I.
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan di
seluruh dunia karena prevalensinya tinggi (Lidya, 2009). Hipertensi disebut sebagai The
Silent Killer, karena tidak menampakkan gejala yang khas. WHO memperkirakan sekitar
30% penduduk dunia tidak menyadari adanya hipertensi (Susilo dan Wulandari, 2011).
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis,
yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Kemenkes
RI, 2010).
Di Indonesia angka kejadian hipertensi berkisar 6 sampai 15% dimana masih banyak
penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan terutama di daerah pedesaan.
Sementara itu, berdasarkan data NHANES (National Health and Nutrition Examination
Survey) memperlihatkan bahwa risiko hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan
usia. Data NHANES 2005 sampai 2008 memperlihatkan kurang lebih 76,4 juta orang
berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi, berarti 1 dari 3 orang dewasa menderita
hipertensi (Candra, 2013).
Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kenaikan tekanan darah pada seseorang
antara lain adalah faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor
yang tidak dapat diubah misalnya umur dan riwayat keluarga, sedangkan faktor yang yang
dapat diubah yaitu obesitas, perokok, konsumsi alkohol, dan konsumsi makanan yang
banyak mengandung lemak atau garam (Cahyono, 2008).
Dari beberapa penelitian, tingginya prevalensi hipertensi sejalan dengan bertambahnya
umur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di enam kota besar seperti Jakarta, Padang,
Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar terhadap usia lanjut (55-85 tahun),
didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 52,5%. Dalam Cahyono (2008), seseorang yang
beresiko terkena hipertensi adalah orang yang berusia diatas 55 tahun. Bila ditinjau
perbandingan prevalensi hipertensi antara perempuan dan laki-laki, ternyata menunjukkan
angka yang bervariasi. (Sugihartono, 2007).
Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi
yang
terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal
ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis
dan terjangkau pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2013). Profil data kesehatan Indonesia
tahun 2011 menyebutkan bahwa hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan
kasus rawat inap terbanyak di rumah sakit pada tahun 2010, dengan proporsi kasus 42,38%
pria dan 57,62% wanita, serta 4,8% pasien meninggal dunia (Kemenkes RI, 2012).
1
Alasan saya memilih penyakit hipertensi ini sebagai karya tulis ilmiah adalah karena
hipertensi merupakan penyakit yang sangat mudah dijumpai di Indonesia. Prevalensi
hipertensi di Indonesia yang tinggi, tetapi hanya sebagian kecil yang terdiagnosis oleh
tenaga kesehatan. Bayangkan saja hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan
kasus rawat inap terbanyak di rumah sakit pada tahun 2010, bahkan 4,8% pasien
meninggal dunia. Penyakit ini juga tidak memiliki ciri yang khas sehingga masyarakat
sering mengabaikan tanda tanda dari penyakit yang sering disebut The Silent Killer ini.
Adapun tujuan penulis untuk menulis karya tulis ilmiah ini adalah agar para pembaca
dapat mengenali bahaya dan gejala dari hipertensi dan tidak lagi mengabaikan penyakit
seperti hipertensi ini karena jika dibiarkan saja hipertensi bisa berakibat fatal bagi
pengidapnya.
Manfaat yang bisa pembaca dapatkan setelah membaca karya tulis ilmiah ini adalah
pembaca bisa mengetahui apa itu hipertensi, faktor apa saja yang mendorong terjadinya
hipertensi dan bagaimana cara mencegah atau mengobati hipertensi. Sehingga pembaca
sadar akan pentingnya menerapkan gaya hidup sehat dan terhindar dari penyakit hipertensi
ini.
II.
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi
lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah yang memberikan gejala
yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit
jantung koroner (untuk pembuluh darah), dan left ventricle hypertrophy (untuk otot
jantung). Dengan target di otak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab
utama stroke yang membawa angka kematian tinggi (Bustan, 2000).
Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah yang terjadi pada saat jantung
berkontraksi, tekanan darah ini selalu lebih besar dari tekanan diastolik. Sedangkan
tekanan darah diastolik adalah tekanan darah yang terjadi pada saat jantung
berelaksasi (mengembang) (Totok Turdiyanto dkk., 2014).
Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan
menggunakan
alat
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
<120
120-139
140-159
160
Dan
Atau
Atau
Atau
Diastolik (mmHg)
<80
80-90
90-99
100
(Totok Turdiyanto dkk., 2014).
darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah
dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa
faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat
berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi
essensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi
yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten
berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di
aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun
(dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien
umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi
pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia
40-60 tahun.
(Sharma S et al, 2008).
b.
c.
tinggi
Neurohormon (adrenalin dan noradenralin); neurohormon bersifat
vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pelepasan
neurohormon dirangsang oleh emosi, gelisah, stress, takut, marah, lelah,
atau rokok.
(Totok Turdiyanto dkk., 2014).
Asupan garam, karena ion Na+ bersifat retensi (mengikat) air sehingga
ion Na+ akan memperbesar volume darah. Selain itu, garam juga
memperkuat
b.
vasokonstriksi
Mengkonsumsi
noradrenalin,
asam
jika
glizirizat
demikian
yang
akan
terkandung
memperkuat
dalam
succus
d.
e.
f.
tidak
merasakan
adanya
gejala
penyakit.
Hipertensi
terkadang
menimbulkan gejala seperti sakit kepala, nafas pendek, pusing, nyeri dada, palpitasi,
dan epistaksis. Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan
merupakan tolak ukur keparahan dari penyakit hipertensi (WHO, 2013).
b.
c.
Golongan diuretik
Mekanisme kerja : menghambat absorbsi garam dan air sehingga
volume darah dapat menurun akibatnya tekanan darah ikut turun
Contoh : HCT (Hydro Chloro Tiazid)
Golongan ACE-Inhibitor(Angiotensin Converting Enzim Inhibitor)
Mekanisme kerja : menghambat enzim pengkonversi angiotensin,
yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II
Contoh : Kaptopril, Lisinopril, ramipril, enalapril
Golongan ARB (Angiotensin Reseptor Blockers)
5
d.
e.
f.
g.
h.
noradrenalin
Contoh : Propanolol, atenolol, bisoprolol
Golongan Calcium Chanel Blocker
Mekanisme kerja : Menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel
sehingga penyalur impuls dan kontraksi dinding pembuluh
Contoh : Verapamil, diltiazem, nifedipine, amlodipine
Golongan DRI (Direct Renin Inhibitor)
Menghmbat enzim renin, memicu proses yang membantu
mengendalikan tekanan darah
Contoh : Aliskiren
Golongan Direct Arterial Vasodilators
Mekanisme kerja: Berkhasiat vasodilatasi
langsung
terhadap
i.
j.
tekanan darah
Contoh : Reserpin
Golongan Central Alfa II Agonis
Mekanisme kerja: Menstimulasi reseptor alfa 2 yang berdaya
vasodilatasi.
Contoh : Klonidin, Metildopa
Golongan Alfa I Blocker
Mekanisme kerja: Memblok reseptor alfa adrenergik yang ada pada
otot polos pembuluh.
Contoh :
o Alfa bloker nonselektif, contoh : fentolamin
o Alfa 1 bloker selektif, contoh : Prazosin, terazosin, doksazosin
(Aster Nila dkk., 2015)
III.
PENUTUP
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Tekanan darah pada populasi lanjut
usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg.
Patofisiologi dasar dari hipertensi adalah terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I
oleh angiotensin I converting enzim (ACE). Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi
oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. Aksi kedua adalah
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Adapun penyebab dari penyakit ini dibedakan menjadi dua macam yaitu dikarenakan
faktor dari dalam dan faktor dari luar tubuh. Contoh faktor dari dalam tubuh adalah volume
curah jantung, elastisitas dinding arteri, neurohormon (adrenalin dan noradrenalin).
Sementara contoh faktor dari luar tubuh adalah asupan garam berlebih, mengkonsumsi
asam glizirizat yang terkandung dalam obat batuk hitam, hormon estrogen dalam pil KB,
stress, kehamilan, dan kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, meminum
minuman beralkohol, dan kurang bergerak/berolahraga.
Pengobatan hipertensi secara farmakologi dapat dilakukan dengan memberikan obat
golongan diuretik (HCT), ACE-Inhibitor (kaptopril, lisinopril, Ramipril, enalapril),
Angiotensin Reseptor Blocker (valsartan, irbesartan, candesartan, telmisartan, olmesartan),
Beta Blocker (Propanolon, atenolol, bisoprolol), Calsium Chanel Blocker (verapamil,
diltiazem, nifedipine, amlodipine), Direct Renin Inhibitor (aliskiren), Direct Arterial
Vasodilator (Hidralazin), Penekan Sistem Saraf Pusat (Reserpin), Central Alfa II Agonis
(Klonidin, metildopa), Alfa I Blocker (fentolamin, prazosin, terazosin, doksazosin).
Sedangkan pengobatan hipertensi secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara
menurunkan berat badan, meningkatkan aktifitas fisik seperti berolahraga, diet garam
(natrium), mengurangi konsumsi kafein dan alkohol, dan berhenti merokok.
WHO.2013.Gejala Klinis Hipertensi. (serial online), (cited 2016 jun.27) available from:
URL:
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=70777&ftyp=potonga
n&potongan=S1-2014-301407-chapter1.pdf
V. LAMPIRAN
5.1. Contoh Resep
Analisis
Inscriptio
Keterangan
Ada
Tidak Ada
a. Tanda R/
Invecatio
Praescriptio
a. Nama obat
/ordonatio
b. Jumlah obat
4.
Signatura
a. Aturan pakai
5.
Subcriptio
menulis
perubahan
pada
akomodasi
dan/atau
kaburnya
Penderita-penderita
yang
sensitif
terhadap
dihidropiridin.
c. Dosis : dowsis awal : lima miligram satu kali sehari dan dapat di
tingkatkan maksimum 10 miligram
d. Dosis dalam resep : satu kali sehari
e. Meknisme kerja : Menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel
sehingga penyalur impuls dan kontraksi dinding pembuluh
f. Efek Samping : sakit kepala, edema, lelah, mual, kemerahan (flushing),
dan pusing pusing
4. Lisinopril 10 miligram
a. Indikasi : terapi tambahan pada pada pengobatan diuretik, hipertensi
esensial dengan renovaskular, ifark miokard akut.
b. Kontra Indikasi : tidak boleh diberikan pada orang yang sensitif
terhadap lisinopril, pada penderita yang secara historis pernah
menderita angioedema sebagai akibat pengobatan sebelumnya dengan
obat penghambat Angiotensin Converting Enzyme.
c. Dosis : hipertensi esensial : sehari 10 miligram, pemeliharaan : 20
miligram, hipertensi renovaskular : dosis awal: 2,5 miligram 5
miligram
d. Dosis dalam resep : satu kali sehari
e. Mekanisme kerja : menghambat enzim pengkonversi angiotensin, yang
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II
f. Efek Samping : Hipotensi Edema angioneurotik, Edema angioneurotik
yang disertai edema laring dapat mematikan, reaksi hipersensitivitas
lain yang mencakup urtikaria dan takikardia, nyeri abdomen, mulut
kering, ikterus hepatoselular atau kolestatik, perubahan suasana
perasaan (mood), perasaan bingung (mental confusion), diaphoresis,
uremia, oliguria, anuria, disfungsi ginjal, gagal ginjal akut, impoten.
11
12