Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

Skizofrenia

Oleh:
Muhammad Rizky Anggriawan, S. Ked
I4A011012

Pembimbing :
dr. H. Yulizar, Sp.KJ, MM

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FK UNLAM RSUD ULIN
BANJARMASIN
JULI, 2016

LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI


I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. Muhammad Ansyari
Jenis kelamin

: Laki-laki

TTL

: Marabahan, 03 Januari 1998

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP/SLTP

Jumlah seluruh anggota keluarga

:3

Alamat rumah

:Jl.Trisakti
Banjarmasin

Komp.

OK

Barat,

RT

1,

Kota

Banjarmasin, Kalimantan Selatan


Keluhan utama
II.

: Malu untuk bertemu orang

RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari autoanamnesis dengan os pada hari Rabu, 27 Juli 2016

pada pukul 12.00 WITA di IGD Terpadu RSUD Sambang Lihum.


A.

KELUHAN UTAMA:
Malu untuk bertemu orang
KELUHAN TAMBAHAN :
Tidak ada

1
B.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:


Alloanamnesis

Menurut ibu OS, pasien sudah menunjukkan perubahan prilaku sejak


pertengahan tahun 2014. Menurut ibu os, awalnya pasien terlihat murung setelah
pulang dari sekolah pada tahun 2014, pasien hanya bercerita bahwa dia merasa
malu. Setelah itu ibu os merasa bingung melihat pasien, karena pasien sering
mengurung dirinya dikamar dan jarang berkomunikasi, hingga akhirnya pasien
meminta untuk berhenti sekolah. Awalnya ibu os tidak setuju, tetapi melihat nilai
pasien yang semakin menurun dan laporan dari gurunya bahwa pasien tidak
pernah mempehatikan pelajaran, dan juga melihat pasien dirumah hanya berdiam
diri saja, dan tidak ada keinginan untuk belajar, akhirnya pasien berhenti sekolah.
Setelah berhenti sekolah pasien hanya berdiam diri di rumah, seperti pasien tidak
memiliki minat untuk melakukan apa-apa dan tidak ada inisiatif untuk membantu
pekerjaan rumah, bahkan saat pasien disuruh keluar rumah untuk membeli
sesuatu pasien menolak dengan alasan malu untuk bertemu orang. Ayah OS juga
mengeluhkan pasien hanya berkomunikasi apabila diajak berkomunikasi dan
hanya ketika pasien minta makan kepada ibunya. Ayah OS juga pernah melihat
pasien berbicara dan tertawa sendiri. Melihat perubahan perilaku yang ditunjukan
pasien, orang tua os berinisiatif untuk membawa pasien berobat. Pasien dibawa
berobat pada awal tahun 2015 ke praktek dokter jiwa, dan pasien diberikan obat
sebanyak 3 macam. Setelah mengkonsumsi obat dikit demi sedikit pasien
mengalami perbaikan seperti mulai berinteraksi dengan orangtuanya, tetapi pasien
masih malu untuk beremu orang lain dan masih kurang inisiatif untuk melakukan
sesuatu. Setelah berobat 3 kali ke praktek dokter, pasien berhenti dan pindah
berobat ke RSJ Sambang Lihum dengan alasan ekonomi. Dari RSJ sambang
lihum pasien mendapat obat Seroquel, Dogmatil, dan obat racikan. Setelah

mendapat pengobatan dari RSJ Sambang Lihum pasien mengalami sedikit


perubahan seperti, sudah bisa diajak keluar tetapi masih malu berinteraksi dengan
orang sekitar.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Tidak terdapat masalah

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1.

Riwayat Prenatal
Selama os dalam kandungan, ibu os tidak pernah mengalami
masalah kesehatan yang serius. Os lahir cukup bulan, dilahirkan secara
spontan, ditolong oleh bidan di kampung. Saat lahir langsung menangis
kuat, tidak ada cacat bawaan dan termasuk anak yang diharapkan.
Selama kehamilan, ibu os tidak ada riwayat hiperemesis gravidarum,
rencana menggugurkan kandungan, kesedihan yang mendalam, cemas,
atau halusinasi.

2.

Riwayat Infanticy / Masa Bayi (0 - 1,5 tahun) Basic


Trust Vs Mistrust
Os diberikan ASI ekslusif oleh ibunya sampai berusia 2 tahun, Ibu
mengasuh penuh dan dengan kasih sayang, ibunya memberikan perhatian
penuh dengan merawat bayinya sendiri. Selama bayi, jika os menangis
karena merasa lapar atau terbangun dari tidur ibu os langsung menengok
dan menggendong sampai os berhenti menangis.

3.

Riwayat Early Childhood / Masa Kanak (1,5 - 3 tahun) Autonomy Vs


Shame and Doubt
Pada masa ini os mulai bisa memegang benda. Pada usia sekitar
satu setengah tahun os sudah mulai bisa berjalan. Os terkadang minta
untuk makan sendiri, biasanya sambil diawasi dan dibantu oleh ibu os.
Ibu os mengaku tidak pernah melarang yang dilakukan os, tetapi tetap
diawasi dan diberi pertolongan apabila sesuatu terjadi kepada os.

4.

Riwayat Pre School Age / Masa Prasekolah (3 6


tahun) Initiative Vs Guilt
Pada masa ini os sudah mulai memiliki keinginan untuk melakukan
hal-hal yang dilakukan orangtuanya, seperti mencuci pakaian, tetapi
terkadang os dilarang oleh ibunya. Os juga sudah mulai berinteraksi
dengan lingkungan sekitar rumahnya

5.

Riwayat School Age / Masa Sekolah (6 12 tahun) Industry Vs


Inferiority
Os bermain dengan teman sebayanya, tidak ada masalah dengan
teman-temannya. Os cepat akrab dengan teman sebayanya, tidak pernah
merajuk apabila permintaan atau keinginannya tidak terpenuhi. Os senang
membongkar mainannya tetapi ibu os membiarkannya. Os sering
mendapatkan prestasi akademik di sekolahnya sehingga guru-guru sering
memuji os. Os mampu menyelesaikan pekerjaan rumahnya, seperti
menyapu lantai apabila os merasa lantai kotor, Os termasuk tipe orang
yang suka kebersihan tidak suka melakukan hal yang kotor.

6.

Riwayat Adolescence (12-18 tahun) IdentityVs Role Diffusion/ Identity


Confusion
Selama masa remaja, os mudah bergaul dengan temannya. Os
termasuk ramah dan terbuka dengan siapa saja, bahkan terhadap lawan
jenis. Hubungan os dengan teman temannya baik. Setiap pulang sekolah
os langsung pulang kerumah. Drumah os biasanya belajar dan
mengerjakan tugas sekolah, os jarang sholat dan mengaji. Pada saat usia
16 tahun Os mulai menunjukkan perubahan prilaku, os merasa minder dan
tidak percaya diri. Semakin lama os mulai menarik diri serta tidak mau
bergaul dengan lingkungan sekitar karena merasa malu

7.

Riwayat Pendidikan
Saat SD-SMP Os sering prestasi sangat baik selalu mendapatkan
ranking.

E. RIWAYAT KELUARGA
Os adalah anak ke 1 dari 2 bersaudara. Hubungan dengan anggota keluarga
yang lain baik. Keluarga memberikan kasih sayang pada os. Os juga didukung
oleh keluarga os untuk menjalani pengobatan os. Tidak ada riwayat penyakit jiwa
yang sama pada keluarga os.

Genogram:

Keterangan :
Laki-laki

Perempuan :
Meninggal

Penderita

F. RIWAYAT SITUASI SEKARANG


Os tinggal bersama dengan ayah dan ibunya. Orag tua sangat mendukung
kesembuhan os dan sering menasehati os supaya berhenti mengkonsumsi obatobatan.
A. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGAN
Sulit di evaluasi
H. HOME VISITE
1. Home Visit (kunjungan rumah) dilakukan pada hari Jumat 29 Juli
pukul 16:30 17:30.
2. Tujuan dari home visit, antara lain:
Mengetahui hubungan pasien dengan anggota keluarga, dan
lingkungan rumahnya.
Mengetahui hubungan psikososial dan lingkungan penderita.
Mencari data tambahan dari keluarga, mengenai adanya
kemungkinan stressor psikososial yang menimbulkan gejala, dan
mengetahui perilaku penderita saat dirumah.
3. Sasaran
: Rumah pasien.
4. Hasil

a. LOKASI RUMAH
Jln. Trisakti Komp. OK RT 1, Banjarmasin Barat, Kota
Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Untuk mencapai rumah
pasien, digunakan kendaraan pribadi. Dari Rumah Sakit
Ulin Banjarmasin dibutuhkan waktu kurang lebih 30 menit.
Tampak pemukiman warga yang cukup padat. Jalan di
depan rumah pasien hanya dapat dilalui oleh motor (gang
kecil).
Pasien tinggal di rumah petak (kost) dengan ayah dan ibu
pasien saja.
b. KONDISI RUMAH
Pasien tinggal di rumah petak (kost). Kondisi rumah
keluarga pasien termasuk keluarga kurang mampu. Rumah
pasien beratap genting, beralaskan kayu yang dilapisi
karpet dan berdinding kayu. Terdapat satu kamar mandi,
dan satu kamar tidur.
III.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Status Internus :
Keadaan Umum

: Baik

Tanda Vital

: Tekanan Darah

: 120/90 mmHg

Nadi

: 82x/menit

Respirasi Rate

: 24x/menit

Suhu

: 36,6oC

Bentuk Badan

: agak gemuk

Kulit

: Sawo matang, tidak sianosis, tidak anemis / ikterik


Kepala

: Mata

Palpebra

tidak edema, konjungtiva


tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung

: tidak ada sekret dan epistaksis

Mulut

: Bibir tidak anemis, tidak ada gigi


ompong dan karies

Leher
Thoraks

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening


:I

: Simetris, tidak ada retraksi dinding dada

Pa

: Fremitus raba simetris kanan dan kiri

Pr

: Cor

: batas jantung normal

Pulmo
A

: sonor

: Cor

: S1S2 tunggal, murmur (-)

Pulmo : Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)


Abdomen

Ektremitas

Status Neurologis

IV.

:I

: Simetris, datar, tidak ada jejas

: Bising usus normal 5x/menit

Pa

: Hepar/lien tidak teraba,nyeri tekan epigastrium (-)

Pr

: Timpani, asites (-), nyeri ketuk (-)

: Tidak ada edema atau atrofi, turgor kulit normal

Nervus I-XII

: tidak ada kelainan

Gejala rangsangan meningeal

: tidak ada

Gejala TIK meningkat

: tidak ada

Refleks fisiologis

: normal

Refleks patologis

: tidak ada

STATUS MENTAL
Autoanamnesis dengan Os

Os mengenakan pakaian kemeja kotak-kotak dan memakai celana panjang,


os berpakaian sesuai usia dan os tampak terawat. Diantar oleh ayahnya ke Poli
Klinik RSJ Sambang Lihum. Os tampak kooperatif, ketika pemeriksa datang. Os
terkesan berasal dari keluarga sederhana. Os mau bersalaman dengan pemeriksa.
Os kemudian duduk tenang. Os langsung menjawab pertanyaan pemeriksa secara
spontan. Os terlihat malu ketika duduk di depan pemeriksa.
Os merasa malu untuk berteman dan bertemu seseorang, perasaan itu
muncul karena os merasa dirinya kurang dari orang lain. Keluhan itu muncul
semenjak Os kelas 2 SMA. Os merasa lebih nyaman apabila sendiri dan tidak
melakukan apa-apa. Os mengatakan teman-teman disekolahnya mengajak Os
untuk memakai obat-obatan dan meminum minuman keras tetapi os tidak mau.
Semenjak saat itu Os berhenti dari sekolah dikarenakan malu untuk bertemu orang
dan tidak ingin mengikuti ajakan teman-teman sekolahnya.
Os mengatakan bahwa os tidak pernah ada keinginan untuk bunuh diri,
tidak pernah melihat bayangan-bayangan (halusiniasi visual) dan tidak pernah
mendengar bisikan-bisikan (halusinasi auditorik).

A. Deskripsi Umum
1.Penampilan

10

Os mengenakan pakaian kemeja kotak-kotak dan memakai celana


panjang, os berpakaian sesuai usia dan os tampak terawat. Rambut os
berwarna hitam, pendek, dan rapi. Badan os terlihat agak gemuk.
2.Kesadaran
Jernih
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Hipoaktif
4. Pembicaraan
Koheren
5. Sikap terhadap Pemeriksa
Kooperatif
6. Kontak psikis
Kontak ada, wajar, dan dapat dipertahankan.
B. Keadaan Afektif, Perasaan, Reaksi Emosional serta Empati
Afek/Mood

: Hipothym

Ekspresi Afektif

: Tampak malu

1.
2.

Stabilitas
Pengendalian

: Stabil
:Pasien dapat mengendalikan emosinya secara

Sungguh-sungguh
Dalam/dangkal
Skala Diferensias
Empati
Arus Emosi

wajar
: (+)
: Dangkal
: Sempit
: Dapat diraba rasakan
: Lambat

3.
4.
5.
6.
7.

C. Fungsi Kognitif
Intelegensia

: Kesan normal atau rata-rata(IQ = 90-110)

Konsentrasi

: Baik

11

Orientasi

: Waktu
Tempat

: Baik
: Baik

Orang
Situasi
Daya Ingat

: Baik
: Baik

: Segera

: Baik

Jangka Pendek

: Baik

Jangka Panjang

: Baik

Pikiran Abstrak

: Baik

Bakat kreatif : main gitar


Kemampuan menolong diri sendiri

: Bisa menolong diri sendiri

D. Gangguan Persepsi
Halusinasi A/V/G/T/O

: (-/ - / - / - / -)

Ilusi

: (-)

Depersonalisasi/Derealisasi : Tidak ditemukan


E. Proses Pikir
1. Arus Pikir
a. Produktivitas

: Menjawab spontan

b. Kontinuitas

: Relevan, lancar

c. Hendaya berbahasa

: (-)

2. Isi Pikir

a. Preokupasi

: (-)

b. Gangguan Isi Pikir

: (-)

F. Pengendalian Impuls
Baik

12

G. Daya Nilai
Daya nilai sosial

: Baik

Uji daya nilai

: Baik

Penilaian realitas

: Baik

H. Tilikan
Tilikan Derajat 4: Os menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi
tidak memahami penyebab sakitnya.
I.

Taraf Dapat Dipercaya


Dapat dipercaya

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang laki laki, 18 tahun berobat ke rumah sakit dengan keluhan malu
bertemu orang. Pada pertengahan tahun 2014 awalnya os terlihat murung setelah
pulang dari sekolah, os hanya bercerita bahwa dia merasa malu karena merasa
dirinya kurang dari orang lain. Os hanya mengurung diri dirumah dan tidak
berinteraksi dengan ayah dan ibunya. Disekolah nilai os yang semakin menurun
dan laporan dari gurunya bahwa os tidak pernah mempehatikan pelajaran. Pasien
berhenti sekolah karena malu untuk bertemu orang. Os hanya berdiam diri di
rumah, seperti pasien tidak memiliki minat untuk melakukan apa-apa dan tidak
ada inisiatif untuk membantu pekerjaan rumah. Os hanya berkomunikasi apabila
diajak berkomunikasi dan hanya ketika pasien minta makan kepada ibunya.
Pasien berbicara dan tertawa sendiri. Melihat perubahan perilaku yang ditunjukan
os, orang tua os berinisiatif untuk membawa os berobat. Pasien dibawa berobat
pada awal tahun 2015 ke praktek dokter jiwa, dan pasien diberikan obat sebanyak

13

3 macam. Setelah mengkonsumsi obat dikit demi sedikit pasien mengalami


perbaikan seperti mulai berinteraksi dengan orangtuanya, tetapi pasien masih
malu untuk beremu orang lain dan masih kurang inisiatif untuk melakukan
sesuatu. Setelah berobat 3 kali ke praktek dokter, pasien berhenti dan pindah
berobat ke RSJ Sambang Lihum pada tahun dengan alasan ekonomi. Dari RSJ
sambang lihum pasien mendapat obat Seroquel, Dogmatil, dan obat racikan.
Setelah mendapat pengobatan dari RSJ Sambang Lihum pasien mengalami sedikit
perubahan seperti, sudah bisa diajak keluar tetapi masih malu berinteraksi dengan
orang sekitar. Os belum menikah dan tinggal bersama orang tuanya. Pada saat
wawancara dengan os didapatkan os tampak malu. Pemeriksaan dengan
pembicaraan spontan, volume dan intonasi rendah. Mood tampak hypothym.
Ekspresi afektif tampak malu dengan derajat intensitas tumpul. Taraf pendidikan
sesuai dengan pengetahuan. Orientasi baik, tidak terdapat gangguan halusinasi dan
gangguan depersonalisasi. Tidak terdapat gangguan proses berpikir. Sikap os
cukup kooperatif. Pengendalian impuls baik. Tilikan derajat 4 dan dapat dipercaya
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : F20.6 (skizofrenia simpleks)
Aksis II : None
Aksis III : None
Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan lain (dari anamnesa diketahui
jika alasan utama os merasa malu karena merasa bahwa dirinya kurang dari
orang lain. )
Aksis V : GAF Scale 80-71 : beberapa gejala sementara dan dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dan lain-lain.

14

VII.
DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Tidak terdapat masalah

2. Psikologik
Adanya penurunan aktivitas, hilangnya inisiatif, penarikan diri
secara sosial, dan kehlangan minat.
3. Sosial
Stresor psikososial utama yang didapatkan adalah masalah psikosial dan
lingkungan.

4. Keluarga
Keluarga os mendukung penuh pengobatan os.
VIII. PROGNOSIS
Diagnosis penyakit

: Dubia ad malam

Perjalanan penyakit

: Dubia ad bonam

Riwayat herediter

: Dubia ad bonam

Usia saat menderita

: Dubia ad malam

Pendidikan

: Dubia ad malam (SMA)

Perkawinan

:-

Aktivitas pekerjaan

: Dubia ad bonam

Ekonomi

: Dubia ad malam

Lingkungan sosial

: Dubia ad malam

Pengobatan psikiatri

: Dubia ad bonam

15

Kesimpulan

: Dubia ad bonam

IX. RENCANA TERAPI


Psikofarmaka

TERAPI MEDIKAMENTOSA:
Trifluoperazine 3 x 5 mg
Quetiapine (Seroquel) 2 x 200 mg
TERAPI JIWA
Psikoterapi : Support terhadap penderita dan keluarga

Menjelaskan kepada keluarga tentang keadaan dan prognosis


pasien agarmengerti dan selalu memberikan dukungan kepada

pasien.
Bimbingan /ceramah agama, shalat berjamaah, pengajian
Mengajak os sering mengobrol dan menggali keluhan atau

perasaan os
Selalu rutin cek kesehatan medis os

X. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mentalis pada
pasien, dan merujuk pada pedoman diagnostik PPDGJ III, diagnosis pasien dalam
kasus ini mengarah pada kasus F20.6 (Skizofrenia Simpleks), dimana pada pasien
ditemukan gejala negatif residual berupa: aktivitas menurun, ketiadaan inisiatif,
afek yang menumpul, sikap pasif, dan kontak mata yang buruk.
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, shizein yang berarti terpisah
atau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala
16

skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif,
dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan
mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan komunikasi sosial yang
nyata. Sering terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien
dan dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan
laboratorium.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom
dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering
mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya.
Menurut Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah
belah, adanya keretakan atau disharmoni atara proses pikir, perasaan, dan
perbuatan.
Skizofrenia dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Tipe paranoid

17

Skizofrenia tipe ini ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau lebih
waham atau halusinasi auditorik yang sering serta tidak adanya perilaku
spesifik yang sugestif untuk tipe hebrefrenik atau katatonik. Secara klasik,
skizofrenia tipe paranoid terutama ditandai dengan adanya waham kejar atau
kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid biasanya mengalami episode pertama
penyakit pada usia yang lebih tua dibanding pasien skizofrenia hebefrenik
dan katatonik. Pasien yang skizofrenianya terjadi pada akhir usia 20-an atau
30-an biasanya telah memiliki kehidupan sosial yang mapan yang dapat
membantu mengatasi penyakitnya, dan sumber ego pasien paranoid
cenderung lebih besar dibanding pasien skizofrenia hebefrenik atau katatonik.
Pasien skizofrenia paranoid menunjukkna regresi kemampuan mental,
respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien
skizofrenia tipe lain. Pasien skizofrenia paranoid biasanya tegang, mudah
curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap bermusuhan atau
agresif, namun mereka kadang-kadang dapat mengendalikan diri mereka
secara adekuat pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak
dipengaruhi psikosisnya cenderung tetap utuh.
b. Tipe disorganized
Skizofrenia tipe disorganized (sebelumnya disebut hebefrenik) ditandai
dengan regresi nyata ke perilaku primitif, tak terinhibisi, dan kacau serta
dengan tidak adanya gejala yang memenuhi kriteria tipe katatonik. Onset
subtipe ini biasanya dini, sebelum usia 25 tahun. Pasien hebefrenik biasanya
aktif namun dalam sikap yang nonkonstruktif dan tak bertujuan. Gangguan
pikir menonjol dan kontal dengan realitas buruk. Penampilan pribadi dan
perilaku sosial berantakan, respons emosional mereka tidak sesuai dan tawa

18

mereka sering meledak tanpa alasan jelas. Seringai atau meringis yang tak
pantas lazim dijumpai pada pasien inim yang perilakunya paling baik
dideskripsikan sebagai konyol atau tolol.
c. Tipe katatonik
Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia:
- Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap
lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung
-

di sekitarnya.
Negativsme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau

usaha-usaha untuk menggerakkan fisiknya.


Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigid.
Postur katatonik yaitu pasein mempertahankan posisi yang tak biasa atau

aneh.
Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin

dapat mengancam jiwanya (misalnya, karena kelelahan).


d. Tipe tak terinci
Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang
menonjol (misalnya: kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria
skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik,
hebefrenik, residual, dan depresi pasca skizofrenia.
e. Tipe residual
Pasien dalam keadaan remmsi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan
gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi,
perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis).
f. Skizofrenia simpleks
Skizofrenia simpleks adalah sulatu diagnosis yang sulit dibuat secara
meyakinka

karena bergantung

pada pemastian

perkembangan

yang

berlangsung perlahan, progresif dari gejala negatif yang khas dari


skizofrenia residual tanpa adanya riwayat halusinasi, waham atau manifestasi
lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya, dan disertai degan
perubahan-perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang

19

bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan, dan


penarikan diri secara sosial.1,3
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak
dulu. Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan
patogenesisnya masih minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang
mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain:

Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur.
Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%;
bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila
kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur
(heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur (monozigot) 61-86%.
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.
Endokrin
Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan
endokrin. Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal
ini tidak dapat dibuktikan.

20

Metabolisme
Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.
Ujung extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat menurun.
Hipotesis ini tidak dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini teori
metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan memakai obat
halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethilamide (LSD-25). Obatobat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala
skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn
error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum ditemukan.
Teori-teori tersebut di atas ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori
somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan
badaniah. Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu skizofrenia diaggap
sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress
psikologis dan hubungan antarmanusia yang mengecewakan.
Kemudian muncil teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu
sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain
keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badani
seperti lues otakm atherosclerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan
psikosomatis, gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar
yang psikogenik, atau merupakan manifestasi somatic dari gangguan psikogenik.
Tetapi pada skizofrenia justru kesukarannya adalah untuk menentukan mana yang

21

primer dan mana yang sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang
hanya akibat saja.
Neurokimia
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
overaktivitas pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan
bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat
menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama
antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan
memblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2.2,3
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran
penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas
oleh orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak
berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh.
Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak
dapat dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak
dapat dikoreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami
kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat
mempertahankan inteligensia yang mendekati normal, sebagian besar performa uji
kognitifnya buruk. Pasien dapat menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan
merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang
terjadi secara berangsur-angsur.

22

Gejala Positif dan Negatif


Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi
afek mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking,
kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara
sosial.
Adanya halusinasi atau waham tidak mutlak untuk diagnosis skizofrenia;
gangguan

pada

pasien

didiagnosis

sebagai

skizofrenia

apabila

pasien

menunjukkan dua gejala yang terdaftar sebagai gejala 3 sampai 5 pada kriteria A
(1.waham 2. Halusinasi 3. Bicara kacau 4. Perilaku yang sangat kacau/katatonik 5.
Gejala negatif, yaitu: afek medatar, alogia, atau anhedonia). Hanya dibutuhkan
satu gejala kriteria A bila wahamnya bizare atau halusinasinya terdiri atas suara
yang terus-menerus memberi komentar terhadap perilaku atau pikiran pasien, atau
dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap. Kriteria B membutuhkan adanya
hendaya fungsi, meski tidak memburuk, yang tampak selama fase aktif penyakit.
Gejala harus berlangsung selama paling tidak 6 bulan dan diagnosis gangguan
skizoafektif atau gangguan mood harus disingkirkan. Setidaknya salah satu hal ini
harus ada:
1.1. Gema pikiran (thought echo)
Isi pikiran seperti berulang.
1.2. Thought of insertion or withdrawal
Isi pikirian asing dari luar seperti masuk ke dalam pikirannya atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya.
1.3. Thought broadcasting
Seperti orang lain tahu akan isi pikirannya karna isi pikirannya tersiar.
2.1. Delusion of control
Merasa seperti dirinya dikendalikan.
2.2. Delusion of influence
Merasa dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar.
2.3. Delusion of passivity
Merasa dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar.

23

2.4. Delusion perception


Pengalaman yang tak wajar sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik.
1. Halusinasi auditorik
Suara-suara halusinasi yang terus-menerus mengomentari perilaku pasien
atau saling mendiskusikan pasien, atau suara halusinasi lain yang berasal dari
bagian tubuh tertentu; dan
4. Waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat tidak
masuk akal.
Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut ada:
1. Halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap hari selama
sekurangnya 1 bulan, atau bila disertai waham
2. Neologisme, kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan
menggabungkan suku kata atau dari kata-kata lain.
3. Perilaku katatonik, seperti eksitasi, postur atau fleksibilitas serea, negativisme,
mutisme, dan stupor
4. Gejala negatif, seperti apatis yang nyata, miskin isi pembicaraan, dan
respons emosional tumpul serta ganjil (harus ditegaskan bahwa hal ini bukan
disebabkan depresi atau pengobatan antipsikotik)7.
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik
mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonindopamin.
Antagonis Reseptor Dopamin

24

Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia,


terutama terhadap gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama.
Pertama, hanya presentase kecil pasien

yang cukup terbantu untuk dapat

memulihkan fungsi mental normal secara bermakna. Kedua, antagonis reseptor


dopamin dikaitkan dengan efek samping yang mengganggu dan serius. Efek yang
paling sering mengganggu aalah akatisia adan gejala lir-parkinsonian berupa
rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda dan sindrom
neuroleptik maligna.
Antagonis Serotonin-Dopamin
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada,
berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding
antipsikotik standar, dan mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat.
Obat ini juga menghasilkan efek samping neurologis dan endokrinologis yang
lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani gejala negatif skizofrenia. Obat
yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk
pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen antipsikotik
antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya
dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik efektif untuk
gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon,
olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan
menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk
penanganan skizofrenia.

25

Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen


antipsikotik, pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah
penggunaan antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan
mengobati keadaan skizofrenia.2,3,6
Kategori obat: Antipsikotik memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.4
Nama Obat
Haloperidol

Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara

(Haldol)

pada anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas


ditentukan, tetapi diseleksi oleh competively blocking
postsynaptic

dopamine

(D2)

reseptor

dalam

sistem

mesolimbic dopaminergic; meningkatnya dopamine turnover


untuk

efek

tranquilizing.

Dengan

terapi

subkronik,

depolarization dan D2 postsynaptic dapat memblokir aksi


Risperidone

antipsikotik.
Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2

(Risperdal)

dopamine selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya


dibandingkan reseptor 5-HT2. Juga mengikat reseptor
alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih rendah dari H1histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic. Memperbaiki
gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian pada

Olanzapine

efek ekstrpiramidal.
Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang

(Zyprexa)

melintasi sistem reseptor (seperti serotonin, dopamine,


kolinergik, muskarinik, alpha adrenergik, histamine). Efek
antipsikotik dari perlawanan dopamine dan reseptor serotonin
tipe-2.

Diindikasikan
26

untuk

pengobatan

psikosis

dan

Clozapine

gangguan bipolar.
Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi

(Clozaril)

nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin, dan reaksi


arousal menghambat efek signifikan. Tepatnya antiserotonin.
Resiko terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien

Quetiapine

nonresponsive atau agen neuroleptik klasik tidak bertoleransi.


Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang.

(Seroquel)

Mampu melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan


lebih awal antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan

Aripiprazole

kurangnya distonia, parkinsonism, dan tardive diskinesia.


Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia.

(Abilify)

Mekanisme kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya


berbeda dari antipsikotik lainnya. Aripiprazole menimbulkan
partial dopamine (D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan
antagonis serotonin (5HT2A).

Nama Obat
Haloperidol (Haldol)
Risperidone

Sediaan
Tab. 2 5 mg
Tab. 1 2 3

Dosis Anjuran
5 15 mg/hari
2 6 mg/hari

(Risperdal)
Olanzapine

mg
Tab. 5 10 mg

(Zyprexa)
Clozapine (Clozaril)

10 20 mg/hari

Tab. 25 100
25 100 mg/hari

Quetiapine
(Seroquel)

mg
Tab. 25 100
mg

50 400 mg/hari

200 mg
Aripiprazole
Tab. 10 15 mg
(Abilify)

27

10 15 mg/hari

Profil Efek Samping


Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:

Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,

kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).


Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi&defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler

meninggi, gangguan irama jantung).


Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akathisia, sindrom parkinson:

tremor, bradikinesia, rigiditas).


Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang
sampai membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.
Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang
involunter pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada
waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka
panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak
berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati,
fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat
overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat
yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan lacage lambung bila obat
belum lama dimakan.

28

Interaksi Obat

Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat


(hati-hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit

jantung).
Antipsikosis + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus

dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat.


Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan
serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih
besar. Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah antipsikosis

Haloperidol.
Antipsikosis + antasida = efektivitas obat antipsikosis menurn disebabkan
gangguan absorpsi.

Terapi Psikososial
-

Pelatihan keterampilan sosial


Peatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi
keterampilan perilaku. Terapi ini secara langsung dapat mendukung dan
berguna untuk pasien bersama dengan terapi farmakologis. Selain gejala yang
biasa tampak pada pasien skizofrenia, beberapa gejala yang paling jelas
terlihat melibatkan hubungan orang tersebut dengan orang lain, termasuk
kontak mata yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi
wajah yang aneh, kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi
yang tidak akurat atau kurangnya persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan
keterampilan perilaku diarahkan ke perilaku ini melalui penggunaan video
tape berisi orang lain dan si pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas
pekerjaan rumah untuk keterampilan khusus yang dipraktekkan.

Terapi kelompok
29

Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus


pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
dapat berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau
suportif.
-

Terapi perilaku kognitif


Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk
memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta mengoreksi
kesalahan daya nilai. Terdapat laporan adanya waham dan halusinasi yang
membaik pada sejumlah pasien yang menggunakan metode ini. Pasien yang
mungkin memperoleh manfaat dari terapi ini umumnya aalah yang memiliki
tilikan terhadap penyakitnya.

Psikoterapi individual
Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk
membangun hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas
terapis, jarak emosional antaraterapis dengan pasien, serta ketulusan terapis
sebagaimana

yang

diartikan

oleh pasien,

semuanya

mempengaruhi

pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk pasien skizofrenia sebaiknya


dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm jangka waktu dekade, dan
bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahakan tahun. Beberapa klinisi dan
peneliti

menekankan

bahwa

kemampuan

pasien

skizofrenia

utnuk

membentuk aliansi terapeutik dengan terapis dapat meramalkan hasil akhir.


Pasien skizofrenia yang mampu membentuk aliansi terapeutik yang baik
cenderung bertahan dalam psikoterapi, terapi patuh pada pengobatan, serta
memiliki hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2 tahun. Tipe
psikoterapi fleksibel yang disebut terapi personal merupakan bentuk

30

penanganan individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk.


Tujuannya adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta
mencegah terjadinya relaps. Terapi ini merupakan metode pilihan
menggunakan keterampilan sosial dan latihan relaksasi, psikoedukasi,
refleksi diri, kesadaran diri, serta eksplorasi kerentanan individu terhadap
stress. 2,3
Sejumlah studi menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun
setelah rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar
10-20% persen yang dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang baik.
Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil akhir yang buruk,
dengan rawat inap berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood
mayor, dan percobaan bunuh diri. Namun, skizofrenia tidak selalu memiliki
perjalanan penyakit yang memburuk dan sejumlah faktor dikaitkan dengan
prognosis yang baik. Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 1060%, dan taksiran yang masuk akal adalah bahwa 20-30% pasien terus
mengalami gejala sedang, dan 40-60% pasien tetap mengalami hendaya
secara signifikan akibat gangguan tersebut selama hidup mereka.3
Mengingat belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak
bisa dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian dini
penting, terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan pengobatan dini,
bila telah didiagnosis dapat membuat penderita normal kembali, serta mencegah
terjadinya gejala skizofrenia berkelanjutan.4

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku
ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.h.170-94.
2. Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:3140.
3. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock
BJ, Sadock VA. Kaplan & sadocks concise textbook of clinical psychiatry.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.147-75.
4. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya:
Airlangga University Press; 2009.h.195-277.
5. Sobell JL, Mikesell MJ, Mcmurray CT. Genetics and etiopathophysiology
of schizophrenia. Mayo Clin Proc Oct 2005;77:1068-82.
6. Safitri A, penyunting. Obat antipsikosis. Dalam: Neal MJ. Medical
pharmacology at a glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-1.
7. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya; 2013.

32

LAMPIRAN

33

34

35

Anda mungkin juga menyukai