Anda di halaman 1dari 7

Indonesia Patent

3,677,900
17 Maret 2016

KARAKTERISTIK LAPISAN TIO2


METODE SPRAY DALAM DYESENSITIZED SOLAR CELL
Vera Kamila Nur Sidqa

Abstrak. Karakteristik lapisan TiO2 hasil metode


spray dari alat airbrush dalam Dye-Sensitized Solar
Cell (DSSC) dipelajari dari morfologi permukaan
TiO2 dan karakteristik I-V DSSC. Variasi jumlah
spray adalah 20, 40, dan 60 kali dengan variasi
temperatur annealing lapisan TiO2 yang digunakan
untuk masing-masing spray adalah 300C, 400C,
dan 500C. Dye berasal dari klorofil Spirulina Sp
yang digunakan sebagai sensitizer pada struktur
DSSC. Karakteristik I-V dari DSSC menunjukkan
bahwa variasi spray dan temperatur lapisan TiO2
membentuk kurva karakteristik dioda. Secara
umum temperatur annealing 400C memiliki nilai
Voc yang besar dibandingkan dengan temperatur
annealing 300C dan 500C. Besarnya nilai Voc
berkaitan erat dengan daya serap TiO 2 terhadap
dye yang besar. Selain itu, model agglomerasi
butiran TiO2 pada 400C memperkirakan bahwa
elektron yang berdifusi dalam TiO 2 dan berhasil
mencapai
elektroda
kerja
lebih
banyak
dibandingkan dengan model agglomerasi pada
300 C dan 500 C.
o

Gambar 1. Morfologi lapisan TiO2 menggunakan kamera AFM


dengan variasi spray 20, 40, dan 60 kali pada temperatur
300 C, 400 C, 500 C
o

Gambar 2. Karakteristik IV DSSC dengan jumlah spray (a) 20


kali, (b) 40 kali, dan (c) 60 kali dengan variasi temperatur pada
300C, 400C dan 500C

Karakteristik Lapisan TiO2 Metode Spray


dalam Dye-Sensitized Solar Cell
TiO2 banyak diteliti karena memiliki peran sebagai
media transportasi elektron tereksitasi yang berasal
dari dye menuju elektroda kerja (Yamamoto, et al,
2011). Jumlah elektron pada elektroda kerja akan
menentukan efisiensi suatu DSSC. Beberapa metode
deposisi TiO2 di atas TCO diantaranya yaitu slip casting
(Nuryadi, 2011), doctor blade (Liu, et al, 2011), spin
coating (Dai et al, 2002) dan spray (Lopez and Jacoby,
2002). Metode-metode tersebut memiliki keunggulan
dan
kelemahannya
masing-masing.
Keunggulan
metode spray adalah mudah penggunaannya, murah
peralatannya, dan ketebalan lapisan TiO 2 dapat
dikontrol. Pada eksperimen yang kami lakukan adalah
dengan variasi jumlah spray yang juga sekaligus
mengontrol ketebalan. Variasi jumlah spray adalah 20,
40, dan 60 kali. Untuk masing-masing jumlah spray,
digunakan 3 variasi temperatur annealing yaitu 300C,
400C dan 500C. Selanjutnya lapisan-lapisan TiO 2 ini
digunakan dalam pembuatan stuktur DSSC. Sifat listrik
DSSC tersebut ditentukan dengan menggunakan
Keithley I-V meter.
Eksperimen dilakukan dengan cara larutan TiO 2 (0,25
M) dimasukkan dalam tabung airbrush, kemudian
disemprotkan (spray) ke atas substrat TCO. Satu kali
spray artinya satu kali usapan TiO 2 di atas permukaan
TCO. Variasi jumlah spray sebanyak 20, 40, dan 60kali
kemudian masing-masing jumlah spray di annealing
pada temperatur 300C, 400C dan 500C. TCO
terlapisi TiO2 ini digunakan dalam pembuatan DSSC
struktur sandwich. Dye Spirulina Sp diperoleh dengan

melarutkan klorofil Spirulina Sp dalam n-hexane


dengan perbandingan 1:30. Elektroda lawan dibuat
dengan cara melapisi karbon dari pensil di atas FTO.
Sedangkan elektrolit yang digunakan berasal dari 0,8
gr potassium iodine (KI) yang dilarutkan dalam 10 mL
polyethylene glycol kemudian diaduk sampai homogen.
Setelah itu, ditambahkan 0,127 gr iodine (I2) dan
diaduk kembali sampai dengan homogeny sifat listrik
struktur DSSC diukur dengan menggunakan Keithley I-V
meter yang dapat menunjukkan karakteristik dioda
atau Ohmik. Seperti halnya p-n junction maka DSSC
yang baik akan menunjukkan karakteristik dioda.
Dari hasil karakteristik menggunakan kamera AFM dan
I-V meter, dapat diperoleh morfologi lapisan TiO 2 dan
kurva karakteristik dioda dari masing-masing jumlah
spray dengan temperatur annealing yang berbedabeda. Gambar 1 menunjukkan morfologi lapisan TiO 2
pada 480 m x 360 m yang dilihat dengan
menggunakan CCD kamera digital AFM (high
resolution= 1 m) untuk masing-masing temperatur
annealing dan jumlah spray. Secara kuantitatif, ukuran
butir TiO2 tidak dapat ditentukan dari Gambar 1.
Namun, secara kualitatif terjadi kecenderungan
agglomerasi TiO2 yang bertambah besar dengan
naiknya temperatur annealing.Hal ini sesuai dengan
teori (Hawa and Zachariah, 2006) yang menyatakan
bahwa terjadi difusi butir-butir dan bergabungnya butirbutir tersebut satu sama lain menjadi butiran yang
lebih besar (agglomerasi) akibat naiknya temperatur.
Pada temperatur 300oC, lapisan TiO2 memiliki grain
size yang teratur dan terpisah satu sama lain. Elektron
eksitasi dari dye diinjeksikan (tanda panah 1) ke pita
konduksi TiO2 atau elektron berada dalam TiO2
kemudian elektron tersebut berdifusi dan berpindah ke

elektroda kerja (tanda panah 2). Kehilangan elektron


pada dye akan diganti oleh elektron hasil redoks
elektrolit (tanda panah 3). Banyaknya grain boundary
menyebabkan difusi elektron menuju elektroda tidak
maksimal (Pang and Wynblatt, 2006). Pada 400 oC
beberapa grain bersatu satu sama lain dan agglomerasi
membentuk grain yang lebih besar. Dye banyak
terserap di atas lapisan TiO2 dan elektron eksitasi
banyak juga yang diinjeksikan ke dalam grain TiO2.
Sehingga elektron-elektron yang berdifusi menuju
elektroda kerja semakin banyak. Elektron-elektron
tersebut banyak disumbang oleh grain-grain yang
berdekatan dengan elektroda kerja. Sedangkan
elektron-elektron yang posisinya relatif jauh dengan
elektroda kerja akan terhambat oleh grain boundary
ataupun terjadinya rekombinasi elektron-hole. Pada
suhu 500oC, terjadi agglomerasi secara menyeluruh
sehingga menghasilkan ukuran grain yang lebih luas
(Lopez and Biswas, 2010). Keadaan ini disebabkan
karena temperatur yang diberikan pada proses
pemanasan TiO2 terlalu tinggi (Kaewwiset, et al, 2008).
Jika grain size-nya semakin luas, terjadi kompetisi
antara difusi elektron untuk mencapai elektroda
dengan terjadinya rekombinasi elektron-hole sepanjang
perjalanannya menuju elektroda kerja.
Dari ketiga model di atas, diperkirakan bahwa jumlah
elektron yang berhasil mencapai elektroda jika
diurutkan dari yang terbanyak berdasarkan temperatur
annealing adalah pada temperatur 400oC, 300oC, dan
500oC. Hal ini didukung oleh kurva karakteristik I-V
DSSC dari masing-masing jumlah spray dengan variasi
temperatur yang membentuk dioda dengan arus yang
berbeda-beda seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2, tegangan open circuit (Voc),
potensial listrik antara dua elektroda ketika arus sama

dengan nol, dapat ditentukan. Urutan nilai Voc dari yang


terbesar untuk masing-masing jumlah spray 20, 40 dan
60 kali adalah pada temperatur 400 C, 300 C, dan
500 C. Potensial listrik yang timbul berkaitan erat
dengan keberadaan muatan (elektron) pada elektroda.
Oleh karena itu, pada temperatur 400 C elektron yang
berada di elektroda kerja lebih banyak jika
dibandingkan pada 300 C dan 500 C untuk masingmasing jumlah spray.
o

Claim:
Metode spray dalam dye-sintized solar cell dilakukan
dengan cara:
a. Larutan TiO2 (0,25 M) dimasukkan dalam tabung
airbrush, kemudian disemprotkan (spray) ke atas
substrat TCO.
b. Variasi jumlah spray sebanyak 20, 40, dan 60kali
kemudian masing-masing jumlah spray di
annealing pada temperatur 300C, 400C dan
500C. TCO terlapisi TiO2 ini digunakan dalam
pembuatan DSSC struktur sandwich.
c. Dye Spirulina Sp diperoleh dengan melarutkan
klorofil Spirulina Sp dalam n-hexane dengan
perbandingan 1:30.
d. Sedangkan elektrolit yang digunakan berasal dari
0,8 gr potassium iodine (KI) yang dilarutkan
dalam 10 mL polyethylene glycol kemudian
diaduk sampai homogen.
e. Ditambahkan 0,127 gr iodine (I2) dan diaduk
kembali sampai dengan homogeny sifat listrik
struktur DSSC diukur dengan menggunakan
Keithley I-V meter.

Anda mungkin juga menyukai