Anda di halaman 1dari 14

Problematika

Pendidikan Islam Modern


Izzul Fatawi
Institut Agama Islam (IAI) Nurul Hakim Kediri Lobar
abumeisha@gmail.com

Abstrak
Dari berbagai permasalahan yang timbul akibat dari kemajuan
zaman dan modernisasi ini, beberapa di antaranya terjadi pula di
dalam dunia pendidikan. Bahkan problem-problem tersebut ikut
meracuni aspek-aspek yang sangat mendasar bagi dunia pendidikan. Pola pikir yang melandasi system pendidikan kita khususnya
di Indonesia dan Negara-negara muslim lainnya tidak lepas dari
warisan kolonialisme dengan kerangka positivismenya. Keadaan ini
menggali jurang yang sangat dalam antara pola pikir pendidikan
asli pribumi serta ruh pesantrennya dengan landasan pendidikan
barat yang lebih cenderung mengarah kepada rasionalitas-matrealistik. Ilmu dalam pendidikan di barat tidak dibangun di atas
wahyu dan kepercayaan agama, namun dibangun di atas tradisi
budaya yang diperkuat oleh spekulasi filosofis dengan memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya ilmu pengetahuan serta nilai etika dan moral diatur oleh rasio manusia, sehingga dari cara pandang seperti inilah lahir ilmu-ilmu sekular
dengan manusia yang mengikutinya adalah seorang sekularis.
Kata Kunci : problematika pendidikan, pendidikan Islam modern

Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

| 267

IZZUL FATAWI

Pendahuluan
Manusia dalam usahanya memelihara kelanjutan hidupnya, mewariskan berbagai nilai-nilai budaya dan peradaban dari satu generasi ke generasi berikutnya, disamping itu juga sebagai pengembangan potensi yang ada pada diri agar dapat dipergunakan oleh
setiap individu untuk menghadapai tantangan dan permasalahan
bagi hidup setiap individu itu sendiri.
Demikian halnya dengan tujuan pendidikan, secara general
tujuan pendidikan yakni untuk mengembangkan pribadi manusia agar dapat merespon dan survive dalam hiudupnya. Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah
sesuai dengan tujuan hidup manusia, sebab pendidikan hanyalah
alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan
hidupnya baik sebagai individu maupun masyarakat.1 Akan tetapi
kemajuan zaman dan perbedaan hajat setiap manusia dari masa
kemasa menuntut pemikiran dan keahlian yang tidak lagi sama
seperti zaman-zaman sebelumnya, dan untuk memenuhi tuntutan
itu diperlukan usaha yang lebih efektif, efisien dan lebih rasional.
Usaha serta upaya manusia dalam merumuskan ulang citacita dari pendidikan mereka kepada bentuk yang lebih rasional
dan modern tidak selalu menemui jalan mulus dan lancar. Berbagai macam problem muncul dalam hal ini baik dari segi filosofis, prinsip, dan pelaksanaannya, menuntut adanya jalan keluar
yang mampu meredam atau paling tidak meminimalisir problem
tersebut. Untuk itu pada makalah ini penulis ingin memaparkan
secara umum problematika pendidikan modern, aspek-aspek
pendidikan yang mengalami problem, penyebab terjadinya, serta
jalan keluar dari problem tersebut.
Pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah di Makkah merupakan bentuk dasar dari pendidikan yang bertujuan untuk membina pribadi muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan
dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubaligh, dan pendi1

Thalhah Hasan, Dinamika Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Lantabora Press 58

268 | Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

Problematika Pendidikan Islam ...

dik yang baik. Dan setelah hijrah, disamping membentuk pribadi


muslim pendidikan Islam mengalami perkembangan dan diarahkan untuk membina seluruh aspek-aspek kehidupan manusia
dalam mengelola dan menjaga kesejahteraan umat manusia.
Kepedulian Rasulullah terhadap pendidikan ini terlihat sekali
pada saat selesai perang Badar, bahwa tawanan perang dari orangorang Quraisy yang mampu membaca dan menulis ditawari oleh
beliau untuk mengajar membaca dan menulis kepada masyarakat
muslim di Madinah untuk menebus kebebasan mereka, sehingga
dalam waktu relatif singkat masyarakat muslim di Madinah banyak yang mampu membaca dan menulis.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah sesuai dengan tujuan hidup manusia, sebab
pendidikan hanyalah alat yang digunakan oleh manusia untuk
memelihara kelanjutan hidupnya baik sebagai individu maupun
masyarakat.2
Landasan Teori
1. Pengertian Problematika Pendidikan Modern
a. Problematika
Problematika berasal dari kata bahasa inggris problem yang
artinya, soal, masalah, atau halangan. Sedangkan setelah di adopsi ke dalam bahasa Indonesia dengan kata problematika maka
artinya adalah masalah , halangan, atau perkara sulit yang terjadi di dalam sebuah proses, dan contohnya terjadi dalam sebuah
proses pendidikan. Problematika sendiri lebih cenderung untuk
diartikan jamak atau banyak pada penggunaannya atau dengan
kata lain problematika adalah kumpulan dari banyak problem,
masalah, halangan atau kesulitan.3
b. Pendidikan
Setiap manusia dari masa-kemasa memiliki nilai-nilai budaya
2 Ibid, 58
3 Risa Agustin, Kamus Ilmiah Populer ,Surabaya: Serbajaya, 433.

Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

| 269

IZZUL FATAWI

yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas


manusia tersebut dapat tersalurkan hingga tetap terpelihara.
Kemudian untuk merealisasikan tujuan tersebut, setiap bangsa
memandang perlu adanya sebuah usaha untuk mendidik generasi muda mereka, untuk dipersiapkan bagi kelangsungan sejarah
mereka selanjutnya.
Pendidikan itu sendiri memeiliki definisi beragam. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia 1989, Pendidikan ialah proses
mengubah sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pelatihan
dan pengajaran (proses, perbuatan, dan cara mendidik).4 Dalam
Undang-undang RI tentang pendidikan nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.5
Selain itu DR. Ali Ashraf salah seorang pakar pendidikan Islam
modern mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha
untuk mengembangkan pemikiran, baik dari segi keterampilan,
karakteristik, atau perilaku, yang membuat manusia menyadari
prinsip-prinsip yang dianggap yang paling baik bagi seluruh umat
manusia, dan tugas pendidikan adalah membantu manusia dalam
mencapai tujuan itu.6
Dari beberapa definisi tersebut dapat kita lihat titik terang
tentang makna dan maksud dari pendidikan itu sendiri, yaitu
usaha manusia untuk mempersiapkan penerusnya agar memiliki
kemampuan dan kecakapan pribadi, spiritual, dan keterampi4 Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989
5

Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab

I Pasal 1 ayat (1)


6 Ali Ashraf, DR., Horison Baru Pendidikan Islam, Terj. Sori Siregar Pustaka Firdaus,
1989, 27

270 | Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

Problematika Pendidikan Islam ...

lan dalam menghadapi segala tantangan hidup secara memadai


baik individu maupun masyarakat. Dan tujuan dari pendidikan itu
sendiri harus sesuai dengan tujuan hidup manusia.
3. Modernisasi.
Pengertian yang mudah tentang modernisasi menurut Nurcholish Madjid ialah pengertian yang identik dengan rasionalisasi.
Dan hal ini berarti proses perombakan pola berpikir dan tata kerja
baru yang tidak akliah (rasional) dan menggantinya dengan pola
berpikir dan tata kerja yang lebih rasional. Kegunaannya adalah
untuk memperoleh efisiensi dan hasil yang lebih maksimal.7
Pola pikir masyarakat pada abad pertengahan lebih cenderung kepada pendekatan religius yang sekaligus menjadi ciri khas
dari abad ini, maka tidak heran apabila segala urusan diserahkan
sepenuhnya kepada Tuhan. Hal ini tak pelak lagi mengangkat gereja untuk mendominasi segala lini kehidupan manusia saat itu,
karena gereja sendiri memiliki otoritas luas yang tak terbantahkan oleh siapapun. Oleh karena manusia menjadi pusat kehidupan
kultural, manusiapun mulai menyelidiki kemampuan rasionalnya
sendiri. Masa ini ditandai dengan periode Renaissance yang berarti
kebangkitan kembali,8yaitu gerakan kultural untuk melepaskan
diri dari kungkungan abad pertengahan yang membawa manusia
semakin jauh dari ranah teologis-religius.
Gerakan kebangkitan ini semakin memuncak bersamaan dengan pemikiran Auguste Comte (1789-1857)9 yang sekaligus sebagai awal lahirnya periode pemikiran postivisme, sebuah gerakan
pemikiran yang sangat bertentangan dengan masa pemikiran teologies-spiritual, yaitu lebih menitik beratkan kepada teknis dan
material, dan lebih mengutamakan verifikasi langsung inderawi
7 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan, Bandung: Mizan
Pustaka, 2008, hal 180.
8 Ali Maksum, Pengantar Filsafat, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008, 362. Oleh
sejarawan istilah Renaissance digunakan untuk menunjukkan berbagai periode kebangkitan intelektual.
9 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter, Jakarta: PT. Grasindo, 2007, 37

Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

| 271

IZZUL FATAWI

dalam pengalaman umat manusia.


Berdasarkan pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa
pendidikan ialah kemampuan untuk berkembang baik dari segi
moral, akhlak, dan pengembangan kecakapan serta keahlian.
Mengenai akhlak, prinsip dan permasalahannya adalah sama bagi
seluruh umat sepanjang masa. sedangkan mengenai kecakapan
dan keahlian, terdapat perbedaan keperluan manusia dari tempat
ke tempat yang lain, dan dari zaman ke zaman yang lain.10 Maka
sudah tentu jenis keahlian yang diperlukan di zaman modern ini
berbeda dengan keahlian yang diperlukan pada zaman sebelumnya. Dan oleh karena tuntutan akan keahlian modern maka memerlukan modernisasi dalam bidang pendidikan pula.
Usaha serta upaya manusia dalam merumuskan ulang citacita dari pendidikan mereka kepada bentuk yang lebih rasional
dan modern tidak selalu menemui jalan mulus dan lancar. Berbagai macam problem muncul dalam hal ini baik dari segi filosofis,
prinsip, dan pelaksanaannya. Kondisi ini membutuhkan solusi
tepat yang mampu mengurai dan meluruskan masalah yang terjadi sebaik mungkin.
2. Islam dan Pemikiran Rasional
Sebagaimana dinyatakan para peneliti muslim maupun nonmuslim, pemikiran rasional-filosofis Islam lahir bukan dari pihak
luar melainkan dari kitab suci mereka sendiri Al-Quran11, khususnya dalam kaitannya dengan upaya-upaya untuk menyesuaikan antara ajaran teks dengan realitas kehidupan sehari-hari.
Pada awal perkembangan Islam, ketika Rasulullah SAW., masih
hidup semua persoalan bisa diselesaikan dengan cara ditanyakan
langsung kepada beliau, atau diatasi lewat jalan kesepakatakan
diantara para sahabat. Akan tetapi hal itu tidak bisa lagi dilakukan
setelah Rasulullah wafat, sedangkan persoalan-persoalan semakin banyak dan rumit seiring dengan perkembangan Islam yang
10 Nurcholish Madjid, Fatsoen, Jakarta: Republika, 180
11 Leaman, Oliver., Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1988

272 | Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

Problematika Pendidikan Islam ...

demikian cepat. Jalan satu-satunya adalah kembali kepada ajaran


teks suci al-Quran, melalui berbagai pemahaman.
Akal yang diberi tempat demikian tinggi di dalam agama Islam, mendorong kaum muslimin mempergunakannya untuk memahami ajaran-ajaran Islam dengan penalaran rasional, sejauh
ajaran itu menjadi wewenang akal untuk memikirkannya. Oleh
karena itu, pada hakikatnya umat Islam telah berfilsafat sejak
mereka menggunakan penalaran rasional dalam memahami agama dan ajaran Islam.
Para ilmuwan muslim yang berpikir rasional sama seperti para
ulama lainnya juga, mendasarkan pemikirannya pada Al-Quran
dan Al-Hadits dan memandang Al-Quran dan Al-Hadits di atas
segala kebenaran yang didasarkan pada akal manusia semata.
Mereka tertarik berpikir rasional karena berpikir merupakan tuntutan agama dalam rangka mencari kebenaran dan mengamalkan
kebenaran itu. Yang mereka pergunakan sebagai saringan adalah
ajaran Al-Quran dan Al-Hadits. Dengan mempergunakan AlQuran dan Al-Hadits sebagai dasar dan bingkai pemikiran.
3. Masa Kejayaan Islam
Pemikiran filsafat Yunani mulai bertemu dan dikenal dalam pemikiran Arab-Islam setelah masa pemerintahan Bani Abbas,
khususnya sejak dilakukan program penterjemahan buku-buku
filsafat yang gencar dilakukan pada masa kekuasaan Al-Makmun
(811-833 M); suatu program yang oleh al-Jabiri dianggap sebagai
tonggak sejarah pertemuan pemikiran rasional Yunani dengan
pemikiran keagamaan Arab-Islam.12
Pada periode ini juga muncul para ilmuwan-ilmuwan muslim
yang ahli dalam berbagai bidang dan menaruh perhatian terhadap filsafat terutama filsafat Aristoteles, diantara para filsuf Islam yang terkenal adalah Al Kindi (806-873 M), Al Razi (865-925
M), Al Farabi (870-950 M), Ibnu Sina (980-1037 M).13
12 Jabiri, M. Abed., Takwin Al Aql Al Arabi, Markaz Al Tsaqafi, 1991
13 Nasution, Harun., Falsafah dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973

Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

| 273

IZZUL FATAWI

Masa keemasan Islam tersebut berlanjut hingga hadirnya para


pemikir-pemikir Islam yang menguasai berbagai bidang ilmu
dan menaruh perhatian terhadap filsafat, mereka hidup di masa
pemerintahan Daulah Amawiyah di Spanyol (Eropa) pada saat
Eropa masih dalam masa kegelapan. Pada saat ini ilmu dan peradaban islam berkembang pesat di Eropa, dan diantara ilmuwan
Islam yang terkenal pada saat itu adalah Ibnu Bajjah (1100-1138
M) di barat terkenal dengan sebutan Avempace, Ibnu Thufail (1185
M) di barat terkenal dengan sebutan Abubacer, Ibnu Rusyd (11261198 M) di barat terkenal dengan sebutan Averroce.14
Sampai pertengahan abad ke 12 M, orang-orang Barat masih
belum mengenal filsafat Aristoteles secara keseluruhan, ilmuwan-ilmuwan Islamlah yang membawa perkembangan filsafat di
Barat terutama pada saat Islam memiliki daerah kekuasaan di Eropa. Berkat tulisan para pemikir Islam terutama Ibnu Rusyd Barat
mulai mengenal filsafat Aristoteles, peran mereka sangat besar
sekali bagi kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa dan tidak hanya
di bidang filsafat bahkan dibidang sains, astronomi dan lain-lain.
Pembahasan
A. Aspek Pendidikan yang Bermasalah
Dari berbagai permasalahan yang timbul akibat dari modernisasi,
diantaranya terjadi pula dalam dunia pendidikan. Bahkan problem-problem tersebut ikut meracuni aspek-aspek yang sangat
mendasar bagi dunia pendidikan. Dan harus berpikir lebih kritis
dalam melihat persoalan ini agar aspek-aspek pendidikan yang
kemungkinan mengalami problem dapat dibaca dan temukan
solusi terbaik. Adapun aspek-aspek tersebut adalah:
1. Aspek Filosofis
Suatu perkembangan yang efeknya sangat besar dalam dunia pendidikan adalah pola pikir yang menjadi pondasi terbangunnya dunia pendidikan itu sendiri, atau dengan kata lain aspek filosofis.
14 Maksum, Ali., Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2008, 103

274 | Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

Problematika Pendidikan Islam ...

Meski pada kenyataannya perkembangan dari aspek filosofis ini


berbeda-berbeda sesuai dengan tempat dan budaya suatu bangsa.
Ilmu dalam pendidikan di barat tidak dibangun di atas wahyu
dan kepercayaan agama, namun dibangun di atas tradisi budaya
yang diperkuat oleh spekulasi filosofis dengan memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya ilmu pengetahuan
serta nilai etika dan moral diatur oleh rasio manusia, sehingga
dari cara pandang seperti inilah lahir ilmu-ilmu sekular dengan
manusia yang mengikutinya adalah seorang sekularis. Kaum sekularis tidak mau menjadikan agama sebagai sumber norma-norma asasi dalam kehidupan duniawinya, sesuai dengan ketentuan
bahwa manusia harus memiliki sekumpulan keyakinan untuk
menopang peradaban yang akan mereka ciptakan.15
Berbeda dengan bangsa-bangsa timur yang lebih menekankan
pendidikan mereka cenderung ke filsafat religius, hal ini dikarenakan pola pikir yang agak skeptis terhadap ilmu sains modern
dan bahkan memusuhi segala bentuk intelektualisme.16Akibatnya
pola pikir ini membawa mereka kepada kemiskinan generasi yang
cakap dan terampil dalam hal-hal yang bersifat duniawi, dan hanya
menyisakan generasi sufisme yang menganggap intelektualisme
sebagai fardlu kifayah: tidak seluruh umat diharuskan melakukannya. Akan tetapi bila tidak ada sama sekali yang melakukannya
maka seluruh umat terbebani pertanggung jawaban.17
2. Aspek Prinsip dan Orientasi
Sebagaimana penulis paparkan sebelumnya, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan
hanyalah alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara
kelanjutan hidup dan budayanya baik sebagai individu maupun
masyarakat. Dengan begitu tujuan pendidikan haru berpangkal
pada tujuan hidup.
15 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan, Bandung: Mizan
Pustaka, 2008, 198.
16 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, Bandung: Penerbit Pustaka, 1985, 39
17 Nurcholish Madjid, Fatsoen, Jakarta: Republika, , 181

Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

| 275

IZZUL FATAWI

Di Barat pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis,


dimana yang menjadi tujuan pendidikan secara tidak langsung
merupakan tujuan hidup, sehingga akan berbenturan dengan
kepentingan-kepentingan lain. Mazhab-mazhab pendidikan di
Barat setelah Decartes (1596-1650) memandang dunia inilah sebagai tujuan hidup, sehingga ada yang mengingkari samasekali
akan wujud Tuhan dan hari akhir.18
3. Aspek Pelaksanaan
Lembaga pendidikan merupakan lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap tumbuhnya kepribadian sebuah generasi,
selain jalur keluarga dan masayarakat. Maka dari itu, kebijakan
pendidikan seharusnya tidak semata-mata dikaitkan dengan kemampuan melakukan tindakan tertentu. Akan tetapi juga berkaitan dengan akhlak, etika, dan sosial masyarakat. Dengan demikian, pendidikan perlu mempersiapkan generasi yang tidak sekedar
cerdas, akan tetapi beriman dan intelektual.
Pemerintah Indonesia khususnya dalam upaya memperbaiki
sistem pendidikan nasional memberlakukan standarisasi pendidikan nasional. Kualitas pendidikan diukur dengan strandar dan
kompetensi. Standarisasi dalam bidang pendidikan antara lain
menghasilkan ujian nasional sebagai tolok ukur untuk menentukan nasib anak. Dengan materi ujian berupa bahasa Indonesia,
Matematika, bahasa Inggris dan mata pelajaran jurusan. Maka
untuk mengantisipasi rendahnya angka ketidak-lulusan, beberapa mata pelajaran dikurangi jam belajarnya, termasuk pendidikan Agama. Lantas dimanakah fungsi pedidikan nasional untuk
membentuk manusia yang bertaqwa, jika mata pelajaran agama
tidak dimasukkan dalam materi ujian nasional?
B. Solusi Problem Pendidikan Islam Modern
1. Faktor Filosofis
Pola pikir yang melandasi system pendidikan kita khususnya di
18 Nurani Soyomukti, Pendidikan Berperspektif Globalisasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2008, 59

276 | Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

Problematika Pendidikan Islam ...

Indonesia dan Negara-negara muslim lainnya tidak lepas dari


warisan kolonialisme dengan kerangka positivismenya.19Keadaan
ini menggali jurang yang sangat dalam antara pola pikir pendidikan asli pribumi serta ruh pesantrennya dengan landasan pendidikan barat yang lebih cenderung mengarah kepada rasionalitasmatrealistik.
Dualisme-dikotomi pendidikan ini tidak hanya disebabkan
oleh warisan kolonial saja, akan tetapi sikap skeptis umat dalam
merespon masalah ini terlalu berlebihan sehingga kita harus
membayar ongkos yang mahal untuk menapak lebih maju, dan
berakibat pada tertinggalnya system pendidikan kita dari negaranegara lainnya.
Sesungguhnya umat Islam Indonesia mulai beranjak maju dari
warisan kolonial sejak kabinet Natsir tahun 1950. Melalui kabinet itu menteri agama A. Wahid Hasyim dan menteri pendidikan
Bahder Johan membuat terobosan baru dalam bidang pendidikan,
dengan keputusan hendak mengadakan kurikulum pengetahuan
umum di madrasah-madrasah dan kurikulum pengetahuan agama untuk sekolah-sekolah. Pada saat ini terlihat dampak dari kebijakan tersebut dengan adanya gerakan konvergensi antara pendidikan agama dan pendidikan umum.20
Akan tetapi ketertinggalan umat Islam Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara lainnya. Dibutuhkan usaha ekstra keras untuk mengejar ketertinggalan ini yaitu melalui usahausaha pendidikan unggulan yang memadukan antara pendidikan
agama dan umum, meski dengan resiko dinilai atau dituduh terlalu elitis dan kurang populis. Karena bagi sebagian umat Islam di
Indonesia pendidikan unggulan adalah fardlu kifayah.21
2. Faktor Prinsip dan Orientasi
Melihat prinsip pendidikan modern tersebut, bukannya tidak
mungkin tapi akan sangat sulit mencetak generasi yang cerdas,
19 Nurcholish Madjid, Fatsoen, Jakarta: Republika, , 181
20 Ibid.
21 Ibid.

Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

| 277

IZZUL FATAWI

terampil, sekaligus berakhlak dan beriman. Dan target pendidikan yang ideal itu sendiri akan semakin menjauh apabila tidak dibingkai dalam kerangka nilai-nilai agama dan ketuhanan.
Dalam kondisi seperti itu, pendidikan hanya bersifat pengajaran
semata yang kering dari kekayaan spiritualitas dan nilai-nilai
moral yang hakiki.22
Jika sumber dan metodologi keilmuan di barat bergantung
sepenuhnya pada kaedah empiris, rasional, dan cenderung materialistik serta mengabaikan dan memandang rendah cara memperoleh ilmu melalui wahyu dan agama. Maka metodologi dalam
ilmu pengetahuan Islam bersumber pada Al Quran dan sunnah
Rasulullah serta ijtihad para ulama. Jika modernisasi sekular hanya menghasilkan ilmu yang cenderung menjauhkan manusia dari
agamanya. Maka Islamisasi ilmu justru akan membangun keharmonisan dan keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani.
3. Faktor Pelaksanaan
Pengetahuan bukanlah dimiliki hanya demi pengetahuan itu
sendiri. Oleh sebab itu pengetahuan tidak akan menjadi atau tidak akan pernah menjadi milik intelektual. Emosi, moral, dan
keyakinan manusia dikondisikan oleh apa yang diketahui oleh
manusia itu sendiri. Sikapnya terhadap kehidupan akan berubah
sendiri tanpa disadarinya, karena itu pula pengetahuan terhadap
kehidupan dan moral harus menjadi prioritas.23
Untuk menghindari tumbuhnya generasi yang timpang secara
moral, dan begitu juga sebaliknya generasi yang timpang secara
intelektual. Dipandang perlu adanya terobosan bagi lembagalembaga pendidikan kita untuk menyeimbangkan proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan tidak
kaku dalam menerima modernisasi.
Selain itu, hendaknya sistem pendidikan tidak hanya men22 Abd Ala, Pembaruan Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006, 33
23 Ali Ashraf, DR., Horison Baru Pendidikan Islam, terjemah: Sori Siregar Pustaka
Firdaus, 1989, 38

278 | Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

Problematika Pendidikan Islam ...

gutamakan mata pelajaran, tetapi harus memperhatikan peserta


didik itu sendiri sebagai manusia yang harus dikembangkan pribadinya. Seorang guru harus memelihara perkembangan intelektual dan perkembangan moral anak secara seimbang. Tujuan utama dalam pembelajaran tidak hanya penguasaan aspek kognitif
siswa, tetapi juga peningkatan mental dan pribadinya.
Kesimpulan
Ilmu pengetahuan diturunkan oleh Allah SWT, sebagai bekal bagi
manusia dalam mengemban amanah kekhalifahan, yaitu pemanfaatan alam secara lestari, seimbang dan penuh kearifan. Melalui
pendidikan akan mengantarkan manusia kepada kearifan untuk
menjadikan dunia layak huni bagi umat manusia dan makhlukmakhluk Allah yang lain. Kehidupan yang harus dibangun adalah
kehidupan yang penuh kesejahteraan dan kedamaian serta akan
dipertanggung jawabkan manusia kepada Allah di akhirat kelak.
Kondisi tersebut menuntut manusia untuk bisa menguasai
selain ilmu syariyyah dan aqliyah, juga aspek yang tidak kalah
pentingnya pengamalan yang utuh dalam pengembangan moral.
Melalui penguasaan ilmu dan pengembangan moral itu manusia
mengetahui tabiat alam secara tepat sehingga dapat memanfaatkannya sebaik mungkin serta dapat diabdikan bagi kebaikan dan
kesejahteraan umat manusia. Pola pikir yang melandasi system
pendidikan kita khususnya di Indonesia dan Negara-negara muslim lainnya tidak lepas dari warisan kolonialisme dengan kerangka
positivismenya. Keadaan ini menggali jurang yang sangat dalam
antara pola pikir pendidikan asli pribumi serta ruh pesantrennya
dengan landasan pendidikan barat yang lebih cenderung mengarah kepada rasionalitas-matrealistik.
Untuk menghindari tumbuhnya generasi yang timpang secara
moral, dan begitu juga sebaliknya generasi yang timpang secara
intelektual. Dipandang perlu adanya terobosan bagi lembagalembaga pendidikan kita untuk menyeimbangkan proses pem-

Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

| 279

IZZUL FATAWI

belajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan tidak


kaku dalam menerima modernisasi. Jika sumber dan metodologi
keilmuan di barat bergantung sepenuhnya pada kaedah empiris,
rasional, dan cenderung materialistik serta mengabaikan dan
memandang rendah cara memperoleh ilmu melalui wahyu dan
agama. Maka metodologi dalam ilmu pengetahuan Islam bersumber pada Al Quran dan sunnah Rasulullah serta ijtihad para ulama
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa secara hakiki pendidikan itu adalah mencerahkan dan mencerdaskan, juga
mengandung nilai sakralitas yang tak terbantahkan. Oleh karena
itu modernitas hanya sebagai pengembangan system supaya target
pendidikan bisa dicapai dengan baik dan efektif. Dengan demikian,
tidak dibenarkan apabila dalam dunia pendidikan terjadi desakralisasi (dunia oriented) maupun dehumanisasi (pabrik oriented)

DAFTAR PUSTAKA
Thalhah Hasan, Dinamika Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:
Lantabora Press. 2001
Diknas, Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokus Media, 2003
Ali Ashraf, DR., Horison Baru Pendidikan Islam, terjemah: Sori
Siregar Pustaka Firdaus, 1989
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan, Bandung:
Mizan Pustaka, 2008
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter, Jakarta: PT. Grasindo, 2007
Nurcholish Madjid, Fatsoen, Jakarta: Republika, 2009
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, Bandung: Pustaka, 1985
Nurani Soyomukti, Pendidikan Berperspektif Globalisasi, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2008
Abd Ala, Pembaruan Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2006

280 | Volume VIII Nomor 2 Juli - Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai