atau
kegagalan memenuhi standar. Pengawasan salah satu unsur manajer
profesional yang harus dilaksanakan oleh semua anggota manajemen,
baik ia seorang pengawas atau pimpinan utama suatu organisasi. (Razi,
2011)
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dominan
responden dengan pengawasan baik sebanyak 82 orang atau sebesar
71,9% dan responden dengan pengawasan kurang baik sebanyak 32
orang atau sebesar 28,1%. Hasil tabulasi silang antara pengawasan
dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di
ruang rawat inap RS stella maris makassar menunjukkan bahwa dari
total 86 responden dengan pengawasan baik, 82 orang (95,3%)
diantaranya memiliki pencegahan infeksi nosokomial baik dan 4 orang
(4,7%) memiliki pencegahan infeksi nosokomial kurang baik.
Sedangkan pada 28 responden dengan pengawasan kurang baik,

90

proporsi yang memiliki pencegahan infeksi nosokomial baik sebanyak


27 orang (96,4%) dan 1 orang (3,6%) memiliki pencegahan infeksi
nosokomial kurang baik.
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan
Chi-Square diketahui p value = 1. Karena nilai p > 0,05 maka Ho
diterima dan Ha ditolak yang berarti dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara pengawasan dengan pencegahan infeksi
nosokomial oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap RS stella maris
Makassar. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Kusmayati (2004) tentang hubungan fungsi manajemen dengan
kepatuhan perawat pelaksana dalam upaya pencegahan infeksi
nosokomial di ruang perawatan bedah RSUP fatmawati Jakarta tahun
2004, yang menyatakan bahwa pengawasan tidak berhubungan secara
signifikan dengan kepatuhan perawat pelaksana dalam upaya
pencegahan infeksi nosokomial.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Razi (2011) tentang Pengaruh faktor internal dan eksternal
perawat terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang
rawat bedah rumah sakit umum daerah (RSUD) kota langsa, yang
menyatakan bahwa pengawasan berpengaruh terhadap pencegahan
infeksi nosokomial. Peneliti berasumsi bahwa instrumen yang
digunakan bersifat normatif, sehingga berbeda pula hasil penelitian
yang didapat.

91

Perlu diketahui bahwa pengawasan di rumah sakit stella maris


terkait infeksi nosokomial diakukan setiap hari oleh pihak manajemen
di setiap ruang perawatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
kejadian infeksi nosokomial di setiap ruangan setiap harinya.
2. Hubungan Kebijakan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Penelitian dengan variabel ini dimaksudkan untuk melihat
gambaran hubungan kebijakan yang diberlakukan oleh pihak
manajemen terhadap perawat dalam melakukan pencegahan infeksi
nosokomial.
Kebijakan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit sebagai
langkah untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari
munculnya

infeksi.

Penerapan

kebijakan

pengendalian

infeksi

bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi. (Dwiprahasto, 2005).


Pihak manajemen harus menetapkan kebijakan, peraturan, petunjuk
dan prosedur untuk semua kegiatan, kemudian mengawasinya agar
semua orang menerapkannya.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dominan
responden yang menyatakan kebijakan baik sebanyak 107 orang 93,9%
dan responden menyatakan kebijakan kurang baik sebanyak 7 orang
atau sebesar 6,1%.
Hasil tabulasi silang antara kebijakan dengan pencegahan
infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap RS
stella maris makassar menunjukkan bahwa dari total 106 responden

92

yang menyatakan kebijakan baik, 103 orang (97,2%) diantaranya


memiliki pencegahan infeksi nosokomial baik dan 3 orang (2,8%)
memiliki pencegahan infeksi nosokomial kurang baik. Sedangkan pada
8 responden yang menyatakan kebijakan kurang baik, proporsi yang
memiliki pencegahan infeksi nosokomial baik sebanyak 6 orang (75%)
dan 2 orang (25%) memiliki pencegahan infeksi nosokomial kurang
baik.
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan
Chi-Square diketahui p value = 0,039. Karena nilai p < 0,05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima yang berarti dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara kebijakan dengan pencegahan infeksi nosokomial
oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap RS stella maris Makassar.
Kebijakan yang dibuat di rumah sakit stella maris terkait
infeksi nosokomial selalu disosialisasikan oleh pihak manajemen
kepada perawat dan staf di rumah sakit agar dilaksanakan, sehingga
kejadian infeksi nosokomial dapat berkurang.
3. Hubungan Evaluasi dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Penelitian dengan variabel ini dimaksudkan untuk melihat
gambaran hubungan evaluasi yang dilakukan oleh pihak manajemen
terhadap perawat dalam melakukan pencegahan infeksi nosokomial.
Peran manajemen rumah sakit sangat penting dalam menunjang
program pengendalian infeksi. Rumah sakit bertanggung jawab
terhadap komite pengendalian infeksi dalam melakukan evaluasi

93

berkala terhadap efektifitas dan tindakan pengendalian infeksi,


memfasilitasi dan mendukung tindakan pengendalian infeksi, serta
turut berpartisipasi dalam penelusuran terjadinya infeksi (WHO, 2002).
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan
pengendalian infeksi serta kegiatan evaluasi (Depkes RI, 2008 dalam
Pancaningrum, 2011)
Tempat evaluasi saat melakukan supervisi berada di lingkungan
perawatan pasien dan pelaksana supervisi harus menguasai struktur
organisasi, uraian tugas, standar hasil kerja, metode penugasan dan
dapat mengobservasi staf yang sedang bekerja. Penilaian membuat
perawat mengetahui tingkat kinerja mereka (Marquis & Huston, 2010).
Mengevaluasi secara terus menerus dengan adil, sabar, serta bijaksana
sehingga setiap perawat pelaksana dapat memberikan asuhan
keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat, tepat secara
menyeluruh sesuai dengan standar. (Pancaningrum, 2011)
Untuk menaggulangi hasil evaluasi yang tidak tersampaikan
dengan baik, pihak manajemen sebaiknya merumuskan metode dan
teknis penyampaian informasi agar dapat diterima secara merata.
Pelaksanaan desiminasi (desimination) hasil evaluasi sebaiknya
memperhatikan waktu, tempat dan metode yang sesuai agar seluruh
lapisan staf dan perawat dapat menyamakan persepsi terhadap hasil
evaluasi (Turmudhi & Rimawati, 2006).

94

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dominan


responden yang menyatakan evaluasi baik sebanyak 82 orang atau
sebesar 71,9% dan responden yang menyatakan evaluasi kurang baik
sebanyak 32 orang atau sebesar 28,1%. Hasil tabulasi silang antara
evaluasi dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat
pelaksana di ruang rawat inap RS stella maris makassar menunjukkan
bahwa dari total 87 responden yang menyatakan evaluasi baik, 84
orang (96,6%) diantaranya memiliki pencegahan infeksi nosokomial
baik dan 3 orang (3,4%) memiliki pencegahan infeksi nosokomial
kurang baik. Sedangkan pada 27 responden yang menyatakan evaluasi
kurang baik, proporsi yang memiliki pencegahan infeksi nosokomial
baik sebanyak 25 orang (92,6%) dan 2 orang (7,4%) memiliki
pencegahan infeksi nosokomial kurang baik.
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan ChiSquare diketahui p value = 0,591. Karena nilai p > 0,05 maka Ho
diterima dan Ha ditolak yang berarti dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara evaluasi dengan pencegahan infeksi nosokomial
oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap RS stella maris Makassar.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Gede W. Sanjaya dan
Suarjana, K. (2012), diperoleh hasil bahwa faktor manajerial yang
melatarbelakangi tingginya kejadian infeksi nosokomial salah satunya
adalah kegiatan evaluasi. Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa
kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh pihak manajemen sudah baik

95

namun masih belum maksimal, karena kegiatan evaluasi yang


seharusnya dilakukan 3 bulan sekali tidak dilakukan tepat waktu sesuai
yang telah ditetapkan.
4. Hubungan Pelatihan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Penelitian dengan variabel ini dimaksudkan untuk melihat
gambaran hubungan pelatihan yang dilakukan oleh pihak manajemen
terhadap perawat dalam melakukan pencegahan infeksi nosokomial.
Pelatihan merupakan proses sistemik pengubahan perilaku para
pengawai dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan
organisasi. Pelatihan digunakan untuk menyiapkan karyawan baru
menghadapi tantangan dalam pekerjaannya (Baron & Greenberg,
2000)
Dari 114 perawat di ruang rawat inap yang tersebar di Sembilan
ruangan, hanya ada 20,2 % yang pernah mengikuti pelatihan terkait
infeksi nosokomial. Angka tersebut akan lebih baik bila lebih
ditingkatkan demi peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Hal ini perlu
menjadi pertimbangan utama bagi rumah sakit untuk memberikan
pelatihan infeksi nosokomial secara bergilir untuk perawat.
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan ChiSquare diketahui p value = 0,003. Karena nilai p < 0,05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima yang berarti dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara pelatihan dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh

96

perawat pelaksana di ruang rawat inap RS stella maris Makassar. Hal


ini sejalan dengan penelitian Bady, Kusnanto, & Handono (2007) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan
dengan kinerja perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial, meskipun korelasinya lemah/rendah.
Melihat jumlah perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris
Makassar yang dijadikan responden sejumlah 114, hanya ada 23 orang
yang pernah mengikuti pelatihan infeksi nosokomial. Dari jumlah yang
sedikit tersebut ternyata memberikan makna yang cukup berarti. Bady,
Kusnanto, & Handono (2007) berasumsi bahwa apabila seluruh
perawat diberikan pelatihan infeksi nosokomial, tentunya besar
kemungkinan kinerja perawat dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial akan menjadi sangat bagus dan tentunya angka
kejadian infeksi nosokomial akan menjadi sangat rendah. Hal ini akan
menaikkan citra pelayanan rumah sakit dikarenakan mutu standar
pelayanan salah satu indikatornya adalah tinggi rendahnya angka
kejadian

infeksi

nosokomial.

Semakin

rendah

angka

infeksi

nosokomial maka semakin efektif dan efisien pelayanan, hari rawat


inap semakin pendek, dan tentunya biaya juga dapat ditekan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Dinenn (2002) yang menyatakan
bahwa pelatihan merupakan salah satu metode untuk meningkatkan
keselamatan pasien, yang juga dipengaruhi dari isi training, cara

97

penyampaian, kemampuan menilai, monitoring sehingga perawat


memperoleh hal baru.
Namun, penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian
Lindawati (2001) yang menyatakan bahwa pelatihan tidak mempunyai
hubungan

yang bermakna dengan

upaya

pencegahan infeksi

nosokomial. Peneliti berasumsi bahwa hal ini disebabkan karena


instrumen yang digunakan bersifat normatif.
Perlu diketahui bahwa pelatihan yang dilakukan merupakan
program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan
perawat tentang infeksi nosokomial. Pelatihan terkait pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial bukan hanya yang diselenggarakan
oleh pihak RS stella maris makassar tapi juga yang diadakan oleh
rumah sakit lain. Di mana peserta pelatihan tersebut terdiri dari
perawat-perawat yang dipanggil secara acak untuk mengikuti
pelatihan.
D. Kelemahan Dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur
ilmiah. Namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu variabel yang
diteliti hanya pengawasan, kebijakan, evaluasi dan pelatihan sedangkan masih
banyak variabel lain dari faktor manajemen yang dapat dilihat hubungannya
dengan pencegahan infeksi nosokomial.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya maka kesimpulan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Tidak ada hubungan antara pengawasan dengan pencegahan infeksi
nosokomial oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar.
2. Ada hubungan antara kebijakan dengan pencegahan infeksi nosokomial
oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar
3. Tidak ada hubungan antara evaluasi dengan pencegahan infeksi
nosokomial oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar.
4. Ada hubungan antara pelatihan dengan pencegahan infeksi nosokomial
oleh perawat di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar

B. SARAN
1. Bagi pihak manajemen RS Stella Maris :
a. Sebaiknya pihak manajemen lebih meningkatkan tindak lanjut dari
pengawasan yaitu dengan memberi pendampingan untuk dilakukan
sosialisai kembali tentang upaya pencegahan infeksi nosokomial
yang dilakukan setiap 1-2 bulan sekali.

98

99

b. Pihak manajemen sebaiknya mensosialisasikan setiap kebijakan


yang diberlakukan, khususnya kebijakan mengenai fasilitas isolasi
untuk pasien.
c. Pihak manajemen sebaiknya lebih meningkatkan evaluasi dalam
hal membahas permasalahan yang terjadi dalam pencegahan
infeksi nosokomial dengan perawat pelaksana.
d. Sebaiknya pihak manajemen lebih meningkatkan pelatihan kepada
setiap perawat pelaksana karena dari penelitian yang dilakukan,
masih banyak perawat pelaksana yang belum mendapatkan
pelatihan khususnya pelatihan di tingkat nasional yang berkaitan
dengan infeksi nosokomial.
2. Bagi penelitian selanjutnya :
a. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya disarankan kepada
peneliti untuk menggunakan instrumen yang lebih akurat untuk
mengukur variabel-variabel serta melakukan observasi agar
penelitiannya lebih bersifat objektif.
b. Penelitian lebih lanjut sebaiknya menambah variabel-variabel lain
diluar penelitian dan menggunakan metode penelitian yang
berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Antonio, S., 2014. Determinan Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat
Inap RS. Stella Maris Makassar. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Hasanuddin : Makassar.
Arif, 2013. Hubungan Pengetahuan dan Motivasi Terhadap Kinerja Perawat
Dalam Penerapan Program Patient Safety Di Ruang Perawatan Inap
RSUD Andi Makkasau Kota Pare-Pare.
Astini Asad, 2013. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Perawat di Unit
Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Tahun 2013.
Ayuningtyas, Dumilah, 2014. Kebijakan Kesehatan Prinsip dan Praktik. Jakarta :
Rajawali Pers.
Bady, A. M., Kusnanto, H. & Handono, D., 2007. Analisis Kinerja Perawat
Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Irna I Rsup Dr. Sardjito.
Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. http://lrc-kmpk.ugm.ac.id. [diakses
16 juli 2015].
Baron, R.A, & Greenberg, J. (2000). Behavior in Organization. New Jersey:
Prentice Hall
Breathnach, Aodhan S.,2005.Nosocomial Infections.Journal Medicine,[online]
33(3).
http://dx.doi.org/10.1383/medc.33.3.22.61114 [diakses 27 Januari 2015]
Cooper & Schindler, 2006. Metode Riset Bisnis. Jakarta : PT. Media Global.
Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial, Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Dewi, S.C., 2011. Hubungan Fungsi Manajemen kepala ruang dan karakteristik
perawat dengan Penerapan Keselamatan Pasien dan Perawat di Instalasi
Rawat Inap I RSUP Sardjito Yogyakarta. Tesis. Universitas Indonesia,
Depok.
Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010-2015.
Surveilans infeksi di rumah sakit. [online].
http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1
23:surveilans-infeksi-di-rumah-sakit. [diakses 16 januari 2015].
Dwiprahasto, Iwan, 2005. Kebijakan Untuk Meminimalkan Risiko Terjadinya
Resistensi Bakteri Di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit. JMPK, Vol. 08,
No. 04.

Endriani, R.,2011. Metode Sterilisasi dan Desinfeksi. Fakultas Kedokteran


Universitas Riau, Pekan Baru.
Farida, Betty, 1999. Pengendalian Infeksi nosokomial Majalah Keperawatan Bina
Sehat. Edisi September-November : PPNI.
Fuadi, 2009. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Dengan Risiko Terjadinya Infeksi Nosokomial Pada
Ruang Rawat Inap Bedah di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Tesis
Gede, W,.Sanjaya & Suarjana, K., 2012. Faktor-Faktor Manajerial Yang
Melatarbelakangi Tingginya Kejadian Jumlah Pasien Dengan Dekubitus
(Indikator Patient Safety) Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Umum Puri Raharja Tahun 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas
kedokteran Universitas Udayana.
Green, L.W., 2000. Health Promotion Plenning an Educational and
Environmental Approach; Second Edition, Mayfiedld Publishing company.
Hidayat, 2004. Pengantar Konsep Keperawatan Dasar. Jakarta : Salemba
Medika.
Kepmenkes No. 129 Tahun 2008. Tentang Standar Pelayanan Mminimal Rumah
Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Khoirudin, Afip, 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawat
dalam menerapkan prosedur tindakan pencegahan universal di instalasi
bedah sentral RSUP dr. Kariadi semarang. Skripsi. Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Semarang.
Kusmayati, Yetti, 2004. Hubungan Funi Manajemen dengan kepatuhan Perawat
Pelaksana dalam Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang
Perawatan Bedah RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2004. Tesis. Fakultas
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.
Lindawati, 2001. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Perawat
Pelaksana Tentang Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta. Tesis. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/5d133c2c66b330b47e4cc96098
1f354ee1dac70f.pdf [diakses 17 januari 2015]
Linggasari, 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Terhadap
Penggunaan Alat Pelindung Diri di Departemen Engineering PT. Indah kiat
Pulp & Paper Tbk. Tangerang Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.

Muninjaya, A.G., 2004. Manajemen Kesehatan edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran ECG.
Molina, Vera, F., 2012. Analisis Pelaksanaan program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta
Tahun 2012. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
Depok.
Napitupulu, M., 2012. Pengaruh Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan Terhadap
Kepuasan Paien Rawat Inap RSUD Dolok Sanggul. Tesis. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugraheni, R, Suhartono, & Winarni, S., 2012. Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia. Infeksi Nosokomial di RSUD Setjonegoro Kab. Wonosobo.
[Online] 11 (1), p. 95.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mkmi/article/download/6169/5222
[diakses 17 januari 2015]
Nursalam, 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktik.
Jakarta : Salemba Medika.
Pancaningrum, Dian, 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat
Pelaksana di Ruang rawat Inap Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di
RS Haji Jakarta Tahun 2011. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan.
Universitas Indonesia, Depok.
Panjaitan, Tirolyn, 2011. Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan
Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi
Nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan. Fakultas ilmu keperawatan,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Parhusip, (2005). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi
Nosokomial Serta Pengendaliannya di BHG. UPF. Paru RS. Dr.
Pringadi/Lab. Penyakit Paru FK-USU, Medan. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan.
RS. Stella Maris, 2014. Profil Rumah Sakit Stella Maris.
Putra, Rahmat Ali & Asrizal, 2010. Tindakan Perawat Dalam Pencegahan Infeksi
Nosokomial Luka Pasca Bedah. Fakultas ilmu keperawatan, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Razi, fakhrul, 2011. Jurnal Kesehatan. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal
Perawat Terhadap Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial di Ruang
Rawat Bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa Tahun
2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Saragih, R & Rumapea, N, 2011. Hubungan Karakteristik Perawat Dengan


Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan di Rumah Sakit
Columbia Asia Medan. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Darma
Agung, Medan.
Sugiyono, 2013. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Supranto, J. 1997. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Meningkatkan
Pangsa Pasar. Jakarta : Rineka Cipta.
Turmudhi, M & Rimawati, E.,2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
KejadianPlebitis Pada Pasien Di Unit Rawat Inap Di Rumah Sakit Roemani
Semarang 2006. Fakultas Kesehatan UDINUS, Semarang.
UU No. 44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit. Jakarta : Presiden Republik
Indonesia.
Wahyono, 2004. Infeksi Nosokomial Kutipan Depkes. Jakarta : ECG.
Weinstein, 1998. Nosocomial Infection Update. Emerging Infectious Disease.
WHO, 2002. Prevention of hospital-acquired infections : A practical guide. [ebook] 2nd Ed. World Health Organization.
http://www.who.int/csr/resources/publications/whocdscsreph200212.pdf
[diakses 17 januari 2015]
Widyastuti, Fitria, 2012. Hubungan Kompetensi Supervisi Kepala Ruangan
dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RS Royal Taruma.
Universitas Esa Unggul, Jakarta.
Wikansari, N, Hestiningsih, R & Raharjo, B., 2012. FKM UNDIP Jurnal
kesehatan Masyarakat. Pemeriksaan Total Kuman Udara dan
Staphylococcus Aereus di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X Kota
Semarang, 1 (2), hal. 384-392.

L
A
M
P
I
R
A
N

Lampiran 1

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kejadian Infeksi Nosokomial


RS. Stella Maris Makassar
Tahun
Ruang Perawatan
2012
2013
St. Maria III
1,6 %
12,4 %
St. Maria II
1,1 %
15,2 %
Bernadet III
1,0 %
13,6 %
Bernadet II
0,9 %
7,0 %
Bernadet I
1,6 %
5,7 %
Theresia
1,9 %
10,0 %
Elizabeth
0,2 %
3,1 %
St. yosep
1,6 %
7,4 %
ICU/ICCU
2,1 %
5,6 %
1,5 %
8,4 %
Total
Sumber : Data Sekunder Panitia PPI-RS

2014
11,8 %
9,5 %
10,7 %
5,1 %
4,7 %
7,7 %
2,9 %
6,1 %
4,6 %
6,9 %

Lampiran 2
PENENTUAN KRITERIA OBJEKTIF
Penentuan kriteria objektif pada penelitian ini untuk variabel-variabelnya
menggunakan skala Likert, dengan menggunakan 4 tingkatan kategori yaitu :
1. Selalu

= 4 (Tertinggi)

2. Sering

=3

3. Jarang

=2

4. Tidak pernah

= 1 (Terendah)

Berikut ini langkah-langkah kriteria berdasarkan jumlah pertanyaan variabel :


a. Pengawasan
1) Jumlah pertanyanaan

=5

2) Skor tertinggi

= jumlah pertanyaan X skor jawaba tertinggi


=5X4
= 20

3) Skor terendah

= jumlah pertanyaan X skor jawaban terendah


=5X1
=5

4) Range (R)

= nilai skor tertinggi nilai skor terendah


= 20-5
= 15

5) Katergori (K)

=2

6) Interval (I)

=
=8

Sehingga , Kriteria Objektifnya adalah :


Baik

: Jika skor jawaban responden dari 13-20 total skor


pertanyaan

Kurang Baik : Jika skor jawaban responden 5-12 dari total skor
pertanyaan

b. Kebijakan
1) Jumlah pertanyanaan

= 9

2) Skor tertinggi

= jumlah pertanyaan X skor jawaban tertinggi


=9X4
= 36

3) Skor terendah

= jumlah pertanyaan X skor jawaban terendah


=9X1
= 9

4) Range (R)

= nilai skor tertinggi nilai skor terendah


= 36-9
= 27

5) Katergori (K)

=2

6) Interval (I)

=
= 14

Sehingga , Kriteria Objektifnya adalah :


Baik

: Jika skor jawaban responden 23-36 dari total skor


pertanyaan

Kurang Baik : Jika skor jawaban responden 9-22 dari total skor
pertanyaan
c. Evaluasi
1) Jumlah pertanyanaan

= 4

2) Skor tertinggi

= jumlah pertanyaan X skor jawaban tertinggi


=4X4
= 16

3) Skor terendah

= jumlah pertanyaan X skor jawaban terendah


=4X1
=4

4) Range (R)

= nilai skor tertinggi nilai skor terendah


= 16-4 = 12

5) Katergori (K)

=2

6) Interval (I)

=
=6

Sehingga , Kriteria Objektifnya adalah :


Baik

: Jika skor jawaban responden 11-16 dari total skor


pertanyaan

Kurang Baik : Jika skor jawaban responden 4-10 dari total skor
pertanyaan
d. Pelatihan
1) Jumlah pertanyanaan

=5

2) Skor tertinggi

= jumlah pertanyaan X skor jawaban tertinggi


=5X4
= 20

3) Skor terendah

= jumlah pertanyaan X skor jawaban terendah


=5X1
=5

4) Range (R)

= nilai skor tertinggi nilai skor terendah


= 20-5
= 15

5) Katergori (K)

=2

6) Interval (I)

=
=8

Sehingga , Kriteria Objektifnya adalah :


Baik

: Jika skor jawaban responden 13-20 dari total skor


pertanyaan

Kurang Baik : Jika skor jawaban responden 5-12 dari total skor
pertanyaan

e. Pencegahan Infeksi Nosokomial


1) Jumlah pertanyanaan

= 11

2) Skor tertinggi

= jumlah pertanyaan X skor jawaban tertinggi


= 11 X 4
= 44

3) Skor terendah

= jumlah pertanyaan X skor jawaban terendah


= 11 X 1
= 11

4) Range (R)

= nilai skor tertinggi nilai skor terendah


= 44 - 11
= 33

5) Katergori (K)

=2

6) Interval (I)

=
= 17

Sehingga , Kriteria Objektifnya adalah :


Baik

: Jika skor jawaban responden 28-44 dari total skor


pertanyaan

Kurang Baik : Jika skor jawaban responden 11-27 dari total skor
pertanyaan

Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER PERAWAT RUANG RAWAT INAP
RS. STELLA MARIS MAKASSAR
Bapak/Ibu/Saudara (i) yang saya hormati,
Saya Eka sarmayani mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin Makassar, akan mengadakan penelitian dengan judul : Hubungan Faktor
Manajemen

Pengendalian

Infeksi

terhadap

pencegahan

terjadinya

infeksi

nosokomial oleh perawat di ruang rawat inap RS. Stella maris Makassar, tahun
2015.
Sehubungan dengan hal tersebut, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara(i)
untuk menjadi responden pada penelitian yang akan saya lakukan ini. Keikutsertaannya
bersifat sukarela dan kami menjamin kerahasiaan jawaban yang anda berikan, serta hasil
dari penelitian ini hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian saja.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bersedia untuk menjadi
responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Bagian Manajemen Rumah
Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin tahun 2015, dengan
judul diatas.
Makassar,

2015

HUBUNGAN FAKTOR MANAJEMEN PENGENDALIAN INFEKSI


TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL
OLEH PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RS STELLA MARIS
MAKASSAR, TAHUN 2015
A. Karakteristik Responden.
Beri tanda () pada jawaban yang sesuai.!
1. No. responden

(Di isi oleh peneliti)

2. Umur responden

: _______ tahun

3. Jenis kelamin

Laki-laki

4. Tingkat pendidikan

SPK

Perempuan

D-3 keperawatan
S-1 Keperawatan
5. Masa kerja

: _______ tahun

6. Pelatihan infeksi nosokomial

pernah

Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah dengan teliti setiap pernyataan sebelum menjawab.
2. Beri tanda () pada jawaban yang menurut saudara benar.
3. Pilihan jawaban yang tersedia dalam kuesioner ini adalah :
SL

: Selalu (bila telah dilakukan sepenuhnya)

SR

: Sering (bila dilakukan sepenuhnya namun tidak tepat)

JR

: Jarang (bila dilaksanakan hanya sebagian)

TP

: Tidak Pernah (bila tidak dilaksanakan sama sekali)

tidak pernah

No

Pernyataan

B.

PENGAWASAN
Dalam melakukan pengawasan tentang
upaya pencegahan infeksi nosokomial,
pihak manajemen melibatkan
penanggung jawab ruangan sebagai
supervisor.
Pihak manajemen melakukan
pemeriksaan secara rutin setiap hari di
ruang rawat inap untuk mengetahui ada
tidaknya kejadian infeksi nosokomial
Setiap hari dilakukan monitoring dalam
hal pengumpulan data dengan cara
pencatatan surveilans.
Pihak manajemen melakukan
pengawasan terhadap tindakan-tindakan
yang menyimpang dari standar prosedur
dalam hal pemasangan infus, kateter,
cuci tangan, dan desinfeksi
Ada tindak lanjut dari pengawasan yang
dilakukan oleh pihak manajemen
tentang upaya pencegahan infeksi
nosokomial berupa pendampingan
untuk dilakukan sosialisasi kembali
setiap 1-2 bulan sekali
KEBIJAKAN
Diberlakukan kebijakan mengenai
proses desinfeksi
Diberlakukan kebijakan mengenai
penggunaan antibiotik
Diberlakukan kebijakan mengenai
pelayanan sterilisasi
Diberlakukan kebijakan mengenai
penanganan dan pembuangan limbah
Diberlakukan kebijakan mengenai
fasilitas isolasi untuk pasien
Diberlakukan kebijakan mengenai
pelayanan makanan
Diberlakukan kebijakan mengenai
dekontaminasi peralatan

C.
6
7
8
9
10
11
12

SL

Jawaban
SR
JR

TP

No
13
14
D.

15

16

17

18
E.
19

20

21

22

Pernyataan
Diberlakukan kebijakan mengenai
prosedur cuci tangan
Kebijakan pemberian tanggung jawab
kepada perawat sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki perawat.
EVALUASI
Setiap bulan dilakukan evaluasi tentang
pencegahan infeksi nosokomial
terhadap perawat pelaksana dalam hal
pemasangan alat medis (ventilator,
infus, dan kateter) yang dilakukan oleh
tim PPI
Setiap 3 bulan dilakukan evaluasi
mengenai keberhasilan pencapaian
kinerja perawat pelaksana dalam
pencegahan infeksi nosokomial
Setiap 3 bulan dilakukan audit hand
hygiene terhadap perawat pelaksana
Pihak manajemen membahas
permasalahan yang terjadi dalam
pencegahan infeksi nosokomial dengan
perawat pelaksana.
PELATIHAN
Pihak manajemen menugaskan perawat
pelaksana untuk mengikuti sosialisasi
mengenai pencegahan infeksi
nosokomial 1 kali dalam setahun
Perawat pelaksana mengikuti pelatihan
tentang infeksi nosokomial di tingkat
nasional, 1 kali selama menjadi perawat
Perawat pelaksana mengikuti seminar
tentang infeksi nosokomial 3 kali dalam
setahun
Setiap bulan pihak manajemen dan
kepala ruangan memberikan bimbingan
kepada petugas kesehatan di ruang
perawatan untuk mengurangi kejadian
infeksi nosokomial

SL

SR

Jawaban
JR

TP

10

No

23
F.
24
25

26
27
28
29
30

31

32

33

34

Pernyataan

SL

Pihak manajemen memberikan orientasi


pada setiap perawat baru tentang
penerapan pencegahan infeksi
nosokomial
PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL
Sebelum dan sesudah melakukan
tindakan, mencuci tangan dengan air
yang mengalir dan sabun
Memakai sarung tangan saat melakukan
tindakan
Mensterilkan alat-alat setiap habis pakai
dengan cara direbus/direndam cidex opa
untuk alat yang berbahan karet dan stom
uap untuk alat yang berbahan stainlees
Mengganti kateter 5-7 hari sekali
Memberi label pada daerah pemasangan
infus
Infus dipindahkan setiap 3 x 24 jam
Melakukan segala tindakan sesuai
dengan standar prosedur operasional
Setiap mengganti balut luka, petugas
menggunakan sarung tangan, masker
dan apron/short untuk luka yang
kemungkinan memercikan cairan tubuh
Alat-alat yang digunakan untuk
mengukur alat vital seperti tensi dan
termometer dipisahkan antara pasien
infeksi dan non infeksi.
Memberikan edukasi tentang
perlindungan kesehatan bagi pasien,
pengunjung dan keluarga pasien yang
dilakukan saat pasien baru masuk ke
ruang perawatan dan ditindaklanjuti 2-3
hari
Tersedia pembuangan (safety box)
untuk alat tajam seperti jarum suntik
yang telah digunakan
Terima Kasih

Jawaban
SR
JR

TP

11

Lampiran 4
1. Karakteristik Responden

Umur responden
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

21-24

34

29.8

29.8

29.8

25-28

36

31.6

31.6

61.4

29-32

17

14.9

14.9

76.3

33-36

15

13.2

13.2

89.5

37-40

3.5

3.5

93.0

41-44

2.6

2.6

95.6

45-48

1.8

1.8

97.4

49-52

2.6

2.6

100.0

114

100.0

100.0

Total

jenis kelamin
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Laki-laki
Valid

12

10.5

10.5

10.5

Perempuan

102

89.5

89.5

100.0

Total

114

100.0

100.0

tingkat pendidikan
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

SPK

5.3

5.3

5.3

D-3 keperawatan

72

63.2

63.2

68.4

S-1 keperawatan

36

31.6

31.6

100.0

114

100.0

100.0

Valid
Total

12

masa kerja
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

1-10

92

80.7

80.7

80.7

11-20

17

14.9

14.9

95.6

21-30

4.4

4.4

100.0

114

100.0

100.0

Valid
Total

pelatihan infeksi nosokomial


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

pernah

23

20.2

20.2

20.2

tidak pernah

91

79.8

79.8

100.0

114

100.0

100.0

Total

13

2. Variabel Penelitian
kategori pengawasan
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

Baik

86

75.4

75.4

75.4

Kurang Baik

28

24.6

24.6

100.0

114

100.0

100.0

Total

kategori kebijakan
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Baik
Valid

Kurang Baik
Total

106

93.0

93.0

93.0

7.0

7.0

100.0

114

100.0

100.0

kategori evaluasi
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

Baik

87

76.3

76.3

76.3

Kurang Baik

27

23.7

23.7

100.0

114

100.0

100.0

Total

kategori pelatihan
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

Baik

76

66.7

66.7

66.7

Kurang Baik

38

33.3

33.3

100.0

114

100.0

100.0

Total

kategori pencegahan inos


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Baik
Valid

Kurang Baik
Total

109

95.6

95.6

95.6

4.4

4.4

100.0

114

100.0

100.0

14

3. Crosstab Variabel
a. Kategori Pengawasan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Crosstab
kategori pencegahan inos
Baik
Count
Baik

% within kategori
pengawasan

Total

Kurang Baik
82

86

95.3%

4.7%

100.0%

27

28

96.4%

3.6%

100.0%

109

114

95.6%

4.4%

100.0%

kategori pengawasan
Count
Kurang Baik

% within kategori
pengawasan
Count

Total

% within kategori
pengawasan

Chi-Square Tests
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.809

.000

1.000

.061

.804

.059
b

df

Fisher's Exact Test

1.000

Linear-by-Linear Association

.058

N of Valid Cases

114

.809

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.23.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Value
Phi

Approx. Sig.

-.023

.809

.023

.809

Nominal by Nominal
Cramer's V
N of Valid Cases

114

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null
hypothesis.

.642

15

b. Kategori Kebijakan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial


Crosstab
kategori pencegahan inos
Baik
Count

Total

Kurang Baik
103

106

97.2%

2.8%

100.0%

75.0%

25.0%

100.0%

109

114

95.6%

4.4%

100.0%

Baik
% within kategori kebijakan
kategori kebijakan
Count
Kurang Baik
% within kategori kebijakan
Count
Total
% within kategori kebijakan

Chi-Square Tests
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.003

4.233

.040

4.744

.029

8.718
b

df

Fisher's Exact Test

.039

Linear-by-Linear Association

8.642

N of Valid Cases

.003

114

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .35.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Value

Approx. Sig.

Phi

.277

.003

Cramer's V

.277

.003

Nominal by Nominal
N of Valid Cases

114

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null
hypothesis.

.039

16

c. Kategori Evaluasi dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial


Crosstab
kategori pencegahan inos
Baik
Count

Total

Kurang Baik
84

87

96.6%

3.4%

100.0%

25

27

92.6%

7.4%

100.0%

109

114

95.6%

4.4%

100.0%

Baik
% within kategori evaluasi
kategori evaluasi
Count
Kurang Baik
% within kategori evaluasi
Count
Total
% within kategori evaluasi

Chi-Square Tests
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.380

.115

.734

.687

.407

.770
b

df

Fisher's Exact Test

.591

Linear-by-Linear Association

.763

N of Valid Cases

114

.382

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.18.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Value

Approx. Sig.

Phi

.082

.380

Cramer's V

.082

.380

Nominal by Nominal
N of Valid Cases

114

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null
hypothesis.

.339

17

d. Kategori Pelatihan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial


Crosstab
kategori pencegahan inos
Baik
Count

Total

Kurang Baik
76

76

100.0%

0.0%

100.0%

33

38

86.8%

13.2%

100.0%

109

114

95.6%

4.4%

100.0%

Baik
% within kategori pelatihan
kategori pelatihan
Count
Kurang Baik
% within kategori pelatihan
Count
Total
% within kategori pelatihan

Chi-Square Tests
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.001

7.556

.006

11.452

.001

10.459
b

df

Fisher's Exact Test

.003

Linear-by-Linear Association

10.367

N of Valid Cases

.001

114

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.67.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Value

Approx. Sig.

Phi

.303

.001

Cramer's V

.303

.001

Nominal by Nominal
N of Valid Cases

114

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null
hypothesis.

.003

18

4. Analisis Pernyataan Variabel Penelitian


a. Pengawasan
Dalam melakukan pengawasan tentang upaya pencegahan infeksi nosokomial,
pihak manajemen melibatkan penanggung jawab ruangan sebagai supervisor.
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

1.8

1.8

1.8

Jarang

16

14.0

14.0

15.8

Sering

40

35.1

35.1

50.9

Selalu

56

49.1

49.1

100.0

Total

114

100.0

100.0

Pihak manajemen melakukan pemeriksaan secara rutin setiap hari di ruang


rawat inap untuk mengetahui ada tidaknya kejadian infeksi nosokomial
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

3.5

3.5

3.5

Jarang

38

33.3

33.3

36.8

Sering

41

36.0

36.0

72.8

Selalu

31

27.2

27.2

100.0

Total

114

100.0

100.0

Setiap hari dilakukan monitoring dalam hal pengumpulan data dengan cara
pencatatan surveilans.
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

1.8

1.8

1.8

Jarang

42

36.8

36.8

38.6

Sering

35

30.7

30.7

69.3

Selalu

35

30.7

30.7

100.0

Total

114

100.0

100.0

19

Pihak manajemen melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang


menyimpang dari standar prosedur dalam hal pemasangan infus, kateter, cuci
tangan, dan desinfeksi
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

1.8

1.8

1.8

Jarang

22

19.3

19.3

21.1

Sering

44

38.6

38.6

59.6

Selalu

46

40.4

40.4

100.0

Total

114

100.0

100.0

Ada tindak lanjut dari pengawasan yang dilakukan oleh pihak manajemen
tentang upaya pencegahan infeksi nosokomial berupa pendampingan untuk
dilakukan sosialisasi kembali setiap 1-2 bulan sekali
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

6.1

6.1

6.1

Jarang

34

29.8

29.8

36.0

Sering

37

32.5

32.5

68.4

Selalu

36

31.6

31.6

100.0

Total

114

100.0

100.0

b. Kebijakan
Diberlakukan kebijakan mengenai proses desinfeksi
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Jarang

16

14.0

14.0

14.0

Sering

40

35.1

35.1

49.1

Selalu

58

50.9

50.9

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

20

Diberlakukan kebijakan mengenai penggunaan antibiotik


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Jarang

23

20.2

20.2

20.2

Sering

31

27.2

27.2

47.4

Selalu

60

52.6

52.6

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

Diberlakukan kebijakan mengenai pelayanan sterilisasi


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

11

9.6

9.6

9.6

sering

43

37.7

37.7

47.4

selalu

60

52.6

52.6

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

Diberlakukan kebijakan mengenai penanganan dan pembuangan limbah


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

16

14.0

14.0

14.0

sering

38

33.3

33.3

47.4

selalu

60

52.6

52.6

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

Diberlakukan kebijakan mengenai fasilitas isolasi untuk pasien


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

28

24.6

24.6

24.6

sering

39

34.2

34.2

58.8

selalu

47

41.2

41.2

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

21

Diberlakukan kebijakan mengenai pelayanan makanan


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

18

15.8

15.8

15.8

sering

41

36.0

36.0

51.8

selalu

55

48.2

48.2

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

Diberlakukan kebijakan mengenai dekontaminasi peralatan


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

19

16.7

16.7

16.7

sering

34

29.8

29.8

46.5

selalu

61

53.5

53.5

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

Diberlakukan kebijakan mengenai prosedur cuci tangan


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

.9

.9

.9

sering

25

21.9

21.9

22.8

selalu

88

77.2

77.2

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

Kebijakan pemberian tanggung jawab kepada perawat sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki perawat.
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

tidak pernah

1.8

1.8

1.8

jarang

7.0

7.0

8.8

sering

41

36.0

36.0

44.7

selalu

63

55.3

55.3

100.0

Total

114

100.0

100.0

22

c. Evaluasi
Setiap bulan dilakukan evaluasi tentang pencegahan infeksi nosokomial
terhadap perawat pelaksana dalam hal pemasangan alat medis (ventilator, infus,
dan kateter) yang dilakukan oleh tim PPI
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

4.4

4.4

4.4

Jarang

26

22.8

22.8

27.2

Sering

36

31.6

31.6

58.8

Selalu

47

41.2

41.2

100.0

Total

114

100.0

100.0

Setiap 3 bulan dilakukan evaluasi mengenai keberhasilan pencapaian kinerja


perawat pelaksana dalam pencegahan infeksi nosokomial
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

tidak pernah

10

8.8

8.8

8.8

Jarang

21

18.4

18.4

27.2

Sering

44

38.6

38.6

65.8

Selalu

39

34.2

34.2

100.0

Total

114

100.0

100.0

Setiap 3 bulan dilakukan audit hand hygiene terhadap perawat pelaksana


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

3.5

3.5

3.5

Jarang

24

21.1

21.1

24.6

Sering

41

36.0

36.0

60.5

Selalu

45

39.5

39.5

100.0

Total

114

100.0

100.0

23

Pihak manajemen membahas permasalahan yang terjadi dalam pencegahan


infeksi nosokomial dengan perawat pelaksana.
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

2.6

2.6

2.6

Jarang

27

23.7

23.7

26.3

Sering

44

38.6

38.6

64.9

Selalu

40

35.1

35.1

100.0

Total

114

100.0

100.0

d. Pelatihan
Pihak manajemen menugaskan perawat pelaksana untuk mengikuti sosialisasi
mengenai pencegahan infeksi nosokomial 1 kali dalam setahun
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

tidak pernah

18

15.8

15.8

15.8

Jarang

19

16.7

16.7

32.5

Sering

38

33.3

33.3

65.8

Selalu

39

34.2

34.2

100.0

Total

114

100.0

100.0

Perawat pelaksana mengikuti pelatihan tentang infeksi nosokomial di tingkat


nasional, 1 kali selama menjadi perawat
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

tidak pernah

40

35.1

35.1

35.1

Jarang

33

28.9

28.9

64.0

Sering

14

12.3

12.3

76.3

Selalu

27

23.7

23.7

100.0

Total

114

100.0

100.0

24

Perawat pelaksana mengikuti seminar tentang infeksi nosokomial 3 kali dalam


setahun
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

tidak pernah

29

25.4

25.4

25.4

jarang

45

39.5

39.5

64.9

sering

19

16.7

16.7

81.6

selalu

21

18.4

18.4

100.0

Total

114

100.0

100.0

Setiap bulan pihak manajemen dan kepala ruangan memberikan bimbingan


kepada petugas kesehatan di ruang perawatan untuk mengurangi kejadian
infeksi nosokomial
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

5.3

5.3

5.3

jarang

19

16.7

16.7

21.9

sering

41

36.0

36.0

57.9

selalu

48

42.1

42.1

100.0

Total

114

100.0

100.0

Pihak manajemen memberikan orientasi pada setiap perawat baru tentang


penerapan pencegahan infeksi nosokomial
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

18

15.8

15.8

15.8

sering

34

29.8

29.8

45.6

selalu

62

54.4

54.4

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

25

e. Pencegahan Infeksi Nosokomial


Sebelum dan sesudah melakukan tindakan, mencuci tangan dengan air
yang mengalir dan sabun
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

sering

23

20.2

20.2

20.2

selalu

91

79.8

79.8

100.0

Total

114

100.0

100.0

Memakai sarung tangan saat melakukan tindakan


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

4.4

4.4

4.4

sering

28

24.6

24.6

28.9

selalu

81

71.1

71.1

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

Mensterilkan alat-alat setiap habis pakai dengan cara direbus/direndam


cidex opa untuk alat yang berbahan karet dan stom uap untuk alat yang
berbahan stainlees
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

1.8

1.8

1.8

sering

22

19.3

19.3

21.1

selalu

90

78.9

78.9

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

Mengganti kateter 5-7 hari sekali


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

1.8

1.8

1.8

sering

36

31.6

31.6

33.3

selalu

76

66.7

66.7

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

26

Memberi label pada daerah pemasangan infus


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

tidak pernah

4.4

4.4

4.4

jarang

1.8

1.8

6.1

sering

27

23.7

23.7

29.8

selalu

80

70.2

70.2

100.0

Total

114

100.0

100.0

Infus dipindahkan setiap 3 x 24 jam


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

17

14.9

14.9

14.9

sering

38

33.3

33.3

48.2

selalu

59

51.8

51.8

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

Melakukan segala tindakan sesuai dengan standar prosedur operasional


Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

2.6

2.6

2.6

sering

34

29.8

29.8

32.5

selalu

77

67.5

67.5

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

Setiap mengganti balut luka, petugas menggunakan sarung tangan,


masker dan apron/short untuk luka yang kemungkinan memercikan cairan
tubuh
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

3.5

3.5

3.5

sering

21

18.4

18.4

21.9

selalu

89

78.1

78.1

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

27

Alat-alat yang digunakan untuk mengukur alat vital seperti tensi dan termometer
dipisahkan antara pasien infeksi dan non infeksi.
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

7.9

7.9

7.9

jarang

24

21.1

21.1

28.9

sering

22

19.3

19.3

48.2

selalu

59

51.8

51.8

100.0

Total

114

100.0

100.0

Memberikan edukasi tentang perlindungan kesehatan bagi pasien, pengunjung


dan keluarga pasien yang dilakukan saat pasien baru masuk ke ruang perawatan
dan ditindaklanjuti 2-3 hari
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

tidak pernah

Valid

3.5

3.5

3.5

jarang

21

18.4

18.4

21.9

sering

32

28.1

28.1

50.0

selalu

57

50.0

50.0

100.0

Total

114

100.0

100.0

Tersedia pembuangan (safety box) untuk alat tajam seperti jarum suntik
yang telah digunakan
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

jarang

2.6

2.6

2.6

sering

16

14.0

14.0

16.7

selalu

95

83.3

83.3

100.0

Total

114

100.0

100.0

Valid

28

Lampiran 5

29

Lampiran 6

30

Lampiran 7
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Eka Sarmayani

Tempat Tanggal/Lahir : Cendana Putih, 26 Desember 1992


Alamat Makassar

: Jln. Palapa IX blok B3 no. 78, Telkomas

Alamat Daerah

: Cendana Putih II, Kec. Mappedeceng, Kab. Luwu Utara

Jenis Kelamin

: Perempuan

Suku

: Bali

Riwayat Pendidikan

:
1. SD Negeri No. 335, Cendana putih II
2. SMP Negeri 1 Mappadeceng
3. SMA Negeri 1 Masamba
4. Program S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Bagian
Manajemen

Rumah

Hasanuddin Makassar.

Sakit

(MRS)

Universitas

Anda mungkin juga menyukai