(Makalah) Diskusi Topik-Avian Influenza
(Makalah) Diskusi Topik-Avian Influenza
Disusun Oleh:
1. Amelia Kartika
1106008523
1106010282
1106050140
4. Elvina J Yunasan
1106049896
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 3
2.1
Virology ............................................................................................................................ 3
2.2
Transmisi .......................................................................................................................... 4
2.3
Patogenesis ..................................................................................................................... 4
2.4
2.5
Diagnosis.......................................................................................................................... 6
2.6
Tatalaksana ..................................................................................................................... 7
2.7
Pencegahan ................................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
Avian Influenza atau flu burung merupakan penyakit infeksi yang disebabbkan
oleh virus influenza tipe A yang biasa mengenai unggas. Virus influenza terdiri dari 3
tipe yakni A, B, dan C. Virus influenza tipe B dan C tidak menimbulkan penyakit yang
fatal pada manusia. Virus influenza tipe A adalah jenis virus yang menginfeksi
unggas, memiliki 2 protein penanda yaitu Hemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N).
Terdapat 15 jenis H (H1-H15) dan 9 jenis N (N1-N9) yang kemudian dapat
berkombinasi membentuk subtype dari virus influenza tipe A. Avian influenza
merupakan subtype H5N1 yang digolongkan sebagai Highly Pathogenic Avian
Influenza.1
Dalam perkembangannya, Avian Influenza tidak hanya menyerang unggas,
tetapi juga manusia. Berdasarkan laporan WHO tahun 2014 disebutkan bahwa di
seluruh dunia ditemukan sebanyak 650 kasus dan 386 kematian akibat flu burung
dalam rentang waktu 2003 hingga 2014. Sementara itu, di Indonesia kasus H5N1
pada manusia pertama kali dilaporkan pada Juni 2005. Sejak tahun 2005 hingga
2014 ditemukan total 195 kasus dan 163 kematian akibat flu burung. 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Virology
Virus influenza pada unggas memiliki sifat dapat bertahan hidup di air pada suhu
20 C selama 4 hari dan pada suhu 0 oC selama lebih dari 30 hari. Tetapi virus ini
akan mati pada pemanasan 80 oC selama 1 menit, 60 oC selama 30 menit atau 56oC
selama 3 jam. Virus juga dapat mati karena pengaruh desinfektan seperti formalin,
detergen, dan cairan yang mengandung iodine dal alkohol 70%.1
Ciri khas dari virus influenza adalah dapat mengubah protein H dan N yang ada
di permukaannya secara cepat (antigenic shift) dan lambat (antigenic drift). Antigenic
shift terjadi pada virus golongan A, sedangkan antigenic drift terjadi pada virus
golongan B. Terjadinya antigenic shift ini memungkinkan terbentuknya virus yang
lebih ganas yang kemudian dapat menimbulkan infeksi sistemik yang berat akibat
sistem imun pejamu yang belum sempat terbentuk.1
Virus Avian Influenza merupakan orthomyxovirus tipe A, yang memiliki antigen
nucleprotein homolog dan protein matrix internal, yang terindentifikasi secara
serologi di agar gel immunodiffusion test. Virus ini memiliki negative stranded RNA.
Virus Avian Influenza dibagi menjadi 16 subtipe hemagglutinin (H1-16) dan 9
subtipe neuraminidase (N1-9), berdasarkan tes inhibisi neuraminidase dan
hemaglutinin.3
o
2.2 Transmisi
Sebagian besar virus AI patogenitasnya rendah, namun beberapa virus H5 dan
H7 sangat patogenik terhadap ayam, kalkun, dan unggas lainnya. Virus AI yang
patogenitasnya tinggi dapat menyebabkan kematian unggas dalam beberapa hari.
Transmisi virus diantara unggas melalui ingesti dan inhalasi. Kasus infeksi oleh
Eurasians H5N1 High Pathogenicity
dan Chinese H7N9 Low Pathogenicity
dilaporkan pada manusia. Total kasus infeksi H5N1 HP pada manusia di Asia dan
Afrika mencapai 648 pada tahun 2003-2013. Faktor risiko primer infeksi manusia
adalah kontak langsung dengan unggas hidup/mati yang terinfeksi, namun sedikit
kasus diakibatkan konsumsi produk unggas yang tidak dimasak, dan kontak dengan
orang lain yang terinfeksi. Infeksi sistem pernapasan merupakan gejala tersering
kasus H5N1 pada manusia. Konjungtivitis merupakan gejala tersering infeksi H7N7
di Netherlands selama 2003. Infeksi H5N1 pada manusia berkaitan dengan
kerentanan genetik.3
2.3 Patogenesis
Karena virus Avian Influenza merupakan negative stranded RNA virus,
terdapatnya positive stranded RNA pada jaringan tertentu menunjukkan tempat
replikasi aktif virus. Antigen viral dan stuktur genomiknya ditemukan di sel epitel
trakea (pneumosit tipe I dan pneumosit tipe II) dan alveoli. H5N1 juga ditemukan di
cairan serebrospinal.Penyebaran virus ke sistem saraf pusat terjadi melalui serat
aferen olfaktori, vagal, trigeminal, dan saraf simpatik setelah bereplikasi di paru.
Sekuens genomik virus ditemukan di epitel usus, dan terdeteksi di feses, sehingga
menunjukkan infeksi virus pada usus. Infeksi pada usus kemungkinan disebabkan
ingesti sekret yang terinfeksi. Antigen dan sekuens viral ditemukan pada sel
hofbauer (makrofag fetal) dan sitotropoblast, selain itu RT-PCR menemukan infeksi
pada fetus. Hal ini menunjukkan transmisi transplasental dapat terjadi. Pada
percobaan terhadap hewan, H5N1 dapat menyebabkan lymphopenia parah. Pada
percobaan tersebut, lesi awal pada paru berupa focal peribronchiolarpneumonia
muncul 3-5 hari setelah infeksi, sedangkan konsolidasi ekstensif dan bronkiolitis
terjadi 6-8 hari setelah infeksi.3
2.5 Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukopenia (terutama limfopenia),
trombositopenia ringan sampai sedang, dan peningkatan sedikit atau sedang kadar
aminotransferase.
Hiperglikemi
(diduga
berkaitan
dengan
penggunaan
4
kortikosteroid) dan peningkatan kadar kreatinin juga terjadi.
Pemeriksaan perlu dilakukan dari sampel saluran napas (sekresi nasofaringeal,
concentrated oral rinse culture, aspirat trakeal, dan sel epitelial respiratori). Tes yang
dapat dilakukan berupa5,6:
1. Skrining antigen virus influenza A
Dapat dilakukan dengan rapid test kit untuk mendeteksi virus influenza A.5
Sensitivitas lebih rendah dibandingkan RT-PCR dan kultur virus. Hasil
bergantung pada usia pasien, durasi penyakit, jenis sampel, dan jenis virus.
Uji konfirmasi lanjutan dapat berupa RT PCR dan atau kultur virus pada hasil
tes negatif.6
2. PCR atau nucleid acid testing
Tes yang sensitif dan spesifik untuk influenza. RT-PCR dapat digunakan
sebagai tes konfirmasi dan cepat untuk membedakan jenis dan subtipe
influenza.6
3. Tes imunofluoresens
Pewarnaan antibodi fluoresen direk atau indirek untuk deteksi antigen
influenza dapat digunakan sebagai tes skrining. Hasil bergantung pada
keahilan laboratorium dan kualitas spesimen. 6
4. Isolasi virus
Merupakan gold standar untuk mendiagnosis infeksi avian influenza A. 5 Dapat
dilakukan pada musim influenza pada spesimen respiratori untuk survailans
rutin virologis dan untuk konfirmasi hasil tes negatif dari rapid antigen dan tes
imunofluoresens, terutama pada outbreak institutional. 6
5. Tes serologi
Biasanya tidak direkomendasikan pada deteksi infeksi virus untuk
penanganan penyakit akut. Sampel serum diperlukan pada fase akut dan
non-konvalesen untuk determinasi titer antibodi. 5 Uji serologi yang dilakukan
berjarak 4 minggu dan bila terjadi peningkatan titer antibodi 4x lipat atau lebih
terhadap avian influenza A (H7N9) mengindikasikan infeksi akut.5
Pemeriksaan serum berpasangan ini berguna pada diagnosis retrospektif dan
untuk riset.5
2.6 Tatalaksana
Ketika pasien sudah ditetapkan, maka obat antiviral harus diberikan secepat
mungkin. Terdapat beberapa jenis antiviral yang dapat diberikan pada pasien yang
terinfeksi virus H5N1:7
Menurut hasil rekomendasi WHO pada tahun 2007, talaksana pasien suspek
atau dikonfirmasi menderita infeksi H5N1: 8
Berdasarkan data yang berasal dari Indonesia, 35 pasien yang tidak diberikan
antiviral 100% meninggal dan 100 pasien yang diberikan antiviral 25% hidup. Obat
viral lain yang tersedia di Indonesia, Amantadine tidak direkomendasikan untuk
karena menurut LITBANG kementrian kesehatan 80% kasus flu burung di Indonesia
sudah resisten terhadap amantadine. 9
Pasien juga diberikan terapi lainnya yaitu terapi simptomatik, nutrisi, dan, vitamin.
2.7 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya penularan flu burung maka dapat dilakukan: 10
Menghindari paparan cairan yang ada pada paruh, hidung, mata unggas yang
sakit
Jauhkan anak-anak untuk bermain dengan unggas, bulu unggas, telur, dan
lingkungan yang telah tercemar kotoran unggas
Buang, dan timbun kotoran unggas yang ada di sekitar rumah dalam tanah
Jangan pegang unggas yang mati mendadak sebelum memakai alat proteksi
diri (sarung tangan, masker, penutup kaki). Segera kubur unggas.
Mencuci daging dan kulkas sebelum disimpan dalam lemari pendingin atau
dimasak
Masak daging dan telur unggas sampai matang
Hindari konsumsi daging unggas yang terinfeksi flu burung
Hindari mengkonsumsi atau menjual bangkai unggas
Jauhkan kandang unggas dari tempat tinggal
Cuci tangan dengan sabun setelah memegang unggas atau telur. Setelah
mengubur unggas mati, mandi dan cuci pakaian
Bila mendapati gejala flu, badan panas, sesak napas setelah terdapat ungga
mati mendadak di sekitar rumah segera pergi ke Fasyankes
Kemoprofilaksis
Penggunaan kemoprofilaksis pada individu yang tidak terpajan tidak dianjurkan.
Individu yang juga terpajan 7 hari yang lalu tidak dianjurkan menggunakan
kemoprofilaksis.
Stratifikasi risiko infeksi H5N1:
Petugas yang bertugas untuk menangni unggas yang sakit atau melakukan
dekontaminasi pada lingkungan yang terkontaminasi tanpa menggunakan
APD dengan benar, individu yang yang tidak menggunakan proteksi dan
tinggal sangat dekat dengan hewan yang mati atau sakit karena virus H5N1,
petugas kesehatan yang melakukan kontak yang erat dengan pasien suspek
atau konfirmasi H5N1 tanpa menggunakan APD yang adekuat.
Kelompok berisiko rendah
Petugas kesehatan yang tidak kontak dekat dengan pasien (>1m) dengan
pasien konfirmasi atau suspek infeksi H5N1, dan tidak mengalami kontak
dengan materi infeksius dari pasien, petugas kesehatan yang memakai APD
dengan adekuat ketika bertemu dengan pasien H5N1, petugas yang bertugas
untuk membasmi unggas yang tidak terinfeksi atau sepertinya tidak terinfeksi,
petugas yang bertugas menangani hewan yang sakit atau melakukan
dekontaminasi lingkungan dengan menggunakan APD dengan baik.
11
gangguan epilepsy
kemoprofilaksis.
sebaiknya
tidak
12
diberikan
amantadine
sebagai
BAB III
PENUTUP
Standar kompetensi dokter umum untuk kasus flu burung adalah 3B yang berarti
mampu membuat diagnosis klinis dan memberikan terapi awal pada keadaan gawat
darurat. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai avian influenza sangat diperlukan
oleh seorang dokter.
13
DAFTAR REFERENSI
1. Nainggolan L, Rumende Cm, Pohan HT. Avian Influenza. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta.
2. World Health Organization. Cumulative number of confirmed human cases for
avian influenza A(H5N1) reported to WHO, 2003-2014
3. Pathology, molecular biology, and pathogenesis of Avian Influenza A (H5N1)
infections in humans. Am J Pathol. 2008 May; 172(5): 1155-1170
4. Beigel JH, Farrar J, Han AM, Hayden FG, et al. Avian influenza A infection in
humans. N Engl J Med. 2005; 353(13): 1374-1386
5. Center for Disease Control and Prevention. Diagnostic and treatment protocol for
human infections with avian influenza A. 2 ed. 2013 [diunduh 2014 Sep 24].
Tersedia dari:
http://www.chinacdc.cn/en/research_5311/Guidelines/201304/W0201304253631
45259626.pdf
6. Harper SA, Bradley JS, File TM, Gravenstein S, et al. Seasonal influenza in
adults and children- diagnosis, treatment, chemoprophylaxis, and institutional
outbreak management: clinical practice guidelines of the infectious diseases
society of america. CId. 2009; 48: 1003-1032
7. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Basic and clinical pharmacology. Edisi ke
11. China: McGrawHill Companies; 2009.
8. Schunemann, Rill SR, Kakakd M, Bellamy R, Uyeki TM, Hayden FG,
Yazdanpanah, et al. WHO rapid advice guidelines for pharmacological
management of sporadic human infection with avian influenza A (H5N1) virus.
The Lancet. 2007;7: 21-31.
9. Kemenkes RI. Pedoman tatalaksana klinis flu burung (H5N1) di rumah sakit.
Jakarta:Kemenkes RI; 2010.
10. Dikrektorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical care untuk
pasien flu burung. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2007
14