Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri punggung adalah nyeri di bagian lumbar, lumbosacral, atau di


daerah leher. Nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri
punggung diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf.
Banyak orang mengalami sakit nyeri di punggung bagian bawah. Sekitar 80
persen orang dewasa mengalami nyeri punggung bawah pada suatu saat
dalam hidup mereka.
Pria dan wanita sama-sama beresiko terkena nyeri punggung bawah,
yang bisa berkisar pada intensitas dari tumpul, sakit konstan, tiba-tiba, sensasi
tajam, yang membuat orang tidak dapat bergerak. Nyeri dapat timbul sebagai
akibat dari kecelakaan atau dengan mengangkat sesuatu yang berat, atau
dapat berkembang dari waktu ke waktu karena perubahan yang berkaitan
dengan usia tulang belakang. Gaya hidup menetap juga dapat berpengaruh
pada nyeri punggung bawah, terutama ketika rutinitas hari kerja yang
mengakibatkan terlalu sedikitnya latihan diselingi dengan latihan akhir pekan
yang berat (Felim, J, 2016).
Di Amerika serikat prevalensinya berkisar antara 15%-20% sedangkan
insidensi berdasarkan kunjungan pasien baru ke dokter adalah 14,3% (Tjokorda
& Sri Maliawan, 2009). Menurut Tjokorda & Sri Maliawan, 2009, Data
epidemiologik mengenai Low back pain (LBP) di Indonesia belum ada. Namun,
diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia di atas 65 tahun pernah
menderita nyeri pinggang dan prevalensinya pada laki-laki 18,2% dan pada
wanita 13,6%. Prevalensi ini meningkat sesuai dengan meningkatnya usia
insidensi berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia
berkisar antara 3%-17%.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Nyeri Punggung Bawah
Tao dan Bernacki (2005) mendefinisikan Nyeri Punggung Bawah
atau Low Back Pain sebagai nyeri dan ketidaknyamanan, yang terlokalisasi di
bawah sudut iga terakhir (costal margin) dan di atas lipat bokong bawah
(gluteal inferior fold), dengan atau tanpa nyeri pada tungkai. Menurut SPMA
(2012) LBP adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang
rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor), disertai adanya kekakuan
pada bagian bawah punggung.
2.2 Anatomi Tulang Belakang
Tulang Belakang merupakan bagian yang penting dalam ergonomi
karena rangka ini merupakan rangka yang menyokong tubuh manusia bersama
dengan panggul untuk mentransmisikan beban kepada kedua kaki melalui
sendi yang terdapat pada pangkal paha. Tulang belakang terdiri dari beberapa
bagian yaitu:

a. Tulang belakang cervical; terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang
yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada
tulang belakang) yang pendek kecuali tulang ke-2 (C2) dan ke-7 (C7).
Tulang ini merupakan tulang yang mendukung bagian leher.
b. Tulang belakang thorax; terdiri atas 12 tulang. Procesus spinosus pada
tulang ini terhubung dengan tulang rusuk. Kemungkinan beberapa gerakan
memutar dapat terjadi pada tulang ini.

c. Tulang belakang lumbal; terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling
tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang
lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan
beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.
d. Tulang sacrum; terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya bergabung dan
tidak memiliki celah atau intervertebral disc satu sama lainnya. Tulang ini
menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.
e. Tulang belakang coccyx; terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa
celah antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum tergabung
menjadi satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat.
Pada tulang belakang terdapat bantalan yaitu intervertebral disc yang
terdapat di sepanjang tulang belakang sebagai sambungan antar tulang dan
berfungsi melindungi jalinan tulang belakang. Bagian luar dari bantalan ini
terdiri dari annulus fibrosus yang terbuat dari tulang rawan dan nucleus
pulposus yang berbentuk seperti jeli dan mengandung banyak air. Dengan
adanya bantalan ini memungkinkan terjadinya gerakan pada tulang belakang
dan sebagai penahan jika terjadi tekanan pada tulang belakang seperti dalam
keadaan melompat.
Jika terjadi kerusakan pada bagian ini maka tulang dapat menekan
syaraf pada tulang belakang sehingga menimbulkan kesakitan pada punggung
bagian bawah dan kaki. Struktur tulang belakang ini harus dipertahankan dalam
kondisi yang baik agar tidak terjadi kerusakan yang dapat menyebabkan injuri /
cedera (Nurmianto, 2008).
2.3 Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah
LBP terbagi ke dalam dua bentuk berdasarkan lamanya nyeri yang
dirasakan oleh pasien:
1. Low back pain akut
LBP akut adalah nyeri yang dirasakan kurang dari atau selama empat
minggu. Low back pain akut biasanya diasosiasikan dengan beberapa
aktivitas yang disebabkan stress yang tidak biasa pada jaringan punggung
bawah. Gejala seringkali tidak terlihat saat terjadinya trauma namun
berkembang belakangan karena terjadinya peningkatan tekanan secara

berangsur-angsur pada saraf oleh karena adanya dislokasi intervertebra


(Lewis, et al., 2011). Menurut Davies (2008) LBP akut adalah nyeri
punggung yang berlangsung kurang dari enam minggu dimana 90% dari
penderita bebas dari masalah ini.
2. Low back pain kronik
LBP kronik adalah nyeri yang dirasakan kurang lebih tiga bulan atau
pada periode berulang. Ketidaknyamanan meningkat ketika jeda saat
beraktivitas, terutama saat bangkit atau bangun setelah duduk dalam waktu
yang lama (Lewis, et al., 2011). LBP dapat menjadi kronik jika gejala yang
dirasakan lebih dari tiga bulan dan menetap hingga dua belas bulan atau
lebih (Davies, 2008).
2.4 Etiologi
Keadaan-keadaan yang sering menimbulkan keluhan low back pain
dapat dikelompokkan sebagai berikut (Macnab,1977)
1. Nyeri spondilogenik
a. Proses Degeneratif
1) Degenerasi diskus
Gejala awal biasanya dibatasi dengan nyeri akut pada regio lumbal.
Penyakit degenerasi pada diskus ini dapat menyebabkan entrapment
pada akhiran syaraf pada keadaan keadaan tertentu seperti
herniasi diskus, kompresi pada tulang vertebra dan sebagainya.
2) Osteoarthrosis dan spondylosis
Kedua keadaan ini biasanya muncul dengan gambaran klinis yang
hampir

sama,

meskipun

spondilosis

mengarah

pada

proses

degenerasi dari diskus intervertebralis sedangkan osteoarthrosis


pada penyakit di apophyseal joint.
3) Ankylosing hyperostosis
Penyebab pastinya belum diketahui. Merupakan bentuk spondylosis
yang berlebihan, terjadi pada usia tua dan lebih sering pada
penderita Diabetes Melitus.
4) Ankylosing spondylitis

Ankylosing spondylitis sering muncul pada awal tahapan proses


pertumbuhan (pada laki laki).
5) Infeksi
Proses

infeksi

ini

termasuk

infeksi

pyogenik,

osteomyelitis

tuberkulosa pada vertebra, typhoid, brucelosis, dan infeksi parasit.


Sulitnya mengetahui onset dan kurangnya informasi dari foto X-ray
dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis 8 10 minggu. Dengan
progresivitas dari penyakit, nyeri pinggang belakang dapat dirasa
semakin meningkat intensitasnya, menetap dan terasa saat tidur.
6) Osteokhondritis
Osteokhondritis pada vertebra (Scheuermann`s disease) sama
seperti

osteokhondritis

pada

bagian

selain

vertebra.

Ia

mempengaruhi epiphyse pada bagian bawah dan bagian atas dari


vertebra

lumbal.

Gambaran

radiologi

menunjukan

permukaan

vertebra yang ireguler, jarak antar diskus yang menyempit dan bentuk
baji pada vertebra.
7) Proses metabolik
Penyakit metabolik pada tulang yang sering menimbulkan gejala
nyeri pinggang belakang adalah osteoporosis. Nyeri bersifat kronik.
8) Neoplasma
Sakit pinggang sebagai gejala dini tumor intraspinal berlaku untuk
tumor ekstradural di bagian lumbal. 70 % merupakan metastase dan
30 % adalah primer atau penjalaran perkontinuitatum neoplasma non
osteogenik. Jenis tumor ganas yang cenderung untuk bermetastase
ke tulang sesuai dengan urutan frekuensinya adalah adenocarsinoma
mammae, prostat, paru, ginjal dan tiroid. Keluhan mula-mula adalah
pegal di pinggang yang lambat laun secara berangsur-angsur
menjadi nyeri pinggang yang tidak tertahankan oleh penderita.
b. Kelainan Struktur
1) Spondilolistesis
Suatu keadaan dimana terdapat pergeseran ke depan dari suatu ruas
vertebra. Biasanya sering mengenai L5. Keadaan ini banyak terjadi
pada masa intra uterin. Namun ketika berumur 35 tahun baru

menimbulkan nyeri akibat kelainan-kelainan degeneratif. Nyeri


pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur
dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan
(Bimariotejo, 2009).
b. Spondilolisis
Ialah suatu keadaan dimana bagian posterior ruas tulang belakang
terputus sehingga terdapat diskontinuitas antara prosesus artikularis
superior dan inferior. Kelainan ini terjadi oleh karena arcus neuralis
putus tidak lama setelah neonatus dilahirkan. Sering juga terapat
bersama

dengan

spondilolistesis.

Sama

halnya

dengan

spondilolistesis, keluhan juga baru timbul pada umur 35 tahun karena


alasan yang sama.
c. Spina bifida
Adalah defek pada arcus spinosus lumbal/sakral akibat gangguan
proses pembentukan sehingga tidak terdapat ligamen interspinosus
yang menguatkan daerah tersebut. Hal ini menyebabkan mudah
timbulnya lumbosacral strain yang bermanifestasis sebagai sakit
pinggang.
d. Trauma
Ruptur ligamen interspinosum, fraktur corpus vertebra lumbal.
2. Nyeri viserogenik
Nyeri ini dapat muncul akibat gangguan pada ginjal, bagian viscera dari
pelvis dan tumor tumor peritoneum.
3. Nyeri vaskulogenik
Aneurisma dan penyakit pembuluh darah perifer dapat memunculkan gejala
nyeri. Nyeri pada aneurisma abdominal tidak ada hubungannya dengan
aktivitas dan nyerinya dijalarkan ke kaki. Sedang pada penyakit pembuluh
darah perifer, penderita sering mengeluh nyeri dan lemah pada kaki yang
juga diinisiasi dengan berjalan pada jarak dekat.
4. Nyeri neurogenik
Misal pada iritasi arachnoid dengan sebab apapun dan tumor tumor pada
spinal duramater dapat menyebabkan nyeri belakang.
5. Nyeri psikogenik
Pada ansietas, neurosis, peningkatan emosi, nyeri ini dapat muncul.

2.5 Faktor Resiko


Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan,
etnis, merokok sigaret, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat
yang berulang-ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal
dan faktor psikososial. Pada laki-laki resiko nyeri pinggang meningkat sampai
usia 50 tahun kemudian menurun, tetapi pada wanita tetap terus meningkat.
Peningkatan insiden pada wanita lebih 50 tahun kemungkinan berkaitan
dengan osteoporosis.
2.6 Patofisiologi
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus
menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri
disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system
nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan berbeda diantara
individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama
mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang
mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain.
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak,
dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri
merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang
sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke
pembuluh darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat.
Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan
mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral
dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis
paravertebra system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar.
Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri
meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana
zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari
bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor

terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam
konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses
sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system
assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor
nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena
adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri.
Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna
vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun
atas banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu
sama

lain

oleh

kompleks

sendi

faset,

berbagai

ligamen

dan

otot

paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan


fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikan perlindungan yang
maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang
akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari atau melompat. Batang
tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan
toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah
dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur,
masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang
dapat berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia
bertambah
fibrokartilago

tua.

Pada

dengan

orang
matriks

muda,

diskus

gelatinus.

terutama

Pada

lansia

tersusun
akan

atas

menjadi

fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra


merupakan penyebab nyeri punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan
L5-S1, menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat.
Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan
pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri
yang menyebar sepanjang saraf tersebut.
2.7 Tanda dan Gejala
Berdasarakan pemeriksaan yang cermat, LBP dapat dikategorikan ke dalam
kelompok :
a Simple Back Pain (LBP sederhana) dengan karakteristik :

1 Adanya nyeri pada daerah lumbal atau lumbosacral tanpa penjalaran


atau keterlibatan neurologis
2 Nyeri mekanik, derajat nyeri bervariasi setiap waktu, dan tergantung
dari aktivitas fisik
3 Kondisi kesehatan pasien secara umum adalah baik.
b LBP dengan keterlibatan neurologis, dibuktikan dengan adanya 1 atau
lebih tanda atau gejala yang mengindikasikan adanya keterlibatan
neurologis
-

Gejala : nyeri menjalar ke lutut, tungkai, kaki

Tanda : adanya tanda iritasi radikular, gangguan motorik maupun


sensorik/refleks.

Red flag LBP dengan kecurigaan mengenai adanya cedera atau kondisi
patologis yang berat pada spinal. Karakteristik umum :
-

Trauma

fisik berat

seperti

jatuh

dari

ketinggian

ataupun

kecelakaan kendaraan bermotor


-

Nyeri non mekanik yang konstan dan progresif

Ditemukan nyeri abdomen dan atau thoracal

Nyeri hebat pada malam hari yang tidak membaik dengan posisi
terlentang

Riwayat atau adanya kecurigaan kanker, HIV, atau keadaan


patologis lainnya yang dapat menyebabkan kanker

Penggunaan kortikosteroid jangka panjang

Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya, menggigil


dan atau demam

Fleksi lumbal sangat terbatas dan persisten

Saddle anestesi, dan atau adanya inkonentinensia urin

Risiko terjadinya kondisi yang lebih berat adalah awitan NPB pada
usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 55 tahun.

2.8 Diagnosis
A. Anamnesa

Kapan mulai sakit, sebelumnya pernah tidak?

10

Apakah nyeri diawali oleh suatu kegiatan fisik tertentu?apa pekerjaan


sehari-hari?adakah suatu trauma?

Dimana letak nyeri? Sebaiknya

penderita sendiri yang disuruh

menunjukkan dimana letak nyerinya. Ada tidak penjalaran?

Bagaimana sifat nyeri? Apakah nyeri bertambah pada sikap tubuh


tertentu? Apakah bertambah pada kegiatan tertentu

Apakah nyeri berkurang pada waktu istirahat?

Adakah keluarga dengan riwayat penyakit serupa?

Ada tidak perubahan siklus haid, atau perdarahan pervaginam. Ada tidak
gangguan miksi dan defekasi atau penurunan libido

B. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Pada inspeksi yang peru diperhatikan :

Kurvatura yag berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulasi,


pelvis yang miring atau asimetris, muskular paravertebral atau pantat yang

asimetris, postur tungkai yang abnormal


Observasi punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak apakah ada

hambatan selama melakukan gerakan


Pada saat penderita menanggalkan atau mengenakan pakaian, apakah

ada gerakan yang tidak wajar atau terbatas


Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring dan

bangun dari berbaring


Perlu dicari kemungkinan adanya atrofi otot, fasikulasi, pembengkakan,
perubahan warna kulit.

Palpasi dan perkusi


-

Pada palpasi, terlebih dahulu

diraba daerah yang sekitarnya

paling ringan rasa nyerinya, kemudian menuju ke arah daerah


yang terasa paling nyeri.
-

Ketika meraba kolumna vertebralis sejogjanya dicari kemungkinan


adanya deviasi ke lateral atau anterior posterior

Pemeriksaan Neurologik

11

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah kasus nyeri


pinggang bawah adalah benar karena adanya gangguan saraf atau karena
sebab yang lain.
1 Pemeriksaan sensorik
Bila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh gangguan pada salah satu
saraf tertentu maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan
sensorik dengan menentukan batas-batasnya, dengan demikian segmen
yang terganggu dapat diketahui.

Pemeriksaan sensorik ini meliputi

pemeriksaan rasa rabaan, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa
getar (vibrasi). Bila ada kelainan maka tentukanlah batasnya sehingga
dapat dipastikan dermatom mana yang terganggu.
2 Pemeriksaan motorik
Dengan mengetahui segmen otot mana yang lemah maka segmen mana
yang terganggu akan diketahui, misalnya lesi yang mengenai segmen L4
maka

musculus

tibialis

anterior

akan

menurun

kekuatannya.

Pemeriksaan yang dilakukan :


a Kekuatan : fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu
jari, dan jari lainnya dengan menyuruh penderita melakukan gerakan
fleksi dan ekstensi, sementara pemeriksaan menahan gerakan tadi.
b Atrofi : perhatikan atrofi otot
c

Perlu perhatikan adanya fasikulasi ( kontraksi involunter yang


bersifat halus) pada otot otot tertentu.

3 Pemeriksaan reflek
Reflek tendon akan menurun pada atau menghilang pada lesi motor
neuron bawah dan meningkat pada lesi motor atas. Pada nyeri
punggung bawah yang disebabkan HNP maka reflek tendon dari
segmen yang terkena akan menurun atau menghilang
-

Refleks lutut/patela

Refleks tumit/achiles

4 Tes-tes yang lazim digunakan pada penderita low back pain


a Tes lasegue (straight leg raising)

12

Tungkai difleksikan pada sendi coxa sedangkan sendi lutut tetap


lurus. Saraf ischiadicus akan tertarik. Bila nyeri pinggang
dikarenakan iritasi pasa saraf ini maka nyeri akan dirasakan pada
sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari pantat sampai ujung
kaki.

b Tes kernig
Pada posisi awal flexikan tungkai atas pada sudut 90 o terhadap
badan dan flexikan tungkai bawah 90 o terhadap tungkai atas, baru
setelah posisi ini, ekstensikan tungkai bwah pada sendi lutut.
Secara normal bisa dilakukan sampai 135 o. Kernig positif jika
kurang dari 135o. pasien mengeluh nyeri atau ada tahanan atau
terdapat flexi tungkai kontralateral.
c

Patrick sign (FABERE sign)


FABERE merupakan singkatan dari fleksi, abduksi, external rotasi,
dan extensi. Pada tes ini penderita berbaring, tumit dari kaki yang
satu diletakkan pada sendi lutut pada tungkai yang lain. Setelah
ini dilakukan penekanan pada sendi lutut hingga terjadi rotasi
keluar. Positif jika terrasa nyeri di sendi sakroiliaka.

d Contra Patricks sign

13

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap
darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi
ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologis :
a) Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau
kadang-kadang

dijumpai

spondilolistesis,

perubahan

Penyempitan

ruangan

penyempitan

ruangan

degeneratif,

intervertebral

dan

intervertebral,
tumor

spinal.

kadang-kadang

terlihat

bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan


suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
b) CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan
level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan
tulang.

14

c) MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan
menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan
ahli

bedah

ortopedi

tetap

memerlukan

suatu

EMG

untuk

menentukan diskus mana yang paling terkena.


MRI sangat berguna bila:

vertebra dan level neurologis belum jelas

kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan


lunak

untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi

kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik


yang sangat berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli
bedah saraf/ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif
dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan
mengeksklusi adanya suatu tumor.
2.9 Diagnosis Banding
1. Primary mechanical derangements:
-

Ligamentous strain

Muscle strain

Vetebral compression fracture

Vetebral end-plate microfractures

2. Penyakit metabolik:
-

Osteoporosis

Osteomalacia

Hemochromatosis

Ochronosis

3. Inflammatory rheumatologic disorder:


-

Ankylosing spondylitis

2.10 Penatalaksanaan
a. Bed Rest

15

Pada saat awitan nyeri punggung bawah, disarankan untuk mencoba


tirah baring selama satu atau dua hari untuk mengurangi spasme otot dan
memberikan kesempatan tulang belakang untuk beristirahat. Tirah baring yang
lebih lama cenderung memperberat keadaan karena menimbulkan pelemahan
otot-otot yang berperan menyangga tulang belakang. Tempat tidur tidak boleh
memekai pegas atau per. Tirah baring ini sangat bermanfaat untuk nyeri
punggung mekanik akut, fraktur, dan HNP (Bimoariotejo, 2009).
b. Medikamentosa
Terdapat dua jenis obat-obatan bebas yang disarankan untuk mengurangi
nyeri punggung bawah, yaitu asetaminofen dan obat-obatan anti inflamasi non
steroid (OAINS). Asetaminofen dan OAINS bekerja dengan mekanisme yang
berbeda, sehingga keduanya dapat digunakan secara bersamaan. Untuk
jangka waktu yang pendek, obat-obatan terbatas (seperti obat-obatan anti nyeri
narkotik dan relaksan otot) dapat bermanfaat dalam mengurangi nyeri atau
komplikasi lain yang terkait. Golongan obat yang lain (seperti obat-obatan
antidepresan atau obat-obatan anti kejang) juga dapat berguna mengurangi
sensasi nyeri dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
1. Asetaminofen
Tidak seperti aspirin atau OAINS, asetaminofen tidak memiliki efek anti
inflamasi. Obat ini mengurangi nyeri dengan bekerja secara sentral di otak
untuk mematikan persepsi rasa nyeri. Tylenol merupakan salah satu contoh
obat dengan kandungan aktif asetaminofen yang banyak dikenal. Dosis
sebesar 1000 mg asetaminofen dapat dikonsumsi setiap empat jam sekali,
dengan dosis maksimal 4000 mg per 24 jam.
Selain efektivitasnya, asetaminofen sering dianjurkan karena efek
sampingnya yang minimal. Terutama:
a) Sama sekali tidak menimbulkan kecanduan
b) Pasien tidak mengalami efek toleransi terhadap obat
c) Pada penggunaan jangka panjang tidak menimbulkan gangguan
gastrointestinal (lambung)
e) Hanya sedikit pasien yang alergi terhadap obat ini

16

Suatu hal yang pelu diperhatikan, asetaminofen dimetabolisme oleh


hepar, sehingga pasien dengan gangguan hepar harus memeriksakan diri
terlebih dahulu pada dokternya. Pasien tidak boleh mengkonsumsi lebih
dari 1000 mg setiap empat jam (dosis maksimal yang dianjurkan), karena
dosis lebih tinggi tidak memberikan efek anti nyeri tambahan dan
memperberat risiko kerusakan hepar.
2. Obat-obatan Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Karena sebagian besar serangan nyeri punggung bawah melibatkan
suatu komponen inflamasi, obat-obatan anti inflamasi sering menjadi
pilihan terapi yang efektif. OAINS bekerja seperti aspirin dengan
menghambat terjadinya proses inflamasi, namun memiliki efek samping
gastrointestinal yang lebih sedikit dibandingkan dengan aspirin.
Penggunaan OAINS lebih baik secara terus menerus agar terbentuk
suatu konsentrasi obat anti inflamasi di dalam darah, dan efektivitas OAINS
berkurang apabila hanya digunakan setiap merasa nyeri. Karena OAINS
dan asetaminofen bekerja dengan mekanisme yang berbeda, maka kedua
obat ini dapat digunakan secara bersamaan.
OAINS dimetabolisme dari aliran darah oleh ginjal, dengan demikian
bagi pasien diatas usia 65 tahun yang mengidap kelainan ginjal sangat
penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai penggunaan
obat-obatan ini. Apabila seorang pasien mengkonsumsi OAINS dalam
jangka waktu yang lama (6 bulan atau lebih), maka perlu dilakukan
pemeriksaan darah secara rutin untuk mendeteksi tanda-tanda awal
kerusakan ginjal. OAINS juga dapat menimbulkan gangguan lambung,
sehingga pasien dengan riwayat ulkus lambung perlu berkonsultasi terlebih
dahulu dengan dokter.
Kelas baru OAINS, yaitu penyekat COX-2, sudah tersedia. Perbedaan
utama antara kelompok obat ini dengan obat-obatan OAINS sebelumnya
adalah penyekat COX-2 menghambat secara selektif reaksi kimiawi yang
berujung pada inflamasi, tetapi di lain pihak tidak menghambat produksi
kimiawi lapisan pelindung lambung. Karena efek samping utama dari
OAINS adalah pembentukan ulkus lambung, maka obat-obatan ini memiliki

17

angka komplikasi yang lebih rendah dan cenderung untuk tidak


menghasilkan ulkus. Celebrex merupakan penyekat COX-2 yang pertama
dipasarkan, dan Vioxx merupakam obat yang baru saja dipasarkan.
3. Obat Anti Nyeri Narkotika
Untuk serangan nyeri punggung bawah yang berat, obat anti nyeri
narkotika dapat diresepkan. Jelas, golongan narkotik lebih kuat dan
memiliki potensi adiksi yang tinggi, sehingga hanya boleh diberikan oleh
dokter.
Semua obat narkotika memiliki efek disosiatif yang membantu pasien
mengatasi nyerinya. Jadi obat-obat ini tidak mengurangi sensasi nyeri
secara langsung, melainkan mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Narkotika yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
a) Kodein (misalnya Tylenol)
b) Propoksifen (misalnya Darvocet) hidrokodon (misalnya. Vicodin)
c) Oksikodon (misalnya Percocet, Oxycontin)
Obat-obatan narkotika sangat efektif dalam mengatasi nyeri punggung
bawah untuk periode watu yang singkat (kurang dari dua minggu). Setelah
dua minggu pertama, tubuh secara cepat membangun toleransi alami
terhadapi obat-obatan narkotika tersebut, sehingga efektivitas obat-obatan
tersebut berkurang.
Obat-obatan narkotika memiliki efek samping utama dan risiko yang
berat seperti:
a) Gangguan fungsi mental dan rasa kantuk
b) Konstipasi yang signifikan
c) Adiksi
d) Interaksi obat dengan asetaminofen
4. Relaksan otot
Obat-obatan ini tidak bekerja secara langsung pada otot, melainkan
bekerja secara sentral (di otak) dan merupakan relaksan tubuh dan
memiliki efek sedatif.
Biasanya, relaksan otot diresepkan lebih dini dalam perjalanan penyakit
nyeri punggung bawah, dan biasanya dalam jangka waktu yang singkat,

18

dengan tujuan mengurangi nyeri punggung bawah yang diakibatkan


spasme otot. Tersedia beberapa obat-obatan yang sering digunakan untuk
mengobati nyeri punggung bawah: Carisoprodol (Soma), Cyclobenzaprine
(Flexeril) dan Diazepam (Valium).
5. Steroid oral
Steroid oral, obat resep jenis non-narkotik, obat anti inflamasi yang
sangat kuat kadang-kadang efektif untuk nyeri punggung bawah. Seperti
jenis narkotik, steroid oral digunakan untuk jangka waktu yang singkat (satu
hingga dua minggu). Efek sampingnya antara lain kenaikan berat badan,
radang perut, osteoporosis, runtuhnya sendi panggul, serta komplikasi
lainnya. Penting untuk dicatat bahwa penderita diabetes tidak boleh
menggunakan steroid oral sejak obat tersebut meningkatkan kadar gula
darah. Steroid juga tidak boleh diberikan kepada pasien dengan infeksi aktif
(misalnya infeksi sinus, infeksi saluran kemih) karena dapat membuat
infeksi lebih parah.
c. Terapi fisik pasif (Modalitas)
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan
yang lebih dalam) misalnya pada HNP, trauma mekanik akut, serta traksi
pelvis misalnya untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.
1) Terapi panas
Terapi menggunakan kantong dingin kantong panas. Dengan menaruh
sebuah kantong dingin di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau
sakit selama 5 10 menit. Jika selama 2 hari atau 48 jam rasa nyeri
masih terasa gunakan heating pad (kantong hangat).
2) Elektrostimulus
a) Acupunture
Menggunakan jarum untuk memproduksi rangsangan yang ringan,
tetapi cara ini tidak terlalu efisien karena ditakutkan resiko komplikasi
akibat ketidaksterilan jarum yang digunakan sehingga menyebabkan
infeksi.
b) Ultrasound
c) Radiofrequency Lesioning

19

d) Dengan menggunakan impuls listrik untuk merangsang saraf :


i.

Spinal endoscopy
Dengan memasukkan endoskopi pada kanalis spinalis untuk
memindahkan atau menghilangkan jaringan scar.

ii.

Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS)

iii.

Elektro thermal disc decompression

iv.

Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

3) Traction
Helaan atau tarikan pada punggung untuk kontraksi otot.
4) Pemijatan atau massage
Dengan terapi ini bisa menghangatkan, merefleksikan otot belakang dan
melancarkan peredaran darah.
d. Terapi Fisik Aktif (latihan)
1) William Flexion Exersice
William Flexion Exercise diperkenalkan oleh Dr. Paul Williams.
Program latihan ini banyak ditujukan pada pasien - pasien kronik LBP
dengan kondisi degenerasi corpus vertebra sampai pada degenerasi
diskus. Program latihan ini telah berkembang dan banyak ditujukan pada
laki-laki dibawah usia 50-an dan wanita dibawah usia 40-an yang
mengalami lordosis lumbal yang berlebihan, penurunan space diskus
antara segmen lumbal, dan gejala - gejala kronik LBP. William Flexion
Exercise adalah program latihan yang terdiri atas 7 macam gerak yang
menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal).
Adapun tujuan dari William Flexion Exercise adalah untuk
mengurangi

nyeri,

memberikan

stabilitas

lower

trunk

melalui

perkembangan secara aktif pada otot abdominal, gluteus maximus, dan


hamstring, untuk menigkatkan fleksibilitas / elastisitas pada group otot
fleksor

hip

dan

lower

back

(sacrospinalis),

serta

untuk

mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan kerja antara group otot


postural fleksor & ekstensor.
Indikasi dari William Flexion

Exercise

adalah spondylosis,

spondyloarthrosis, dan disfungsi sendi facet yang menyebabkan nyeri


pinggang bawah. Kontraindikasi dari William Flexion Exercise adalah

20

gangguan pada diskus seperti disc. bulging, herniasi diskus, atau protrusi
diskus.
Adapun prosedur pelaksanaan William Flexion Exercise adalah
sebagai berikut (Putra A., 2015):
a) Latihan I (pelvic tilting)
Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua knee fleksi & kaki datar
diatas bed/lantai. Datarkan punggung bawah melawan bed tanpa
kedua tungkai mendorong ke bawah. Kemudian pertahankan 5 10
detik.

b) Latihan II (single knee to chest)


Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua knee fleksi & kaki datar di
atas bed/lantai. Secara perlahan tarik knee kanan kearah shoulder &
pertahankan 5 10 detik. Kemudian diulangi untuk knee kiri dan
pertahankan 5 - 10 detik.

c) Latihan III (double knee to chest)


Mulai dengan latihan sebelumnya (latihan II) dengan posisi pasien
yang sama. Tarik knee kanan ke dada kemudian knee kiri ke dada dan
pertahankan kedua knee selama 5 10 detik. Dapat diikuti dengan
fleksi kepala/leher (relatif) kemudian turunkan secara perlahan-lahan
salah satu tungkai kemudian diikuti dengan tungkai lainnya.

21

d) Latihan IV (partial sit-up)


Lakukan pelvic tilting

seperti

pada

latihan

I.

Sementara

mempertahankan posisi ini angkat secara perlahan kepala dan


shoulder dari bed/lantai, serta pertahankan selama 5 detik. Kemudian
kembali secara perlahan ke posisi awal.

e) Latihan V (hamstring stretch)


Mulai dengan posisi long sitting dan kedua knee ekstensi penuh.
Secara perlahan fleksikan trunk ke depan dengan menjaga kedua knee
tetap ekstensi. Kemudian kedua lengan menjangkau sejauh mungkin
diatas kedua tungkai sampai mencapai jari-jari kaki.

f) Latihan VI (hip fleksor stretch)


Letakkan satu kaki didepan dengan fleksi knee dan satu kaki
dibelakang dengan knee dipertahankan lurus. Fleksikan trunk ke depan
sampai knee kontak dengan lipatan axilla (ketiak). Ulangi dengan kaki
yang lain.

22

g) Latihan VII (squat)


Berdiri dengan posisi kedua kaki paralel dan kedua shoulder disamping
badan. Usahakan pertahankan trunk tetap tegak dengan kedua mata
fokus ke depan & kedua kaki datar diatas lantai. Kemudian secara
perlahan turunkan badan sampai terjadi fleksi kedua knee.

2) Latihan McKenzie
Latihan ini dinamai sesuai dengan ahli terapi fisik dari New
Zealand yang menemukan bahwa ekstensi tulang belakang dapat
mengurangi nyeri yang ditimbulkan dari daerah discus intervertebralis.
Secara teori, ekstensi juga dapat mengurangi discus yang terherniasi
dan mengurangi penekanan pada cabang saraf.
Pada pasien-pasien yang menderita nyeri tungkai akibat herniasi
discus (suatu radikulopati), ekstensi tulang belakang dapat mengurangi
nyeri tungkai dengan memusatkan nyeri (memindahkan nyeri dari
tungkai ke arah pinggang). Apabila pasien dapat memusatkan nyeri
maka mereka dapat meneruskan dengan terapi konservatif serta tidak
memerlukan pembedahan.
Apabila nyeri bersifat akut, latihan perlu dilakukan lebih sering
(setiap satu sampai dua jam). Pasien juga sebaiknya menghindari fleksi
tulang belakang (membungkuk ke depan).

23

Latihan McKenzie juga dapat membantu pasien yang mengalami


nyeri punggung bawah akibat penyakit discus degeneratif. Saat berada
dalam posisi duduk atau membungkuk ke depan, nyeri punggung bawah
dapat menjadi lebih berat pada pasien dengan penyakit discus
degeneratif, sedangkan ekstensi tulang belakang dapat mengurangi
penekanan pada discus. Perlu dicatat bahwa pada pasien usia lanjut
dengan osteoarthritis facet joint dan/atau stenosis lumbal, hal yang
sebaliknya yang terjadi (Ekstensi akan menekan facet joint dan
meningkatkan tekanan pada sendi tersebut sehingga pasien-pasien ini
akan merasa lebih nyaman saat duduk).
e. Back Braces
Mengurangi pergerakan tulang belakang biasanyamakan mengurangi
insidensi nyeri atau rasa tidak nyaman pada pinggang. Terdapat dua jenis
back brace yang sering digunakan untuk mengurangi pergerakan tulang
belakang:
1) Rigid Braces
Rigid braces, seperti Boston Overlap braces atau Thoracolumbar
Sacral Orthosis (TLSO), merupakan brace plastic yang mengikuti lekuk
tubuh. Apabila

ukuran

rigid

brace

tepat,

penggunaannya

dapat

menghambat kurang lebih 50% pergerakan tulang belakang. Fraktur


sering dapat ditangani dengan penggunaan rigid brace yang juga dapat
digunakan pasca operasi fusi. Rigid braces cukup berat, panas, dan
cenderung tidak nyaman bagi pasien. Sebaiknya dipakai saat pasien
sedang dalam posisi tegak namun tidak dipakai saat pasien sedang
berbaring.
2) Corset Braces (Braces Elastis)
Sebuah corset brace

sering

dianjurkan

untuk

membatasi

pergerakan tulang belakang pasca fusi lumbalis. Brace ini membantu


mengurangi

pergerakan

tulang

belakang

sementara

fusi

sedang

menyembuh dengan cara menghambat pergerakan membungkuk ke


depan. Tulang tumbuh dengan lebih baik apabila pergerakan lebih sedikit,
dan terutama pada kasus-ksus tanpa penggunaan instrumentasi (alat-alat

24

yang membantu stabilisasi), penggunaan brace dapat membantu


terbentuknya fusi yang solid.
Brace ini bekerja dengan menghambat pergerakan dan sekaligus
mengingatkan pemakainya untuk mempertahankan postur tubuh yang
baik saat mengangkat. Dengan memakai corset brace, seseorang yang
mengangkat beban akan melakukannya dengan posisi punggung yang
lurus (tidak membungkuk), dan mengandalkan otot tungkai yang besar
untuk mengangkat.
f. Terapi Operatif
Pada dasarnya terapi operatif dilakukan jika dengan tindakan konservatif
tidak memberikan hasil yang nyata. Atau terhadap kasus fraktur yang
langsung mengakibatkan deficit neurologic, yang dapat diketahui adalah
gangguan fungsi otonom dan paraplegia.
g. Rehabilitasi
Tujuan dari rehabilitasi adalah mengupayakan agar penderita dapat segera
bekerja seperti semula dan tidak timbul LBP lagi di kemudian hari. Agar
penderita tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan
kegiatan sehari-hari.

2.11 Pencegahan
Berikut cara pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri
apabila Low back pain sudah terjadi (Kaufmann dan Nettina dalam Trimunggara
2010):
a. Latihan Punggung Setiap Hari
1. Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan
satu lutut dan gerakkanlah menuju dada lalu tahan beberapa detik.
Kemudian lakukan lagi pada kaki yang lain. Lakukanlah beberapa kali.
2. Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu luruskanlah ke
lantai. Kencangkanlah perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke lantai,
tahanlah beberapa detik kemudian relaks. Ulangi beberapa kali.
3. Berbaring terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada flat

25

dilantai. Lakukan sit up parsial,dengan melipatkan tangan di tangan dan


mengangkat bahu setinggi 6 -12 inci dari lantai. Lakukan beberapa kali.
b. Berhati-Hatilah Saat Mengangkat
1. Gerakanlah

tubuh

kepada

barang

yang

akan

diangkat

sebelum

mengangkatnya.
2. Tekukan lutut, bukan punggung, untuk mengangkat benda yang lebih
rendah.
3. Peganglah benda dekat perut dan dada.
4. Tekukan lagi kaki saat menurunkan benda.
5. Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda.
c. Lindungi Punggung Saat Duduk dan Berdiri
1. Hindari duduk di kursi yang empuk dalam waktu lama
2. Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja, pastikan
bahwa

lutut sejajar dengan

paha. Gunakan

alat Bantu (seperti

ganjalan/bantalan kaki) jika memang diperlukan.


3. Jika memang harus berdiri terlalu lama,letakkanlah salah satu kaki pada
bantalan kaki secara bergantian. Berjalanlah sejenak dan mengubah
posisi secara periodik.
4. Tegakkanlah kursi mobil sehingga lutut dapat tertekuk dengan baik tidak
teregang.
5. Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat
duduk dikursi.
d. Tetaplah Aktif dan Hidup Sehat
1. Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang nyaman dan
sepatu berhak rendah.
2. Makanlah makanan seimbang,

diet

rendah

lemak

dan

banyak

mengkonsumi sayur dan buah untuk mencegah konstipasi.


3. Tidurlah di kasur yang nyaman.
4. Hubungilah petugas kesehatan bila nyeri memburuk atau terjadi trauma.

26

BAB III
KESIMPULAN
Nyeri Punggung Bawah atau Low Back Pain sebagai nyeri dan
ketidaknyamanan, yang terlokalisasi di bawah sudut iga terakhir (costal margin)
dan di atas lipat bokong bawah (gluteal inferior fold), dengan atau tanpa nyeri
pada tungkai. Nyeri punggung bawah dapat mengikuti cedera atau trauma
punggung, tapi rasa sakit juga dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif
seperti osteoartritis, osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi, kelainan
struktur dan sebagainya. Nyeri punggung bawah juga dipengaruhi oleh faktor
resiko meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, pekerjaan, paparan getaran,
angkat beban yang berat yang berulang-ulang, membungkuk, duduk lama, dan
faktor psikososial.
Gejala dari nyeri punggung bawah dapat berupa nyeri pada daerah
lumbal atau lumbosacral tanpa penjalaran atau keterlibatan neurologis atau
dengan nyeri yang menjalar ke lutut, tungkai dan kaki. Gejala penyakit
punggung yang sering dirasakan adalah nyeri, kaku, deformitas, dan nyeri serta
paraestesia atau rasa lemah pada tungkai. Gejala serangan pertama sangat
penting. Dari awal kejadian serangan perlu diperhatikan, yaitu apakah
serangannya dimulai dengan tiba-tiba, mungkin setelah menggeliat, atau
secara berangsur-angsur tanpa kejadian apapun. Dan yang diperhatikan pula
gejala yang ditimbulkan menetap atau kadang-kadang berkurang. Selain itu
juga perlu memperhatikan sikap tubuh, dan gejala yang penting pula yaitu
apakah adanya secret uretra, retensi urine, dan inkontinensia

27

DAFTAR PUSTAKA
Bimoariotejo, 2009, Low Back Pain, Diakses pada 15 Juli 2016,
<https://bimaariotejo.wordpress.com/2009/07/07/low-back-pain-lbp/>.
Davies, R. (2008). Low back pain. InnovAit, 1 (6), 440-445.
Hafferman, J.J., Low back. In: Noble J, Greene HLII, Modest GA, Levinson W,
Young MJ, eds. Textbook of primary care medicine. 2d ed. St. Louis:
Mosby, 1996:1026-40.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M.
(2011). Medical surgical nursing: Assessment and management of
clinical problems. Eighth Edition, Vol. 1 & 2. Missouri: Elsevier Mosby.
Meliala L. Patofisiologi Nyeri pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L,
Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.
Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Prima
Printing, Surabaya.
Putra, A., 2015, William Flexion Exercise, Diakses pada 15 Juli 2016,
<http://adeputrasuma.blogspot.co.id/2013/07/william-flexionexercise.html>
Rahim H A, Priharto K., Terapi Konservatif untuk Low Back Pain, Divisi Spine,
Bagian Orthopaedi & Traumatologi Rumah Sakit Hasan Sadikin, pp 1-12.
Tao, X., & Bernacki, E. J. (2005). A randomized clinical trial of continuous lowlevel heat therapy for acute musclular low back pain in the workplace.
Journal Occupational and Environmental Medicine, 47 (12), 1928- 1306.
Trimunggara, Kantana. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan
Low Back Pain pada Kegiataan Mengemudi Tim Ekspedisi
PT.Enseval Putera Megatrading Jakarta Tahun 2010. Skripsi:Fakultas

28

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif


Hidayatullah, Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai