2 Transformator
2 Transformator
Vs
+
E1
1
+
E2
2
e1 = 1
d
= 1 maks cos t
dt
(1)
E1 = E10 o =
1 maks
0 o ;
E1 = nilai efektif
(2)
Karena = 2 f maka
E1 =
2 f 1
2
(3)
E 2 = 4.44 f 2 maks
(4)
E1 1
=
a = rasio transformasi
E2 2
(5)
If R1
If
V1
Ic
E1=E2
I
V1
If
jIfXl
E1=E2
IfR1
E l1 = jI f X 1
(6)
V1 = E1 + I 1 R1 + E l1 = E1 + I 1 R1 + jI1 X 1
(7)
l1 l2
I2
V2 RB
Vs
Gb.4. Transformator berbeban.
Fluksi bocor ini, l2 , sefasa dengan I2 dan menginduksikan tegangan El2
di belitan sekunder yang 90o mendahului l2. Seperti halnya untuk belitan
primer, tegangan El2 ini diganti dengan suatu besaran ekivalen yaitu
tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor sekunder X2 di rangkaian
sekunder. Jika resistansi belitan sekunder adalah R2 , maka untuk
rangkaian sekunder kita peroleh hubungan
E 2 = V2 + I 2 R 2 + E l 2 = V2 + I 2 R 2 + j I 2 X 2
(8)
1 I 1 I f 2 (I 2 ) = 0
(9)
Pertambahan arus primer (I1 If) disebut arus penyeimbang yang akan
mempertahankan . Makin besar arus sekunder, makin besar pula arus
penyeimbang yang diperlukan yang berarti makin besar pula arus primer.
Dengan cara inilah terjadinya transfer daya dari primer ke sekunder. Dari
(9) kita peroleh arus magnetisasi
I f = I1
2
(I 2 ) = I1 I 2
1
a
(10)
3. Diagram Fasor
Dengan persamaan (7) dan (8) kita dapat menggambarkan secara lengkap
diagram fasor dari suatu transformator. Penggambaran kita mulai dari
belitan sekunder dengan langkah-langkah:
Gambarkan V2 dan I2 . Untuk beban resistif, I2 sefasa dengan V2.
Selain itu kita dapat gambarkan I2 = I2/a yaitu besarnya arus
sekunder jika dilihat dari sisi primer.
Dari V2 dan I2 kita dapat menggambarkan E2 sesuai dengan
persamaan (8) yaitu
E 2 = V2 + I 2 R 2 + E l 2 = V2 + I 2 R 2 + j I 2 X 2
V1 = E1 + I1 R1 + E l1 = E1 + I1 R1 + jI1 X
Dengan demikian lengkaplah diagram fasor transformator berbeban.
Gb.5. adalah contoh diagram fasor yang dimaksud, yang dibuat dengan
mengambil rasio transformasi 1/2 = a > 1
V1
E2 jI2X2
I2
I2
jI1X1
E1
I1R1
V2 I2R2
If
I1
E1 2 V1 2 220 2
=
=
1
1
160
V1 2 110 2
=
160
1
V1 2
55 2 110 2
=
=
(1 / 2) 1 80
160
V1 2
110 2 220 2
=
=
(1 / 2) 1
80
160
V1 =
1 m
2
= 500 m =
500 2
= 0.00563 weber
400 2 50
0.00563
= 0.94 weber/m2
0.006
1000
500 = 1250 V
Tegangan belitan sekunder adalah V2 =
400
V1 =
1 m
= 6000 1 =
6000 2
= 450
2 50 0.06
2
250
2 =
450 = 18.75
6000
Pembulatan jumlah lilitan harus dilakukan. Dengan melakukan
pembulatan ke atas, batas fluksi maksimum m tidak akan
terlampaui. Jadi dapat kita tetapkan
6000
2 = 20 lilitan
1 =
20 = 480 lilitan
250
4. Rangkaian Ekivalen
Transformator adalah piranti listrik. Dalam analisis, piranti-piranti listrik
biasanya dimodelkan dengan suatu rangkaian listrik ekivalen yang
sesuai. Secara umum, rangkaian ekivalen hanyalah penafsiran secara
rangkaian listrik dari suatu persamaan matematik yang menggambarkan
perilaku suatu piranti. Untuk transformator, ada tiga persamaan yang
menggambarkan perilakunya, yaitu persamaan (7), (8), dan (10), yang
kita tulis lagi sebagai satu set persamaan (11).
V1 = E1 + I 1 R1 + jI 1 X 1 ; E 2 = V2 + I 2 R 2 + jI 2 X 2 ; I1 = I f + I 2
dengan I 2 =
2
I
I2 = 2
1
a
(11)
E1 = aV2 + I 2 (a 2 R 2 ) + jI 2 (a 2 X 2 )
= V2 + I 2 R 2 + jI 2 X 2
dengan
V2 = aV 2 ; R2 = a 2 R 2 ; X 2 = a 2 X 2
(12)
V1 = E1 + I 1 R1 + jI1 X 1 ; E1 = aV2 + I 2 R 2 + jI 2 X 2 ; I 1 = I f + I 2
(13)
I1
R1 jX1
E1
V1
If
R2
jX2
B
V2=aV2
I2
I1
R1 jX1
V1
E1 R
If
c
Ic
R2
I
jXc
jX2
B
V2=aV2
I1=I2
Re = R1+R2
V1
V1
V2
jI2Xe
I2Re
I2
Gb.29.8. Rangkaian ekivalen transformator
disederhanakan dan diagram fasornya.
5. Impedansi Masukan
Resistansi beban B adalah RB = V2/I2. Dilihat dari sisi primer resistansi
tersebut menjadi
V
aV 2
V
R B = 2 =
= a 2 2 = a 2 RB
I 2
I2 / a
I2
(14)
V
Z in = 1 = Re + a 2 R B + jX e
I1
(15)
Uji Tak Berbeban ( Uji Beban !ol ). Uji beban nol ini biasanya
dilakukan pada sisi tegangan rendah karena catu tegangan rendah
maupun alat-alat ukur tegangan rendah lebih mudah diperoleh. Sisi
tegangan rendah menjadi sisi masukan yang dihubungkan ke sumber
tegangan sedangkan sisi tegangan tinggi terbuka. Pada belitan tegangan
rendah dilakukan pengukuran tegangan masukan Vr, arus masukan Ir, dan
daya (aktif) masukan Pr. Karena sisi primer terbuka, Ir adalah arus
magnetisasi yang cukup kecil sehingga kita dapat melakukan dua
pendekatan. Pendekatan yang pertama adalah mengabaikan tegangan
jatuh di reaktansi bocor sehingga Vr sama dengan tegangan induksi Er.
Pendekatan yang kedua adalah mengabaikan kehilangan daya di
resistansi belitan sehingga Pr menunjukkan kehilangan daya pada Rcr (Rc
dilihat dari sisi tegangan rendah) saja.
Pr
P
= r
S r Vr I r
sin =
Sr
Pr 2
Sr
(16)
I cr = I r cos ; I r = I r sin
V
Vr
V
Vr
Rcr = r =
; X r = r =
I r I r sin
I cr I r cos
Pt = I t2 Ret Ret =
Vt = I t Z et Z et
Pt
I t2
V
= t X e = Z et2 Ret2
It
(17)
Penyelesaian :
a). Uji beban nol dilakukan di sisi tegangan rendah. Jadi nilai Rc dan
X yang akan diperoleh dari hasil uji ini adalah dilihat dari tegangan
rendah, kita sebut Rcr dan Xr.
cos =
Rcr
2400
Rct = a 2 Rcr =
500 = 50 k
240
X t = a 2 X r = 15.8 k
Resistansi ekivalen dan reaktansi bocor ekivalen diperoleh dari uji
hubung singkat. Uji hubung singkat yang dilakukan di sisi tegangan
tinggi ini memberikan
Ret =
Pt
It
360
(10.4) 2
= 3.33 ;
V
55
Z et = t =
= 5.29
I t 10.4
I1 =
S
V1
25000
= 10.4 A Pcu = I 1 2 Ret = (10.4) 2 3.33 = 360 W
2400
Karena pada uji hubung singkat arus sisi tegangan tinggi dibuat
sama dengan arus beban penuh, maka rugi-rugi tembaga adalah
penunjukan wattmeter pada uji hubung singkat.
13
(18)
=1
(19)
V1 / a V2
V2
V2 beban penuh
=
V1 aV2
aV2
V V2
= 1
V2
(25)
V2 + I 2 ( Re + jX e ) V2
V2
(26)
8. Konstruksi Transformator
Dalam pembahasan transformator, kita melihat transformator dengan satu
inti dua belitan. Belitan primer digulung pada salah satu kaki inti dan
belitan sekunder digulung pada kaki inti yang lain. Dalam kenyataan
tidaklah demikian. Untuk mengurang fluksi bocor, belitan primer dan
sekunder masing-masing dibagi menjadi dua bagian dan digulung di
setiap kaki inti. Belitan primer dan sekunder digulung secara konsentris
dengan belitan sekunder berada di dalam belitan primer. Dengan cara ini
fluksi bocor dapat ditekan sampai hanya beberapa persen dari fluksi
bersama. Pembagian belitan seperti ini masih mungkin dilanjutkan untuk
lebih menekan fluksi bocor, dengan beaya yang sudah barang tentu lebih
tinggi.
Dua tipe konstruksi yang biasa digunakan pada transformator satu fasa
adalah
core type (tipe inti) dan shell type (tipe sel). Gb.9.a.
memperlihatkan konstruksi tipe inti dengan belitan primer dan sekunder
yang terbagi dua. Belitan tegangan rendah digulung dekat dengan inti
yang kemudian dilingkupi oleh belitan tegangan tinggi. Konstruksi ini
sesuai untuk tegangan tinggi karena masalah isolasi lebih mudah
ditangani. Gb.9.b. memperlihatkan konstruksi tipe sel. Konstruksi ini
sesuai untuk transformator daya dengan arus besar. Inti pada konstruksi
ini memberikan perlindungan mekanis lebih baik pada belitan.
R / 2
T /
2
R / 2
T /
2
R / 4
T / 2
R / 2
T / 2
R / 4
a). tipe sel.
V LP V FP
I
I
3 1
=
= a ; LP = FP
=
V LS V FP
I LS I FS 3 a
(27)
VUO
VXO
VVO
VUV = VUO
VXY = VXO
VYO
VWO
VZO
Gb.10. Hubungan -.
V LP
V
I
I
3
a
3
= FP =
; LP = FP
=
V LS V FS 3
I LS
I FS
a
3
(28)
VUO
VXO
Y
VVO
VUV = VUO
VZO
VYO
VXO
VWO
VXY
VZO
VYO
Gb.11. Hubungan -Y
V LP V FP 3
I
I
1
=
= a ; LP = FP =
V LS V FS 3
I LS
I FS a
(29)
VUO
VXO
VVO
VYO
VWO
VZO
VWO
VUV
VZO
VXY
VXO
VUO
VYO
VVO
V LP V FP 3
=
=a 3 ;
V LS
V FS
I LP
I
1
= FP =
I LS
I FS 3 a 3
(30)
VUO
VXO
Y
VVO
VYO
W
VWO
VZO
VWO
VUV
VXY = VXO
VZO
VUO
VYO
VVO
Gb.13. Hubungan Y-
19
V
3 6600
3 = LP
=
= 550 V ;
12
3 a
I LS == I FS = aI FP = aI LP = 12 10 = 120 A.
V
6600
3 = LP 3 =
3 = 953 V ;
12
a
I
10
= 69,3 A.
I LS = I FS = aI FP = a LP = 12
3
3
d) Untuk hubungan Y- :
V
1 V LP
1 6600
V LS = V FS = FP =
=
= 318 V ;
a
a 3 12 3
I LS = I FS 3 = aI FP 3 = aI LP 3 = 12 10 3 = 208 A .
Dengan mengabaikan rugi-rugi daya keluaran sama dengan daya
masukan.