Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Tidak lupa salawat serta salam kepada junjungan
besar Rasulullah SAW beserta para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan kasus Tinea Capitis.
Selain itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Dindin Budhi, Sp. KK,
selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penyusunan laporan Refreshing
ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari
sempurna. Semoga dengan adanya kritik dan saran yang diberikan pembimbing dan pembaca,
saya bisa mengoreksi laporan kasus di lain kesempatan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Cianjur, Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN........................................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA (TINEA CAPITIS).........................................................10
A. DEFINISI......................................................................................................................10
B. SINONIM......................................................................................................................10
C. EPIDEMIOLOGI..........................................................................................................10
D. ETIOLOGI....................................................................................................................11
E. KLASIFIKASI..............................................................................................................11
F.

PATOGENESIS.............................................................................................................12

G. GEJALA KLINIK.........................................................................................................14
H. DIAGNOSIS.................................................................................................................16
I.

DIAGNOSIS BANDING..............................................................................................17

J.

TERAPI.........................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
statum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan golongan jamur
dermatofita.1 Dermatofita merupakan golongan jamur yang mencerna keratin. 1 Dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton.1 Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita yang
terbagi dari 2 spesies Epidermophyton, 17 spesien Microsporum, dan 21 spesien
Trichophyton.1 Dermatofitosis dibagi berdasarkan lokasi sehingga dikenal bentuk tinea
kapitis, tinea barbe, tinea pedis et manum, tinea unguium, dan tinea korporis.1
Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan dermatofitosis pada kulit kepala dan
berhubungan dengan rambut yang disebabkan oleh spesies Microsporum dan Trichophyton.1-3
Terdapat 3 cara penularan dermatofita yaitu infeksi antropofilik, infeksi zoofilik dan infeksi
geofilik.4
Tinea kapitis merupakan penyakit jamur yang sering terjadi pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa.2-5 Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tinea kapitis
adalah higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah. 3,5
Di negara-negara maju, Trichophyton tonsurans merupakan penyebab paling umum,
sedangkan di negara-negara berkembang penyebab paling umum adalah Microsporum canis.5
Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan,
alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut kerion. 1 Dalam klinik
tinea kapitis dapat dilihat sebagai tiga bentuk yaitu gray patch, kerion, dan black dot
ringworm.1 Untuk menegakkan diagnosis maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti
lampu wood, mikroskopis menggunakan KOH dengan mengambil sampel dengan kerokan
pada lesi.1,2,6

BAB II
STATUS PASIEN

KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama

: Ny. Naih Rubaeah

Umur

: 57 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat

: Pemanah, Cianjur, Jawa Barat

Pekerjaan

: Ibu Rumah tangga

Pendidikan

: SMA

Agama

: Islam

Status Marital : Menikah

ANAMNESIS
Autoanamnesis : Pada pasien pasien pasien pada tanggal 12 Mei 2015 pukul 11.30

Keluhan Utama
Perubahan bentuk kuku jari tengah dan jari jempol pada tangan kanan

Anamnesis khusus

Riwayat Penyakit Sekarang


Terjadi perubahan bentuk kuku jari tengah dan jari jempol pada tangan kanan disertai

rasa gatal sejak 2 tahun yang lalu. Kuku menjadi berwarna kekuningan, dan nampak bersisik
dan bila digaruk seperti ada lapisan yang mengelupas hingga bernanah. Terasa gatal bila kuku
sedang lembab atau basah. Kuku yang lain tidak mengalami perubahan.
Keluhan dirasakan sangat mengganggu. Sebelum datang ke RS Cianjur, pasien
mengaku sudah mencoba untuk mengobati dari Puskesmas hingga ke bidan tapi tidak
sembuh.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Anggota keluarga yang tinggal serumah tidak ada yang menderita keluhan seperti ini.

Riwayat Pengobatan:
Pasien sudah berobat dengan keluhan yang seperti ini.
Pasien tidak mengetahui nama obat yg diberikan, obat dalam bentuk krim racikan.
Riwayat penggunaan obat-obatan steroid, antibiotik jangka panjang disangkal.

Riwayat Alergi:
Pasien alergi terhadap debu.

Riwayat Psikososial
Pasien tinggal di lingkungan perumahan padat penduduk. Pasien mandi
minimal 2x/hari dengan sabun batangan. Pasien mencuci piring dengan sabun sunlight
sejak dulu. Sumber air bersih pasien yaitu menggunakan air PAM. Pasien mengaku
tidak punya hewan peliharaan di rumah. Pasien sehari-hari hanya mengerjakan
kegiatan di rumah.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Composmentis

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Respirasi

: 18 x/menit

Suhu

: 36,8C

BB = 20 kg

STATUS GENERALIS

Kepala

Rambut

: Hitam, tidak rontok.

Mata

: Conjunctiva tak anemis (+/+), Sklera tak ikterik (+/+)

Hidung

: Deviasi septum nasi(-), Sekret (-)

Telinga

: Normotia, Sekret (-/-), Serumen (-/-)

Mulut

: Bibir kering (-), mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1/T1

tidak hiperemis, tidak ada caries dentis

Leher

Pembesaran KGB

: Tidak teraba membesar

Pembesaran tiroid

: Tidak teraba membesar

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi
Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS dan SS (-)

Palpasi
Vokal fremitus (+/+) di kedua lapang paru, nyeri tekan (-/-)

Perkusi
Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi
Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

Jantung

Inspeksi
Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi
Ictus Cordis tidak teraba.

Perkusi
Tidak dilakukan

Auskultasi
Bunyi jantung I / II regular murni, murmur (-), gallop(-)

Abdomen

Inspeksi
Datar, Scar (-)

Auskultasi
Bising usus (+) normal.

Palpasi
Supel, turgor baik, hepatosplenomegali (-)

Perkusi
Timpani diseluruh kuadran abdomen
5

Ekstremitas
Atas

: Deformitas (-), udem (-/-), akral hangat (+/+), RCT < 2 detik.

Kanan

: Kuku pada jari jempol dan jari tengah bercak bercak berkonfluen,

kasar, dengan lapisan superficial yang rapuh

Bawah

: Deformitas (-), udem (-/-), akral hangat (+/+), RCT < 2 detik.

Kulit

: Lihat status Dermatologikus

STATUS DERMATOLOGIKUS
Distribusi

Lokalisata

A/R

Kuku Digiti I dan III manus dekstra

Lesi

Tampak lesi soliter yang konfluent, bentuk tidak teratur, dengan permukaan
kasar, berbatas tegas, dengan ukuran diameter paling kecil 0,5 x 0,5 cm dan
paling besar 1x1 cm, sebagian menimbul dan sebagian datar , kering.

Efluroesensi

Hiperpigmentasi, skuama

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan KOH 10%, dengan spesimen berasal dari kerokan kuku pada
lesi yang dilihat di atas mikroskop.

Intrepetasi : ditemukan jamur (hifa positif)

RESUME
An.SN Perempuan 9 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD cianjur
dengan kelahuan kebotakan pada daerah kulit kepala bawah disertai gatal dan bersisik sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kebotakan disertai gatal yang terus menerus dengan
ukuran seperti koin logam yaitu diameternya sekitar 3x3 cm dan terus menyebar. 2 minggu
SMRS, awalnya terdapat bruntus kemerahan berukuran kecil seperti jarum pentul di daerah
kulit kepala bawah yang dirasakan gatal sehingga pasien sering menggaruknya dan lama
kelamaan semakin membesar. 9 hari SMS, bruntus kemerahan mulai melebar disertai
kerontokan pada rambut dan timbul sisik. 1 minggu SMRS, rambut semakin rontok dan
timbul kebotakan sebagian didaerah kulit kepala bagian atas yang semakin terasa gatal dan
timbul sisik yang semakin banyak. 2 hari SMRS, kebotakan semakin meluas disertai gatal
yang semakin berat dan ditemukan kerontokan rambut didaerah kulit kepala lain disertai
sisik yang semakin banyak. Pada riwayat psikososial pasien mandi minimal 2x/ hari dan cuci
rambut dengan shampoo jarang dilakukan.
Pada Status Generalisata ditemukan adanya alopesia didaerah rambut bawah, dan
pada status dermatologis ditemukan : distribusi regioner. A/R : Kulit kepala occipitalis. Lesi
multiple, bentuk tidak teratur, dengan diameter terkecil 0.5 x 1cm, diameter terbesar 3 x 3

cm, berbatas tegas, sebagian menimbul dan sebagian datar , kering. Efloresensi : papula
ertema, skuama.

Diferential Diagnosis

Tinea Capitis

Dermatitis seboroik

Psoriasis pada kulit kepala

Trikotilomania

Diagnosis Kerja

Tinea capitis

Usulan Pemeriksaan :
Pemeriksaan dengan lampu wood
Pemeriksaan kultur jamur penyebab (Sabourauds Dextrose Agar (SDA) +
Chloramphenicol + cyclohexamide).

PENATALAKSANAAN
Umum:

Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.

Menghindari garukan agar lesi tetap kering dan bersih dan mengurangi resiko infeksi
sekunder bakteri.

Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita dan tidak menggunakan peralatan
harian bersama-sama.

Mandi dengan air bersih dan memakai sabun dan shampoo.

Khusus:
Topikal
Ketokonazol shampoo ( scalp solution) 2 % di kepala
2x 5mL/ hari selama 2-4 minggu.
Sedian 2 % = 80mL
Sistemik :
Griseofulvin

: 10mg/kgBB/hari
: 10 x 20kg / hari = 200mg tablet, 1kali/hari
Sedian 500 mg

CTM

: 6-12 tahun 2 mg tiap 4-6 jam, maksimal 12 mg/hari.


: 4 x 2mg ( tab)
Sedian tab 4mg

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Ad Bonam

Quo ad Functionam : Ad Bonam


Quo ad sanatinam

: dubia ad Bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA (TINEA KAPITIS)

A. DEFINISI
Tinea kapitis adalah suatu infeksi pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh
spesies dermatofita.1-3 Dermatofita merupakan golongan jamur yang menyebabkan
dermatifitosis yang mempunyai sifat mencerna keratin.1
B. SINONIM
Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes tonsurans.
C. EPIDEMIOLOGI
Tinea kapitis merupakan penyakit yang sudah dianggap sebagai masalah kesehatan
yang serius pada beberapa dekade dan sering muncul pada anak- anak usia antara 4 sampai
14 tahun.3,5 Namun pada orang dewasa jarang terjadi, hal ini terjadi akibat perubahan pada pH
kulit kepala dan peningkatan asam lemak yang berguna sebagai proteksi atau sebagai jamur
statik.4,5,7
Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat dengan
higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah.3,5
Kejadian pada orang dewasa biasanya lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki,
pada orang dengan imunitas yang rendah, dan pada orang yang berkulit hitam dibandingkan
kulit putih.4,7 Ada tiga cara penularan dermatofita yaitu : 4

Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat hadir
sebagai kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung atau melalui
penyebaran udara dari spora dan penyebaran tidak langsung yaitu terkontaminasi dari
benda-benda seperti sisir , sikat , topi dan lain sebagainya.

Infeksi menyebar dari hewan ke anak ( infeksi zoofilik ) melalui kontak langsung
maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi seperti karpet, pakaian,
furnitur dan lain sebagainya.

10

Infeksi menyebar dari tanah ke manusia ( infeksi geofilik ) namun jarang terjadi.

D. ETIOLOGI
Tinea

kapitis

terjadi

akibat

dermatofita

spesies

Microsporum

dan

Trichophyton.1-3 Setiap negara dan daerah memiliki perbedaan pada spesies penyebab
tinea kapitis misalnya di amerika serikat dan Eropa Barat 90 % kasus tinea kapitis yang
disebabkan oleh T. tonsurans dan jarang disebabkan M. Canis, sedangkan di Eropa Timur
dan Selatan serta Afrika Utara disebabkan oleh T. violaceum. 7 Di inggris kasus terbanyak
disebabkan oleh infeksi M.canis yang di dapatkan dari kucing.7 Spesies penyebab
terjadinya tinea kapitis gray patch adalah microsporum dan trikofiton. Pada tinea kapitis
black dot terutama disebabkan oleh Tricophyton tonsurans, T. violaceum dan T.
mentagrophytes. Penyebab utama tinea kapitis kerion adalah Microsporum canis, M.
gypseum, T. tonsurans, dan T. violaceum. Sedangkan pada tinea favus disebabkan oleh
spesies T. schoenleinii, T. violaceum, dan M. Gypseum.8
E. KLASIFIKASI
1. Infeksi Ektothrix
Invasi terjadi pada batang rambut luar. Hifa fragmen ke arthroconidia, menyebabkan
kerusakan kutikula. Infeksi ini disebabkan oleh Microsporum spp. (M. audouinii dan M.
canis)
2. Infeksi Endothrix
Infeksi terjadi di dalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula. Arthroconidia
ditemukan dalam batang rambut. Infeksi ini disebabkan oleh Trichophyton spp. (T. tonsurans
di Amerika Utara , T. violaceum di Eropa , Asia , sebagian Afrika). 4

"Black Dot " Tinea capitis


Merupakan varian endothrix yang menyerupai dermatitis seboroik.

Kerion
Merupakan varian endothrix dengan plak inflamasi.

11

Favus
Merupakan varian endothrix dengan arthroconidia dalam batang rambut. Sangat

jarang di Eropa Barat dan Amerika Utara . Di beberapa bagian dunia (Timur Tengah, Afrika
Selatan) masih endemik .

Gambar 2.1 Gambaran Ektothrix dan Endothrix 3


F. PATOGENESIS
Infeksi dermatofita melibatkan 3 step utama yaitu : 3
1. Perlekatan pada keratinosit
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan
keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan
sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit serta asam lemak yang diproduksi oleh
glandulasebasea juga bersifat fungistatik
2. Penetrasi melewati dan di antara sel
Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus stratum korneum dengan
kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi
proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma

12

dan maserasi juga membantu memfasilitasi penetrasi jamur kejaringan. Pertahanan baru
muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
3. Pembentukan respon penjamu
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran
yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes
hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit.
Antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan
dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat
yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan
barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera
jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.
Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum korneum,
kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari pertengahan hingga akhir
anagen rambut sebelum masuk ke folikel untuk menembus korteks rambut.3,6 Arthroconidia
kemudian mencapai korteks rambut sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan
rambut yang diambil akan ditemukan arthroconidia dan dapat juga ditemukan hifa intrapilari.
Invasi rambut oleh dermatofita , terutama M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang
cukur , topi , kursi teater ) , M. canis ( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian anak ke
anak ) , atau T. tonsurans.3,6 6
Patogenesis pada arthroconidia endothrix sama seperti ectothrix yaitu awalnya
menyerang stratum korneum dari kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi pada batang
rambut namun arthroconidia tetap didalam batang rambut, menggantikan keratin intrapilari
dan meninggalkan korteks yang intak.3,6 Hal ini yang menyebabkan rambut menjadi sangat
rapuh dan pada permukaan kulit kepala akan ditemukan folikel yang hilang, meninggalkan
titik hitam kecil black dot serta inflamasi yang parah yang ditemukan pada semua kasus.3,6

13

G. GEJALA KLINIK
Di dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai 3 bentuk yang jelas ( RIPPON,
1970 dan CONANT dkk, 1971 ).
1. Grey patch ringworm.
Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
Microsporum dan sering ditemukan pada anak anak. Penyakit mulai dengan papul merah
yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat
dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu abu dan tidak
berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan
pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat
terbentuk alopesia setempat.
Tempat tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat dalam klinik
tidak menunjukkan batas batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan dengan lampu
wood dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit melampaui batas
batas grey tersebut. Pada kasus kasus tanpa keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini
banyak membantu diagnosis ( RIPPON, 1974 ). Tinea kapitis yang disebabkan oleh
Microsporum audouinii biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sekali sekali
dapat terbentuk kerion.

Gambar 2.2 Tinea Kapitis Gray Patch

14

2. Kerion
Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan
yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila
penyebabnya Microsporum caniis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih
sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini
dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut yang menonjol
kadang kadang dapat terbentuk.

Gambar 2.4 Kerion pada Kulit Kepala


3. Black dot ringworm
Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan
Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan
yang di sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada
rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi
gambaran khas, yaitu black dot, Ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang kadang
masuk ke bawah permukaan kulit.
Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan bahan biakan jamur
( RIPPON, 1974 ).Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih berat,
bila disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum, yang
keduanya bersifat zoofilik. Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis,

15

walaupun demikian bentuk klinis granuloma, kerion , alopesia dan black dot yang disebabkan
Trichophyton rubrum pernah di tulis ( Price dkk, 1963 ).

Gambar 2.3 Tinea Kapitis Black Dot


H. DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood
dan pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopik
akan terlihat spora di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks).
Diagnosis laboratorium dari dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan kultur
dari kikisan lesi. Infeksi pada rambut ditandai dengan kerusakan yang ditemukan pada
pemeriksaan. Lesi dapat dilepaskan dengan forsep tanpa disertai dengan trauma atau
dikumpulkan dengan potongan potongan yang halus dengan ayakan halus atau sikat gigi.
Sampel rambut terpilih di kultur atau dilembutkan dalam 10 20 % potassium
hydroxide (KOH) sebelum pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat
KOH (KOH mount ) selalu menghasilkan diagnosa yang tepat adanya infeksi tinea.
Pada pemeriksaan lampu wood didapatlkan infeksi rambut oleh M. canis,
M.ferrugineum, akan memberikan flouresensi cahaya hijau terang hingga kuning kehijauan.
Infeksi rambut oleh T. schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau biru keputihan, dan
hifa didapatkan di dalam batang rambut. Pada rambut sapi T. verrucosum memperlihatkan
fluoresensi hijau tetapi pada manusia tidak berfluoresensi.

16

Ketika diagnosa ringworm dalam pertimbangan, kulit kepala diperiksa di bawah


lampu wood. Jika fluoresensi rambut yang terinfeksi biasa, pemeriksaan mikroskopik cahaya
dan kultur. Infeksi yang disebabkan oleh spesies microsporum memberikan fluoresensi warna
hijau.
I. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa dari tinea kapitis, khususnya pada anak anak memberi kesan eritematous,
tambalan sisik dan alopesia. Rambut rapuh dan tak bercahaya , infiltrat, lesi ulserasi dapat
menjadi tanda. Dermatitis seboroik, psoriasis, lupus erytrematosus, alopesia areata, impetigo,
trikotilomania, pyoderma, folikulitis decalcans dan sifilis sekunder adalah merupakan
pertimbangan diferensial diagnosa. Pemeriksaan dengan KOH setiap bulan menentukan
kepantasan diagnosa jika hal itu sebuah tinea.
Pada dermatitis seboroik, rambut yang terlibat lebih difus, rambut tidak rapuh dan
kulit kepala merah , bersisik dan gatal. Dermatitis seboroik dan penyakit berskuama kronik
lain seperti psoriasis dapat menyebabkan pengumpulan sisik menjadi massa padat di kulit
kepala. Kondisi ini disebut pitiriasis amiantacea. Sisik lebih kasar pada psoriasis tetapi tidak
rapuh. Impetigo sulit dibedakan dengan inflamasi ringworm, tetapi akhirnya nyeri lebih
parah. Alopesia areata dapat agak eritematous pada tahap awal penyakit ini tetapi dapat
kembali normal seperti warna kulit.
J. TERAPI
Pengobatan dermatofitosis mengalami kemajuan sejak tahun 1958. GENTLES (1958 )
dan MARTIN (1958) secara terpisah melaporkan, bahwa griseofulvin peroral dapat
menyembuhkan dermatofitosis yang ditimbulkan pada binatang percobaan. Sebelum zaman
griseofulvin pengobatan dermatofitosis hanya dilakukan secara topikal dengan zat zat
keratolitik dan fungistatik.
Pada masa sekarang dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian
griseofulvin yang bersifat fungistatik.
Griseofulvin akan terkumpul pada lapisan keratin pada rambut, kuku menimbulkan
resistensi terhadap invansi jamur, namun pengobatan harus berlangsung dalam waktu lama
karena waktu yang dibutuhkan griseofulvin untuk menghasilkan lapisan keratin yang resisten
17

cukup lama sekitar 4 6 minggu. Griseofulvin menimbun keratin berlapis lapis di rambut
dan kuku, membuat mereka menjadi resisten terhadap invasi jamur. Terapi infeksi keratin
memerlukan waktu yang cukup lama dan kontinu agar dapat digantikan oleh keratin yang
resisten, biasanya 4 6 minggu. Pada lesi yang mengalami peradangan, kompres sering
diperlukan untuk membersihkan pus dan sisik-sisik infeksi. Kemajuan terapi di monitor
dengan pemeriksaan klinik yang rutin dengan bantuan lampu wood untuk fluoresensi dari
spesies seperti M. audouinii dan M. canis.
Beberapa anti mikotik terbaru termasuk itraconazol, terbinafine, dan fluconazol, telah
dilaporkan sebagai obat yang efektif dan aman. Pengobatan yang efektif dan aman untuk
tinea kapitis dengan infeksi endotriks spesies termasuk T. tonsurans, itraconazol digunakan
secara teratur regimen denyut dengan kapsul (5 mg/.kg/hari selama 1 minggu, 3 denyut dalam
3 minggu terbagi), dan itraconazol regimen denyut dengan oral solution ( 3 mg/kg/hari untuk
1 minggu, 3 denyut, ie, dalam 1 minggu perbulan ).
Terbinafine tablet dengan dosis 3 6 mg/kg/hari digunakan 2 4 minggu dan telah
berhasil digunakan untuk T. tonsurans. M. canis relatif resisten untuk jenis obat ini, tetapi
obat ini merupakan terapi yang efektif jika digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Petunjuk umum untuk tinea kapitis dengan BB > 40 kg (250 mg / hari), Untuk BB 20 40 kg
(125 mg / hari), Untuk BB 10 20 kg (62,5 mg / hari ) selama 2 4 minggu.
Tablet fluconazol atau suspensi oral (3 6 mg / kgbb/ hari ) diatur untuk 6 minggu.
Dalam suatu pengobatan lebih dari seminggu (6 mg /kg/ hari ) dapat di atur jika indikasi
klinik ditemukan pada saat itu.
Pada infeksi ektotriks ( misalnya M. audouinii, M. canis ), pengobatan dalam jangka
yang lama diharuskan. Meskipun ketoconazol oral dapat di terima sebagai alternatif lain dari
griseofulvin tetapi tidak dapat dipercaya sebagai terapi pilihan karena resiko hepatotoksik dan
biayanya yang mahal.
Oral steroid dapat membantu mengurangi resiko dan meluasnya alopesia yang
permanen pada terapi kerion. Hindari penggunaan kortikosteroid topikal selama terapi infeksi
dermatofitosis.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI. 2008; p.92-99
2. E.M Higgins, dkk. Guideline for The Management of Tinea Capitis.British Journal of
Dermatology. 2000; 143:53-58
3. Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection
:Dermatophytosis, Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen
AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine 7th ed. Volume 1 & 2. New York Mc Graw Hill, 2008 : p 18071813
4. Health Protection Agency. Tinea Capitis in The United Kingdom: A report on its
diagnosis, management and prevention. London : Health Protection Agency, March
2007
5. N rebollo, dkk. Tinea Capitis. Review Article. Actas Dermosifiliogr. 2008;99:91-100
6. Maha A, Dayel, Iqbal Bukhari. Tinea Capitis. The Gulf Journal of Dermatology and
Venereology.Vol.1. No.1. 2004
7. Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ;
p. 35
8. Prof.Dr.R.S.Siregar. Penyakit Kulit Jamur. Edisi 2. Jakarta : EGC.2004; p.24
9. Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, dkk. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of
Cinival Dermatology 5th ed.New York Mc Graw Hill. 2007
10. Brendan P. Kelly. Superficial Fungal Infections : Pediatrics in Review. American
Academy of Pediatrics. 2012;33;e22

19

Anda mungkin juga menyukai