Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OSEANOGRAFI
REKLAMASI PANTAI SEBAGAI ALTERNATIF
PENGEMBANGAN KAWASAN
DISUSUN OLEH:
NAMA
: PUTRI WULANDARI
NIM
: H22114014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang keempat di dunia
setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan panjang garis pantai mencapai 95.181
km. Wilayah Laut dan pesisir Indonesia mencapai wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 dari
7.827.087 km2). Hingga saat ini wilayah pesisir memiliki sumberdaya dan manfaat yang
sangat besar bagi kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan peradaban dan
kegiatan sosial ekonominya, manusia memanfatkan wilayah pesisir untuk berbagai
kepentingan. Konsekuensi yang muncul adalah masalah penyediaan lahan bagi aktivitas
sosial dan ekonomi masyarakat.
Agar mendapatkan lahan, maka kota-kota besar menengok daerah yang selama ini
terlupakan, yaitu pantai (coastal zone) yang umumnya memiliki kualitas lingkungan hidup
rendah. Fenomena ini bukan saja dialami di Indonesia, tapi juga dialami negara-negara
maju, sehingga daerah pantai menjadi perhatian dan tumpuan harapan dalam
menyelesaikan penyediaan hunian penduduk perkotaan. Penyediaan lahan di wilayah
pesisir dilakukan dengan memanfaatkan lahan atau habitat yang sudah ada, seperti perairan
pantai, lahan basah, pantai berlumpur dan lain sebagainya yang dianggap kurang bernilai
secara ekonomi dan lingkungan sehingga dibentuk menjadi lahan lain yang dapat
memberikan keuntungan secara ekonomi dan lingkungan atau dikenal dengan reklamasi.
Reklamasi merupakan suatu proses menjadikan daratan baru pada suatu daerah
perairan/pesisir pantai atau daerah rawa. Hal ini umumya dilatarbelakangi oleh semakin
tingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, yang menyebabkan
lahan untuk pembangunan semakin sempit. Pertumbuhan penduduk dengan segala
aktivitasnya tak lepas dari masalah kebutuhan lahan. Pembangunan yang ditujukan untuk
menyejahterakan rakyat yang lapar lahan telah mengantar pada perluasan wilayah yang tak
terbantahkan.
Hal ini menyebabkan manusia memikirkan cara untuk mencari lahan baru, terutama daerah
strategis dimana terjadi aktifitas perekonomian yang padat seperti pelabuhan, bandar udara
atau kawasan komersial lainnya, dimana lahan eksisting yang terbatas luasan dan
kondisinya harus dijadikan dan diubah menjadi lahan yang produktif untuk jasa dan
kegiatan perkotaan.
Pembangunan kawasan komersial jelas akan mendatangkan banyak keuntungan ekonomi
bagi wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan disini adalah semakin banyak kawasan
komersial yang dibangun maka dengan sendirinya juga akan menambah pendapatan asli
daerah (PAD). Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam
rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah
Reklamasi Pantai sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah
Kawasan
pantai, pengembangan wisata bahari, dan lain-lain. Namun harus diingat pula bahwa
bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap
keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis
sehingga akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan
sedimentasi pantai, dan berpotensi mengakibatkan gangguan lingkungan.
Dalam Undang-undang No. 27 tahun 2007 pada pasal 34 menjelaskan bahwa reklamasi
hanya dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari
biaya sosial dan biaya ekonominya. Namun demikian, pelaksanaan reklamasi juga wajib
menjaga dan memperhatikan beberapa hal seperti :
a) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat;
b) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan pelestarian lingkungan pesisir;
serta
c) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan material.
Oleh karena itu, makalah ini membahas mengenai reklamasi pantai dan wilayah pesisir
dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
I.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut
lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase
[1].
Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai.
Sesuai dengan definisinya, tujuan utama dari reklamasi pantai adalah menjadikan kawasan
berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan tersebut
nantinya akan dimanfaatkan untuk pembangunan kawasan permukiman, perindustrian,
bisnis, pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, serta objek wisata. Reklamasi
pantai sendiri merupakan salah satu langkah pemekaran kota. Biasanya reklamasi
dilakukan oleh negara atau kota besar dengan laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya
meningkat pesat.
Gambar 2.1 Foto satelit Shenzen-Hongkong, Reklamasi yang menyambung dengan daratan
(sumber: google earth)
Gambar 2.2 Rencana Palm Island, Reklamasi yang terpisah dengan daratan
(sumber: google)
Bila dilihat dari penggunaan lahan kota yang sudah sangat mendesak, tindakan ini positif
lebih strategis bila kawasan tersebut telah, sedang atau akan dikembangkan untuk
menunjang ekonomi kota atau daerah. Secara umum bentuk reklamasi ada dua, yaitu
reklamasi menempel pantai dan reklamasi lahan terpisah dari pantai daratan induk. Cara
pelaksanaan reklamasi sangat bergantung pada sistem yang digunakan. Menurut Buku
Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir yang di keluarkan oleh Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (2005), reklamasi dibedakan atas 4 sistem, yaitu
[1]:
a. Sistem Timbunan yaitu reklamasi dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai
sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water level).
b. Sistem Polder yaitu reklamasi dilakukan dengan cara mengeringkan perairan yang
akan direklamasi dengan memompa air yang berada didalam tanggul kedap air untuk
dibuang keluar dari daerah lahan reklamasi.
c. Sistem Kombinasi antara Polder dan Timbunan ini merupakan gabungan sistem
polder dan sistem timbunan, yaitu setelah lahan diperoleh dengan metode
pemompaan, lalu lahan tersebut ditimbun sampai ketinggian tertentu sehingga
perbedaan elevasi antara lahan reklamasi dan muka air laut tidak besar.
d. Sistem Drainase yaitu reklamasi sistem ini dipakai untuk wilayah pesisir yang datar
dan relatif rendah dari wilayah di sekitarnya tetapi elevasi muka tanahnya masih
lebih tinggi dari elevasi muka air laut.76
Sistem yang paling cocok diterapkan di daerah tropis seperti di Indonesia adalah sistem
timbunan dikarenakan sistem ini dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai
muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water level).
Sistem timbunan cocok dilakukan pada daerah tropis yang mempunyai curah hujan yang
sangat tinggi dan sistem polder dilakukan pada lokasi dengan kondisi drainase yang baik.
Reklamasi sistem polder kurang cocok untuk daerah yang mempunyai curah hujan yang
sangat tinggi.
Pantai merupakan daerah datar, atau bisa bergelombang dengan perbedaan ketinggian
tidak lebih dari 200 M (dua ratus meter), yang dibentuk oleh endapan pantai dan sungai
yang bersifat lepas, dicirikan dengan adanya bagian yang kering (daratan) dan basah
(rawa). Garis pantai dicirikan oleh suatu garis batas pertemuan antara daratan dengan air
laut. Oleh karena itu, posisi garis pantai bersifat tidak tetap dan dapat berpindah (walking
land atau walking vegetation) sesuai dengan pasang-surut air laut dan abrasi pantai atau
pengendapan lumpur.[1].
Untuk reklamasi biasanya memerlukan material urugan yang cukup besar yang tidak
hanya memerlukan jasa angkutan. Material reklamasi merupakan tanah dominan pasir dan
tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). Sumber material yang dipilih
sebagai alternatif lain untuk reklamasi dapat dengan melakukan pemotongan bukit yang
istilahnya sering disebut hill cut and refill. lain yang relatif lebih aman dapat dilakukan
dengan cara mengambil material dengan melakukan pengerukan (dredging) dasar laut di
tengah laut dalam.
Dengan demikian penyelenggaraan reklamasi pantai wajib memperhatikan kepentingan
lingkungan, pelabuhan, kawasan pantai berhutan bakau, nelayan, dan fungsi-fungsi lain
yang ada dikawasan pantai serta keberlangsungan ekosistem pantai sekitarnya. Bahan
material untuk reklamasi pantai, diambil dari lokasi yang memenuhi persyaratan teknis
dan lingkungan.
II.2. Konsep Kebijakan Reklamasi Pantai
Reklamasi ditinjau dari sudut pengelolaan daerah pantai, harus diarahkan pada tujuan
utama pemenuhan kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat. Usaha
reklamasi janganlah semata-mata ditujukan untuk mendapatkan lahan dengan tujuan
komersial belaka. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat
dilaksanakan dengan terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan
ilmiah [1].
Perencanaan reklamasi harus diselaraskan dengan rencana tata ruang kota. Tata ruang kota
juga harus memperhatikan kemampuan daya dukung sosial dan ekologi bagi
pengembangan Kota. Daya dukung sosial dan ekologi tidak dapat secara terus-menerus
Reklamasi Pantai sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah
Kawasan
dipaksakan untuk mempertahankan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi dan politik.
Fungsi kota sebagi pusat perdagangan, jasa dan industri harus secara bertahap dipisahkan
dari fungsi kota sebagai pusat pemerintahan.
Reklamasi Pantai juga harus mempunyai konsep. Konsep kebijakan reklamasi di Indonesia
telah diatur dalam hukum positif Indonesia pada Pasal 34 Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil ini menjadi suatu pranata hukum yang jelas dalam memberikan
kepastian hukum terhadap pelaksanaan reklamasi pantai di Indonesia dengan
mengedepankan sebuah konsep reklamasi berupa pembangunan dan pengelolaaan pantai
terpadu.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Pasal 34 Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa
reklamasi hanya dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih
besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya. Meski demikian, pelaksanaan reklamasi
juga wajib menjaga dan memperhatikan beberapa hal. Seperti dukungan terhadap
keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Adapun aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan reklamasi pantai dapat
dijelaskan sebagai berikut [1] :
1. Aspek teknis meliputi hidro-oceanografi, hidrologi, batimetri, topografi,
geomorfologi, dan/atau geoteknik. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
a. Hidro-oceanografi yaitu meliputi pasang surut, arus, gelombang, dan sedimen
dasar laut.
b. Hidrologi yaitu meliputi curah hujan, air tanah, debit air sungai/saluran, dan air
limpasan.
c. Batimetri yaitu meliputi kontur kedalaman dasar perairan.
d. Topografi yaitu meliputi kontur permukaan daratan.
e. Geomorfologi yaitu meliputi bentuk dan tipologi pantai.
f. Geoteknik yaitu meliputi sifat-sifat fisis dan mekanis lapisan tanah.
2. Aspek lingkungan hidup yaitu aspek yang melihat kondisi lingkungan hidup yang
meliputi kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem pesisir
(mangrove, lamun, terumbu karang), flora dan fauna darat, serta biota perairan.
3. Aspek sosial ekonomi meliputi demografi, akses publik, dan potensi relokasi.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Demografi meliputi jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pendapatan, mata
pencaharian, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan.
b. Akses publik meliputi jalan dan jalur transportasi masyarakat serta informasi
terkait pembangunan reklamasi.
c. Potensi relokasi meliputi lahan yang bisa digunakan untuk relokasi penduduk serta
fasilitas sarana dan prasarana lainnya.
Reklamasi Pantai sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah
Kawasan
Kegiatan reklamasi akan mengubah kondisi dan ekosistem pesisir dan tentunya tidak akan
sebaik ekosistem yang alami. Upaya reklamasi pesisir perlu direncanakan sedemikian rupa
agar keberadaannya tidak mengubah secara radikal ekosistem pantai yang asli.
Perencanaan tata ruang yang rinci, penelitian lingkungan untuk analisis dampak
lingkungan, penelitian kondisi hidro oceanografi, perencanaan teknis reklamasi dan
infrastruktur, perencanaan drainase dan sanitasi, perencanaan fasilitas sosial ekonomi.
II.3. Manfaat dan Dampak Reklamasi Pantai
Reklamasi pantai merupakan subsistem dari sistem pantai (Suharso 1996). Perubahan
pantai dan dampak akibat adanya reklamasi tidak hanya bersifat lokal, tetapi meluas.
Reklamasi memiliki dampak positif maupun negatif bagi masyarakat dan ekosistem pesisir
dan laut. Dampak ini pun mempunyai sifat jangka pendek dan jangka panjang yang
dipengaruhi oleh kondisi ekosistem dan masyarakat disekitar [2].
Dampak positif kegiatan reklamasi antara lain tentunya pada peningkatan kualitas dan nilai
ekonomi kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif, penambahan
wilayah, perlindungan pantai dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan
rejim hidraulik kawasan pantai, dan penyerapan tenaga kerja
Reklamasi banyak memberikan keuntungan dalam mengembangkan wilayah. Praktek ini
memberikan pilihan penyediaan lahan untuk pemekaran wilayah, penataan daerah pantai,
menciptakan alternatif kegiatan dan pengembangan wisata bahari. Pulau hasil reklamasi
dapat menahan gelombang pasang yang mengikis pantai, Selain itu juga dapat menjadi
semacam bendungan untuk menahan banjir rob di daratan.
Namun perlu diingat pula, reklamasi adalah campur tangan manusia terhadap alam dan
semua kegiatan ini juga membawa dampak buruk. Sementara, dampak negatif dari
reklamasi pada lingkungan meliputi dampak fisik seperti perubahan hidro-oseanografi,
erosi pantai, sedimentasi, peningkatan kekeruhan, pencemaran laut, perubahan rejin air
tanah, peningkatan potensi banjir dan penggenangan di wilayah pesisir. Sedangkan,
dampak biologis berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang, padang
lamun, estuaria dan penurunan keaneka ragaman hayati [2].
Adanya kegiatan ini, wilayah pantai yang semula merupakan ruang publik bagi
masyarakat akan hilang atau berkurang karena dimanfaatkan untuk kegiatan privat.
Keanekaragaman biota laut juga akan berkurang, baik flora maupun fauna, karena
timbunan tanah urugan mempengaruhi ekosistem yang sudah ada. Sistem hidrologi
gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya. Berubahnya alur air
akan mengakibatkan daerah diluar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak
sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya banjir
atau rob.
Reklamasi Pantai sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah
Kawasan
Ketiga, aspek sosialnya, kegiatan masyarakat diwilayah pantai sebagian besar adalah
petani tambak, nelayan dan buruh, sehingga adanya reklamasi akan mempengaruhi hasil
tangkapan dan berimbas pada penurunan pendapatan mereka.
Kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan keanekaragaman hayati sangat
mendukung fungsi pantai sebagai penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat
rentan terhadap perubahan sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun
rekayasa akan mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem. Terganggunya
ekosistem perairan pantai dalam waktu yang lama, pasti memberikan kerusakan ekosistem
wilayah pantai, kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai. Untuk reklamasi biasanya
memerlukan material urugan yang cukup besar yang tidak dapat diperoleh dari sekitar
pantai, sehingga harus didatangkan dari wilayah lain yang memerlukan jasa angkutan.
Pengangkutan ini berakibat pada padatnya lalu lintas, penurunan kualitas udara, debu,
bising yang akan mengganggu kesehatan masyarakat.
Tak hanya itu, kegiatan reklamasi juga mengakibatkan perubahan sosial ekonomi seperti,
kesulitan akses publik menuju pantai dan hilangnya mata pencaharian nelayan. Sehingga
untuk meminimalkan dampak fisik, ekologis, sosial ekonomi dan budaya negatif serta
mengoptimalkan dampak positif, maka kegiatan rekalamasi harus dilakukan secara hatihati dan berdasar pada pedoman yang ada dengan melibatkan stakeholder. Pada
prinsipnya, reklamasi harus menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu
memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dengan orientasi pada jangka
panjang.
Agar dapat meminimalisir dampak buruk tersebut, diperlukan kajian mendalam terhadap
proyek reklamasi dengan melibatkan banyak pihak dan interdisiplin ilmu serta didukung
teknologi. Kajian yang cermat dan komprehensif tentu bisa menghasilkan area reklamasi
yang aman dan melestarikan lingkungan. Sementara itu, karena lahan reklamasi berada di
daerah perairan, maka prediksi dan simulasi perubahan hidrodinamika saat pra, dalam
masa pelaksanaan proyek dan pasca reklamasi serta sistem drainasenya juga harus
diperhitungkan. Perubahan unsur ini biasanya berdampak negatif secara langsung terhadap
lingkungan dan masyarakat sekitar.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah sumber material reklamasi/urugan.
Pemilihan material urugan akan mempengaruhi keputusan lokasi sumber material dan
sistem transportasi yang dibutuhkan untuk membawa material ke lokasi reklamasi. Sumber
urugan pada umumnya dipilih dengan melakukan pemapasan bukit atau pemapasan pulau
tak berpenghuni. Hal ini tentunya akan mengganggu lingkungan di sekitar tempat galian
(quarry). Cara lain yang relatif lebih aman dapat dilakukan dengan cara mengambil
material dengan melakukan pengerukan (dredging) dasar laut di tengah laut dalam.
Pilihlah kawasan laut dalam yang memiliki material dasar yang memenuhi syarat gradasi
dan kekuatan bahan sesuai dengan yang diperlukan oleh kawasan reklamasi.
Reklamasi Pantai sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah
Kawasan
Gambar 2.4 Kegiatan pengisian pasir di daerah yang akan dijadikan daratan
(sumber: foto koleksi pribadi Dr. Ir. Ruchyat Deni Djakapermana M.Eng)
10
Gambar 2.5 Saluran pembuangan air dalam proses pengeringan lahan reklamasi
(sumber: foto koleksi pribadi Dr. Ir. Ruchyat Deni Djakapermana M.Eng)
Song Do terletak di pantai barat semenanjung Korea, di tepi sebelah timur laut Kuning,
pada posisi yang nyaris berhadapan dengan kawasan reklamasi Cina, Cao Fe Dian, Tian
Jin. Posisi ini strategis karena berada pada jalur sibuk dan zona pertumbuhan yang sedang
Reklamasi Pantai sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah
Kawasan
11
berkembang, tidak hanya untuk Korea dan sekitarnya saja, akan tetapi kawasan AsiaPasifik. Lokasi reklamasi ini berdampingan (dipisahkan oleh perairan teluk) dengan lokasi
Bandara Inchion, salah satu bandara internasional di Korea Selatan, yang terus berbenah.
Lokasi reklamasi di Song Do ini memiliki luas keseluruhan 38.000 hektar, dan dibagi
kedalam 3 (tiga) zona, yaitu [2]:
1. Song Do untuk resort area, perkantoran, perhotelan, dan permukiman, seluas : 24.000
hektar,
2. Bandar Udara Internasional Incheon, seluas : 4.000 hektar,
3. Kawasan industri dan Free Trade Zone (IDFTZ), seluas : 10.000 hektar.
Hal-hal yang menonjol dari penyelenggaraan reklamasi di Korea Selatan ini adalah :
1. Reklamasi ini dilakukan dalam skala besar (sebagai Kota Baru) dengan berdasar pada
perencanaan yang matang, sistimatis, jelas pentahapan pembangunannya, informatif
karena ditampilkan dalam bentuk maket.
2. Dukungan studi dari berbagai bidang kajian : sosial, ekonomi, budaya, teknis,
lingkungan, dan lain-lain, agar tidak menimbulkan konflik berbagai kepentingan.
3. Pembangunan elemen-elemen pembentuk ruang yang memiliki daya tarik kuat
diprioritaskan pembangunannya, seperti kawasan pelabuhan dengan fasilitasnya, jalan
raya, jaringan listrik, jalur kereta api yang langsung ke Bandara internasional Inchion,
apartemen, dan lain sebagainya.
Reklamasi Pantai sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah
Kawasan
12
13
Gambar 2.9 terlihat di ujung jembatan adalah Kansai Airport dan perkotaan yang merupakan hasil
reklamasi
Gambar 2.10 sistem transportasi yang mendukung konektivitas daratan induk dan daratan hasil
reklamasi di Kansai
14
15
Reklamasi pantai utara akan menimbun laut Teluk Jakarta seluas 2.700 ha. Batas wilayah
reklamasi yaitu dari batas wilayah Tangerang sampai dengan Bekasi yang dibagi menjadi 3
kawasan (Gambar 2.11) yaitu west zone (zona barat), central zone (zona tengah), east zone
(zona timur) dengan uraian sebagai berikut [3]:
1) Zona Barat, termasuk daerah proyek Pantai Mutiara dan proyek Pantai Hijau di daerah
Pluit serta wilayah Pelabuhan Perikanan Muara Angke dan daerah proyek Pantai Indah
kapuk dimana yang merupakan daerah reklamasi adalah daerah laut seluas kira-kira
1000 ha (kira-kira 6,5 km x 1,5 km).
2) Zona Tengah, meliputi wilayah Muara Baru dan wilayah Sunda Kelapa, begitu pula
daerah Kota, Ancol Barat dan Ancol Timur hingga pada batas daerah Pelabuhan
Tanjung Priok, dimana yang merupakan daerah reklamasi adalah daerah laut seluas
kira-kira 1400 ha (kira-kira 8 km x 1,7 km)
3) Zona Timur, yang meliputi wilayah Pelabuhan Tanjung Priok ke Timur termasuk
daerah Marunda dengan luas daerah laut yang akan direklamasi kurang lebih 300 ha
(kira-kira 3 km x 1 km).
Pada pembahasan studi kali ini, kawasan yang akan dibahas yaitu zona tengah (Gambar
11.2). Waktu yang direncanakan untuk pelaksanaan reklamasi pada kawasan ini 15 tahun
yang dibagi dalam beberapa tahapan pekerjaan. Tahapan yang pada saat ini sedang
dikerjakan yaitu zona reklamasi Ancol Timur (Lihat Gambar 11.2).
Tahap awal dari pekerjaan reklamasi yaitu membangun tanggul disepanjang kawasan
reklamasi. Tanggul ini digunakan sebagai penahan gerusan air laut dan sebagai penahan
material timbunan. Setelah selesai membangun tanggul, maka akan dilakukan penimbunan
kawasan reklamasi untuk mendapatkan daratan baru.
Kondisi tanah pada kawasan reklamasi pantai utara merupakan tanah lempung yang sangat
lunak. Tanah ini pada umumnya mempunyai daya dukung yang rendah dan memiliki sifat
kompresibel tinggi dan permeabilitas yang sangat rendah. Karena memiliki sifat-sifat
tersebut, tanah ini cenderung memiliki potensi penurunan konsolidasi yang besar dan
dalam waktu yang cukup lama. Untuk mengatasi waktu penurunan konsolidasi yang cukup
lama, maka perlu dilakukan perbaikan tanah pada area reklamasi tersebut untuk
mempercepat waktu konsolidasi.
Kombinasi antara metode preloading dengan kombinasi Prefabricated Vertical Drain
(PVD) merupakan salah satu metode untuk mempercepat proses konsolidasi. Hal ini
dilakukan karena jika hanya menggunakan
II.6. Reklamasi sebagai alternatif pengembangan kawasan
Reklamasi dapat memberikan manfaat ekonomis, sekaligus memberikan nilai tambah pada
pelestarian lingkungan. Reklamasi yang dilaksanakan di Cina, Korea Selatan, maupun
Reklamasi Pantai sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah
Kawasan
16
Jepang, adalah pekerjaan besar yang telah melalui proses perencanaan dan dukungan studi
yang akurat dan teliti, dan tetap selalu mempertimbangkan kajian dampak lingkungan,
untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat proses abrasi. Manajemen pelaksanaan
pembangunannya terkesan rapi, dan konsisten pada rencana yang telah dibuat, termasuk
dalam pentahapan pembangunannya. Hal ini bisa terlaksana, karena memang negaranegara tersebut memiliki kemampuan Hi-tech dan dukungan perekonomian yang kuat, dan
menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan [2].
Sistem (jaringan) infrastruktur di ketiga Negara tersebut selalu menjadi prioritas utama
untuk dibangun pada kawasan reklamasi, dan jaringan ini selalu menghubungkan kawasan
baru ke kawasan yang telah lebih dulu berkembang, sehingga terkesan membentuk satu
sistem dalam kawasan yang lebih besar (tidak secara eksklusif memisahkan diri menjadi
kawasan tersendiri).
Reklamasi bukan praktek yang sempurna. Selain membawa keuntungan, reklamasi juga
bisa mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan kawasan.
Oleh karena itu, sebelum kegiatan reklamasi dilaksanakan, mutlak diperlukan dukungan
studi dari berbagai aspek kajian, seperti aspek sosial budaya, aspek ekonomi, aspek
lingkungan, aspek teknis, aspek transportasi, dan lain sebagainya. Rencana reklamasi
seyogyanya masuk dalam dokumen penataan ruang yang memiliki kekuatan hukum yang
kuat dan mengikat (Perda, Peraturan Presiden, atau PP). Tahapan pembangunan harus jelas
dan konsisten. Reklamasi pantai bukan praktek yang terlarang/haram, karena reklamasi
dapat direkomendasikan sebagai salah satu alternatif pembangunan, khususnya untuk
mencari ruang yang sesuai dan layak (appropriate).
BAB III
PENUTUP
Reklamasi Pantai sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah
Kawasan
17
III.1. Kesimpulan
Seiring dengan peningkatan jumlah populasi penduduk di perkotaan, maka kebutuhan akan
lahan pemukiman juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Namun, keterbatasan
lahan telah menghambat pembangunan. Salah satu solusi yang ditawarkan yaitu dengan
melakukan reklamasi pantai atau wilayah pesisir sebagai alternatif pengembangan
kawasan. Sehingga wilayah pesisir yang umumnya terabaikan, dapat didayagunakan
kembali dalam rangka perencanaan tata ruang kota dan peningkatan kualitas serta nilai
ekonomi kawasan pesisir. Tentunya hal ini tidak akan terwujud tanpa melalui proses
perencanaan yang matang dari berbagai aspek dan dukungan studi yang akurat dan teliti, namun
tetap mempertimbangkan kajian dampak lingkungan (AMDAL).
III.2. Saran
Studi Pendahuluan mengenai perencanaan reklamasi pantai memerlukan dukungan dari
berbagai pihak interdisiplin ilmu, tidak hanya melibatkan pemerintah sebagai pemangku
kebijakan, namun juga peneliti, dosen, dan mahasiswa juga dapat turut ambil bagian
sehingga pengetahuan tidak hanya tersimpan dalam memori, tetapi juga dapat
diaplikasikan dalam suatu proyek yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Reklamasi Pantai sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah
Kawasan
18
[1] penataanruang.pu.go.id>data_artikel
[2] Siregar, M. 2015. Pedoman dan Dasar Hukum Reklamasi Pantai di wilayah Batam.
USU
[3] digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate
19