Anda di halaman 1dari 12

HIPERTENSI

I.

PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan di
seluruh dunia karena prevalensinya tinggi (Lidya, 2009). Hipertensi disebut sebagai The
Silent Killer, karena tidak menampakkan gejala yang khas. WHO memperkirakan sekitar
30% penduduk dunia tidak menyadari adanya hipertensi (Susilo dan Wulandari, 2011).
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis,
yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Kemenkes
RI, 2010).
Di Indonesia angka kejadian hipertensi berkisar 6 sampai 15% dimana masih banyak
penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan terutama di daerah pedesaan.
Sementara itu, berdasarkan data NHANES (National Health and Nutrition Examination
Survey) memperlihatkan bahwa risiko hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan
usia. Data NHANES 2005 sampai 2008 memperlihatkan kurang lebih 76,4 juta orang
berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi, berarti 1 dari 3 orang dewasa menderita
hipertensi (Candra, 2013).
Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kenaikan tekanan darah pada seseorang
antara lain adalah faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor
yang tidak dapat diubah misalnya umur dan riwayat keluarga, sedangkan faktor yang yang
dapat diubah yaitu obesitas, perokok, konsumsi alkohol, dan konsumsi makanan yang
banyak mengandung lemak atau garam (Cahyono, 2008).
Dari beberapa penelitian, tingginya prevalensi hipertensi sejalan dengan bertambahnya
umur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di enam kota besar seperti Jakarta, Padang,
Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar terhadap usia lanjut (55-85 tahun),
didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 52,5%. Dalam Cahyono (2008), seseorang yang
beresiko terkena hipertensi adalah orang yang berusia diatas 55 tahun. Bila ditinjau
perbandingan prevalensi hipertensi antara perempuan dan laki-laki, ternyata menunjukkan
angka yang bervariasi. (Sugihartono, 2007).
Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi

yang

terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal
ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis
dan terjangkau pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2013). Profil data kesehatan Indonesia
tahun 2011 menyebutkan bahwa hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan
kasus rawat inap terbanyak di rumah sakit pada tahun 2010, dengan proporsi kasus 42,38%
pria dan 57,62% wanita, serta 4,8% pasien meninggal dunia (Kemenkes RI, 2012).
1

Alasan saya memilih penyakit hipertensi ini sebagai karya tulis ilmiah adalah karena
hipertensi merupakan penyakit yang sangat mudah dijumpai di Indonesia. Prevalensi
hipertensi di Indonesia yang tinggi, tetapi hanya sebagian kecil yang terdiagnosis oleh
tenaga kesehatan. Bayangkan saja hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan
kasus rawat inap terbanyak di rumah sakit pada tahun 2010, bahkan 4,8% pasien
meninggal dunia. Penyakit ini juga tidak memiliki ciri yang khas sehingga masyarakat
sering mengabaikan tanda tanda dari penyakit yang sering disebut The Silent Killer ini.
Adapun tujuan penulis untuk menulis karya tulis ilmiah ini adalah agar para pembaca
dapat mengenali bahaya dan gejala dari hipertensi dan tidak lagi mengabaikan penyakit
seperti hipertensi ini karena jika dibiarkan saja hipertensi bisa berakibat fatal bagi
pengidapnya.
Manfaat yang bisa pembaca dapatkan setelah membaca karya tulis ilmiah ini adalah
pembaca bisa mengetahui apa itu hipertensi, faktor apa saja yang mendorong terjadinya
hipertensi dan bagaimana cara mencegah atau mengobati hipertensi. Sehingga pembaca
sadar akan pentingnya menerapkan gaya hidup sehat dan terhindar dari penyakit hipertensi
ini.

II.

PEMBAHASAN
2.1. Definisi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi
lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah yang memberikan gejala
yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit
jantung koroner (untuk pembuluh darah), dan left ventricle hypertrophy (untuk otot
jantung). Dengan target di otak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab
utama stroke yang membawa angka kematian tinggi (Bustan, 2000).
Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah yang terjadi pada saat jantung
berkontraksi, tekanan darah ini selalu lebih besar dari tekanan diastolik. Sedangkan
tekanan darah diastolik adalah tekanan darah yang terjadi pada saat jantung
berelaksasi (mengembang) (Totok Turdiyanto dkk., 2014).
Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan

menggunakan

alat

sphygmomanometer. Besarnya tekanan dinyatakan dengan satuan mmHg misalnya


120/80 mmHg, artinya tekanan darah sistolik 120 mmHg dan tekanan darah diastolik
80 mmHg (Totok Turdiyanto dkk., 2014).
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 golongan
yaitu hipertensi primer/essensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer/essensial
2

adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, sedangkan hipertensi sekunder


adalah hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti gagal ginjal kronik,
hipertiroidisme, dan kehamilan (Totok Turdiyanto dkk., 2014).
Klasifikasi tekanan darah menurut the seventh report of the joint national
committee on the detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC
7):
Klasifikasi
Normal
Prehipertensi
Hipertensi Stage 1
Hipertensi Stage 2

Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
<120
120-139
140-159
160

Dan
Atau
Atau
Atau

Diastolik (mmHg)
<80
80-90
90-99
100
(Totok Turdiyanto dkk., 2014).

2.2. Patofisiologi Hipertensi


Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzim (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat
di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat
dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya,
volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi
jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi
3

darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah
dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa
faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat
berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi
essensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi
yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten
berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di
aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun
(dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien
umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi
pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia
40-60 tahun.
(Sharma S et al, 2008).

2.3. Faktor Risiko Hipertensi


2.3.1. Faktor di Dalam Tubuh
a.

Volume curah jantung (cardiac output); semakin besar volume curah

b.

jantung, tekanan darah semakin besar


Elastisitas dinding arteri; semakin kurang elastis, tekanan darah semakin

c.

tinggi
Neurohormon (adrenalin dan noradenralin); neurohormon bersifat
vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pelepasan
neurohormon dirangsang oleh emosi, gelisah, stress, takut, marah, lelah,
atau rokok.
(Totok Turdiyanto dkk., 2014).

2.3.2. Faktor di Luar Tubuh


a.

Asupan garam, karena ion Na+ bersifat retensi (mengikat) air sehingga
ion Na+ akan memperbesar volume darah. Selain itu, garam juga
memperkuat

b.

vasokonstriksi
Mengkonsumsi

noradrenalin,
asam

jika

glizirizat

demikian
yang

akan

terkandung

memperkuat
dalam

succus

(komponen Obat Batuk Hitam), pada orang-orang tertentu dapat


c.

meningkatkan tekanan darah


Hormon estrogen dalam pil KB bersifat mengikat air dan garam sehingga
pada wanita penderita hipertensi sebaiknya tidak menjadi akseptor pil KB

d.
e.

yang mengandung estrogen


Stres, karena stress dapat menyebabkan pelepasan hormon adrenalin
Kehamilan. Totok Turdiyanto dkk. (2014)
4

f.

Kebiasaan gaya hidup tidak sehat antara lain minum minuman


beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok. Merokok merupakan salah
satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi, Merokok dapat
meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah.
Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan
tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan
kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah
dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding
pembuluh darah. (Gray, et al. 2005).

2.4. Gejala Klinis Hipertensi


Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Ada
kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita hipertensi
selalu merasakan gejala penyakit. Kenyataannya justru sebagian besar penderita
hipertensi

tidak

merasakan

adanya

gejala

penyakit.

Hipertensi

terkadang

menimbulkan gejala seperti sakit kepala, nafas pendek, pusing, nyeri dada, palpitasi,
dan epistaksis. Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan
merupakan tolak ukur keparahan dari penyakit hipertensi (WHO, 2013).

2.5. Pengobatan Hipertensi


2.5.1. Pengobatan Non Farmakologi
Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi
dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor
resiko serta penyakit lain. Terapi nonfarmakologis meliputi : menghentikan
merokok, menurunkan berat badan berlebih, menurunkan konsumsi alkohol
berlebih, latihan fisik serta menurunkan asupan garam (Yogiantoro, 2006).
Meningkatkan konsumsi asupan buah dan sayur serta menurunkan asupan
lemak. Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

2.5.2. Pengobatan Farmakologi


a.

b.

c.

Golongan diuretik
Mekanisme kerja : menghambat absorbsi garam dan air sehingga
volume darah dapat menurun akibatnya tekanan darah ikut turun
Contoh : HCT (Hydro Chloro Tiazid)
Golongan ACE-Inhibitor(Angiotensin Converting Enzim Inhibitor)
Mekanisme kerja : menghambat enzim pengkonversi angiotensin,
yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II
Contoh : Kaptopril, Lisinopril, ramipril, enalapril
Golongan ARB (Angiotensin Reseptor Blockers)
5

Mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II yang


berdaya vasokonstriksi kuat. Selain itu menghambat pembentukan

d.

aldosterone yang bersifat retensi garam dan air


Contoh : Valsartan, irbesartan, candesartan, telmisartan, olmesartan
Golongan Beta Blocker (penyekat Beta)
Mekanisme kerja : Menempati reseptor beta adrenergik. Blokade
reseptor ini menyebabkan penurunan aktifitas adrenalin dan

e.

f.

g.

h.

noradrenalin
Contoh : Propanolol, atenolol, bisoprolol
Golongan Calcium Chanel Blocker
Mekanisme kerja : Menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel
sehingga penyalur impuls dan kontraksi dinding pembuluh
Contoh : Verapamil, diltiazem, nifedipine, amlodipine
Golongan DRI (Direct Renin Inhibitor)
Menghmbat enzim renin, memicu proses yang membantu
mengendalikan tekanan darah
Contoh : Aliskiren
Golongan Direct Arterial Vasodilators
Mekanisme kerja: Berkhasiat vasodilatasi

langsung

terhadap

pembuluh darah sehingga tekanan darah turun


Contoh: Hidralazin
Golongan Penekan Sistem Saraf Pusat
Mekanisme kerja : Impuls saraf yang memberi sinyal kepada
pembuluh darah untuk menyempit, sehingga membantu menurunkan

i.

j.

tekanan darah
Contoh : Reserpin
Golongan Central Alfa II Agonis
Mekanisme kerja: Menstimulasi reseptor alfa 2 yang berdaya
vasodilatasi.
Contoh : Klonidin, Metildopa
Golongan Alfa I Blocker
Mekanisme kerja: Memblok reseptor alfa adrenergik yang ada pada
otot polos pembuluh.
Contoh :
o Alfa bloker nonselektif, contoh : fentolamin
o Alfa 1 bloker selektif, contoh : Prazosin, terazosin, doksazosin
(Aster Nila dkk., 2015)

III.

PENUTUP
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Tekanan darah pada populasi lanjut
usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg.
Patofisiologi dasar dari hipertensi adalah terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I
oleh angiotensin I converting enzim (ACE). Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi
oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. Aksi kedua adalah
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Adapun penyebab dari penyakit ini dibedakan menjadi dua macam yaitu dikarenakan
faktor dari dalam dan faktor dari luar tubuh. Contoh faktor dari dalam tubuh adalah volume
curah jantung, elastisitas dinding arteri, neurohormon (adrenalin dan noradrenalin).
Sementara contoh faktor dari luar tubuh adalah asupan garam berlebih, mengkonsumsi
asam glizirizat yang terkandung dalam obat batuk hitam, hormon estrogen dalam pil KB,
stress, kehamilan, dan kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, meminum
minuman beralkohol, dan kurang bergerak/berolahraga.
Pengobatan hipertensi secara farmakologi dapat dilakukan dengan memberikan obat
golongan diuretik (HCT), ACE-Inhibitor (kaptopril, lisinopril, Ramipril, enalapril),
Angiotensin Reseptor Blocker (valsartan, irbesartan, candesartan, telmisartan, olmesartan),
Beta Blocker (Propanolon, atenolol, bisoprolol), Calsium Chanel Blocker (verapamil,
diltiazem, nifedipine, amlodipine), Direct Renin Inhibitor (aliskiren), Direct Arterial
Vasodilator (Hidralazin), Penekan Sistem Saraf Pusat (Reserpin), Central Alfa II Agonis
(Klonidin, metildopa), Alfa I Blocker (fentolamin, prazosin, terazosin, doksazosin).
Sedangkan pengobatan hipertensi secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara
menurunkan berat badan, meningkatkan aktifitas fisik seperti berolahraga, diet garam
(natrium), mengurangi konsumsi kafein dan alkohol, dan berhenti merokok.

IV. DAFTAR PUSTAKA


Anggreini AD et al.2009.Patofisiologi Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.18).
availiable
from:
URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26067/4/Chapter%20II.pdf
Aster Nila. 2015. Farmakologi Bidang Keahlian Kesehatan, edisi pertama. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Bustan.2000.Definisi Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.16). availiable from: URL:
http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/RINAWANG%20JADI.pdf
Cahyono.2008.Faktor Resiko Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.14). available
from: URL: http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/RINAWANG%20JADI.pdf
Candra.2013.Angka epidemiologi Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.14). available
from: URL: http://digilib.unila.ac.id/2440/8/BAB%20I.pdf
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.2006.Pengobatan Hipertensi. (serial online),
(cited
2016
jun.18)
availiable
from:
URL:
http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/RINAWANG%20JADI.pdf
Gray,et al.2005.Faktor Resiko luar tubuh. (serial online), (cited 2016 jun.18) availiable
from:
URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21480/4/Chapter
%20II.pdf
Kemenkes RI.2010.Hipertensi di Indonesia. (serial online), (cited 2016 jun.14). available
from: URL: http://journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article/download/1027/759
Kemenkes RI.2012.Prevalensi Hipertensi di Indonesia. (serial online), (cited 2016 jun.16).
available
from:
URL:
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=70777&ftyp=potonga
n&potongan=S1-2014-301407-chapter1.pdf
kemenkes RI.2013. Prevalensi Hipertensi di Indonesia. (serial online), (cited 2016 jun.16).
available
from:
URL:
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=70777&ftyp=potonga
n&potongan=S1-2014-301407-chapter1.pdf
Lidya.2009.Pengertian Hipertensi Secara Umum. (serial online), (cited 2016 jun.13).
available
from:
URL:
http://journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article/download/1027/759
Purnomo.2009.Akibat Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.14). available from:
URL:http://journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article/download/1027/759
Sharma,S.2008.Patofisiologi Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.16) availiable
from:
URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26067/4/Chapter
%20II.pdf
Sheps.2005.Definisi Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.16). availiable from: URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf
Sugihartono.2007.Tingginya Prevalensi Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.16).
available
from:
URL:
http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/RINAWANG
%20JADI.pdf
Susilo dan wulandari.2011.Epidemiologi Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.13).
available
from:
URL:
http://journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article/download/1027/759
Totok turdiyanto. 2014. Farmakologi Untuk Smk Farmasi, edisi pertama. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
8

WHO.2013.Gejala Klinis Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.27) available from:
URL:
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=70777&ftyp=potonga
n&potongan=S1-2014-301407-chapter1.pdf

V. LAMPIRAN
5.1. Contoh Resep

5.2. Skrining Resep


No
1.

Analisis
Inscriptio

Keterangan

Ada

Tidak Ada

a. Tanggal ditulisnya resep

b. Tempat ditulisnya resep

a. Tanda R/

Invecatio

Praescriptio

a. Nama obat

/ordonatio

b. Jumlah obat

4.

Signatura

a. Aturan pakai

5.

Subcriptio

a. Paraf/tanda tangan dokter yang

menulis

5.3. Pembahasan Obat-obat Pada Resep


Berdasarkan resep diatas, pasien mendapatkan obat-obatan sebagai berikut:
1. Glimepiride satu miligram
9

a. Indikasi : sebagai penunjang diet dan olahraga pada pengobatan pasien


diabetes tipe dua, dapat dipakai bersama metformin dan insulin.
b. Kontra Indikasi : Hipersensitivitas, pasien ketoasidosis diabetik, dengan
atau tanpa koma
c. Dosis : awal : satu miligram per hari, dosis dapat dinaikan berdasarkan
pemeriksaan monitor kadar gula rutin dengan interfal satu sampai dua
minggu. Maksimal delapan miligram perhari. Semua dosis diminum
sehari satu kali
d. Dosis dalam resep : satu kali sehari
e. Mekanisme kerja : Glimipiride bekerja terutama menurunkan kadar
glukosa darah dengan perangsangan sekresi insulin dari sel beta
pankreas yang masih berfungsi. Selain itu, aktivitas sulfonilurea seperti
glimipiride dapat juga melalui efek ekstra pankreas, hal ini didukung
oleh studi preklinis dan klinis yang menunjukkan bahwa pemberian
glimipiride dapat meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap
insulin.
f. Efek samping : Gangguan pada saluran cerna seperti muntah, nyeri
lambung dan diare, reaksi alergi seperti pruritus, erythema, urtikaria,
erupsi morbiliform atau maculopapular, gangguan metabolisme berupa
hyponatremia,

perubahan

pada

akomodasi

dan/atau

kaburnya

penglihatan, reaksi hematologik seperti leukopenia, agranulositosis,


trombositopenia, anemia hemolitik, anemia aplastik, dan pansitopenia.
2. Metformin 500 miligram
a. Indikasi : diabetes militus tipe dua dan penderita yang sudah
overweight yang kadar gula darahnya tidak bisa dikontrol dengan diet
saja, sebagai monoterapi atau kombinasi dengan sulfonilurea, tambahan
terapi pada pasien diabetes militus tipe satu
b. Kontra Indikasi : Penderita kardiovaskular, gagal ginjal, gagal hati,
dehidrasi dan peminum alkohol, koma diabetik, ketoasidosis, infark
miokardial, keadaan penyakit kronik akut yang berkaitan dengan
hipoksia jaringan, keadaan yang berhubungan dengan asidosis laktat
seprti syok, insufisiensi pulmonar, riwayat asidosis laktat.
c. Dosis : awal : sehari tiga kali 500 miligram. maksimal tiga gram
perhari.
d. Dosis dalam resep : dua kali sehari
e. Mekanisme kerja : Mekanisme kerja metformin yang tepat tidak jelas,
walaupun demikian metformin dapat memperbaiki sensitivitas hepatik
dan periferal terhadap insulin tanpa menstimulasi sekresi insulin serta
10

menurunkan absorpsi glukosa dari saluran lambung-usus. Metformin


hanya mengurangi kadar glukosa darah dalam keadaan hiperglikemia
serta tidak menyebabkan hipoglikemia bila diberikan sebagai obat
tunggal..
f. Efek Samping : bersifat reversible pada saluran cerna termasuk
anoreksia, gangguan perut, mual, muntah, rasa logam pada mulut dan
diare, dapat menyebabkan asidosis laktat, anemia megaloblastik,
pneumonitis, dan vaskulitis.
3. Amlodipine lima miligram
a. Indikasi : pengobatan hipertensi. Pengobatan awal leukemia yang
disebabkan angina stabil dan / atau vasoplasma/ vasokonstriksi dari
vaskulator koroner
b. Kontra Indikasi :

Penderita-penderita

yang

sensitif

terhadap

dihidropiridin.
c. Dosis : dowsis awal : lima miligram satu kali sehari dan dapat di
tingkatkan maksimum 10 miligram
d. Dosis dalam resep : satu kali sehari
e. Meknisme kerja : Menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel
sehingga penyalur impuls dan kontraksi dinding pembuluh
f. Efek Samping : sakit kepala, edema, lelah, mual, kemerahan (flushing),
dan pusing pusing
4. Lisinopril 10 miligram
a. Indikasi : terapi tambahan pada pada pengobatan diuretik, hipertensi
esensial dengan renovaskular, ifark miokard akut.
b. Kontra Indikasi : tidak boleh diberikan pada orang yang sensitif
terhadap lisinopril, pada penderita yang secara historis pernah
menderita angioedema sebagai akibat pengobatan sebelumnya dengan
obat penghambat Angiotensin Converting Enzyme.
c. Dosis : hipertensi esensial : sehari 10 miligram, pemeliharaan : 20
miligram, hipertensi renovaskular : dosis awal: 2,5 miligram 5
miligram
d. Dosis dalam resep : satu kali sehari
e. Mekanisme kerja : menghambat enzim pengkonversi angiotensin, yang
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II
f. Efek Samping : Hipotensi Edema angioneurotik, Edema angioneurotik
yang disertai edema laring dapat mematikan, reaksi hipersensitivitas
lain yang mencakup urtikaria dan takikardia, nyeri abdomen, mulut
kering, ikterus hepatoselular atau kolestatik, perubahan suasana
perasaan (mood), perasaan bingung (mental confusion), diaphoresis,
uremia, oliguria, anuria, disfungsi ginjal, gagal ginjal akut, impoten.
11

5.4. Informasi Obat Kepada Pasien


a. Glimepiride satu milligram untuk keluhan gula darah, sebanyak 30 tablet,
diminum satu kali sehari pada pagi hari
b. Metformin 500 miligram yang merupakan kombinasi glimepiride untuk keluhan
gula darah sebanyak 60 tablet, diminum dua kali sehari pada pagi dan malam hari
c. Amlodipine lima miligram untuk keluhan hipertensi sebanyak 30 tablet, diminum
satu kali sehari pada pagi hari
d. Lisinopril 10 miligram yang merupakan kombinasi amlodipine untuk keluhan
hipertensi sebanyak 30 tablet, diminum satu kali sehari pada malam hari
e. Obat disimpan di suhu kamar dan hindari terkena sinar matahari secara langsung
f. Agar pengobatan bisa berjalan dengan baik maka pasien perlu dianjurkan untuk
menerapkan gaya hidup sehat seperti memperbaiki pola makan, berhenti merokok,
berhenti meminum kopi dan minuman yang mengandung alkohol, dan
berolahraga serta beristirahat secara teratur.

5.5. Kesimpulan Resep


Dari resep diatas dapat disimpulkan bahwa pasien menderita penyakit hipertensi
dan diabetes militus tipe dua sehingga pasien diberikan obat berupa glimepiride yang
digunakan untuk penurun kadar gula dan metformin yang bekerja menurunkan kadar
gula darah dan mencegah peningkatan produksi insulin. Amlodipine untuk keluhan
hipertensi yang merupakan obat golongan Calcium Chanel Blocker dan Lisinopril
untuk keluhan hipertensi yang merupakan kombinasi dari amlodipine yang merupakan
obat golongan Angiotensin Converting Enzim Inhibitor.

12

Anda mungkin juga menyukai