Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Asyari, Amr ibn Ash, serta semua pihak yang menerima tahkim adalah
kafir karena tidak menyelesaikan persoalan dengan kembai pada al
Quran. Tidak sampai disitu, kaum khawarij kemudian bersepaka unuk
membunuh keempat tokoh tersebut, walaupun pada akhirnya hanya Ali r.a
yang berhasil di bunuh. Dari sinilah kemudian paham Khawarij
berkembang menjadi sebuah ideologi yang berpandangan bahwa
siapapun yang tidak berhukum pada al Quran adalah kafir dan hukum
membunuh orang kafir adalah tidak berdosa.
Di zaman ini, kelompok yang menamakan diri mereka Khawarij
mungkin memang tidak kita temukan. Tetapi pemikiran-pemikiran
Khawarij sebagaimana yang telah disinggung di atas masih ada,
berkembang, dan dianut oleh kelompok-kelompok tertentu. Semboyan
mereka hampir sama sekalipun nama organisasi mereka berbeda,
kembali kepada al Quran dan Sunnah. Semboyan itu sekilas terdengar
baik, tetapi jika dipelajari lebih dalam maka akan kita pahami bahwa
semboyan itu mirip dengan semboyan Kaum Khawarij.
Semboyan itulah yang menjadi benih benih radikalisme muncul,
hujatan-hujatan dilemparkan terutama kepada kelompok yang menurut
mereka tidak kembali kepada al Quran dan Sunnah. Amalan apapun yang
menurut mereka tidak sesuai dengan al Quran atau Hadits Nabi
Muhammad SAW dicap sebagai bidah dan pengamalnya adalah sesat
serta masuk neraka. Di antara fatwa-fatwa kaum radikal yang
kontroversial itu sebagaimana disebut di dalam buku Membongkar
Kebohongan Buku "Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik"
(H. Mahrus Ali), halaman 241-245 adalah :
1. Mengharamkan memakai cincin, gelang, dan kalung emas bagi
kaum wanita
2. Mengharamkan berwudhu dengan air yang lebih dari satu mud
(sekitar setengah liter) dan mengharamkan mandi dengan air yang
lebih dari lima mud (sekitar tiga liter).
3. Mengharamkan shalat malam melebihi 11 raka'at.
4. Mengharamkan memakai tasbih (penghitung) untuk berdzikir.
5. Melarang shalat tarawih melebihi 11 raka'at.
6. Melarang membaca shalawat Nariyah, Burdah dan sejenisnya.
Deradikalisasi Melalui Majelis Shalawat
Mengapa majelis shalawat? Pertanyaan tersebut dapat kita jawab
dengan mengetahui indikator aliran Islam radikal. Ciri yang paling
menonjol pada paham ini adalah sikap keberagamaan mereka yang
cenderung kaku, kolot, dan tidak mau menerima perbedaan. Urusan
apapun harus dikembalikan kepada al Quran dan Hadits Nabi saw serta
menolak sumber selain dari kedua hal tersebut. Amalan apapun yang
menurut mereka tidak memiliki dasar baik dari al Quran dan Hadits
adalah perbuatan bidah dan pengamalnya adalah sesat bahkan kafir.
Termasuk dalam hal ini adalah membaca kitab shalawat seperti Diba,
Smitud Dluror, Dliyaul Lami, Burdah, Barzanzi, Dalailul Khairat dan
sebagainya.
Oleh karena anggapan bidah sesat itulah maka dapat dipastikan
bahwa majelis taklim, halaqah, atau perkumpulan kaum radikal tidak
mungkin di dalamnya terdapat pembacaan kitab maulid. Sehingga dari
sini bisa kita ambil kesimpulan bahwa majelis apapun yang di dalamnya
tidak pernah terdapat pembacaan kitab maulid, bahakn justru mengkafir
kafirkan pembaca maulid adalah majelis yang patut untuk diawasi. Karena
majelis yang demikian itu, walalupun kecil tapi bisa jadi merupakan
embrio dari gerakan terorisme yang akan berdampak besar.
Dengan majelis shalawat kita dapat melakukan beberapa hal.
Pertama, hendaknya majelis shalawat yang telah ada di sekitar kita
diperkuat dengan cara memberikan edukasi melalui ceramah kepada
jamaah tentang bahayanya radikalisme agama serta kelompok-kelompok
yang mengusung paham tersebut. Dengan demikian jamaah akan paham
mana-mana saja kelompok yang patut untuk dihindari dan mana yang
tidak. Kedua, melalui majelis shalawat jamaah diperkenalkan dengan
akhak mulia Rasulullah lewat sejarah dan qasidah yang dibaca. Tujuannya,
agar jamaah paham bahwa Rasulullah adalah pribadi yang santun, lemah
lembut, penyayang, dan bukan pribadi yang radikal. Ketiga, majelis
shalawat harus diperkenalkan kepada masyarakat di semua kalangan
umat Islam, khususnya yang masih awam. Seperti di daerah pesisir,
pegunungan, bahkan sekolah dan universitas.
Penutup
Dari pemamaparan di atas, kita memahami bahwa berkembanganya
masalah radikalisme agama adalah karena munculnya kelompokkelompok Islam yang mengusung semboyan kembali kepada al Quran
dan Sunnah. Kelompok ini cenderung meng-kafirkan kelompok lain yang
tidak sepaham bahkan sampai menghukumi kafir dan sesat. Salah satu
amalan yang menurut mereka sesat dan tidak sesuan dengan Quran dan
Sunnah adalah membaca kitab shalawat.
Dalam menangani hal tersebut, majelis shalawat memiliki peran
yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Majelis shalawat dapat
menjadi wahana edukasi bagi jamaahnya untuk mengenal dan kemudian
mewaspadai paham-paham radikal. Selain itu majelis shalawat