Anda di halaman 1dari 28

POKOK-POKOK

PIKIRAN DPRD DIY

TERHADAP
RENCANA KERJA
PEMBANGUNAN
DAERAH (RKPD)
TAHUN 2016

LATAR BELAKANG :
Menegaskan kembali terhadap arah kebijakan pembangunan jangka
panjang yang akan diwujudkan pada tahun 2025 (DIY sebagai pusat
Pendidikan, pusat budaya dan daerah wisata terkemuka di Asia Tenggara);
Salah satu bentuk usulan keterwakilan masyarakat melalui DPRD DIY
yang dirangkum ke dalam seluruh urusan kewenangan pemerintah di
tingkat provinsi;
Memiliki peran sangat penting baik dari sisi muatan substansi materi
maupun ketepatan waktu penyelesaian dan penyampaiannya kepada
gubernur, karena dapat berpengaruh pada mekanisme penyusunan
dokumen-dokumen turunan berikutnya;
Awalnya merupakan dokumen teknis kemudian berubah menjadi
dokumen politis sebagai wujud akumulasi agregasi dan representasi
masyarakat DIY melalui DPRD DIY untuk bahan penyusunan RKPD
Tahun 2016.

LANDASAN HUKUM :
1. UU No 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU No. 9 Tahun 1955 tentang Perubahan
Undang-undang Nomor 3 Jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah Istimewa Jogjakarta;
2. UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339);
3. UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5589);
4. PP No. 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya UU No. 2, 3, 10 dan 11 Tahun
1950 (berita Negara RI Tahun 1950 Nomor 58);
5. Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permendagri No. 21
Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri No. 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

6. Permendagri No. 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,


Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
7. Perda Provinsi DIY No. 5 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi DIY Tahun 2005 Nomor
3 Seri E), sebagaimana telah diubah dengan Perda Provinsi DIY No. 3 Tahun
2009 tentang Perubahan Atas Perda Provinsi DIY No. 5 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan pembangunan Daerah (Lembaran Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 Nomor 3);
8. Perda Provinsi DIY No 4 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2007 Nomor 4), sebagaimana telah diubah dengan Perda Provinsi
DIY No. 11 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Perda Provinsi DIY No. 4
Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008
Nomor 11);

9. Perda Provinsi DIY No. 7 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan


yang menjadi Kewenangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(Lembaran Daerah Provinsi DIY Tahun 2007 Nomor 7);
10. Perda Provinsi DIY No. 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 Nomor 2);
11. Perda DIY No. 6 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Tahun 2012-2017 (Lembaran Daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 Nomor 6) sebagaimana
telah diubah dengan Perda DIY No. 8 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Perda DIY No. 6 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Tahun 2012-2017;
12. Peraturan DPRD Provinsi DIY No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.

MAKSUD & TUJUAN :


1. Memberikan bahan, arahan sekaligus masukan kepada
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam
menyusun dokumen awal draf RKPD Tahun Anggaran 2016.
2. Memudahkan dan mengefektifkan penyusunan dokumen
RKPD, KUA, PPAS, RKA-SKPD, dan RAPBD Tahun Anggaran
2016.
3. Mengarahkan dan memfokuskan upaya pencapaian visi DIY
melalui perencanaan dan penganggaran APBD Tahun
Anggaran 2016.
4. Mengarahkan penyusunan kebijakan dan program
pembangunan sesuai dengan RPJPD dan RPJMD
5. Mewujudkan aspirasi masyarakat Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam pelaksanaan pembangunan melalui fungsi
representasi DPRD DIY.
6. Mendukung terwujudnya tingkat kesejahteraan masyarakat
Daerah Istimewa Yogyakarta yang lebih baik.

PERMASALAHAN :
Persoalan mendasar dan utama yang ada di DIY adalah masalah kemiskinan
atau pemerintah sering menyebutnya dengan istilah persoalan dasar hidup
manusia. Sedang persoalan-persoalan dasar lainnya, yaitu pendidikan, layanan
kesehatan, dan bencana alam. Hal ini memang menjadi salah satu dasar
pijakan dalam mengambil kebijakan daerah dalam prioritas pembangunan.
1. Kebijakan Pembangunan
Pembangunan di DIY cukup maju dengan ditandai pertumbuhan ekonomi
cukup tinggi dengan angka IPM 76.75 yang dicapai pada tahun 2012.
Artinya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi seharusnya memberikan
sumbangan pada pengurangan angka kemiskinan pada penduduk DIY yang
berjumlah 3.514.762 pada tahun 2012.
Kondisi kenaikan IPM pada angka 76.75 pada tahun 2012 tersebut
ternyata tidak linier dengan angka kemiskinan. Meskipun turun, angka
kemiskinan tetap tinggi di atas rata-rata angka kemiskinan nasional. Angka
kemiskinan DIY pada tahun 2013 adalah 535.180 dengan pendapatan
minimum rata-rata Rp 303.843/bulan.

2. Pendidikan
Menurut data jumlah angka melek huruf DIY selama kurun waktu
2009-2012 selalu mengalami peningkatan. Tahun 2009 capaian
angka melek huruf DIY tercatat sebesar 90,18% kemudian naik
menjadi 90,84% di tahun 2010 dan menjadi 91,49% dan 92,02% di
tahun 2012. Berdasar data BPS, sekitar 8% penduduk DIY buta
huruf, yang sebagian besar ditengarai berusia 50 tahun keatas.
Sedangkan Berdasarkan rata-rata lama sekolah penduduk di DIY,
selama 2009-2012 terjadi peningkatan kualitas pendidikan yaitu
dari 8,78 di tahun 2009 menjadi 9,21 di tahun 2012 (setara SLTA).
Peningkatan rata-rata lama sekolah di DIY ini dapat dimaknai bahwa
penduduk DIY semakin sadar akan pentingnya pendidikan dalam
rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

Persoalan lainnya di bidang pendidikan, yaitu antara lain :


Jumlah guru yang makin terbatas dibandingkan dengan jumlah sekolah
yang ada;
Anak putus sekolah mulai tinggi di DIY. Selain persoalan kemiskinan,
angka putus sekolah juga dipengaruhi oleh buruknya lingkungan sosial
anak-anak yang memberikan dampak negatif bagi perkembangan proses
belajar mengajar di sekolah;
Kurikulum yang selalu berubah harus menjadi kajian tersendiri oleh
Pemda DIY. Khusus pengembangan budaya lokal, Pemerintah DIY perlu
mendorong adanya kurikulum yang bisa menjadi pengkayaan
pengetahuan budaya lokal, terlebih pemerintah daerah telah mengadopsi
UU Keistimewaan;
Pemerintah Pusat yang menetapkan program wajar 9 tahun tentu
berbeda dengan semangat DIY dalam persoalan pendidikan. Dengan
sebutan pusatnya kota pelajar tentu mempunyai semangat untuk
pendidikan yang lebih baik daripada tingkat nasional dan seharusnya
sudah mempunyai target wajar 12 tahun.

3. Kesehatan
Selama tahun 2009 s/d 2013, Angka Kematian Bayi per 100
kelahiran hidup DIY mengalami peningkatan. Tahun 2009
sampai dengan 2011, Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran
adalah 19 kemudian naik menjadi 25 per 1.000 kelahiran bayi di
tahun 2012. Kenaikan AKB tersebut perlu mendapatkan
perhatian khusus terkait upaya penurunannya, dikarenakan
kenaikannya yang drastis dan angka tersebut melebihi dari
target Millennium Development Goals (MDGs) Nasional di tahun
2015 yang sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup.
Persoalan lainnya adalah jaminan kesehatan sosial masyarakat
yang menjadi persoalan sepanjang tahun. Keluhan masyarakat
yang tidak mendapat layanan kesehatan terus terjadi, khususnya
kelompok masyarakat miskin. Selain itu perlu peningkatan
perbaikan infrastruktur puskesmas, perbaikan kualitas layanan,
perbaikan kualitas SDM dan perbaikan kualitas obat.

4. Pemerintahan
Salah satu perubahan kebijakan pemerintah adalah perubahan UU No 13
Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta yang menjadi semangat
baru dalam tata kelola pemerintah DIY. Perubahan kebijakan tentu menjadi
keharusan oleh Pemerintah Daerah DIY yang mengadopsi UU No 13 tahun
2012 untuk semangat perubahan tata kelola pemerintahan DIY yang
mengadopsi nilai-nilai Keistimewaan Yogyakarta. Beberapa kebijakan
mengenai turunan UU No 13 Tahun 2012 perlu ditindaklanjuti sebagai
tindakan penyelesaian yang menjadi kewajiban pemerintahan daerah.
Sisi lainnya, Pemerintah Daerah DIY dihadapkan pada perubahan UU No.
23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan ini tentunya
berimplikasi pada perubahan semua relasi pemerintahan, khususnya
hubungan antara Propinsi, Kabupaten dan Kota.
Maka, Pemerintah DIY perlu menyesuaikan implementasi UU No 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah dalam aturan kebijakan tingkat Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Perubahan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa juga
memberikan perubahan-perubahan kebijakan baru dalam pengaturan
tentang desa di DIY.
Permasalahan lainnya adalah terus menuju good governance dalam tata
kelola pemerintahan DI. Yogyakarta. Tentu saja penataan kelembagaan
Pemda DIY disertai dengan penguatan struktur organisasi dan
pemberdayaan staf pemerintah daerah.

5. Pariwisata
Jumlah pengunjung wisata di DIY sudah mencapai target yang
dicanangkan. Akan tetapi, persoalan jumlah wisatawan baik
domestik maupun manca negara belum signifikan dengan target
rata-rata wisatawan tinggal di Yogyakarta. Pemerintah daerah DIY
perlu membuat kajian lebih lanjut untuk meningkatkan jumlah
wisatawan lama tinggal di Yogyakarta.
Sedangkan pengembangan fasilitas infrastruktur pendukung
wisatawan memang cukup berlebih dari sisi jumlah hotel. Untuk itu
Pemerintah daerah perlu mengkaji ulang kembali pertumbuhan
hotel di Yogyakarta agar tidak menimbulkan monopoli dan
persaingan tidak sehat dalam bisnis pariwisata.
Banyak wisatawan lebih memilih desa sebagai obyek wisata
mereka. Tetapi dukungan wisata desa masih miskin inovasi dan
belum ada dukungan konkret dari pemerintah daerah.
Pemerintah daerah perlu mendorong proses pengembangan wisata
di DIY dengan bertemakan wisata lokalitas Yogyakarta.
Pengembangan wisata dengan tema lain perlu juga dikembangkan,
seperti wisata sejarah, pendidikan dan lainnya.

6. Penyerapan Tenaga Kerja


Jumlah penduduk yang bekerja di DIY tahun 2012 sebanyak 1.867.708
orang dari angkatan kerja sebanyak 1.944.858 orang dengan rasio 96,03
naik dari tahun 2011 yang sebanyak 1.798.595 orang dari angkatan kerja
sebanyak 1.872.912 orang dengan rasio yang sama sebesar 96,03.
Sementara tahun 2013 penduduk yang bekerja dan angkatan kerja
diproyeksikan masing-masing sebanyak 1.847.070 orang dan 1.910.959
orang dengan rasio penduduk bekerja sebesar 96,6. Rasio tersebut
memiliki arti bahwa setiap 100 penduduk angkatan kerja ada 96,6 orang
diantaranya terserap dalam lapangan pekerjaan yang tersedia.
Meskipun serapan tenaga kerja cukup tinggi di DIY dengan perbandingan
96,6 perseratus penduduk dominasi tenaga kerja masih dalam bentuk
kerja tidak tetap. Jika kebanyakan angkatan kerja memasuki kerja tidak
tetap, maka mereka masuk dalam status rentan miskin. Oleh karena itu,
pemerintah daerah tetap perlu mendorong pembukaan lapangan kerja
baru dan peningkatan skil tenaga kerja. Program ini bisa dilakukan dengan
mendorong kebijakan baru pemerintah daerah seperti pola investasi untuk
memprioritaskan padat karya atau dengan cara meningkatkan
keterampilan tenaga kerja terdidik.

7. Infrastruktur

Persoalan infrastruktur tentu saja mencuat dengan perubahan konsep


AMONG TANI, DAGANG LAYAR yang dikembangkan dan menempatkan
kawasan selatan menjadi halaman depan Yogyakarta. Dengan berubahnya
konsep pembangunan tersebut, maka titik berat tentu saja dilakukan
pengembangan kawasan Selatan dengan fokus pembangunan tanpa ada
disparitas sosial, khususnya tidak lagi menambah angka kemiskinan
dengan dampak pembangunan tersebut.
Pengembangan kawasan ADIKARTA di Kabupaten Kulonprogo dengan
dibangunnya bandara dan pelabuhan internasional juga harus diikuti
dengan konsep pembangunan yang seimbang tanpa ada disparitas antara
pemberian fasilitas elit pengusaha dan kelompok masyarakat rentan.
Pemerintah harus memberikan porsi seimbang, bahkan lebih kepada
kelompok rentan yang bisa setiap saat terjerumus dalam kelompok miskin.
Infrastruktur yang diperhatikan lainnya adalah pengembangan jalan
dengan persoalan kepadatan lalu lintas. Di DIY, jumlah panjang dan lebar
jalan cenderung lamban bertambah dibandingkan dengan jumlah
pertambahan kendaraan bermotor. Kepadatan lalu lintas menjadi isu
utama yang harus di respon untuk memperlancar aktivitas masyarakat
maupun memperlancar laju ekonomi masyarakat.

Isu lainnya adalah mengenai peran Pemda DIY dalam mendorong kebijakan
bantuan infrastruktur kepada Pemerintah Kabupaten, Kota dan Desa.
Perkembangan bantuan infrastruktur perlu di respon mengingat desa
sudah mempunyai ADD yang memadai dari pemerintah pusat untuk
program desa membangun.
Secara lebih rinci, Pemda DIY perlu merumuskan pembantuan
infrastruktur untuk kawasan pedesaan dalam bentuk lainnya dengan isu
menempatkan desa sebagai pusat pertumbuhan.

8. ekonomi dan kesejahteraan sosial


Persoalan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan sosial masyarakat
menjadi satu masalah tersendiri ketika gagasan pembangunan menjadikan
program-program tersebut tidak terkoneksitas dengan kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Menjadikan program pengembangan ekonomi dan
kesejahteraan sosial menjadi penting karena mempunyai aspek-aspek
peningkatan kesejahteraan secara langsung dan menjadikan perubahan
profil ekonomi masyarakat.
Sesuai dengan persoalan yang muncul dalam pengembangan ekonomi dan
kesejahteraan sosial adalah beberapa sektor yang dominan menjadi mata
pencaharian hidup masyarakat. Beberapa sektor tersebut seperti
pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, pengembangan ekonomi
usaha kecil dan beberapa persoalan pengembangan ekonomi lainnya.
Di DIY dari 100 orang penduduk, rata-rata sudah bekerja 96 orang atau 4
orang berstatus menganggur. Oleh karena itu, kebutuhan penguatan
program dalam bidang ekonomi perlu ditingkatkan untuk penyerapan
tenaga kerja secara simultan. Tentu saja bidang pertanian, peternakan,
perkebunan, kehutanan dan sektor UKM lainnya menjadi prioritas
pengembangan dalam APBD 2016 kedepan. DPRD melihat relevansi
kebutuhan pengembangan ekonomi tersebut masih signifikan, khususnya
sektor-sektor yang berhubungan dengan lingkungan hidup yang
mempunyai fungsi lain perlindungan terhadap Sumber Daya Alam.

Arah kebijakan bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial bisa dilakukan


dengan cara membangun sumberdaya manusia agar lebih berpengetahuan,
terampil dan mampu mengelola sumberdaya alam lebih baik dan lestari.
Sisi lainnya adalah masyarakat mampu mandiri dengan pengoptimalan
kemampuan individu, kelompok maupun dalam bentuk kolektif usaha
lainnya.

PRIORITAS PEMBANGUNAN TAHUN 2016

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DIY


1. Pendapatan Daerah :
Tahun Anggaran 2015 direncanakan
3.386.943.133.117,20
Tahun Anggaran 2016 diperkirakan
3.817.387.455.742,40
Rata rata pertumbuhan 12,70%
Rp 430.444.322.625,20

Rp
Rp

Kebijakan yang perlu ditempuh di bidang Pendapatan Daerah Tahun


Anggaran 2016 adalah :
a. Prosentase tertinggi pada pajak daerah, terutama berasal dari Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB) akan berdampak pada pening katan jumlah kendaraan
bermotor roda dua dan empat yang akan menyumbang kemacetan lalu
lintas.
b. Optimalisasi pendapatan asli daerah dengan tetap mempertimbangkan
kemampuan masyarakat serta tidak memberatkan perkembangan
dunia usaha.
c. Kajian semua potensi sumber Pajak dan Retribusi Daerah dalam rangka
optimalisasi pendapatan daerah.
d. Intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan Pajak dan Retribusi
daerah.
e. Peningkatan pelayanan dan kemudahan dalam pembayaran pajak dan
retribusi daerah.

f. Intensifikasi tunggakan Pajak Daerah dengan mengoptimalkan kinerja


Seksi Penagihan Pajak atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
g. Revitalisasi Perusahaan Daerah yang kontribusi terhadap PAD sangat
minim, khususnya PD Tarumartani dan PT AMI.
h. Optimalisai asset daerah sebagai sumber pendapatan daerah.

i.

Mengoptimalkan idle kas (uang kas daerah yang mengendap) untuk


meningkatkan pendapatan daerah.

j.

Peningkatan monitoring, evaluasi dan pengawasan kemungkinan


terjadinya kebocoran pemungutan.

Dana Perimbangan :
Tahun Anggaran 2015 direncanakan
Rp 1.046.869.045.263,00
Rata rata kenaikan 11,16 %
Rp 116.830.585.451,35
Tahun Anggaran 2016 diperkirakan
Rp 1.163.699.630.714,35
Kontribusi terhadap Pendapatan Daerah 30,40 %

Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan Dana Perimbangan


dan Lain Lain Pendapatan Yang Sah pada Tahun Anggaran 2016 adalah :
a. Kemampuan keuangan daerah baru 43,73%. Sisanya 56.27% diselesaikan
dengan Dana Perimbangan dan Lain lain Pendapatan yang Sah.
b. Dana Perimbangan lebih banyak ditentukan oleh kebijakan dari Pusat,
namun daerah juga perlu aktif untuk meraih lebih besar diantaranya
dengan cara :
1) Mengoptimalkan program dan kegiatan aplikasi kewenangan
keistimewaan DIY untuk meraih Danais yang lebih besar dari Pusat.
2) Salah satu kriteria dalam penentuan Dana Perimbangan yang
didasarkan atas luas wilayah. Untuk DIY agar luas laut dimasukkan
dalam kriteria karena ada perubahan paradigma baru dalam
kewenangan keistimewaan DIY dari among tani ke dagang layar.
Banyak program dan kegiatan dibidang kelautan dan perikanan yang
memerlukan dana yang cukup besar.
3) Mengoptimalkan pengajuan Dana Alokasi Khusus untuk peningkatan
program program sektoral.
c. Kemungkinan PBB dan BPHTB akan dikelola oleh kabupaten/kota,
sehingga akan menurunkan pendapatan daerah DIY.

2. BELANJA
Dalam RAPBD 2015 Belanja mencapai Rp 3.669.426.462.513,24. Dengan
proporsi Belanja Tidak Langsung 30,70% dan Belanja Langsung 69,29%.
a. Komposisi Belanja Tidak Langsung digunakan :
1) Belanja Pegawai
46,55%
2) Belanja Bunga
3) Belanja Subsidi
4) Belanja Hibah
2,06%
5) Belanja Sosial
6) Belanja Bagi Hasil
43,06%
7) Belanja Bantuan Keuangan
7,46%
8) Belanja Tidak Terduga
0,85%
b. Belanja Langsung
1) Belanja Pegawai
6,05%
2) Belanja Barang dan Jasa
43,11%
3) Belanja Modal
27,16%
4) Belanja Bantuan Kelembagaan 23,66%

Melihat posisi Belanja Daerah APBD 2015 tersebut, Belanja Pegawai


menyedot dana yang paling besar. Karena Belanja Pegawai menjadi
sangat sensitif bagi publik dan lebih popular dari pada jenis belanja
yang lain.
Maka dalam penyusunan RKPD 2016 untuk Belanja Pegawai perlu
dilakukan pencermatan kemungkinan potensi inefisiensi anggaran
seperti banyaknya perjalanan dinas yang dilakukan, dan memangkas
kegiatan yang tidak jelas dampaknya bagi masyarakat selaku target
manfaat anggaran.
Sedangkan untuk jenis belanja lainnya, seperti Belanja Barang, Belanja
Modal, Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial
dan Belanja lain Lain, merupakan representasi fungsi Pemerintah untuk
mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan tercermin pada
peningkatan alokasi yang proporsional, khususnya pada Belanja Modal
dan Bantuan Sosial. Namun untuk APBD Tahun 2015 sayangnya tidak
ada alokasi Belanja Bantuan Sosial.

URUSAN KEWENANGAN
Berikut ini gagasan pokok-pokok pikiran DPRD untuk APBD 2016 sesuai
dengan pengelompokan urusan bidang komisi :
1. Bidang Pemerintahan
a. Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan
Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian.
(pada urusan ini terdapat 43 prioritas program)
b. Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri.
(pada urusan ini terdapat 6 prioritas program)
c. Urusan Perpustakaan dan Arsip.
(pada urusan ini terdapat 9 prioritas program)
2. Bidang Ekonomi dan Keuangan
a. Urusan Pariwisata.
(pada urusan ini terdapat 4 prioritas program)
b. Urusan Perikanan dan Kelautan.
(pada urusan ini terdapat 11 prioritas program)

c. Urusan Pertanian dan Ketahanan Pangan.


(pada urusan ini terdapat 11 prioritas program)
d. Urusan Kehutanan dan Perkebunan.
(pada urusan ini terdapat 7 prioritas program)
e. Urusan Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah.
(pada urusan ini terdapat 3 prioritas program)
f. Urusan Perdagangan.
(pada urusan ini terdapat 3 prioritas program)
g. Urusan Penanaman Modal.
(pada urusan ini terdapat 2 prioritas program)
3. Bidang Pembangunan
Bidang ini mengait pada infrastruktur, perhubungan dan lingkungan hidup
dengan program sebanyak 57 prioritas program.
4. Bidang Kesejahteraan Rakyat
a. Urusan Pendidikan
(pada urusan ini terdapat 13 prioritas program)
b. Urusan Kesehatan, Perempuan dan Anak
(pada urusan ini terdapat 18 prioritas program)

c. Urusan Budaya
(pada urusan ini terdapat 5
prioritas program)
d. Urusan Sosial
(pada urusan ini terdapat 14
prioritas program)
e. Urusan Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
(pada urusan ini terdapat 11
prioritas program)
f. Urusan Agama
(pada urusan ini terdapat 8
prioritas program)

PENUTUP
Pokok-pokok pikiran yang telah tersaji dalam dokumen ini merupakan
gabungan pokok pikiran antarfraksi yang membuat ruang untuk
menjadikan APBD lebih bermakna bagi masyarakat Yogyakarta, khususnya
dalam membangun Yogyakarta sesuai dengan capaian visi dan misi-nya.
Berbagai gagasan mengenai pembangunan yang berlandaskan kearifan
lokal kami sampaikan kepada pemerintah dan masyarakat luas untuk
kemudian menjadi pedoman bagi proses perencanaan dokumen
pembangunan selanjutnya.
Kami berharap dokumen pokok-pokok pikiran yang dihasilkan oleh DPRD
sebagai lembaga perwakilan rakyat mampu membenahi berbagai
persoalan di Yogyakarta, khususnya persoalan disparitas kemiskinan yang
hingga sampai saat ini belum terselesaikan. Gagasan yang kami
kembangkan dalam pokok-pokok pikiran ini tentu tidak terlepas dari
semangat pro poor, pro growth dan pro job untuk memberikan peningkatan
kesejahteraan dan keadilan sosial bagi masyarakat Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai