Anda di halaman 1dari 11

PERAN WANITA DI INDIA : PERAN DALAM HUKUM KEKERASAN

DOMESTIK
Abstrak
Melalui berita dari televisi, koran maupun majalah kita mendapatkan informasi
mengenai kekerasan terhadap wanita di India. Kenyataannya, di India masa kini wanita
tetap dianggap sebagai warga kelas dua terlepas dari apa yang dikatakan oleh para
petinggi negara. Wanita dianggap lebih lemah secara fisik maupun emosional, walaupun
pada kenyataannya wanita telah membuktikan bahwa mereka dapat bertahan dalam
kondisi yang sama dengan laki-laki baik di tempat kerja maupun rumah. Di seluruh
pelosok negeri ini, wanita sering dianianya dan bahkan menjadi korban pembunuhan
baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Permasalahan seperti kekerasan domestik
atau kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, aborsi dan infanticide anak
wanita masih sering ditemukan. Kini dibutuhkan tindakan pencegahan agar wanita
dapat hidup dengan aman di India. Terdapat dua hal penting dalam pencegahan
kekerasan domestik pada wanita : wanita harus berani melawan norma patriarki, dan
wanita juga harus mampu menyeimbangkan peran dan menangani masalah di dalam
keluarga.
Pengantar
Sekarang telah menjadi pendapat umum bahwa posisi wanita dalam masyarakat
merupakan tolak ukur kemajuan kultural dan spiritual. Kini, wanita harus berusaha lebih
keras untuk mendapatkan karir yang baik dan sebanding dengan laki-laki. Wanita masih
sering mendapatkan hambatan-hambatan dalam dunia kerja sehingga memicu muncul
lembaga-lembaga perlindungan hak wanita. Hal ini tetap sering terjadi tanpa
memandang status ekonomi, ras dan kelompok usia. Bahkan hal ini seolah-olah menjadi
hal turun-temurun dan mencerminkan nasib wanita yang tidak aman. Beberapa contoh
yang dapat kita tarik dari berita sehari-hari antara lain :
-

Mantan pemenang Miss World dan aktris Yukta Mookhey telah

melaporkan suaminya Pangeran Tuli karena kekerasan domestik


-

Suami memotong jari istrinya di Manipur

Seorang wanita yang mengalami kekerasan domestik oleh suaminya

yang merupakan pecandu alkohol membakar dirinya dan dua anaknya


-

Mahkamah Agung menyatakan bahwa anak menantu perempuan tidak

boleh diperlakukan seperti pembantu rumah tangga.


-

Mahkamah Agung menyatakan bahwa istri harus diperlakukan dengan

hormat di dalam rumahnya karena hal ini mencerminkan sensitifitas masyarakat.


Setiap 60 menit, ada dua wanita yang mengalami pemerkosaan. Setiap 6 jam, ada
seorang wanita yang telah menikah yang teraniaya hingga meninggal, dibakar atau
bunuh diri. Masalah-masalah seperti harta bersama, kekerasan domestik, aborsi selektif
dan infanticide anak wanita masih sering ditemukan. Kini dibutuhkan tindakan
pencegahan yang efektif untuk melindungi wanita.
Arti Kekerasan Domestik
Untuk memahami arti kata kekerasan domestik, perlu dilakukan pemahaman secara
terpisah. Domestik pada kata ini berarti dalam lingkungan rumah tangga, dan
kekerasan berarti tindakan fisik yang bertujuan untuk menyakiti, membunuh ataupun
merusak keadaan seseorang. Dari ini dapat disimpulkan bahwa kekerasan domestik
berarti tindakan fisik yang dilakukan dalam lingkungan rumah tangga yang bertujuan
untuk menyakiti atau merusak suatu aspek dalam rumah tangga. Dengan kata lain,
kekerasan domestik merupakan suatu tindakan destruktif pada salah satu anggota
keluarga.
Kekerasan domestik juga dapat diartikan sebagai pola kebiasaan yang mengandung
ancaman dan serangan baik secara fisik, seksual, verbal dan psikologis serta pemaksaan
ekonomis yang digunakan oleh orang dewasa terhadap pasangannya. Kekerasan
domestik tidak hanya terbatas pada satu tindakan fisik tunggal, namun juga mencakup
penggunaan ancaman, intimidasi dan manipulasi yang dilakukan seorang manusia
dewasa terhadap pasangannya.
Mengapa dan Di Mana Wanita Lebih Sering Menjadi Korban Kekerasan
Domestik?

Untuk mengetahui kenyataan mengenai status wanita di India, kita harus mampu
menjawab pertanyaan di atas. Jawaban dari pertanyaan tersebut :
-

Karena wanita lebih rentan terkena kekerasan akibat seksualitas mereka

(sehingga menyebabkan antara lain dan mutilasi alat kelamin wanita)


-

Karena mereka memiliki hubungan dengan laki-laki (kekerasan

domestik, kematian akibat masalah harta bersama, sati {tradisi India di mana
wanita melakukan bunuh diri setelah kematian suaminya})
-

Karena mereka merupakan bagian dari suatu kelompok sosial tertentu, di

mana kekerasan pada wanita kelompok ini menjadi salah satu alat untuk
menurunkan harga diri kelompok tersebut (pemerkosaan pada saat konflik
bersenjata)
-

Karena pada saat pertama kali suami memukul istri, suami meminta maaf

dan kemudian siklus ini menjadi kebiasaan. Penyebab kekerasan domestik pada
keadaan ini adalah wanita yang tidak berani berbicara mengenai hal ini dan
hanya menerima.
-

Karena pada saat pernikahan, seolah-olah sang ayah menjual anak

wanitanya ke pasangannya. Sehingga pada saat anak wanita protes mengenai


kekerasan yang dialami di keluarga iparnya, orang tua mereka hanya
menyarankan untuk bertahan dan membiarkannya saja, dan tidak memberikan
dukungan untuk melawan keadaan tersebut.
Pertanyaan kedua dapat dijawab sebagai berikut :
-

Wanita dapat mengalami kekerasan dalam keluarga (ancaman, kekerasan

seksual terhadap anak wanita, kekerasan terkait harta bersama, incest, tidak
diberi makan, pemerkosaan dalam pernikahan, mutilasi alat kelamin wanita)
-

Wanita dapat mengalami kekerasan di masyarakat (pemerkosaan,

kekerasan seksual, pelecehan seksual, jual beli wanita, pemaksaan prostitusi)


-

Wanita dapat mengalami kekerasan oleh negara (pengurungan dan

pemerkosaan wanita pada saat konflik bersenjata)

Bagaimana Masyarakat Mendukung Kekerasan Domestik?


Masyarakat dapat memperparah dan malah mendukung kekerasan domestik dengan
tidak menganggap hal ini sebagai hal yang serius, dan malah menganggap ini sebagai
hal yang biasa. Hal-hal dalam masyarakat yang malah dapat mendukung munculnya
kekerasan domestik antara lain :
-

Polisi tidak menganggap kekerasan domestik sebagai pelanggaran

hukum, melainkan hanya sebagai masalah rumah tangga


-

Pengadilan tidak memberikan hukuman yang setimpal, seperti hukuman

kurungan ataupun denda


-

Tokoh agama atau pemberi konseling menganggap bahwa hubungan

antara korban dan pelaku kekerasan domestik masih dapat diperbaiki bila diberi
waktu
-

Masyarakat sering menganggap bahwa kekerasan terhadap korban

merupakan kesalahan korban sendiri, atau bahwa kekerasan merupakan bagian


dari kehidupan rumah tangga
-

Kebiasaan dan stereotipikal laki-laki di mana kekerasan merupakan hal

yang biasa dilakukan laki-laki.


Cakupan Perlindungan Wanita dalam Peraturan Kekerasan Domestik (Domestic
Violence Act)
Peraturan ini berlaku di seluruh India kecuali Jammu dan Kashmir. Peraturan ini mulai
berlaku sejak 26 Oktober 2006. Pelanggaran peraturan ini merupakan pelanggaran
cognasible (di mana polisi dapat langsung melakukan penangkapan tanpa surat izin) dan
bersifat non-bailable (pelaku tidak dapat ditebus dengan uang denda). Peraturan ini
mencakup wanita-wanita yang memiliki hubungan dengan pelaku kekerasan baik
melalui pernikahan maupun hubungan darah.
Hal-Hal Khusus dari Peraturan Kekerasan Domestik

Mewajibkan adanya petugas perlindungan yang dapat memberikan

perlindungan hukum, bantuan medis dan memberikan tempat berlindung yang


aman
-

Peraturan ini menyatakan bahwa hakim harus membaca aplikasi aduan

peraturan ini dalam 60 hari setelah pengadilan pertama


-

Peraturan ini menyatakan bahwa wanita memiliki hak untuk tinggal di

dalam rumah pernikahan ataupun rumah lain atas namanya dengan perlindungan
hukum dari hakim.
Hukum yang Tidak Efektif Malah Semakin Mempromosikan Kekerasan Domestik
Peraturan yang ada mengenai kekerasan domestik dan harta bersama malah semakin
mempromosikan kekerasan domestik. Domestic Violence Act pada 2005 tidak tersusun
dengan baik. Peraturan ini tidak mengizinkan seorang laki-laki untuk melakukan aduan
resmi mengenai kekerasan akibat wanita. Terlebih lagi, wanita dari sisi suami tidak daat
diproses secara hukum. Menurut saya pribadi, masyarakat terbentuk dari diri kita
masing-masing dan pernikahan merupakan dasar dari tegaknya suatu masyarakat.
Namun karena pemerintah menyusun suatu peraturan yang tidak berimbang dan
menguntungkan satu gender saja (dalam hal ini wanita), maka suatu pernikahan dapat
cepat rusak akibat kematian cepat atau lambat. Indian Penal Code (IPC) 498A :
Domestic Violence Act 2005 sering dijadikan dasar hukum bagi wanita dan keluarganya
untuk menyiksa pihak suami dan keluarganya. Maka dari itu, disusunlah Domestic
Violence Act 2010.
Cakupan Peraturan Kekerasan Domestik 2010
Pembuka
Peraturan ini bertujuan untuk melindungi korban kekerasan domestik dan menegakkan
hukuman bagi pelaku kekerasan; untuk memberikan panduan bagi pengadilan untuk
penegakan keadilan bagi korban kekerasan; untuk menguatkan jurisdiksi pengadilan,
untuk memberi dasar hukum dari seluruh hasil keputusan pengadilan; untuk mendorong
pengadilan keluarga dan anak dalam menangani kasus-kasus kekerasan domestik.

Efek dari Peraturan Kekerasan Domestik 2010


Kini, seorang wanita dapat diproses secara hukum di bawah Peraturan Kekerasan
Domestik. Ketidakmampuan seorang laki-laki untuk mengadukan kekerasan yang
dilakukan oleh wanita pasangannya dapat memicu munculnya kekerasan yang
dilakukan oleh wanita dari pihak suami. Sebuah hal yang biasa terjadi adalah pada saat
seorang wanita dianiaya oleh suaminya, anggota keluarga lainnya akan ikut melakukan
kekerasan dan biasanya anggota keluarga tersebut merupakan wanita juga. Hakim
A.K.Sikri dan Ajit Brarioke menyatakan bahwa Bila interpretasi peraturan yang lama
tetap dilakukan, maka fungsi utama peraturan ini tidak dapat dijalankan. Seorang suami
atau anggota keluarga laki-laki dapat memastikan kekerasan tetap terjadi pada istrinya
dengan mengizinkan anggota keluarga wanita yang menjadi pelakunya. Anggota
keluarga yang dimaksud dalam peraturan ini mencakup baik laki-laki maupun wanita.
Berbagai contoh kasus aplikasi Peraturan Kekerasan Domestik secara jelas menyiratkan
bahwa wanita merupakan pelaku kekerasan pada kasus tersebut, namun mereka tidak
dapat diproses secara hukum karena interpretasi peraturan lama yang sangat berpihak
pada wanita. Ambiguitas dalam istilah responden juga menjadikan interpretasi
peraturan ini menjadi sulit dan pengadilan menjadi lepas tangan. Maka dari itu, kini
istilah anggota keluarga dalam Peraturan Kekerasan Domestik juga mencakup
anggota keluarga wanita.
Amendemen Hukum Pidana, 2013
Pada 19 Maret 2013, Badan Parlementer India mengeluarkan hukum baru untuk
menangani kekerasan seksual di India. Hukum ini merupakan Amendemen Hukum
Pidana 2013 yang mengamandemen Indian Penal Code, Code of Criminal Procedure
1973, Indian Evidence Act 1872, dan Protection of Children from Sexual Offences
Act 2012. Hukum ini secara gamblang menyatakan bahwa penguntitan, voyeurisme,
serangan dengan cuka para dan pemaksaan pelepasan baju wanita merupakan
pelanggaran pidana, meningkatkan hukuman bagi pemerkosa hingga hukum mati dan
meningkatkan batas hukuman kurungan minimal dari 10 tahun menjadi 20 tahun bagi
pelaku pemerkosaan kelompok (gang rape) dan pemerkosaan yang dilakukan oleh
seorang polisi. Hukum ini tidak mencakup pemerkosaan dalam pernikahan yang
dilakukan oleh tenaga militer maupun pemerkosaan oleh laki-laki. Pihak legislasi telah

menyatakan bahwa penaikan batas usia dewasa (age of consent) justru akan
meningkatkan kemungkinan kekerasan dan kasus salah tangkap dalam kejadian
pemerkosaan secara hukum (statutory rape, di mana salah satu dari pelaku seks masih
di bawah usia age of consent walaupun hubungan dilakukan atas dasar suka sama suka).
Para ahli juga menunjukkan bahwa sering tidak sinkronnya hukum dengan praktik
sehari-hari di India. Menurut laporan PBB pada 2012, 47% wanita India menikah di
bawah usia 18 tahun padahal batas usia minimal pernikahan secara hukum adalah 21
tahun pada laki-laki dan 18 pada wanita.
Alasan dan Efek dari Kurangnya Penegakan Peraturan Kekerasan Domestik di
India
Pihak legislatif India masih belum bisa menangani masalah-masalah akibat kekerasan
domestik. Paling tidak ada 4 alasan utama mengapa kekerasan domestik tetap tinggi
padahal telah banyak peraturan yang dibentuk :
-

Polisi yang tidak bersedia untuk mengimplementasikan legislasi baru

mengenai kekerasan domestik, sehingga pemerintah tidak dapat menurunkan


angka kejadian kekerasan.
-

Pandangan kultural mengenai posisi wanita yang relatif merendahkan

dan tidak melindungi.


-

Kurangnya kemampuan ekonomi pihak wanita sehingga mereka tidak

tahu hak dan kewajiban mereka atau membiarkan terjadinya pelanggaran


terhadap mereka
-

Wanita yang telah mengalami kekerasan menjadi takut dan tidak tahu apa

langkah-langkah yang dapat dia tempuh untuk mencegah hal ini terjadi. Karena
tidak ada aduan resmi, maka polisi tidak dapat bertindak dan terkesan hanya
berpangku tangan.
Faktor-faktor yang disebutkan di aras merupakan penyebab utama dari lemahnya
penegakan hukum mengenai kekerasan domestik. Inilah mengapa setiap hari paling
tidak ada 10-15 kasus pembunuhan, penyiksaan dan kekerasan terhadap wanita oleh
suaminya atau anggota keluarga lain yang dilaporkan di koran. Hal yang lebih

mengagetkan adalah sekitar 38% dari pelaku kasus ini merupakan pasangan masingmasing, dan 35% korban merupakan wanita berdasarkan laporan WHO mengenai
kekerasan domestik pada 2013. Fenomena gunung es diduga terjadi pada kekerasan
domestik, di mana kasus-kasus yang dilaporkan tidak sampai mencapai 10% dari
keseluruhan kasus.
Di India, walaupun kesadaran masyarakat mengenai kekerasan domestik telah cukup
baik dan perlindungan hukum terhadap wanita telah meningkat dengan adanya
Peraturan Kekerasan Domestik 2005, 2010 dan Amandemen Hukum Pidana 2013,
namun angka kejadian kasus kematian akibat harta bersama meningkat dari 8391 kasus
pada tahun 2010 dibandingkan dengan 6995 kasus pada tahun 1995. Berdasarkan survei
yang dilakukan di Uttar Pradesh pada 1996, sekitar 45% laki-laki mengakui bahwa
mereka telah melakukan kekerasan pada istri mereka dalam satu tahun terakhir dan
7,5% wanita telah mencoba melakukan bunuh diri karena tidak menemukan jalan keluar
dari kekerasan yang mereka alami. Data statistik dari National Crime Record Bureau
menunjukkan bahwa kasus akibat jenis kelamin semakin buruk. Wanita sering
diperbudak baik dalam masyarakat maupun rumah tangga. Bahkan angka kemampuan
baca tulis hanya 54% pada wanita, dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 76%.
Tindakan pidana dalam segala bentuk semakin memperlemah posisi wanita di India.
Tidak Adanya Cakupan Pemerkosaan dalam Pernikahan pada Hukum yang ada
di India
India hingga kini tidak memilki aturan atau hukum mengenai pemerkosaan dalam
pernikahan (marital rape) sehingga walaupun suami memaksakan hubungan seksual
dengan istrinya tanpa persetujuan, suami tersebut tidak dapat diproses secara hukum.
Permintaan hubungan seks yang berlebihan ataupun hubungan seks yang abnormal
dapat memicu wanita untuk mengajukan permintaan cerai. Salah satu kekurangan dari
peraturan kekerasan domestik yang ada adalah tidak adanya cakupan pemerkosaan
dalam pernikahan.
Efek negatif dari kekerasan domestik adalah sebagai berikut :
-

Wanita dipaksa untuk menikah pada usia yang masih labil

Wanita dipaksa untuk melindungi diri sendiri dan bertangguang jawab

terhadap tugas rumah tangga


-

Wanita menjadi kurang gizi karena lebih medahulukan kebutuhan pangan

anggota keluarga lainnya.


-

Wanita dirugikan oleh aturan waris dan perceraian

Wanita tidak dapat mengumpulkan materi yang cukup sehingga keadaan

finansial mereka tidak stabil.


Beberapa tradisi di masyarakat mengizinkan kekerasan dengan menciptakan kondisi di
mana korban kekerasan menerima kekerasan tersebut sebagai norma yang berlaku.
Negara-negara dengan angka kejadian kekerasan domestik yang tinggi biasanya
memiliki peraturan resmi yang lemah mengenai kekerasan ataupun tidak memiliki
mekanisme yang tepat untuk mengimplentasikan peraturan yang ada. Laki-laki biasanya
lebih bersikap tidak peduli terhadap peraturan mengenai kekerasan walaupun pada
kenyataannya sebagian besar populasi laki-laki tidak mempraktikkan kekerasan. Selain
itu juga tidak adanya pendidikan mengenai hubungan seksual serta tanggung jawab
seorang manusia dewasa yang memiliki hubungan permanen dengan pasangannya.
Simpulan
Hakim Agung Mansoor Ahmad Mir dari Mahkamah Agung Himachal Pradesh
menyatakan bahwa kekerasan terhadap wanita merupakan suatu masalah yang serius
dan aparatur penegak keadilan memiliki peran penting dalam membetuk suatu
kesetaraan gender. Kekerasan domestik merupakan salah satu bentuk kekerasan
terburuk yang dapat terjadi kepada seornag wanita. Hal ini tidak dapat dikontrol dengan
peraturan belaka. Sebagian besar dari kasus-kasus seperti ini tidak dilaporkan.
Kekerasan domestik bersifat turun temurun dari generasi ke generasi dan telah
menyebabkan suatu kecacatan mental, berdasarkan laporan UNICEF pada 2012.
Laporan pada remaja ini menemukan bahwa 53% wanita dan 57% laki-laki
menganggap bahwa seorang suami berhak melakukan kekerasan terhadap istrinya, dan
temuan ini menunjukkan bahwa masalah ini masih jauh dari selesai. Penelitian
menunjukkan bahwa anak laki-laki yang pernah menyaksikan kekerasan dalam rumah

tangganya akan lebih rentan untuk menjadi pelaku kekerasan domestik di masa yang
akan datang. Bahkan hingga sekarang laki-laki masih sering menjadikan kekerasan
terhadap istri sebagai tolak ukur maskulinitas dan sebagai hak, dan diamnya wanita
terhadap hal ini menjadikan kekerasan domestik sebagai hal yang terus akan berulang.
Masalah ini akan terus ada selama masih ada dominasi laki-laki di India. Untuk
melawan hal ini, wanita harus berani melawan norma patriarki, dan wanita juga harus
mampu menyeimbangkan peran dan menangani masalah di dalam keluarga. Kekerasan
domestik memiliki banyak sifat yang sama dengan kejahatan tersembunyi, di mana hal
ini sering dilakukan oleh orang yang seharusnya terpercaya atau memiliki hubungan
dekat.
Saran
Perubahan harus dilakukan dari sekarang dan dimulai dari tingkat pemerintahan yang
paling tinggi yang akan kemudian diteruskan ke tingkat yang lebih rendah. Diperlukan
perubahan besar-besaran terhadap peraturan dan hukum yang ada untuk menciptakan
kesetaraan dalam masyarakat, sehingga terjadi pemerataan kesempatan serta
peningkatan mobilitas sosial. Beberapa saran yang dapat dilakukan untuk memecahkan
masalah kekerasan domestik adalah sebagai berikut :
-

Penyusunan hukum dan peraturan yang baik, pelaksanaan pemberian

hukuman yang setimpal serta penjaminan keamanan korban kekerasan.


-

Implementasi hukum yang baik dapat meningkatkan jumlah kasus

terlapor serta lebih menekankan pentingnya isu ini.


-

Keamanan korban harus ditingkatkan.

Pembentukan kultur yang mencegah dan memahami kekerasan domestik,

seksual dan berdasarkan jenis kelamin harus dipromosikan.


-

Peningkatan hukuman serta tanggung jawab terhadap pelaku kekerasan.

Pemberian bantuan yang efektif dan konsisten terhadap korban.

Implementasi hukum yang efektif dan efisien.

Perencanaan dan monitoring yang terstruktur harus dicapai untuk

menjamin keberlangsungan efektifitas.


-

Anak usia sekolah harus mulai dididik mengenai kekerasan dalam rumah

tangga.
-

Pendidikan mengenai Hak Asasi Manusia harus menjadi bagian dari

kurikulum sekolah.
-

Wanita muda harus dididik untuk melawan terhadap kekerasan secara

psikologis.
-

Tokoh agama memegang peran penting dalam menguatkan pandangan

masyarakat mengenai kekerasan domestik.


Hal-hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan pada anak-anak laki-laki dan wanita,
tidak hanya melalui institusi pendidikan resmi namun juga melalui lingkungan rumah
tangga seperti ibu, bibi, kakak wanita dan anggota keluarga lainnya yang lebih tua
dengan cara mengajarkan rasa hormat terhadap wanita sebagai bagian penting dalam
masyarakat. Dengan kata lain, kita semua memegang peran penting dalam menciptakan
lingkungan yang lebih aman dengan cara menolak kekerasan, melaporkan kasus
kekerasan dan memberi dukungan bagi korban kekerasan melalui sistem politis,
peradilan dan hukum. Hanya dengan kerjasama inilah kita dapat menciptakan suatu
lingkungan hidup yang lebih aman.

Anda mungkin juga menyukai