I. PENDAHULUAN
Setiap cedera di atas klavikula harus dicurigai adanya cedera tulang leher (CSpine). Sekitar 15% penderita yang mengalami cedera seperti di atas akan
mengalami cedera pada c-spine. Sekitar 55% cedera tulang belakang terjadi pada
daerah servikal, 15% pada daerah torakal, 15% pada torakolumbal, serta 15% pada
daerah lumbosakral . Sekitar 5% dari penderita yang mengalami cedera kepala
juga menderita cedera tulang belakang, di mana 25% penderita cedera tulang
belakang menderita sedikitnya cedera kepala ringan..
Menyingkirkan kemungkinan adanya cedera tulang belakang adalah lebih mudah
pada penderita dalam keadaan sadar. Pada penderita yang neurologis normal, tidak
adanya rasa sakit atau nyeri tekan sepanjang tulang belakang dapat
mengesampingkan adanya cedera tulang belakang yang jelas. Akan tetapi pada
penderita dalam keadaan koma atau penurunan tingkat kesadaran berkewajiban
memperoleh hasil foto ronsen yang tepat untuk menyingkirkan adanya cedera
tulang belakang.
Imobilisasi penderita dengan dasar keras seperti backboard yang terlampau lama
akan berbahaya bagi penderita. Selain menyebabkan rasa tidak nyaman pada
penderita yang sadar, imobilisasi yang terlampau lama dapat menyebabkan ulkus
dekubitus pada penderita dengan cedera tulang belakang.
Long spine board dipergunakan hanya sebagai alat transportasi penderita dan
dilepaskan secepatnya bila memungkinkan.. Bila tidak mungkin, dalam waktu 2
jam penderita harus dilepaskan dari spine board dan dijakukan log roll setiap 2
jam, untuk menurunkan resiko pembentukan ulkus dekubitus.
C. Pemeriksaan Sensibilitas
Dermatom adalah daerah pada kulit yang dipersarafi oleh akson sensoris di
dalam radiks saraf segmental. Pengertian terhadap beberapa level dermatom
utama tidak terlalu bermakna untuk menentukan level cedera dan menentukan
perbaikan atau penurunan neurologis. Level sensoris adalah dermatom
terendah dengan fungsi sensoris yang normal dan dapat dibedakan pada kedua
sisi tubuh. Untuk praktisnya, dermatom servikal atas (C1 - C4) adalah
bervariasi dalam distribusi persarafan kulitnya dan tidak selalu perlu untuk
dilokalisasi sedangkan saraf supraklavikular (C2 - C4) mempersarafi sensasi
pada daerah yang menutup otot pektoralis. Adanya sensasi di daerah ini dapat
menyebabkan pemeriksa kebingungan bila mencoba menentukan level
sensoris pada penderita dengan cedera leher bawah.
Kunci untuk menentukan titik sensasi :
1.
C5 -Area di atas deltoid
2.
C6 Jempol
3.
C7 - Jari tangan tengah
4.
C8 - Kelingking
5.
T4 - Papila mamae
6.
T8 - Ksifisternum
7.
T10- Umbilikus
8.
T12- Simfisis
9.
L-4 - Bagian medial betis
10. L-5 - Ruang di antara jari kaki pertama dan kedua
11. S-1 -Batas lateral pedis
12. S-3 - Daerah Tuberositas Iskhii
13. S-4 dan S-5 -Daerah Perianal
D. Miotom
Setiap saraf segmental (radiks) mempersarafi lebih dari satu otot dan
kebanyakan otot dipersarafi oleh lebih dari satu saraf (biasanya 2).
Untuk memudahkan, beberapa Mot atau kelompok otot diidentifikasikan
sebagai satu segmen saraf spinal.
Otot-otot yang terpenting adalah :
1. C-5 Deltoid
2. C-6 Ekstensor pergelangan (Ekstensor karpi radialis longus dan brevis)
3. C-7 Ekstensor siku (triseps)
4. C-8 Fleksor jari sampai dengan jari tengah (fleksor digitorumprofundus)
5. T-I Abduktor jari kelingking (abduktor digiti minim)
6. L-2 Fleksor panggul (iliopsoas)
7. L-3 Ekstensor lutut (otot kuadriseps)
8. L-4 Dorsofleksi pergelangan kaki (tibialis anterior)
9. L-5 Ekstensor jari kaki II (ekstensor halusis longus)
10. S-1 Fleksi pergelangan kaki (gastroknemius, soleus)
Sebagai tambahan dari tes otot bilateral, sfinkter ani eksterna harus diperiksa
dengan pemeriksaan colok dubur. Setiap otot dilakukan gradasi menjadi 6
tingkat
E. Syok Neurogenik versus Syok Spinal
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatetik yang
desending pada medula spinalis (mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor
dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung). Keadaan ini. menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah viseral serta ekstremitas bawah, terjadi
penumpukan darah dan sebagai konsekuensinya terjadi hipotensi. Sebagai
akibat kehilangan cardiac sympathetic tone, penderita akan mengalami
bradikardia atau setidaktidaknya gagal untuk menjadi takhikardi sebagai
respon dari hipovolemia. Pada keadaan ini tekanan darah tidak akan membaik
hanya dengan infus cairan saja dan usaha untuk menormalisasi tekanan darah
akan menyebabkan kelebihan cairan dan edema paru. Tekanan darah biasanya
dapat diperbaiki dengan penggunaan vasopresor, tetapi perfusi yang adekuat
akan dapat dipertahankan walaupun tekanan darah belum normal. Atropin
dapat digunakan untuk mengatasi bradikardi yang jelas.
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya, cedera medula spinalis. Pada "syok" spinal mungkin akan tampak
seperti lesi komplit, walaupun tidak seluruh bagian rusak.
gambar 1
TITIK SENSORIK
tabe1 1
DERAJAT KEKUATAN OTOT
Skor
0
1
2
3
4
5
NT
Hasil Pemeriksaan
Kelumpuhan Total
Teraba atau terasanya kontraksi
Gerakan tanpa menahan gaya berat
Gerakan melawan gaya berat
Gerakan ke segala arah, tetapi kekuatan kurang
Kekuatan normal
Tak dapat diperiksa
10
D. Morfologi
Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi, cedera
medula spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau cedera
penetrans.
Setiap pembagian di atas dapat lebih lanjut diuraikan sebagai stabil dan tidak
stabil.
Walaupun demikian, menentukan stabilitas tipe cedera tidak selalu sederhana
dan ahli pun kadang-kadang berbeda pendapat.
Karena itu, terutama pada penatalaksanaan awal penderita, semua penderita
dengan bukti foto ronsen adanya cedera dan semua penderita dengan defisit
neurologis, harus dianggap mempunyai cedera tulang belakang yang tidak
stabil. Karena itu, penderita ini harus tetap diimobilisasi sampai ada konsultasi
dengan ahli bedah saraf/ortopedi.
11
12
13
14
H. Fraktur Lumbal
Gambaran radiologis serta neurologis sama seperti pada fraktur torakolumbal.
Tetapi karena hanya kauda ekuina yang terkena, kemungkinan terjadinya
defisit neurologis komplit jarang pada cedera macam ini.
Distraksi pada posisi fleksi, adalah mungkin disebabkan sabuk pengaman,
akan menyebabkan cedera splitting (fraktur Chance), yang berawal di bagian
posterior berlanjut ke anterior sampai korpus vertebra atau diskus
intervertebralis (fraktur Chance mungkin berhubungan dengan cedera pada
daerah retroperitoneal atau abdomen).
15
I. Trauma Penetrans
Paling umum dijumpai adalah yang disebabkan karena luka tembak atau luka
tusuk.
Membedakan kelainan yang diakibatkan oleh peluru atau pisau dilakukan
dengan mengkombinasikan informasi dari anamnesis, pemeriksaan klinis
(luka masuk dan luka keluar ), foto polos dan CT scan.
Bila cedera langsung mengenai kanalis vertebratis, akan menyebabkan defisit
neurologis komplit, tetapi defisit neurologis komplit dapat juga terjadi karena
transfer energi yang berhubungan dengan peluru dengan velositas tinggi yang
mengenai bagian di dekat kanalis spinalis (tetapi tidak mengenai medula
spinalis).
Luka penetrans pada tulang belakang umumnya menapakan cedera yang stabil
kecuali jika disebabkan karena peluru yang menghancurkan bagian yang luas
dari kolumna vertebralis. Penilaian penderita terhadap adanya
hemopneumotoraks, akut abdomen, cedera pembuluh darah besar merupakan
prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan cedera tulang belakangnya.
16
17
18
B. Cairan Intravena
Penggunaanya dibatasi hanya untuk maintenance cairan saja (kecuali bila ada
syok). Sebagai akibat hilangnya tonus simpatis jantung, penderita yang
mengalami kuadriplegia tidak akan mengalami takikardia, bahkan menjadi
bradikardia. Penderita yang mengalami syok hipovolemik biasanya takhikardi
sedangkan yang mengalami syok neurogenik akan mengalami bradikardia.
Bila tekanan darah tidak membaik setelah pemberian cairan, indikasi
penggunaan vasopresor dapat dipertimbangkan. Penggunaan kateter Schwann
Ganz akan membantu penderita cedera medula spinalis yang keadaan volume
cairannya tidak jelas diketahui. Kateter urine dipasang untuk monitor hasil
urin dan mencegah terjadinya distensi kandung kencing (kateter ini dicabut
beberapa hari kemudian dan dilakukan kateterisasi intermiten). Pipa
nasogastrik dipasang untuk mengosongkan isi lambung serta menurunkan
resiko terjadinya aspirasi.
19
C. Obat-obatan
Metilprednisolon diberikan dengan dosis 30 mg/kg dalam 15 menit pertama,
diikuti dengan 5,4 mg/kg/jam untuk 23 jam berikutnya (metilprednisolon
jangan diberikan setelah 8 jam atau lebih setelah terjadinya trauma).
D. Transfer
Harus dilakukan stabilisasi keadaan penderita, dan dilakukan fiksasi
menggunakan bidai, backboard dan atau kolar servikal semirigid. Perlu
diingat, trauma servikal letak tinggi akan menyebabkan gangguan fungsi
respirasi secara total atau parsial. Bila pernafasan tidak adekuat, maka perlu
dilakukan intubasi sebelum transfer penderita.
20
tabel 2
PANDUAN DALAM SKRINING PENDERITA DENGAN DUGAAN CEDERA
SERVIKAL
21
22
VII. RINGKASAN
A. Pada saat melakukan pengelolaan trauma yang mengancam jiwa, harus
dilakukan pembatasan pergerakan kolumna vertebralis.
B. Pertahankan imobilisasi penderita sampai dapat disingkirkan adanya fraktur
vertebra atau cedera medula spinalis.
C. Bila terdapat indikasi, lakukan foto lateral vertebra servikal secepatnya setelah
cedera yang mengancam jiwa ditangani.
D. Catat anamnesis serta pemeriksaan fisik penderita sebagai dasar untuk adanya
perubahan dari status neurologis penderita.Lakukan konsultasi seawalnya
pada ahli bedah saraf/ ahli bedah orthopaedi bila ada kecurigaan atau
ditemukan cedera tulang belakang.
E. Transfer penderita yang mengalami fraktur vertebra atau cedera medula
spinalis ke fasilitas kesehatan yang definitif.
23
Skills Station X :
IDENTIFIKASI RONSEN CEDERA
TULANG BELAKANG
TUJUAN
1. Melakukan identifikasi bermacam cedera tulang belakang dengan menggunakan
pedoman anatomik yang khusus, untuk memeriksa foto tulang belakang.
2. Apabila diberikan satu seri foto tulang belakang dan skenario; peserta dapat :
a. Menguraikan keterbatasan pemeriksaan
b. Diagnosis fraktur
c. Cedera yang berhubungan
d. Menegaskan kemungkinan cedera pada daerah lain.
24
25
II. PENILAIAN
LUMBALIS
FOTO
RONSEN
VERTEBRA
TORAKALIS
DAN
26
Skills Station XI :
CEDERA MEDULA SPINALIS
PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN
PERALATAN DAN BAHAN
1. Model penderita (siswa dapat menjadi penderita)
2. Kolar servikal Semi rigid
3. Meja, tandu atau brankar.
4. Handuk yang dibulatkan untuk penyangga atau bahan lain.
5. Selimut untuk alas
6. Balutan
7. Plester.
8. Scoop stretcher (Tandu sekop)
9. Model anatomi tulang leher.
10. Foto ronsen yang telah disediakan oleh ACS divisi ATLS (termasuk daftar dan
kunci titik sensoris dan pemeriksaan motoris)
11. Kotak untuk melihat foto ronsen
TUJUAN
1. Mendemonstrasikan tehnik penilaian untuk memeriksa pen derita yang mungkin
endapat cedera tulang belakang / medula spinalis.
2. Mendiskusikan prinsip untuk melakukan imobilisasi dan tindakan log roll pada
penderita dengan cedera tulang leher/ cedera medula spinalis dan juga indikasi
untuk melepas alat proteksi.
3. Melakukan pemeriksaan neurologis dan menentukan level cedera medula spinalis.
4. Menentukan perlunya konsultasi dengan ahli bedah saraf.
5. Menentukan perlunya transfer intra/ antar rumah sakit dan bagaimana cara
penderita dilakukan imobilisasi secara benar untuk transfer.
27
28
29
30
C. Penggunaan Steroid
Dipergunakan bagi penderita dengan defisit neurologis kurang dari 8 jam
pasca trauma (metilprednisolon 30 mg/kg), diberikan secara intravena dalam
waktu kurang lebih 15 menit. Dosis awal dilanjutkan dengan dosis
maintenance 5,4 mg/kg per jam untuk 23 jam berikutnya.
31
A. Penderita dewasa
Empat orang dibutuhkan untuk melakukan modifikasi log roll dan imobilisasi
penderita, seperti pada long spine board: (1) satu untuk mempertahankan
imobilisasi segaris kepala dan leher penderita; (2) satu untuk badan (termasuk
pelvis dan panggul); (3) satu untuk pelvis dan tungkai; dan (4) satu mengatur
prosedur ini dan mencabut spine board. Prosedur ini mempertahankan seluruh
tubuh penderita dalam kesegarisan, tetapi masih terdapat gerakan minimal
pada tulang belakang. Saat melakukan prosedur ini, imobilisasi sudah
dilakukan pada ekstremitas yang diduga mengalami fraktur.
1. Long spine board dengan tali pengikat dipasang pada sisi penderita. Tali
pengikat ini dipasang pada. bagian toraks, diatas krista iliaka, paha, dan
diatas pergelangan kaki. Tali pengikat atau plester dipergunakan untuk
memfiksir kepala dan leher penderita ke long spine board.
2. Dilakukan in line imoilisasi kepala dan leher secara manual, kemudian
dipasang kolar servikal semirigid.
3. Lengan penderita diluruskan dan diletakkan di samping badan.
4. Tungkai bawah penderita diluruskan secara hati-hati dan diletakkan dalam
posisi kesegarisan netral sesuai dengan tulang belakang. Kedua
pergelangan kaki diikat satu sama lain dengan plester.
5. Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu orang kedua
memegang penderita pada daerah bahu dan pergelangan tangan. Orang ke
tiga memasukkan tangan dan memegang panggul penderita dengan satu
tangan dan dengan tangan yang lain memegang plester yang mengikat ke
dua pergelangan kaki.
6. Dengan komando dari penolong yang mempertahankan kepala dan leher,
dilakukan log roll sebagai satu unit ke arah ke dua penolong yang berada
pada sisi penderita, hanya diperlukan pemutaran minimal untuk
meletakkan spine board di bawah penderita. Kesegarisan badan penderita
harus dipertahankan sewaktu menjalankan prosedur ini.
7. Spine board terletak dibawah penderita, dan dilakukan log roll ke arah
spine board. Harap diingat, spine board hanya digunakan untuk transfer
penderita dan jangan dipakai untuk waktu lama.
32
B. Penderita Anak-anak
1. Untuk imobilisasi anak diperlukan long spine board pediatrik. Bila tidak
ada, maka dapat menggunakan long spine board untuk dewasa dengan
gulungan selimut diletakkan di seluruh sisi tubuh untuk mencegah
pergerakan ke arah lateral.
2. Proporsi kepala anak jauh lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa,
oleh karena itu harus dipasang bantalan di bawah bahu untuk menaikkan
badan, sehingga kepala yang besar pada anak tidak menyebabkan fleksi
tulang leher, sehingga dapat mempertahankan kesegarisan tulang belakang
anak. Bantalan dipasang dari tulang lumbal sampai ujung bahu.
C. Komplikasi
Bila penderita dalam waktu lama (kurang lebih 2 jam atau lebih lama lagi)
diimobilisasi dalam long spine board, penderita dapat mengalami dekubitus
pada oksiput, skapula, sakrum, dan tumit. Oleh karena itu, secepatnya
bantalan harus dipasang dibawah daerah ini, dan bila keadaan penderita
mengizinkan secepatnya long spine board dilepas.
33
34
panggul ); (3) satu untuk pelvis dan tungkai bawah; dan (4) satu untuk
menentukan arah prosedur ini dan melepas long spine board.
5. Tandu Sekop (Scoop Stretcher)
Alternatif melakukan modifikasi teknik log roll adalah dalam penggunaan
scoop stretcher untuk transfer penderita. Penggunaan yang tepat alat ini
akan mempercepat transfer secara aman dari long spine board ke tempat
tidur. Sebagai contoh alat ini dapat digunakan untuk transfer penderita dari
satu alat traspor ke alat lain atau ke tempat khusus misalnya meja ronsen.
penderita harus tetap dalam imobilisasi sampai cedera tulang belakang
disingkirkan. Setelah penderita ditransfer dari backboard ke tempat tidur
dan scoop stretcher dilepas, penderita harus di reimobilisasi secara baik ke
ranjang/ ususngan. Scoop stretcher bukanlah alat untuk imobilisasi
penderita. Scoop stretcher bukanlah alat transport, dan jangan mengangkat
scoop stretcher hanya pada ujung-ujungnya saja, karena akan melekuk di
bagian tengah dengan akibat kehilangan kesegarisan dari tulang belakang.