FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
Jl. Achmad Yani Km. 36 Fakultas Teknik UNLAM Banjarbaru 70714
Telp: (0511) 4773868 Fax: (0511) 4781730,
Kalimantan Selatan, Indonesia
Tim Penyusun :
Mustafa Kamal
(H1E112026)
Raudhyna Zata N
(H1E112033)
Romadhini Putri W
(H1E112044)
M. Bagus Darmawan
(H1E112212)
TUGAS MAKALAH
MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI
Pengaruh Penambangan Batu Bara terhadap Kejadian Penyakit Malaria
di Kecamatan Simpang Empat
DOSEN
DR. Qomariyatus Sholihah, Amd. Hyp, S.T., M.Kes.
NIP. 19780420 200501 2 002
DISUSUN OLEH :
Mustafa Kamal
Raudhyna Zata Nadhillah
Romadhini Putri Wulandari
Muhammad Bagus Darmawan
H1E112026
H1E112033
H1E112044
H1E112212
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3
2.1 Keadaan Geologi ............................................................................... 3
2.1.1 Geologi Daerah Banjar .......................................................... 3
2.1.2 Kecamatan Simpang Empat .................................................. 4
2.2 Batubara ........................................................................................... 6
2.2.1 Pertambangan dan Penggalian ............................................... 9
2.2.2 Konsep Pengelolaan dan Konsep Pertambangan .................... 11
2.2.3 Pengertian Bahan Galian Batubara ........................................ 12
2.2.4 Materi Pembentuk Batubara .................................................. 13
2.2.5 Pembentukan Batubara ......................................................... 14
2.2.6 Kelas dan Jenis Batubara ...................................................... 16
2.2.7 Metode Penambangan ........................................................... 19
2.2.8 Pertambangan Tanpa Izin (PETI) .......................................... 21
2.2.9 Sumber Daya Batubara di Indonesia ..................................... 22
2.2.10 Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan ................................. 24
2.2.11 Gasifikasi Batubara ............................................................... 25
2.2.12 Pembersihan Batubara .......................................................... 26
2.2.13 Membuang Nox dari Batubara .............................................. 26
2.2.14 Konsumsi Batubara ............................................................... 26
iii
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sturktur Ekspor Kabupaten Banjar Tahun 2013 (Top Ten) .....................
Tabel 2.2 Struktur Output dalam Perekonomian Kabupaten Banjar Tahun 2013 ....
19
Tabel 4.1 Struktur Output dalam Perekonomian Kabupaten Banjar Tahun 2013 (Top Ten)
..............................................................................................................................
68
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Cadangan Batubara di Indonesia .......................................................
16
17
17
18
40
41
44
45
45
46
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batubara merupakan salah satu sumber energi yang kita butuhkan sampai
saat ini. Kegiatan penambangan batubara di Kalimantan Selatan semuanya berupa
tambang terbuka. Dilihat dari metode yang digunakan sudah pasti bekas
pertambangan ini menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti
lubang besar, sehingga bila musim hujan tiba akan menjadi tempat genangan air.
Dalam PP RI No 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang
mengatakan Perencanaan dan pelaksanaan yang tepat merupakan rangkaian
pengelolaan pertambangan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
sehingga akan mengurangi dampak negatif akibat kegiatan usaha pertambangan.
Keputusan
Menteri
Pertemabngan
dan
Energi
Nomor
pemeliharaan,
pengawasan,
pengendalian,
pemulihan
dan
Malaria
merupakan
penyakit
yang
disebabkan
oleh
parasit
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan pada makalah ini antara lain :
1. Mengetahui jenis habitat. jenis vector, dan reservoir penyakit disekitar
permukiman.
2. Mengetahui penyebab malaria dipemukiman penambangan batubara.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah mendapatkan faktor
yang mempengaruh penambangan batu bara yang dapat menyebabkan
penyakit malaria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keadaan Geologi
2.1.1 Geologi Daerah Banjar
Daerah Banjar memiliki morfologi pegunungan dan perbukitan bergelombang
dengan ketinggian antara 200-600 m dpl. yang dikenal sebagai Pegunungan
Bobaris. Satuan morfologi lainnya adalah dataran rendah berupa padang alangalang, dataran aluvial dan rawa-rawa (Kementerian ESDM Badan Geologi, 2012).
Daerah Banjar berada pada bagian barat daya busur Pegunungan Meratus dan
disusun oleh batuan dasar Komplek Ultrabasa (Mub) dan Batuan Metamorf (Mm)
berumur Jura (Sikumbang dan Heryanto, 1994). Batuan ultrabasa (harsburgit,
piroksenit dan serpentinit) dan batuan metamorf (sekis, filit dan kuarsit) tersebar
di sepanjang Pegunungan Bobaris dan Pegunungan Meratus dan di beberapa
tempat diterobos oleh Gabro (Mgb) berumur Kapur. Diatas batuan dasar ini
dijumpai berbagai formasi batuan, diantaranya Formasi Manunggul (Kapur),
Formasi
ini telah
memperoleh izin produksi pada lahan seluas 1575 Ha dan izin eksplorasi pada
lahan seluas 9055 Ha. Kualitas batubara di wilayah KCM menunjukkan nilai
kalori (adb) sebesar 6500 kal/gr, kadar sulfur (adb): 0,570,59 %, kadar abu
(adb): 14,715 %, dan kelembaban total (total moisture; ar): 7,78,8 %
(Export, 2001 dalam Indonesia Mineral & Coal Statistics, 2003). Produksi
batubara KCM yang pernah dilaporkan adalah
40176,87 ton (2001) (Indonesia Mineral & Coal Statistics, 2002 dan 2003).
Bekas tambang Sambawi (Paring Tali 1) menempati area persawahan dan
kebun seluas 2 hektar dan telah berhenti sejak tahun 1999. Lahan bekas tambang
ini belum direklamasi dan masih menyisakan bukaan dan dinding lapisan tanah
pucuk dan tanah penutup berupa batuan sedimen klastik setebal 25 meter
dengan kemiringan lapisan 20 o-25o kearah Barat. Genangan air danau berwarna
hijau mengalir ke areal persawahan. Karena peralatan yang tidak memadai dan
teknik penambangan yang tidak sistematis, maka tambang PETI batubara ini
ditinggalkan oleh para penambangnya. Selain itu kegiatan penambangan
dihentikan karena adanya penertiban oleh aparat Pemerintah Daerah. Produksi
batubara yang telah dihasilkan tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan
mencapai 3000 ton (Laporan Inventarisasi PETI tahun 2000; Kanwil DESM
Kalimantan Selatan).
Bekas tambang Samsul (Paring Tali 2) seluas 4 Ha masih menyisakan
bukaan dan dinding lapisan tanah pucuk dan tanah penutup yang tidak
direklamasi, berupa lembah kecil dengan genangan air berwarna merah-coklat dan
tidak mengalir. Tidak didapatkan keterangan yang memadai mengenai peralatan
dan data produksinya. Dari pemantauan lapangan diperkirakan masih terdapat sisa
cadangan batubara yang mungkin bernilai ekonomis. Berdasarkan keterangan
petugas Dinas Pertambangan Banjar, batubara Paring Tali memiliki nilai kalori
yang cukup tinggi (6500-6700 kal/g). Pada saat pemantauan di bekas tambang ini
dijumpai 2 orang penambang yang bekerja dengan menggunakan cangkul, linggis
dan alat gali tradisional lainnya, dengan produktifitas 20 karung/hari (1 karung
berisi 20 kg batubara) (Kementerian ESDM Badan Geologi, 2012).
Bahan galian lain di wilayah bekas tambang Paring Tali adalah batupasir
kuarsa dan batu lempung. Batupasir berwarna putih kekuningan mengandung
kuarsa sebagai mineral utama berukuran halus-sedang, dengan ketebalan lapisan
bervariasi antara 0,52 m. Batu lempung teroksidasi, abu-abu kecoklatan dengan
tebal 0,21 m. Data sumberdaya bahan galian industri ini tidak diketahui secara
pasti. Di wilayah Kecamatan Simpang Empat, selain batubara, intan merupakan
bahan galian lain yang dijumpai tersebar di berbagai lokasi, diantaranya di Desa
Simpang Empat (S. Padang Lumbah dan S. Anange), Sungai Raya (Guntung
Jaring), Sungai Tabuk (Surian dan Danau Wilatung), Lok Cantung (Batu Kemarau
dan Pasanangan), dan Kampung Cabi, meskipun pada saat ini penambangan intan
di daerah tersebut sudah tidak aktif lagi (Kementerian ESDM Badan Geologi,
2012).
2.2 Batubara
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara Pasal 1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah sebagian
atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan,
konstruksi,
penambangan,
Sulawesi,
indonesia.com
Maluku,
dan Papua.
Menurut
(www.batubara-indonesia.com),
management
World
Energy
batubaraCouncil
memperkirakan cadangan batubara dunia terbukti mencapai 847.488 juta ton pada
akhir 2007 yang tersebar di lebih dari 50 negara. Di Indonesia sendiri, menurut
Dirjen Minerba Kementrian ESDM Bambang Setiawan yang dikutip di majalah
Investor bulan April 2011, sumber daya dan cadangan batu bara nasional sebesar
105,2 miliar ton. Sedangkan nilai cadangan sebesar 21,13 miliar ton. Besarnya
cadangan batu bara nasional menyebabkan peningkatan produksi batu bara setiap
tahunnya. Menurut data ESDM, produksi batu bara Indonesia meningkat dari
132,352,025 ton per 2004, hingga 275,164,196 ton pada tahun 2010. Sementara
total ekspor meningkat dari 93,758,806 ton per 2004 hingga 208,000,000 ton per
2010.
Pertambangan batu bara dan emas mendominasi beberapa daerah di
Kalimantan. Ketahanan tanaman terhadap logam berat berbeda. Oleh karena itu
perlu diperoleh tanaman yang sesuai untuk reklamasi lahan tertentu. Lahan
tambang umumnya telah terkontaminasi toksit, lahan jadi beracun dan susah
ditumbuhi, disamping mengaplikasikan bakteri pereduksi sulfur dan bakteri
penetralisir toksik. lahan bekas penambangan batu bara seringkali minim bahkan
tidak ada lapisan topsoil yang sebenarnya banyak mengandung unsur hara. Usaha
untuk memperoleh tanaman yang sesuai untuk reklamasi lahan pertambangan
tertentu, dapat melalui modifikasi genetik melalui rekayasa genetika atau induksi
mutan melalui radiasi atau somaklonal variasi. Induksi mutan melalui radiasi pada
tanaman hutan belum banyak dilakukan dan umumnya tanaman daerah beriklim
dingin dan sebagian besar tanaman keras atau berkayu seperti tanaman buah pir.
Induksi mutan pada sengon merupakan usaha untuk meningkatkan ketahanan pada
tanaman kehutanan di Indonesia yang berpotensi untuk reklamasi lahan
pertambangan (Enny, 2009).
Sektor pertambangan Kalimantan Selatan pada triwulan IV 2013 tumbuh
meningkat (1,14%) lebih tinggi dibandingkan pada periode sebelumnya.
Peningkatan terjadi karena didorong oleh peningkatan permintaan luar negeri dan
stabilnya harga jual komoditas. Peningkatan yg terjadi di sektor ini tercermin dari
realisasi kegiatan usaha sektor pertambangan yang sudah stabil pada triwulan IV
2013. Selain itu, kapasitas produksi terpakai di sektor pertambangan periode ini
mencapai 67%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya
mencapai 58.75% (Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjar, 2014).
Permintaan luar negeri yang kembali meningkat terlihat dari volume
ekspor batubara di triwulan IV 2013 sebesar 35.6 juta ton. Kinerja ekspor
batubara tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor pada triwulan
sebelumnya yang hanya sebesarv27,5 juta ton. Dari hasil ke beberapa perusahaan
batubara, peningkatan produksi terjadi untuk tetap memenuhi kontrak jangka
panjang yang telah dilakukan. Beberapa faktor fundamental yang positif sempat
mengangkat harga batubara. Antara lain proyeksi sejumlah asosiasi energi dunia
bahwa dalam beberapa tahun mendatang, kebutuhan energi dunia masih akan
tetap tinggi dan harga batubara akan kembali menguat di masa mendatang. Selain
itu, ekspektasi perbaikan ekonomi China juga akan meningkatkan permintaan
batubara dari China. Penguatan harga batubara juga akan ditopang oleh penurunan
tingkat produksi batubara yang dilakukan Australia (Badan Pusat Statistik
Kabupaten Banjar, 2014).
dengan
19,
yaitu
sektor-sektor
penambangan
batubara,
sektor
Tabel 2.1 Sturktur Ekspor Kabupaten Banjar Tahun 2013 (Top Ten)
No
Kode
Keterangan Sektor
Sektor
Ekspor
Share (%)
(Juta Rp)
17
Batubara
1.994.144
41,75
23
Industri Beras
1.158.421
24,25
24
516.235
10,81
16
Budidaya ikan
345.207
7,23
Karet
159.582
3,34
19
Penggalian
158.374
3,32
32
155.084
3,25
33
79.193
1,66
28
75.804
1,59
10
28.963
0,61
Kode
Keterangan Sektor
Sektor
Output
Share (%)
(Juta Rp)
17
Batubara
2.022.087
12,11
38
Bangunan
1.768.770
10,6
23
Industri beras
1.429769
8,57
1.185.469
7,1
41
1.166.516
6,99
40
1.126.051
6,75
10
50
978.385
5,86
44
Angkutan darat
951.824
5,7
24
718.617
4,31
10
49
563.969
3,38
atau
menangani
sesuatu
untuk
mencapai
tujuan.
Hal
ini
11
adalah
tahapan
kegiatan
usaha
pertambangan
untuk
serta sarana
pengendalian dampak
12
bakteri,
pengendapan,
penumpukan,
dan
pemadatan. Dan juga karena proses geologi, yaitu dengan peningkatan tekanan
dan temperatur, maka akan terbentuk batubara. Batubara termasuk hidrokarbon
yang merupakan bahan organik berlapis berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah
mati dan teruraikan oleh bakteri anaerob dan seterusnya terkena proses kimia dan
fisika serta bersama-sama dengan mineral pengotornya dalam lapisan sedimen
yang menyebabkan pengayaan kandungan karbon (Leba, 2011).
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan, jenis-jenis
tumbuhan pembentuk Batubara dan umurnya adalah sebagai berikut:
a. Alga, dari Zaman Prekambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal
sangat sedikit endapan batubara dari periode ini Silofita, Dari zaman
Silur hingga Devon Tengah merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batubara dari periode ini.
b.
c. Gimnospermae,
13
modern, buah menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga secara umum
kurang terawetkan.
Tahap Diagenetik atau biokimia yaitu dimulai pada saat material tanaman
terdeposisi, hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi, dan gangguan biologis yang dapat
menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik
serta membentuk gambut.
Pembusukan ini dan penghancuran tersebut pada dasarnya merupakan
proses oksidasi yang disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivasi bakteri serta
jasad renik lainnya. Proses oksidasi material penyusun utama cellulose (C6H10O5)
dapat digambarkan sebagai berkut:
C6H10O5 + 6 O2
dan penghancuran yang sempurna atau kata lain tidak akan terjadi proses oksidasi
yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri aerob saja yang berfungsi
melakukan proses dekomposisi yang kemudian membentuk gambut. Dengan tidak
tersedianya oksigen maka hydrogen dan karbon akan menjadi H2O, CH4, CO,
dan CO2 (Leba, 2011).
Tahap pembentukan gambut ini sering disebut juga sebagai proses
biokimia. Gambut yang umumnya berwarna kecokelatan sampai hitam merupakan
padatan yang bersifat sarang dan masih memperlihatkan struktur tumbuhan
asalnya. Gambut masih mempunyai kandungan air yang tinggi, bisa lebih dari
50% (Leba, 2011)..
b.
15
(a)
(b)
16
(c)
(d)
(e)
(f)
Lignit atau batubara cokelat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35 75 % dari beratnya. Batubara paling muda yang
mengandung karbon sebanyak 25-35%. Bahan-bahan penyusun lignit
terdiri dari material kayu kering yang terkena tekanan tinggi. Sifat lignit
adalah rapuh serta memiliki kandungan air yang sangat tinggi sehingga
perlu dilakukan pengeringan dahulu sebelum dibakar. Sebagian besar
17
(g)
(h)
18
3. Faktor cuaca.
Meningkatmya kadar karbon dalam suatu batubara berbanding terbalik
dengan ketersediaan hydrogen dan oksigen. Hal ini dikarenakan dengan tingginya
tingkat pembatubaraan. Batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut
pula batubara bermutu rendah, contohnya lignit dan sub-bituminus yang biasanya
lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah,
memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang
rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu
batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan
semakin hitam mengkilat (Sukandarrumidi, 1995 dalam skripsi Miftahul, 2010).
Selain unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen, di dalam batubara
terdapat sulfur. Sulfur berada dalam bentuk senyawa organik dan anorganik.
Sulfur anorganik sebagian besar terdiri dari bentuk sulfit dan sulfat. Kandungan
sulfur dalam batubara bervariasi tergantung wilayah batubara tersebut berasal
(Speight, 1994 dalam skripsi Miftahul, 2010). Dibawah ini adalah persentase
senyawa sulfur dalam batubara:
Tabel 2.3 Persentase Senyawa Sulfur dalam Batubara
Unsur
Rentang
Sulfur organik
0,31-3,09 %
Sulfur pirit
0,06-3,78 %
Sulfur sulfat
0,01-1,06 %
Total sulfur
0,42-6,47 %
19
sekitar 80% produksi batubara di Australia, sementara di AS, hasil dari tambang
permukaan sekitar 67% (WCI, 2009)
A. Tambang Bawah Tanah
Ada dua metode tambang bawah tanah: tambang room-and-pillar dan
tambang longwall. Dalam tambang room-and-pillar, endapan batubara ditambang
dengan memotong jaringan ruang ke dalam lapisan batubara dan membiarkan
pilar batubara untuk menyangga atap tambang. Pilar-pilar tersebut dapat
memiliki kandungan batubara lebih dari 40% walaupun batubara tersebut dapat
ditambang pada tahapan selanjutnya. Penambangan batubara tersebut dapat
dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining (penambangan mundur),
dimana batubara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para penambang
kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut
ditinggalkan.
Tambang longwall mencakup penambangan batubara secara penuh dari
suatu bagian lapisan atau muka dengan menggunakan gunting-gunting mekanis.
Tambang longwall harus dilakukan dengan membuat perencanaan yang hati-hati
untuk memastikan adanya geologi yang mendukung sebelum dimulaikegiatan
penambangan. Kedalaman permukaan batubara bervariasi di kedalaman 100350m. Penyangga yang dapat bergerak maju secara otomatis dan digerakkan
secara hidrolik sementara menyangga atap tambang selama pengambilan batubara.
Setelah batubara diambil dari daerah tersebut, atap tambang dibiarkan ambruk.
Lebih dari 75% endapan batubara dapat diambil dari panil batubara yang dapat
memanjang sejauh 3 km pada lapisan batubara. Keuntungan utama dari tambang
roomand-pillar daripada tambang longwall adalah, tambang roomand-pillar
dapat mulai memproduksi batubara jauh lebih cepat, dengan menggunakan
peralatan bergerak dengan biaya kurang dari 5 juta dolar (peralatan tambang
longwall dapat mencapai 50 juta dolar). Pemilihan teknik penambangan
ditentukan oleh kondisi tapaknya namun selalu didasari oleh pertimbangan
ekonomisnya; perbedaan-perbedaan yang ada bahkan dalam satu tambang dapat
mengarah pada digunakannya kedua metode penambangan tersebut. (WCI, 2009).
20
B. Tambang Terbuka
Tambang Terbuka juga disebut tambang permukaan hanya memiliki
nilai ekonomis apabila lapisan batubara berada dekat dengan permukaan tanah.
Metode tambang terbuka memberikan proporsi endapan batubara yang lebih
banyak daripada tambang bawah tanah karena seluruh lapisan batubara dapat
dieksploitasi 90% atau lebih dari batubara dapat diambil. Tambang terbuka yang
besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak
alat yang besar, termasuk: dragline (katrol penarik), yang memindahkan batuan
permukaan; power shovel (sekop hidrolik); truk-truk besar, yang mengangkut
batuan permukaan dan batubara; bucket wheel excavator (mobil penggali serok);
dan ban berjalan. Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan
pertama kali dengan bahan peledak; batuan permukaan tersebut kemudian
diangkut dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah
lapisan batubara terlihat, lapisan batubara tersebut digali, dipecahkan kemudian
ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batubara dimuat
ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan
batubara atau langsung ke tempat dimana batubara tersebut akan digunakan (WCI,
2009).
2.2.8 Pertambangan Tanpa Izin (PETI)
Kegiatan penambangan emas dan intan di wilayah Kabupaten Banjar
sudah menjadi tradisi yang turun temurun, lokasinya selalu berpindah-pindah dan
bersifat musiman. Beberapa lokasi pertambangan rakyat emas dan intan ini telah
diusulkan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR), 3 diantaranya telah
ditetapkan sebagai WPR dengan SK Menteri Pertambangan dan Energi No. 612
K/ 201/M.PE/1992, yaitu Daerah Sungai Ambit, Desa Sungai Pinang (60 Ha) dan
Daerah Sungai Hatuang, Desa Rantau Nangka (168 Ha). Kemudian WPR pada
areal seluas 363.940 Ha ditetapkan dengan SK Menteri Pertambangan dan Energi
No. 2231/ 201/MPE/1994, dimana wilayah Banjar termasuk dalam areal tersebut.
Namun demikian belum ada pertambangan emas dan intan yang didukung dengan
perizinan berdasarkan Peraturan Daerah Kalimantan Selatan No. 04 Tahun 1988
(Kementerian ESDM Badan Geologi, 2012).
21
Kalimantan dan Sumatera. Telah kita ketahui bahwa batubara merupakan bahan
bakar utama selain solar yang digunakan dalam lingkup industri. Untuk nilai
ekonomisnya pun batubara dinilai lebih hemat dibanding dengan solar. Jumlah
batubara yang sangat melimpah ini sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan
listrik hingga ratusan tahun lagi.
Tetapi Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara yang tersedia
untuk dirubah menjadi energi listrik karena akan mengotori lingkungan dengan
polutan di udara berupa CO2, SO2, NOx, dan CxHx dan cara ini juga dinilai kurang
efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Sumberdaya (Resource) adalah jumlah atau kuantitas bahan galian yang
terdapat di permukaan atau di bawah permukaan bumi yang sudah diteliti tetapi
belum dilakukan studi kelayakan dan mungkin dapat diekstraksikan dengan
tingkat keberhasilan yang masih harus dipertimbangkan. Istilah sumberdaya
dalam bidang teknis kebumian dapat berkonotasi kuantitatif, yaitu perkiraan
besarnya potensi sumberdaya batubara yang secara teknis menunjukkan harapan
untuk dapat dikembangkan setelah dilakukan penelitian dan eksplorasi. Cadangan
(Reserve) adalah bagian dari sumberdaya yang telah diteliti dan dikaji
kelayakannya dengan seksama dan telah dinyatakan layak serta dapat ditambang
berdasarkan kondisi ekonomi dan teknologi pada saat itu. Terdapat empat kategori
pengertian cadangan yang sering digunakan di dunia pertambangan, yaitu :
a. Cadangan ditempat (In Place Reserve)
Cadangan ditempat diartikan sebagai jumlah batubara yang sebenarnya
terdapat di bawah permukaan yang telah dihitung dan memenuhi persyaratan
ekonomi pertambangan dalam kondisi tertentu. Cadangan ditempat tidak
seluruhnya dapat ditambang, secara teknis dapat ditambang berdasarkan teknologi
yang tersedia pada saat itu. Pada proyek pertambangan komersial, cadangan
ditempat selanjutnya dievaluasi untuk memperhitungkan berapa sebenarnya
jumlah batubara yang akan dapat dimanfaatkan melalui operasi penambangan
(Leba, 2011).
b. Cadangan dapat ditambang (Mineable Reverse)
23
dilakukan
pengolahan
terlebih
dahulu
terhadap
batubara
dengan
24
sumberdaya
dan
cadangan
batubara
adalah
upaya
25
yang
terpanas.
Dibawah kondisi
ini
kebanyakan oksigen
26
Pasar batubara yang terbesar adalah Asia, yang saat ini mengkonsumsi
54% dari konsumsi batubara dunia walaupun Cina akan memasok batubara
dalam proporsi yang besar. Banyak negara yang tidak memiliki sumber daya
energi alami yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi mereka dan oleh
karena itu mereka harus mengimpor energi untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Contohnya Jepang, Cina Taipei dan Korea, mengimpor batubara ketel uap untuk
membangkitkan listrik dan batubara kokas untuk produksi baja dalam jumlah
yang besar. Bukan hanya kekurangan pasokan batubara setempat yang membuat
negara-negara mengimpor batubara, tapi demi untuk memperoleh batubara dengan
jenis tertentu. Contohnya penghasil batubara terbesar seperti Cina, AS dan India,
juga mengimpor batubara karena alasan mutu dan logistik (WCI, 2009).
Batubara akan terus memainkan peran penting dalam campuran energi
dunia, dengan kebutuhan di wilayah tertentu yang diperkirakan akan tumbuh
dengan cepat. Pertumbuhan pasar batubara ketel; uap dan batubara kokas akan
sangat kuat di negara-negara berkembang di Asia, dimana kebutuhan akan listrik
dan akan baja dalam konstruksi, produksi mobil dan kebutuhan akan peralatan
rumah tangga akan meningkat sejalan dengan bertambahnya penghasilan (WCI,
2009).
2.3 Dampak Penambangan Batubara terhadap Lingkungan
Sama seperti dengan kegeiatan lain, kegiatan penambangan batubara ini
memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu dampak positifnya berupa
meningkatkan devisa negara dan daerah tersebut. Kemudian untuk dampak
negatifnya lebih kepada masalah lingkungan. Kegiatan penambangan perlu sadar
lingkungan. Kesadaran tentang bagaimana kegiatan penambangan tetap berjalan
lancar sesuai dengan standar lingkungan dan tidak memberikan dampak yang
buruk terhadap lingkungan yang contohnya seperti meninggalkan lubang bekas
galian tanpa menutupnya kembali seperti sebelum digali. Pada area tambang
batubara, kebanyakan bekas penambangan tersebut tidak dilakukan reklamasi atau
penutupan kembali lubang bekas penambangan.
Lubang bekas penambangan inilah yang nantinya akan menimbulkan
permasalahan lingkungan dan kesehatan di masa mendatang. Pertambangan
27
batubara
terkadang
hanya
mementingkan
input
yang
diperoleh dan
28
antara lain bulldoser, backhoe, tracktor, belt conveyor, ponton, yang selalu
bergelimbang dngan tanah.
Berdasarkan fakta yang dipaparkan oleh Sukandarrumidi, 2006, terlihat
bahwa ekosistem menjadi terganggu karena faktor penambangan batubara dalam
segi pengambilan hasil tambang. Pengangkutan hasil tambang batubara keluar
area
pertambangan
biasanya
juga
menggunakan
truk-truk
besar
yang
batubara juga berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat
dari Air buangan tambang berupa luput dan tanah hasil pencucian yang
diakibatkan dari proses pencucian batubara (Arifin,Ertanto,Gustian:2010).
Pertambangan batubara memiliki keterkaitan yang erat sekali dengan
kesehatan masyarakat sekitar. Jelas saja hal ini terjadi, dari kutipan di atas dapat
dilihat bahwa air menjadi tercemar akibat pertambangan. Tidak hanya itu saja,
polusi udara dan tingkat kebisingan menjadi meningkat. Sebelum adanya
pertambangan semua aspek lingkungan sekitar masih dirasa baik, air yang bersih
untuk dikonsumsi, udara yang masih sejuk serta ketentraman yang dirasakan.
Berikut ini fakta mengenai kualitas air minum sebagai salah satu contoh kondisi
air yang mengalami perubahan dengan adanya pertambangan.
Menurunnya kualitas air disekitar pertambangan batubara awalnya
membuat masyarakat resah. Keadaan dan faktor ekonomi yang memaksa bagi
sebagian dari masyarakat untuk tetap mengkonsumsi dan memanfaatkan air
tersebut untuk keperluan sehari-hari dengan tetap mengkonsumsi air yang dirasa
kotor dan tidak baik. Kejadian seperti ini akan menunjang meningkatnya
gangguan kesehatan serta rentannya penyakit yang timbul dan diderita oleh
masyarakat. Dibawah ini fakta mengenai masyarakat yang mengalami gangguan
kesehatan atau terkena penyakit sebagai dampak dari pertambangan.
Semakin dekat pemukiman masyarakat dengan pertambangan maka air
yang terdapat di daerah tersebut berpotensi besar untuk menurunkan tingkat
kesehatan masyarakat. Seperti pepatah mengatakan bahwa hidup sehat itu mahal
harganya. Kesehatan adalah segar, bugar, bebas dari berbagai penyakit baik
penyakit yang diderita di dalam tubuh maupun penyakit yang diderita dari luar
tubuh. Seperti penjabaran di atas yang telah dijelaskan bahwa pertambangan
sangat berpengaruh besar terhadap kesehata masyarakat yang hidup di sekitar
pertambangan, bahaya yang mengancam diri mereka terkadang tidak mereka
hiraukan, karena bbagi sebagian dari masyarakat yang tinggal disana menjadi
buruh pertabangan bisa menyamung hidup mereka dan keluarga. Banyak dari
mereka yang tetap bertahan walaupun kalau dilihat dan dicermati begitu mirisnya
kehidupan yang mereka jalani, mulai dari usahatani mereka yang nenurun,tingkat
30
polusi udara yang tnggi sehingga mengacu pada buruknya tingkat kesehatan
masyarakat yang hidup dekat dengan pertambangan batubara tersebut. Untuk
meminimalisir agar tidak banyak masyarakat yang terkena penyakit, sebaiknya
masyarakat
yang
berdomisili
atau
berpemukiman
yang
dekat
dengan
pertambangann untuk bisa pindah mencari tempat yang lebih aman, baik itu dari
segi kesehatan, keamanan dan keselamatan jiwa (Arifin, dkk. 2010).
Dampak penambangan batubara pada lingkungan sebagai berikut :
Air
Penambangan batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air,
yaitu dari limbah pencucian batubara tersebut dalam hal memisahkan
batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai
sehingga warna air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan
pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut. Limbah
pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah
tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn),
mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb
merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada
manusia seperti kanker kulit.
Tanah
Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat
pertambangan batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang
tidak mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air
dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut
mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam
jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman
tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat
kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka
tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.
Udara
Penambangan batubara menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan dari
pembakaran batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida yang terlihat
31
cokelat dan juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam)
dan ground level ozone, yaitu tipe lain dari polusi yang dapat membuat
kotor udara.
Selain itu debu-debu hasil pengangkatan batubara juga sangat berbahaya
bagi kesehatan, yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi
saluran pernafasan (ISPA), dan dalam jangka panjang jika udara tersebut
terus dihirup akan menyebabkan kanker, dan kemungkinan bayi lahir
cacat.
Hutan
Penambangan batubara dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan
rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah
dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang
sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga
bisa menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang
semestinya menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini
diperparah oleh buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti
hutan rawa.
Laut
Pencemaran air laut akibat penambangan batubara terjadi pada saat
aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu,
pencemaran juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota
yang ada di sekitar laut tersebut.
Lahan terganggu akibat kegiatan eksplorasi sebagaimana itu meliputi
lubang pengeboran, sumur uji, parit uji, dan/ atau sarana penunjang. Tidak dapat
di pungkiri bahwa aktivitas pertambangan dapat dipastikan menyebabkan
rendahnya kualitas lingkungan. (Raden, 2010) Untuk mengendalikan kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas kerusahaan tambang batubara tersebut
maka diperlukan kontrol yang kuat dari seluruh stakeholder (perusahaan,
pemerintah dan seluruh masyarakat). Meminimalkan dampak negatif dari kegiatan
pertambangan ini dapat dilakukan dengan cara menyusun rencana pengelolaan
lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan, dan dapat juga melakukan
penyusunan dokumen analisis dampak lingkungan.
32
nyamuk malaria. Sebab bekas lubang atau kawah batubara dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang
tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki
kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali
sesuai
33
Menteri,
gubernuratau
bupati/walikota
sesuai
dengan
34
jangka waktu yang ditentukan dalam rencana pascatambang, pemegang izin usaha
pertambangan operasi produksi dan Izin usaha pertambangan khusus operasi
produksi wajib melaksanakan pascatambang. Pascatambang wajib dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kalender setelah sebagian atau seluruh
kegiatan usaha pertambangan berakhir (Puslitbang, 2013).
Pasal 26 menegaskan pemegang Izin usaha pertambangan Operasi
Produksi dan Izin usaha pertambangan Khusus Operasi Produksi wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan pascatambang setiap 3 bulan kepada Menteri,
gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi terhadap
laporan pelaksanaan pascatambang dalam jangka waktu paling lambat 30 hari
kalender sejak diterimanya laporan (Puslitbang, 2013).
Ketiga; Jaminan reklamasi dan pascatambang. Dalam pasal 29 ditegaskan
bahwa Pemegang Izin usaha pertambangan dan Izin usaha pertambangan Khusus
wajib menyediakan: jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang. Jaminan
reklamasi ini terdiri dari: Jaminan reklamasi tahap eksplorasi dan Jaminan
reklamasi tahap operasi produksi (Puslitbang, 2013).
Jaminan reklamasi tahap eksplorasi dalam Pasal 30 ditetapkan sesuai
dengan rencana reklamasi yang disusun berdasarkan dokumen lingkungan hidup
dan dimuat dalam rencana kerja dan anggaran biaya eksplorasi. Jaminan reklamasi
ditempatkan pada bank pemerintah dalam bentuk deposito berjangka. Penempatan
jaminan reklamasi dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kalender
sejak rencana kerja dan anggaran biaya tahap eksplorasi disetujui oleh Menteri,
gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Keempat;
Reklamasi
dan
Pascatambang
Bagi
Pemegang
Izin
35
Tidak
mengeluarkan
perizinan
baru
agar
tidak
menambah
2.4 Malaria
Menurut Depkes RI (2007), penyakit Malaria adalah suatu penyakit yang akut
maupun kronis yang disebabkan parasit Plasmodium yang ditandai dengan gejala
demam berkala, menggigil dan sakit kepala yang sering disertai dengan anemia
dan limpa yang membesar yang ditularkan secara alami melalui gigitan nyamuk
betina Anopheles sp. Sedangkan menurut WHO, malaria adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit malaria (Plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke
dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles sp) betina.
Penyakit malaria juga dapat diakibatkan karena perubahan lingkungan sekitar
seperti adanya pemanasan global yang terjadi saat ini mengakibatkan penyebaran
penyakit parasitik yang ditularkan melalui nyamuk dan serangga lainnya semakin
mengganas. Perubahan temperatur, kelembaban nisbi, dan curah hujan yang
ekstrim mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga vector sebagai
penular penyakit pun bertambah dan sebagai dampak muncul berbagai penyakit,
diantaranya demam berdarah dan malaria.
Di Indonesia sendiri malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting. Malaria di Indonesia juga telah mempengaruhi Human Development
Index, merupakan penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian,
gangguan kesehatan ibu dan anak, produktivitas angkatan kerja serta merugikan
kegiatan pariwisata (Achmadi, 2005 dalam jurnal Notobroto, 2009).
Dalam konsep epidemiologi, terdapat tiga faktor yang berpegaruh
terhadap kejadian penyakit malaria, yaitu host, agent, dan environment. Penyebab
malaria adalah parasit Plasmodium. Host terbagi menjadi dua yaitu manusia yang
dapat disebut juga sebagai intermediate host dan nyamuk malaria yang disebut
sebagai definitive host (Depkes, 1999, dalam jurnal Notobroto, 2009).
Hubungan antara host, agent, dan environment adalah sebagai berikut:
37
1. Host
Bagi penjamu ada beberapa faktor intiristik yang dapat mempengaruhi
kerentanan penjamu terhadap agent. Faktor-faktor tersebut mencakup
antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Faktor status gizi : masyarakat yang kurang gizi kurang baik dan
tinggal di daerah endemis malaria lebih rentan terhadap infeksi
penyakit malaria (Okyana, 2012).
2. Agent
Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur baik elemen hidup
ataupun tidak hidup. Bila diikuti kontak yang efektif dengan manusia yang
rentan akan menjadi stimulasi untuk memudahkan terjadinya suatu proses
penyakit. Penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu
protozoa (Okyana, 2012).
38
3. Environment
Environment (lingkungan) adalah lingkungan tempat dimana manusia dan
nyamuk berada dan terdapat suatu keadaan dimana nyamuk tersebut bisa
berkembang biak karena kondisi lingkungan yang memadai (Okyana,
2012).
2.4.1 Penyebab Penyakit Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di dalam
darah manusia. Bibit penyakit tersebut termasuk binatang bersel satu, tergolong
amuba yang disebut Plasmodium. Kerja plasmodium adalah merusak sel-sel darah
merah. Dengan perantara nyamuk anopheles, plasodium masuk ke dalam darah
manusian dan berkembang biak dengan membelah diri. Plasmodium penyebab
malaria yang ada di Indonesia terdapat beberapa jenis yaitu plasmodium
falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yang
mix atau campur (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Ada empat macam plasmodium yang menyebabkan malaria:
Parasit
Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam
siklus kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh
nyamuk.
a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia.
Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan siklus ini
terdiri dari :
39
vivax dan Plasmodium ovale, ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel
hati yang disebut hipnosoit. Hipnosoit merupaka suatu fase dari siklus hidup
parasit yang nantinya dapat menyebabkan kumat atau kambuh atau rekuensi.
Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali bahkan sampai jangka waktu 3-4
tahun. Sedangkan untuk Plasmodium ovale, dapat kambuh sampai bertahun-tahun
apabila pengobatannya tidak dilakukan dengan baik. Setelah sel hati pecah akan
keluar merozoit yang masuk ke eritrosit (fase eritrositer) (Arsin, 2012).
-
40
Fase II : Eksoeritrositer
Sporozoit menjalani fase sisogoni yang menhasilkan merozoit
eksoritrositer. Sebagian dari merozoit masuk ke dala sel darah merah dan sebagian
41
lagi tetap dalam sel hati dan disebut hipnosoit untuk Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale (Arsin, 2012).
dalam jaringan hati, dikatakan bahwa relapse pada Plasmodium vivax dan
Plamodium ovale (Arsin, 2012).
Gametozit pada infeksi Plasmodium vivax timbul pada hari ke 2-3 sesudah
terjadinya parasitemia. Pada Plasmodium falciparum setelah delapan hari dan
pada Plasmodium malariae beberapa bulan kemudian. Pada relapse, gametozit
timbul lebih cepat bila tidak disertai demam. Apabila darah manusia dihisap oleh
42
nyamuk, semua bentuk parasit malaria seperti tropozoit, sizon dan gametozit akan
masuk ke dalam lambung nyamuk. Tropozoit dan sizon akan hancur sedangkan
gametosit akan meneruskan siklus sporogoni (Arsin, 2012).
43
daerah dengan ketinggian lebih dari 2500 meter dari permukaan laut. Tempat
perkembangbiakannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi
menjadi tiga ekosistem yaitu pantai, hutan dan pegunungan.
Biasanya nyamuk Anopheles betina vektor menggigit manusia pada
malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbang (flight range) antara 0,5
3 km dari tempat perkembangbiakannya. Jika ada angin yang bertiup kencang,
dapat terbawa sejauh 20 30 km. Nyamuk Anopheles juga dapat terbawa pesawat
terbang, kapal laut atau angkutan lainnya dan menyebarkan malaria ke daerah
yang semula tidak terdapat kasus malaria. Umur nyamuk Anopheles dewasa
dialam bebas belum banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 -5
minggu. Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang
diletakkan nyamuk betina diatas permukaan air akan menetas menjadi larva,
melakukan pergantian kulit (sebanyak 4 kali) kemudian tumbuh menjadi pupa dan
menjadi nyamuk dewasa. Waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan (sejak
telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2 5 minggu tergantung spesies, makanan
yang tersedia, suhu dan kelembaban udara.
Gambar 2.8
Nyamuk Anopheles
Berikut adalah siklus nyamuk Anopheles:
1. Telur
Nyamuk betina meletakkan telurnya sebanyak 50-200 butir sekali bertelur.
Telur-telur itu diletakkan di dalam air dan mengapung di tepi air. Telur
tersebut tidak dapat bertahan di tempat kering dan dalam 2-3 hari akan
menetas menjadi larva (Arsin, 2012).
44
45
46
47
transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum
mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi.
e.
Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan penyakit malaria di
suatu daerah. Adanya danau, air payau, genangan air di hutan, persawahan,
tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat
tersebut merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria.
f.
Iklim
Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan
penyakit malaria. Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim kemarau
dengan sedikit hujan dibandingkan pada musim hujan. Pada saat musim kemarau
dengan sedikit hujan, genangan air yang terbentuk merupakan tempat yang ideal
sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria. Dengan bertambahnya
tempat perkembangbiakan nyamuk, populasi nyamuk vektor malaria juga
bertambah sehingga kemungkinan terjadinya transmisi meningkat.
2.4.2 Penularan dan Penyebaran
Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat,
sebagian besar melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah
manusia dapat terhisap oleh nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk,
dan ditularkan kembali kepada orang sehat yang digigit nyamuk tersebut. Jenisjenis vektor (perantara) malaria yaitu:
48
49
50
menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan
malaria.
3. Hujan
Jumlah hari hujan di Kabupaten Mimika menurut Stasiun BMG Timika
mempunyai jarak (rentang) antara 22-31 hari. Hampir setiap hari di Timika turun
hujan, sehingga banyak genangan air hujan di dalam kubangan, selokan, dan
kolam-kolam air bekas banjir, serta diselingi dengan pergantian musim panas
merupakan suatu keadaan penting untuk transmisi penyakit malaria. Hujan akan
memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar
kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis
tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan
berkembang biaknya nyamuk Anopheles sp.
4. Ketinggian
Umumnya malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah.
Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian diatas 2000
meter jarang ada transmisi malaria. Hal ini dapat berubah apabila terjadi
pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino. Di pegunungan Papua yang dulu
jarang ditemukan malaria kini ditemukan malaria.
5. Angin
Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan
ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.
6. Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbedabeda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. An. hyrcanus sp. dan An.
pinctulatus sp. lebih menyukai tempat yang terbuka. An. barbirostris dapat hidup
baik di tempat yang teduh maupun yang terang.
7. Arus Air
An. b arbirostris menyikai perindukan yang airnya statis/mengalir
lambat, sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang deras dan An. letifer
menyukai air tergenang.
51
8. Kadar Garam
An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 1218% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% keatas. Namun di Sumatera
Utara ditemukan pula perindukan An. sundaicus dalam air tawar.
b. Lingkungan Biologis
Lingkungan biologi adalah segala unsur flora dan fauna yang berada di
sekitar manusia, antara lain meliputi berbagai mikroorganisme patogen dan tidak
patogen, berbagai binatang dan tumbuhan yang mempengaruhi kehidupan
manusia, fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vektor penyebab penyakit
menular (Noor nasry, 2004 dalam Arsin, 2012 ). Nyamuk sebagai vektor malaria
merupakan serangga yang sukses memanfaatkan air lingkungan, termasuk air
alami dan air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer. Semua
serangga termasuk dalam daur hidupnya (siklus Hidupnya) mempunyai
tingkatantingkatan tertentu dan kadang-kadang tingkatan itu satu dengan yang
lainnya sangat berbeda. Semua nyamuk akan mengalami metamorfosa sempurna
(holometabola) mulai dari telur, jentik, pupa dan dewasa. Jentik dan pupa hidup di
air, sedangkan dewasa hidup didarat. Dengan demikian nyamuk dikenal memiliki
dua macam alam kehidupannya, yaitu kehidupan di dalam air dan di luar air
(Depkes, 2003 dalam Arsin, 2012).
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar matahari atau
melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan
pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchx spp), gambusia, nila, mujair dan
lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah dataran tinggi dan
dataran rendah. Adanya hewan ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat
mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila hewan ternak tersebut
dikandangkan tidak jauh dari rumah tempat tinggal manusia (Arsin, 2012).
c. Lingkungan Sosial-Budaya
Lingkungan sosial budaya merupakan bentuk kehidupan sosial, budaya,
ekonomi, politik, sistem organisasi serta peraturan yang berlaku bagi setiap
individu yang membentuk masyarakat tersebut. Lingkungan ini meliputi sistem
52
dan
pembangunan
pemukiman
baru/transmigrasi
sering
53
nilai budaya, kepercayaan dan perilaku. Akses organisasi berkaitan dengan sejauh
mana pelayanan kesehatan diatur untuk kenyamanan pasien, jam kerja klinik dan
waktu tunggu. Akses bahasa berarti bahwa pelayanan kesehatan dalam bahasa
atau dialek setempat yang dipahami pasien (Wijono, D.H., 2000 dalam Arsin,
2012).
e. Pengobatan Tradisional
Pada umumnya masyarakat tradisional mengatasi masalah penyakit
malaria dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang ada disekitarnya. Hampir
di setiap daerah, masayarakat secara turun-temurun memilki cara-cara tersendiri
dalam mengatasi masalah kesehatannya. Demikian pula dengan penyakit malaria,
mereka sering menggunakan akar-akaran, kulit-batang, daun dan biji-bijian dari
tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar daerah tempat tinggalnya, untuk mengobati
penyakit termasuk penyakit malaria dengan cara yang sangat sederhana (Arsin,
2012).
Tahun 2012, 74.5% kabupaten/kota di Indonesia termasuk dalam daerah
endemis malaria dan 45% penduduknya memiliki resiko tertular malaria
(Shodiana, 2013). Menurut Kemenkes RI, 2011 dalam jurnal Nurfitrianah, 2013,
malaria masih merupakan penyakit infeksi yang menjadi perhatian WHO untuk
dapat dilakukan eradikasi. Sebagian besar daerah di Indonesia masih merupakan
endemik infeksi malaria, Indonesia bagian timur seperti Papua, Maluku, Nusa
Tenggara, Sulawesi, Kalimantan dan bahkan beberapa daerah di Sumatera seperti
Lampung, Bengkulu, Riau. Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko
tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung
menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini
juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia.
Peningkatan penularan malaria sangat terkait sangat terkait dengan iklim
baik musim hujan maupun musim kemarau dan pengaruhnya bersifat lokal
spesifik. Pergantian musim akan berpengaruh baik langsung maupun tidak
langsung terhadap vektor pembawa penyakit. Pergantian global iklim yang terdiri
dari temperatur, kelembaban, curah hujan, cahaya dan pola tiupan angin
54
Gejala klinis
Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria),
yaitu:
55
a. Stadium dingin. Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan
bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya
temperatur (Arsin, 2012).
b. Stadium panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi
cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi
meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih
lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan
berkeringat (Arsin, 2012).
c. Stadium berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai
basah, temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan
merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa. Di daerah dengan
tingkat endemisitas malaria tinggi, sering kali orang dewasa tidak menunjukkan
gejala klinis meskipun darahnya mengandung parasit malaria. Hal ini merupakan
imunitas yang terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang. Limpa penderita
biasanya membesar pada serangan pertama yang berat/ setelah beberapa kali
serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan pengobatan secara baik maka
limpa akan berangsur-berangsur mengecil. Keluhan pertama malaria adalah
demam, menggigil, dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri
otot atau pegal-pegal. Untuk penderita tersangka malaria berat, dapat disertai satu
atau lebih gejala berikut: gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, kejangkejang, panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning, perdarahan di hidung, gusi
atau saluran pencernaan, nafas cepat, muntah terus-menerus, tidak dapat makan
minum, warna air seni seperti the tua sampai kehitaman serta jumlah air seni
kurang sampai tidak ada (Arsin, 2012).
2. Masa inkubasi
Masa inkubasi dapat terjadi pada :
a. Masa inkubasi pada manusia (intrinsik)
Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing Plasmodium. Masa inkubasi
pada inokulasi darah lebih pendek dari infeksi sporozoid. Secara umum masa
inkubasi Plasmodium falsiparum adalah 9 sampai 14 hari, Plasmodium vivax
56
dicerna oeleh enzim tripsin kemudian oleh enzim aminopeptidase dan selanjutnya
karboksipeptidase,
glikosidase. Gametosit yang matang dalam darah akan segera keluar dari eritrosit
selanjutnya akan mengalami proses pematangan dalam usus nyamuk untuk
menjadi gamet (melalui fase gametogenesis). Adapun masa inkubasi atau lamanya
stadium sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax 8-10 hari, Plasmodium
palsifarum 9-10 hari, Plasmodium ovale 12-14 hari dan Plasmodium malariae 1416 hari.
2.4.5 Diagnosa Malaria
Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada
manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya
parasit (Plasmodium) di dalam darah penderita. Manifestasi klinis demam
seringkali tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi lain (demam dengue,
demam tifoid) sehingga menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis malaria
dengan mengandalkan pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu diperlukan
pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis sedini mungkin. Secara
garis besar pemeriksaan laboratorium malaria digolongkan menjadi dua kelompok
yaitu pemeriksaan mikroskopis dan uji imunoserologis untuk mendeteksi adanya
antigen spesifik atau antibody spesifik terhadap Plasmodium. Namun yang
dijadikan standar emas (gold standard) pemeriksaan laboratorium malaria adalah
metode mikroskopis untuk menemukan parasit Plasmodium di dalam darah tepi.
Uji imunoserologis dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam
menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi dimana
pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dilakukan. Sebagai diagnosa banding
penyakit malaria ini adalah demam tifoid, demam dengue, ISPA. Demam tinggi,
atau infeksi virus akut lainnya.
57
50% dan morfologi parasit sudah berubah. Oleh karena itu, sangat penting untuk
segera (< 1jam) membuat sediaan darah tipis dan tebal dari darah dengan
antikoagulan tersebut. Bahkan jika dilakukan setelah 6 jam pengambilan darah
jumlah parasit mulai berkurang.
Morfologi malaria terlihat optimal pada sediaan darah tipis yang diwarnaai
giemsa, tetapi sensitifitasnya rendah. Dengan menggunakan sediaan darah
tebalsensitivitas sediaan darah mikroskopik akan meningkat sampai 10 kali
disbanding sediaan darah tipis. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah lamanya
pewarnaan yang optimal, yaitu 30 menit dengan giemsa 3 %. Pewarnaan cepat
dengan giemsa yang lebih tinggi tidak dianjurkan, karena jika jumlah parasit
rendah
dalam
darah,
sering
kali
parasit
yang
ada
tidak
terwarnai.
Prinsip : mewarnai apusan darah menggunakan pewarna giemsa agar sel eritrosit
yang terinfeksi parasit mlaria dapat terlihat kelainan morfologinya.
(b) Pemeriksaan dengan Mikroskopik Flouresensi
Sensitivitas diagnosis malaria pada sediaan darah dapat ditingkatkan
dengan menggunakan zat flouresensi yang dapat berikatan dengan parasit. Asam
nukleat dalam inti akan berikatan dengan zat tersebut dan akan berflouresensi jika
disinari dengan sinar UV yang mempunyai panjang gelombang tertentu. Mulamula digunakan acridine orange (AO) dan benzothio carboxypurine (BCP).
Keduanya dieksitasi panjang gelombang 490 nm dan akan berfloursensi dengan
warna kehijauan atau kekuningan.
Acridine orange dapat digunakan langsung pada sediaan darah di kaca
objek atau dengan menggunakan capillary tubes yang bagian dalamnya dilapisi
oleh zat wrana acridine orange. Pada waktu sentrifugasi, capillary tubes yang
berisi darah pasien dan terdiri dari berbagai sel, yaitu leukosir, trombosit dan
eritrosit akan terpisah. Parasit malaria akan terkonsentrasi dibawah berbagai
lapisan sel, terutama dibagian atas lapisan eritrosit dan kadang kadang
ditemukan dalam lapisan trombosit dan leukosit. Parasit dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop flouresensi.
Tekhnik kawamoto menggunakan filter yang dapat mengeksitasi panjang
gelombang 470-490 nm sehingga pada waktu cahaya melewati sediaan darah yang
59
diwarnai acridine orange, parasit akan terlihat berflouresensi. Dalam hal ini
digunakan sinar matahari yang kuat atau lampu halogen sebagai sumber cahaya.
Walaupun acridine orange merupakan zat yang berfluoresensi kuat, tetapi zat ini
akan berikatan dengan asam nukleatsemua jenis sel hingga flouresesnsinya
menjadi tidak spesifik. Jika metode ini digunakan untuk mendiagnosis malaria, si
pembaca harus dapat membedakan dengan flouresesnsi yang disebabkan oleh inti
sel lain.
Zat flouresensi lain yaitu benzothiocarboxypurine (BCP) untuk mewarnai
asam nukleat parasit dapat digunakan langsung pada sediaan darah tebal atau
suspense darah yang sudah dilisiskan zat warna ini tida cepat pudar seperti
acridine orange.
Diagnosis malaria dengan menggunakan zat berflouresensi merupakan
suatu cara yang harus dipelajari dan memerlukan pengalaman sehingga hingga
aplikasi ini dapat diaplikasikan dengan cepat dan tepat. Kekurangan cara ini
adalah tidak dapat membedakan berbagai macam spesies plasmodium karena
tanda spesifik yang terdapat dalam sitoplasma darah merah tidak akan terwarnai.
Morfologi sel darah merah yang terinfeksi dan tanda spesifik yang timbul pada
infeksi berbagai plasmodium tetap diperlukan untuk menegakan diagnosis.
(c) Pemeriksaan dengan rapid test.
Secara umum terdapat 3 macam antigen yang digunakan dalam malaria
rapid test, yaitu histidine rich protein-2 ( HRP-2 ), lactate dehydrogenase (LDH),
dan aldolase. HRP-2 merupakan protein yang larut air dan disekresikan oleh
berbagai stadium aseksual dan gametosit muda P.falciparum. protein ini tidak
ditemukan pada spesies plasmodium lain hingga sangat spesifik untuk menegakan
diagnosis P.falciparum. sedangkan enzim (pLDH dan aldolase) merupakan
antigen yang ditemukan dalam glikolitik pathway parasit malaria, namun sudah
terdapat kit dengan LDH yang spesifik untuk P.vivax yaitu pvLDH.
Prinsip : imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang kertas
nitroselulosa. Pada beberapa titik dikertas selulosa diletakan antibody monoclonal
terhadap antigen malaria yang spesifik sehingga pada penderita positif akan
terjadi reaksi antigen antibody yang tervisualisasi dalam bentuk garis.
60
5. Biaya tes ini cukup mahal. Walaupun demikian tes yang sederhana dan stabil
dapat digunakan untuk pemeriksaan epidemiologi dan operasional. Hasil
positif palsu (false positive) yang disebabkan oleh antigen residual yang
beredar dan oleh gametosit muda dalam darah biasanya ditemukan pada
penderita tanpa gejala (asimptomatik). Jadi seharusnya tidak mengakibatkan
over treatment sebab tes ini digunakan untuk menunjang diagnosis klinis pada
penderita dengan gejala.
Prinsip pemeriksaan : imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang
kertas nitroselulosa. Pada beberapa titik dikertas selulosa diletakan antibody
monoclonal terhadap antigen malaria yang spesifik sehingga pada penderita
positif akan terjadi reaksi antigen antibody yang tervisualisasi dalam bentuk
garis.
61
62
Klorokuin
Klorokuin adalah bentuk sintetik 4-aminokuinolin, diproduksi dalam bentuk
garam fosfat untuk pemberian secara oral. Ekskresi klorokuin melalui urin dengan
mas paruh 3-5 hari, namun waktu paruh eliminasi terminal mencapai 1-2 bulan.
Klorokuin bersifat skizontosida darah yang sangat efektif untuk semua jenis
plasmodium pafa manusia dan gametosida terhadap P.vivax, P.ovale dan
P.malariae. Mekanisme kerja klorokuin adalah menghambat polimerisasi produk
sisa hemoglobin (heme) menjadi hemozoin di dalam vakuol pencernaan parasit
sehingga menghilangkan toksisitas parasit karena pembentukan heme bebas.
-
alkaloid kinkona yang dibuat dari ekstrak pohon kinkona di Amerika Selatan.
Kuinidin adalah dekstrorotatori stereoisomer dari kina. Mekanisme kerja kina
63
Proguanil
Proguanil adalah suatu biguanid yang dimetabolisme dalam tubuh (melalui
Tetrasiklin
Tetrasiklin bersifat skizontosida darah untuk semua spesies plasmodium yang
Klindamisin
Obat ini menghambat fase awal sintesis protein. Klindamisin bersifat
obat nyamuk bakar, menyemprot ruang tidur, dan tindakan lain untuk mencegah
nyamuk berkembang di rumah.
2.
endemis malaria.
3.
dan parit. Atau dengan memberi sedikit minyak pada air yang tergenang.
6.
64
BAB III
METODOLOGI
3.1 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep pada penelitian ini adalah :
Lingkungan Biologi :
Vektor (Anopheles Sp)
Malaria
Lingkungan Fisik :
Habitat, Air bersih,
Sarana sanitasi
(Jamban, lantai rumah)
crossectional.
3.5 Variabel
Variabel yang dikumpulkan adalah :
a. Variabel dependen (Terikat)
: Kejadian malaria
65
lingkungan fisik.
data
batubara,
sekunder,
keberadaan
survey
habitat
reservoir
vector
penyakit,
di
bekas
pengamatan
66
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan
Industri
Pertambangan
Batubara
di
Kecamatan
produksi
batubara
selama
13
tahun
terakhir
telah
67
No
Kode Sektor
Keterangan Sektor
17
Batubara
2.022.087
12,11
38
Bangunan
1.768.770
10,
23
Industri Beras
1.429.769
8,57
1.185.469
7,1
41
1.166.516
6,99
40
1.126.051
6,75
50
978.385
5.86
44
Angkutan Darat
951.824
5,7
24
718.617
4,31
10
49
563.969
3,38
Rp)
Industri
Pengolahan
dan
Keuangan,
Usaha
Share (%)
tanah,
air asam tambang adalah salah satu hal yang dapat menyebabkan tercemarnya
69
perairan, rusaknya baku mutu air jika tidak dilakukan pencegahan dan penangan.
Berkurangnya kualitas udara bersih di sekitar wilayah pertambangan, karena debu
yang dihasilkan dari aktivitas pertambangan sangan bersifat (toxic) beracun
terutama untuk kesehatan.
b. Dampak dari aktivitas pertambangan batu bara terhadap para pekerja dan
masyarakat di sekitar wilayah aktivitas pertambangan.
Secara sedarhana dapat diketahui bahwa dampak yang langsung dapat
dirasakan oleh para pekerja tambang adalah susahnya bernafas disekitar wilayah
tambang karena debu dari batubara sangan banyak dan mempunai partikel yang
sangat kecil yang berukuran 0,1 sampai 10 mikron. Sebagain besar partikel yang
berukuran 5-10 mikron bila terhirup akan
atas, dan paling bebahaya atau disebut respirabel, denganadalah ukuran 1-3 karena
saat terhirup akan tertahan dan terendap pada bronkiolus teminalis samapi alveoli
yang tentunya dapat berpengaruh terhadap kesehatan untuk jangka panjang
terutama untuk paru- paru.
Selain penyakit paru-paru, pekerja maupun masyarakat sekitar tempat
penambangan tersebut berpotensi terkena penyakit malaria. Bekas penambangan
batubara yang tidak segera dilakukan pengelolaan menyebabkan nyamuk-nyamuk
menjadikannya tempat berkembang biak. Oleh karen itu harus segera dilakukan
pengelolaan terhadap lahan bekas tambang.
nyamuk malaria. Sebab bekas lubang atau kawah batubara dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang
70
sesuai
obat nyamuk bakar, menyemprot ruang tidur, dan tindakan lain untuk mencegah
nyamuk berkembang di rumah.
2.
endemis malaria.
3.
dan parit. Atau dengan memberi sedikit minyak pada air yang tergenang.
6.
71
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Habitat nyamuk Anopheles dapat ditemui pada perairan air payau,
genangan air hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan, dan
lahan bekas pertambangan. Jenis vektor terdiri dari perubahan temperatur,
kelembaban nisbi, dan curah hujan yang ekstrim.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi epidemiologi malaria adalah sebagai
berikut:
-
5.2 Saran
Saran untuk penyusun agar lebih rajin lagi mencari data untuk melengkapi
makalah mengenai pengaruh lahan bekas penambangan batubara terhadap
terjadinya penyakit malaria.
72
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Ertanto, Gustian. 2010. Dampak negatif pertambangan dan penggunaan
batubara. Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas
Teknik
Universitas
Palangkaraya : Palangkaraya.
Arsin. 2012. Malaria di Indonesia: Tinjauan Aspek Epidemiologi. Masagena
Press: Makassar.
Babba, Ikrayama. 2006. Faktor-faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian
Malaria (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota
Jayapura).
http://eprints.undip.ac.id/5267/1/Ikrayama_Babba.pdf
diakses 20 november 2014
Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjar. 2014. Tabel dan Analisis Input Output
Kabupaten Banjar: Kalimantan Selatan
Departemen Kesehatan Indonesia. 2007. Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup
Sehat.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2005.pdf
diakses 20 November 2014
Enny, S. 2009. Sengon Mutan Putatif Tahan Tanah Ex-Tambang Emas. Journal of
Applied And Industrial Biotechnology In Tropical Region
Indonesia Mineral & Coal Statistics, 2002 dan 2003. Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral.
Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi, Provinsi Kalimantan
Selatan, 1997. Potensi sumber daya mineral di Kabupaten Banjar,
Provinsi Kalimantan Selatan
Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi, Provinsi Kalimantan
Selatan, 2000. Inventarisasi pertambangan tanpa izin (PETI) batubara di
Kabupaten Banjar.
vii
viii
ix