TERHADAP
RENCANA KERJA
PEMBANGUNAN
DAERAH (RKPD)
TAHUN 2016
LATAR BELAKANG :
Menegaskan kembali terhadap arah kebijakan pembangunan jangka
panjang yang akan diwujudkan pada tahun 2025 (DIY sebagai pusat
Pendidikan, pusat budaya dan daerah wisata terkemuka di Asia Tenggara);
Salah satu bentuk usulan keterwakilan masyarakat melalui DPRD DIY
yang dirangkum ke dalam seluruh urusan kewenangan pemerintah di
tingkat provinsi;
Memiliki peran sangat penting baik dari sisi muatan substansi materi
maupun ketepatan waktu penyelesaian dan penyampaiannya kepada
gubernur, karena dapat berpengaruh pada mekanisme penyusunan
dokumen-dokumen turunan berikutnya;
Awalnya merupakan dokumen teknis kemudian berubah menjadi
dokumen politis sebagai wujud akumulasi agregasi dan representasi
masyarakat DIY melalui DPRD DIY untuk bahan penyusunan RKPD
Tahun 2016.
LANDASAN HUKUM :
1. UU No 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU No. 9 Tahun 1955 tentang Perubahan
Undang-undang Nomor 3 Jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah Istimewa Jogjakarta;
2. UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339);
3. UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5589);
4. PP No. 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya UU No. 2, 3, 10 dan 11 Tahun
1950 (berita Negara RI Tahun 1950 Nomor 58);
5. Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permendagri No. 21
Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri No. 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
PERMASALAHAN :
Persoalan mendasar dan utama yang ada di DIY adalah masalah kemiskinan
atau pemerintah sering menyebutnya dengan istilah persoalan dasar hidup
manusia. Sedang persoalan-persoalan dasar lainnya, yaitu pendidikan, layanan
kesehatan, dan bencana alam. Hal ini memang menjadi salah satu dasar
pijakan dalam mengambil kebijakan daerah dalam prioritas pembangunan.
1. Kebijakan Pembangunan
Pembangunan di DIY cukup maju dengan ditandai pertumbuhan ekonomi
cukup tinggi dengan angka IPM 76.75 yang dicapai pada tahun 2012.
Artinya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi seharusnya memberikan
sumbangan pada pengurangan angka kemiskinan pada penduduk DIY yang
berjumlah 3.514.762 pada tahun 2012.
Kondisi kenaikan IPM pada angka 76.75 pada tahun 2012 tersebut
ternyata tidak linier dengan angka kemiskinan. Meskipun turun, angka
kemiskinan tetap tinggi di atas rata-rata angka kemiskinan nasional. Angka
kemiskinan DIY pada tahun 2013 adalah 535.180 dengan pendapatan
minimum rata-rata Rp 303.843/bulan.
2. Pendidikan
Menurut data jumlah angka melek huruf DIY selama kurun waktu
2009-2012 selalu mengalami peningkatan. Tahun 2009 capaian
angka melek huruf DIY tercatat sebesar 90,18% kemudian naik
menjadi 90,84% di tahun 2010 dan menjadi 91,49% dan 92,02% di
tahun 2012. Berdasar data BPS, sekitar 8% penduduk DIY buta
huruf, yang sebagian besar ditengarai berusia 50 tahun keatas.
Sedangkan Berdasarkan rata-rata lama sekolah penduduk di DIY,
selama 2009-2012 terjadi peningkatan kualitas pendidikan yaitu
dari 8,78 di tahun 2009 menjadi 9,21 di tahun 2012 (setara SLTA).
Peningkatan rata-rata lama sekolah di DIY ini dapat dimaknai bahwa
penduduk DIY semakin sadar akan pentingnya pendidikan dalam
rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
3. Kesehatan
Selama tahun 2009 s/d 2013, Angka Kematian Bayi per 100
kelahiran hidup DIY mengalami peningkatan. Tahun 2009
sampai dengan 2011, Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran
adalah 19 kemudian naik menjadi 25 per 1.000 kelahiran bayi di
tahun 2012. Kenaikan AKB tersebut perlu mendapatkan
perhatian khusus terkait upaya penurunannya, dikarenakan
kenaikannya yang drastis dan angka tersebut melebihi dari
target Millennium Development Goals (MDGs) Nasional di tahun
2015 yang sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup.
Persoalan lainnya adalah jaminan kesehatan sosial masyarakat
yang menjadi persoalan sepanjang tahun. Keluhan masyarakat
yang tidak mendapat layanan kesehatan terus terjadi, khususnya
kelompok masyarakat miskin. Selain itu perlu peningkatan
perbaikan infrastruktur puskesmas, perbaikan kualitas layanan,
perbaikan kualitas SDM dan perbaikan kualitas obat.
4. Pemerintahan
Salah satu perubahan kebijakan pemerintah adalah perubahan UU No 13
Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta yang menjadi semangat
baru dalam tata kelola pemerintah DIY. Perubahan kebijakan tentu menjadi
keharusan oleh Pemerintah Daerah DIY yang mengadopsi UU No 13 tahun
2012 untuk semangat perubahan tata kelola pemerintahan DIY yang
mengadopsi nilai-nilai Keistimewaan Yogyakarta. Beberapa kebijakan
mengenai turunan UU No 13 Tahun 2012 perlu ditindaklanjuti sebagai
tindakan penyelesaian yang menjadi kewajiban pemerintahan daerah.
Sisi lainnya, Pemerintah Daerah DIY dihadapkan pada perubahan UU No.
23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan ini tentunya
berimplikasi pada perubahan semua relasi pemerintahan, khususnya
hubungan antara Propinsi, Kabupaten dan Kota.
Maka, Pemerintah DIY perlu menyesuaikan implementasi UU No 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah dalam aturan kebijakan tingkat Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Perubahan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa juga
memberikan perubahan-perubahan kebijakan baru dalam pengaturan
tentang desa di DIY.
Permasalahan lainnya adalah terus menuju good governance dalam tata
kelola pemerintahan DI. Yogyakarta. Tentu saja penataan kelembagaan
Pemda DIY disertai dengan penguatan struktur organisasi dan
pemberdayaan staf pemerintah daerah.
5. Pariwisata
Jumlah pengunjung wisata di DIY sudah mencapai target yang
dicanangkan. Akan tetapi, persoalan jumlah wisatawan baik
domestik maupun manca negara belum signifikan dengan target
rata-rata wisatawan tinggal di Yogyakarta. Pemerintah daerah DIY
perlu membuat kajian lebih lanjut untuk meningkatkan jumlah
wisatawan lama tinggal di Yogyakarta.
Sedangkan pengembangan fasilitas infrastruktur pendukung
wisatawan memang cukup berlebih dari sisi jumlah hotel. Untuk itu
Pemerintah daerah perlu mengkaji ulang kembali pertumbuhan
hotel di Yogyakarta agar tidak menimbulkan monopoli dan
persaingan tidak sehat dalam bisnis pariwisata.
Banyak wisatawan lebih memilih desa sebagai obyek wisata
mereka. Tetapi dukungan wisata desa masih miskin inovasi dan
belum ada dukungan konkret dari pemerintah daerah.
Pemerintah daerah perlu mendorong proses pengembangan wisata
di DIY dengan bertemakan wisata lokalitas Yogyakarta.
Pengembangan wisata dengan tema lain perlu juga dikembangkan,
seperti wisata sejarah, pendidikan dan lainnya.
7. Infrastruktur
Isu lainnya adalah mengenai peran Pemda DIY dalam mendorong kebijakan
bantuan infrastruktur kepada Pemerintah Kabupaten, Kota dan Desa.
Perkembangan bantuan infrastruktur perlu di respon mengingat desa
sudah mempunyai ADD yang memadai dari pemerintah pusat untuk
program desa membangun.
Secara lebih rinci, Pemda DIY perlu merumuskan pembantuan
infrastruktur untuk kawasan pedesaan dalam bentuk lainnya dengan isu
menempatkan desa sebagai pusat pertumbuhan.
Rp
Rp
i.
j.
Dana Perimbangan :
Tahun Anggaran 2015 direncanakan
Rp 1.046.869.045.263,00
Rata rata kenaikan 11,16 %
Rp 116.830.585.451,35
Tahun Anggaran 2016 diperkirakan
Rp 1.163.699.630.714,35
Kontribusi terhadap Pendapatan Daerah 30,40 %
2. BELANJA
Dalam RAPBD 2015 Belanja mencapai Rp 3.669.426.462.513,24. Dengan
proporsi Belanja Tidak Langsung 30,70% dan Belanja Langsung 69,29%.
a. Komposisi Belanja Tidak Langsung digunakan :
1) Belanja Pegawai
46,55%
2) Belanja Bunga
3) Belanja Subsidi
4) Belanja Hibah
2,06%
5) Belanja Sosial
6) Belanja Bagi Hasil
43,06%
7) Belanja Bantuan Keuangan
7,46%
8) Belanja Tidak Terduga
0,85%
b. Belanja Langsung
1) Belanja Pegawai
6,05%
2) Belanja Barang dan Jasa
43,11%
3) Belanja Modal
27,16%
4) Belanja Bantuan Kelembagaan 23,66%
URUSAN KEWENANGAN
Berikut ini gagasan pokok-pokok pikiran DPRD untuk APBD 2016 sesuai
dengan pengelompokan urusan bidang komisi :
1. Bidang Pemerintahan
a. Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan
Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian.
(pada urusan ini terdapat 43 prioritas program)
b. Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri.
(pada urusan ini terdapat 6 prioritas program)
c. Urusan Perpustakaan dan Arsip.
(pada urusan ini terdapat 9 prioritas program)
2. Bidang Ekonomi dan Keuangan
a. Urusan Pariwisata.
(pada urusan ini terdapat 4 prioritas program)
b. Urusan Perikanan dan Kelautan.
(pada urusan ini terdapat 11 prioritas program)
c. Urusan Budaya
(pada urusan ini terdapat 5
prioritas program)
d. Urusan Sosial
(pada urusan ini terdapat 14
prioritas program)
e. Urusan Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
(pada urusan ini terdapat 11
prioritas program)
f. Urusan Agama
(pada urusan ini terdapat 8
prioritas program)
PENUTUP
Pokok-pokok pikiran yang telah tersaji dalam dokumen ini merupakan
gabungan pokok pikiran antarfraksi yang membuat ruang untuk
menjadikan APBD lebih bermakna bagi masyarakat Yogyakarta, khususnya
dalam membangun Yogyakarta sesuai dengan capaian visi dan misi-nya.
Berbagai gagasan mengenai pembangunan yang berlandaskan kearifan
lokal kami sampaikan kepada pemerintah dan masyarakat luas untuk
kemudian menjadi pedoman bagi proses perencanaan dokumen
pembangunan selanjutnya.
Kami berharap dokumen pokok-pokok pikiran yang dihasilkan oleh DPRD
sebagai lembaga perwakilan rakyat mampu membenahi berbagai
persoalan di Yogyakarta, khususnya persoalan disparitas kemiskinan yang
hingga sampai saat ini belum terselesaikan. Gagasan yang kami
kembangkan dalam pokok-pokok pikiran ini tentu tidak terlepas dari
semangat pro poor, pro growth dan pro job untuk memberikan peningkatan
kesejahteraan dan keadilan sosial bagi masyarakat Yogyakarta.