Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Permasalahan - permasalahan seputar kondisi ekonomi kian hari kian meningkat,

sifatnya pun semakin komplek, seperti permasalahan akan pengiriman uang ke berbagai
daerah, kebutuhan akan jasa penyimpanan uang dan barang berharga lainnya, kebutuhan akan
penyedia jasa peminjaman uang, dan lain-lain. Berlatarbelakang persoalan-persoalan
kebutuhan tersebut, muncullah suatu bentuk badan usaha berupa bank ataupun lembaga
keuangan lainnya yang memberikan jasa seputar kegiatan perekonomian. Dengan adanya
bank tersebut perekonomian semakin berkembang pesat, hal ini karena perkembangan
perekonomian tidaklah lepas dari suatu bank. Bank sendiri adalah suatu badan usaha yang
kegiatan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana
tersebut kepada masyarakat serta memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam
penyaluran dananya, tidak semata-mata memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi
pemilik bank tetapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup
masyarakat.
Perkembangan perbankan menunjukkan dinamika dalam kehidupan ekonomi.
Sebelum sampai pada praktik-praktik yang terjadi saat ini, ada banyak permasalahan yang
terkait dengan masalah-masalah perbankan ini. Masalah utama yang muncul dalam praktik
perbankan ini adalah pengaturan sistem keuangan yang berkaitan dengan mekanisme
penentuan volume uang yang beredar dalam perekonomian. Sistem keuangan, yang terdiri
dari otoritas keuangan (financial authorities), sistem perbankan dan sistem lembaga
keuangan bukan bank, pada dasarnya merupakan tatanan dalam perekonomian suatu Negara
yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa keuangan. Fasilitas jasa
tersebut diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan, termasuk pasar uang dan pasar modal.
Bank merupakan lembaga yang berusaha untuk menyalurkan kredit sebanyakbanyaknya, begitu juga dengan BPR. BPR adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam sistem perbankan di Indonesia Bank Perkreditan Rakyat diberi peran yang penting,
yaitu memberikan pelayanan perbankan kepada usaha kecil atau usaha mikro dan sektor
1

informal, terutama di daerah pedesaan. Dengan membantu dalam memberikan pelayanan


perbankan khususnya dalam pemberian pinjaman untuk menciptakan pekerjaan mandiri
kepada rakyat kecil yang bekerja dalam sektor informal di kota maupun di daerah pedesaan,
Bank Perkreditan Rakyat berperan dalam membantu menciptakan lapangan kerja baru,
pemerataan kesempatan berusaha dan pemerataan pendapatan.
BPR merupakan Lembaga Keuangan Bank yang berfungsi untuk meningkatkan
kebutuhan pelayanan akan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat menengah. BPR memberikan
jasa layanan simpanan dan kredit seperti layaknya bank umum, tetapi BPR tidak meberikan
layanan giro ataupun kegiatan valuta asing dan asuransi,. Keuntungan yang diperoleh bank
dari penyaluran kredit tersebut berasal dari selisih antara bunga kredit dan bunga simpanan
yang merupakan sumber pendapatan bank yang utama. Akan tetapi BPR memiliki tingkat
suku bunga yang tidak terlalu tinggi. Dalam hal ini kredit BPR wajib melaksanakan langkahlangkah yang tepat saat melaksanakan mekanisme penyaluran dan pencairan kredit yaitu :
tahap-tahap permohonan, investigasi, analisis, keputusan persetujuan atau penolakan
permohonan, pencairan kredit, administrasi, pengawasan dan pembinaan serta pelunasan
kredit. Permasalahan dalam pemberian perkreditan ini adalah permasalahan multikriteria
dimana bank harus tetap memperhatikan prinsip kehati-hatiannya dalam melakukan
penyaluran kredit dan harus memperhatikan azas-azas perkreditan yang sehat agar tidak
menimbulkan suatu resiko.
Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan mengenai bank sekunder atau Bank
Perkreditan Rakyat, yang mencakup materi tentang sejarah, perkembangan ,tugas, fungsi,
peranan, tujuan dari BPR, kegiatan usahanya dan lain sebagainya.

1.2

RUMUSAN MASALAH

Dari uraian diatas penulis dapat merangkum beberapa rumusan masalah.


1. Apa pengertian, sejarah dan perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Di Indonesia?
2. Bagaimana penjelasan mengenai sasaran, asas hukum dan landasan hukum Bank
Perkreditan Rakyat?
3. Bagaimana penjelasan mengenai organisasai Bank Perkreditan Rakyat?
4. Bagaimana kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat?
5. Bagaimana fungsi, peranan dan tujuan dari Bank Perkreditan Rakyat?
1.3
TUJUAN

1. Penulis ingin mengetahui pengertian, sejarah dan perkembangan Bank Perkreditan


Rakyat Di Indonesia.
2. Penulis ingin mengetahui penjelasan mengenai sasaran, asas hukum dan landasan
hukum Bank Perkreditan Rakyat.
3. Penulis ingin mengetahui penjelasan mengenai organisasai Bank Perkreditan Rakyat.
4. Penulis ingin mengetahui kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat.
5. Penulis ingin mengetahui fungsi, peranan dan tujuan dari Bank Perkreditan Rakyat

BAB II
PEMBAHASAN
3

2.1

PENGERTIAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN


RAKYAT DI INDONESIA

2.1.1 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat


Bank Perkreditan Rakyat atau yang biasa disebut dengan BPR adalah salah satu jenis
bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah. Lokasi Bank
Perkreditan Rakyat pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan,
sehingga Bank Perkreditan Rakyat banyak dijumapi di setiap daerah yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Bank Perkreditan Rakyat telah ada sejak sebelum kemerdekaan yang
dikenal dengan sebutan Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani dan Bank Dagang Desa atau
Bank Pasar.
Pengertian Bank Perkreditan Rakyat sendiri adalah bank yang kegiatan usahanya
dilakukan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang
No. 7 tahun 1992 pasal (1) tentang Perbankan yaitu Bank Perkreditan Rakyat adalah bank
yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu, dan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang No. 10 tahun 1998 seperti tersebut diatas. Dalam undang-undang tersebut secara
jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat.
Fungsi bank perkreditan rakyat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka
tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Selain fungsi tersebut,
bank perkreditan rakyat juga memiliki keterbatasan dalam menjalankan usahanya seperti
dilarang membaerikan jasa dalam bentuk simpanan giro. Pada mulanya tugas pokok BPR
diarahkan untuk menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan. Namun,
semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat, tugas BPR tidak hanya ditujukan bagi
masyarakat pedesaan, tetapi juga mencakup pemberian jasa perbankan bagi masyarakat
golongan ekonomi lemah di daerah perkotaan. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat
menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses
kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sede rhana, dan sangat mengerti akan
kebutuhan Nasabah BPR.

Bank perkreditan rakyat yang terdapat di daerah pedesaan berfungsi sebagai


pengganti bank desa, Kedudukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan
atas bank desa yang ada dan kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil
untuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan berusaha
di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD. Selain itu bank perkreditan
rakyat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
BPR yang terdapat di daerah perkotaan adalah jenis Bank Pasar, Bank Pegawai, atau
bank yang sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan pedagang kecil di pasar
atau di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adalah berasal dari dana masyarakat yang
dihimpun dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
2.1.2 Sejarah Bank Perkreditan Rakyat
Sejarah bank perkreditan rakyat dimulai pada masa kolonial Belanda pada abad ke-19
dengan dibentuknya Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, dengan
tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas
uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi. Pasca kemerdekaan Indonesia,
didirikan beberapa jenis lembaga keuangan kecil dan lembaga keuangan di pedesaan seperti
Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan mulai awal 1970an, Lembaga Dana
Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah. Pada tahun 1988, Pemerintah
mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI
No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut
memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat
atau BPR. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.7 tentang Perbankan tahun 1992 (UU
No.7/1992 tentang Perbankan), BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu
jenis bank selain Bank Umum.
Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah
memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya
sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa lembaga-lembaga keuangan kecil seperti
Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK,
LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan

status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah (PP).
Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu sampai dengan 31 Oktober
1997 bagi lembaga-lembaga keuangan tersebut untuk memenuhi persyaratan menjadi BPR.
Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak seluruh lembaga keuangan tersebut dapat
dikukuhkan sebagai BPR karena tidak dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga Keuangan yang
dikukuhkan menjadi BPR sesuai dengan PP No.71/1992, tunduk pada ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam Undang-undang Perbankan dan peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas bank. Khusus Badan Kredit Desa (BKD),
meskipun lembaga tersebut sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, diberikan status sebagai
BPR, namun karena organisasi dan manajemennya relatif sederhana, lingkup usahanya sangat
kecil, serta operasionalnya tidak setiap hari, maka pengaturan dan pengawasan terhadap BKD
pun tidak dapat disamakan dengan BPR.
Dengan mempertimbangkan karakteristik yang spesifik, jumlah dan sebarannya serta
secara historis sebelum PAKTO 1988 pengawasan BKD dibawah kewenangan BRI maka
pengawasan BKD dilakukan oleh BRI untuk dan atas nama Bank Indonesia.
2.1.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Di Indonesia
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu jenis bank yang dikenal
melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah. BPR merupakan lembaga
perbankan resmi yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan yang berfungsi tidak hanya
sekedar menyalurkan kredit dalam bentuk kredit modal kerja, investasi maupun konsumsi
tetapi juga melakukan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka,
tabungan dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
Sebagaimana halnya dengan Bank Umum, masyarakat yang menyimpan dana di BPR
juga dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), selama penempatan yang dilakukan
tersebut memenuhi kriteria yang telah ditentukan LPS. Sebagai perbandingan, dari bulan
Oktober 2012 hingga Maret 2013, jika LPS menjamin simpanan dalam rupiah pada Bank
Umum dengan tingkat bunga 5,5% maka untuk BPR, LPS menjamin hingga tingkat bunga
8%. Hal ini membuat deposito berjangka yang ditawarkan BPR memiliki tingkat bunga yang
lebih menarik dibanding Bank Umum. Berikut ini beberapa fakta menarik seputar
6

perkembangan BPR konvensional (non-syariah) di Indonesia berdasarkan data yang diolah


dari statistik perbankan yang diterbitkan Bank Indonesia hingga Maret 2013.
Hingga akhir Maret 2013, kredit yang disalurkan oleh BPR konvensional mencapai
52,6 triliun rupiah sementara dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk tabungan
dan deposito (dana pihak ketiga) mencapai sekitar 45,5 triliun rupiah. Rata-rata kredit yang
diberikan selama 6 bulan (Oktober 2012 hingga Maret 2013) sekitar 50,5 triliun rupiah
sedangkan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun rata-rata mencapai 44,6 triliun rupiah.
Hal ini menunjukkan bahwa, dalam kurun waktu 6 bulan terakhir (hingga Maret 2013), BPR
konvensional berhasil dengan baik menjalankan fungsi utama perbankan yaitu fungsi
intermediasi.
Tercatat ada sembilan provinsi di mana BPR konvensional berhasil menyalurkan
kredit rata-rata di atas 1 triliun rupiah selama 6 bulan terakhir (hingga Maret 2013) yakni:
Jawa Tengah (Rp. 11,39 triliun), Jawa Barat (Rp. 7,97 triliun), Jawa Timur (Rp. 5,92 triliun),
Bali (Rp. 4,77 triliun), Lampung (Rp. 4,31 triliun), Kep. Riau (Rp. 2,51 triliun), D.I.
Yogyakarta (Rp. 2,41 triliun), DKI Jaya (Rp. 1,06 triliun) dan Sumatera Barat (Rp. 1,05
triliun). Total penyaluran kredit di sembilan provinsi tersebut mencapai 82% dari total 50,5
triliun rupiah. Hal yang sama dalam hal penghimpunan dana di kesembilan provinsi tersebut
melalui BPR konvensional hingga akhir Maret 2013 yang mencapai 38 triliun rupiah dari
total sebesar 45,5 triliun rupiah. Ini membuktikan bahwa perputaran uang dan perekonomian
yang diharapkan merata ke seluruh pelosok Indonesia masih terkonsentrasi di Jawa, Bali,
Sumatera, dan sekitarnya.
Dari total 1.653 BPR konvensional di Indonesia yang tercatat pada statistik Bank
Indonesia, sebanyak 1.277 BPR berada di kesembilan provinsi tersebut di atas. Untuk soal
kemampuan BPR dalam penghimpunan dana maka Lampung dan Kep. Riau sepertinya
menjadi jagonya. Dengan jumlah hanya 26 BPR pada akhir Maret 2013, Lampung berhasil
menghimpun dana sebesar Rp. 3,29 triliun sementara Kep. Riau yang tercatat memiliki 40
BPR berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 2,74 triliun. Bandingkan dengan Jawa Tengah
dengan 259 BPR yang menghimpun dana Rp 10,69 triliun atau Jawa Timur dengan 331 BPR
yang menghimpun dana sebesar Rp 4,98 triliun.
Dari segi jumlah debitur pada akhir Maret 2013, maka Jawa tengah (816.778
rekening), Jawa Barat (746.516 rekening) dan Jawa Timur (666.656 rekening)

mengakumulasi 68,85% total debitur BPR konvensional di Indonesia. Hal ini menunjukkan
bahwa penyerapan kredit sangat tinggi di ketiga provinsi tersebut.
Kep. Riau menunjukkan kondisi yang berbeda dari delapan provinsi lainnya yang
tersebut di atas karena hingga akhir Maret 2013, penghimpunan dana melebihi penyaluran
kredit. Dengan jumlah deposito sebanyak 13.401 rekening pada akhir Maret 2013, dana yang
berhasil dihimpun dari instrumen ini mencapai Rp 2,35 triliun. Bandingkan dengan Jawa
Tengah yang memiliki 141.598 rekening deposito (33,37% dari total rekening deposito BPR
konvensional secara nasional) yang hanya berhasil menghimpun Rp. 6,02 triliun.
Rata-rata suku bunga kredit dalam mata uang rupiah Bank Umum dalam 6 bulan yang
berakhir pada Maret 2013 untuk kredit modal kerja sebesar 11,54%, kredit investasi sebesar
11,27% dan kredit konsumsi sebesar 13,43%. Sedangkan pada BPR: kredit modal kerja
sebesar 30,91%, kredit investasi sebesar 26,76% dan kredit konsumsi sebesar 25,97%.
Pada bulan Desember 2012 lalu, Bank Indonesia menerbitkan peraturan yang
mengatur tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh Bank Umum dan bantuan teknis
dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. Disebutkan secara bertahap
hingga tahun 2018, Bank Umum wajib memberikan kredit atau pembiayaan UMKM paling
rendah 20% dari total kredit atau pembiayaan. Pembiayaan tersebut dapat dilakukan secara
langsung kepada UMKM atau tidak langsung melalui kerjasama pola executing, channeling
atau secara sindikasi. Pembiayaan tidak langsung dapat dilakukan antara lain melalui BPR.
Menyimak statistik perbankan BPR konvensional hingga Maret 2013 dan
keberhasilan BPR dalam melakukan fungsi intermediasi, masih terbuka luas kesempatan bagi
Bank Umum untuk melakukan channeling melalui BPR. Keuntungan yang diperoleh oleh
Bank Umum melalui cara tersebut antara lain adalah dapat mengandalkan BPR dalam
infrastruktur serta pengalamannya menilai resiko kredit debitur UMKM, yang selama ini
mungkin belum didalami oleh Bank Umum. Dalam jangka panjang dengan kebijakan yang
ditempuh Bank Indonesia tersebut, diharapkan dapat menekan suku bunga kredit BPR
konvensional karena semakin meningkatnya supply dan kemudahan akses dana dari Bank
Umum melalui penyaluran kredit langsung atau tidak langsung kepada UMKM tersebut.

2.2

SASARAN, ASAS HUKUM, DAN LANDASAN HUKUM BANK


PERKREDITAN RAKYAT
8

2.2.1 Sasaran Bank Perkreditan Rakyat


Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai,
dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih
mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan
pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon),
karena BPR umumnya ditujukan untuk masyarakat golongan ekonomi lemah bukan hanya di
pedesaan saja tetapi untuk masyarakat perkotaan golongan ekonomi lemah juga.
2.2.2 Asas Bank Perkreditan Rakyat
Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia
yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai
pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight liberalism, etatisme, dan
monopoli). Pasal tersebut diantara nya berbunyi:
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
Penjelasan pasal 33 menyebutkan bahwa dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi
ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan
anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang seorang. Selanjutnya dikatakan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sehingga, sebenarnya secara tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya,
melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang-seorang. Dengan kata lain
monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam
adalah bertentangan dengan prinsip pasal 33.

2.2.3 Landasan Hukum Bank Perkreditan Rakyat

Landasan Hukum BPR ialah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah


diubah dengan membuat UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas telah disebutkan
bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan segala kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil serta
masyarakat di daerah pedesaan pada dasarnya. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan
Terbatas maupun Perusahaan Daerah, atau Koperasi.
2.3 ORGANISASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
2.3.1 Anggota Direksi & Dewan Komisaris Bank Perkreditan Rakyat
Anggota Direksi dan Dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan :
a. Kompetensi;
b. Integritas; dan
c. Reputasi keuangan
Pemenuhan persyaratan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris diatas
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and
proper test) BPR. Jumlah anggota Direksi minimal berjumlah 2 orang dengan pendidikan
minimal D3.
Anggota Direksi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan :
a. Anggota Direksi lainnya dalam hubungannya sebagai orang tua, mertua, menantu,
suami, isteri, saudara kandung, atau ipar; dan/ atau
b. Anggota Dewan Komisaris dalam hubungannya sebagai orang tua, mertua, menantu,
suami, isteri, atau saudara kandung.
Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai Anggota Direksi atau Pejabat
Eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan, atau lembaga lain.
Jumlah anggota Dewan Komisaris minimal 2 orang dan minimal 50% anggota Dewan
Komisaris memiliki pengalaman di bidang perbankan. Anggota Dewan Komisaris hanya
dapat merangkap jabatan sebagai komisaris paling banyak pada 2 BPR atau pada 1 Bank
Umum.

2.3.2 Pendirian Badan Usaha

10

Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa perseroan terbatas, koperasi, atau
perusahaan daerah, dan hanya dapat didirikan seizin Direksi Bank Indonesia. Untuk
memperoleh izin usaha tersebut, seseorang wajib memenuhi persyaratan minimal tentang
susunan organisasi dan kepengurusan, pemodalan, kepemilikan, keahlian di bidang
perbankan, dan kelayakan rencana kerja.
Pendirian bank perkreditan rakyat dapat dilakukan oleh:
1. Warga Negara Indonesia
2.

Badan Hukum Iondonesia yang seluruh kepemilkannya oleh WNI

3.

Pemerintah Daerah, atau

4.

Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam angka (1), (2), dan (3).

Sehingga berdasarkan dikatakan bahwa kepemilikan bank perkreditan rakyat dapat berlaku
bila :
a) BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum
Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau
dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang
seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah.
b) BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan
dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.
c) BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan
dalam bentuk saham atas nama. Perseroan terbatas adalah suatu badan hukum untuk
menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya
memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari
saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat
dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
d) Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
e) Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Menteri
Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Ketentuan
mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah.
Sesuai denga SK Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang
Bank Perkreditan Rakyat dikatakan bahwa modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan
sekurang-kurangnya sebesar:
11

a. Lima miliar rupiah untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta
b. Dua miliar rupiah untuk BPR yang didirikan di DKI Jakarta, dan Kabupaten/
Kotamadya Tangerang, Bogor, Bekasi, dan Karawang
c. Satu miliar rupiah untuk BPR yang didirikan diwilayah Ibukota Provinsi di luar wilayah
yang disebut dalam huruf (a)
d. Lima ratus juta rupiah untuk BPR yang didirikan diluar dan wilayah yang disebut dalam
huruf (a) dan (b).
Dinyatakan juga bahwa dalam upaya membantu kelancaran operasional, bank umum
dapat membuka kantor cabang hanya dalam wilayah provinsi yang sama dengan kantor
pusatnya seizin Direksi Bank Indonesia. Artinya jika ingin mendirikan bank atau pembukaan
cabang baru maka diharuskan untuk memenuhi berbagai persyaratan yang telah ditentukan
Bank Indonesia. Bank Indonesia mempelajari permohonan tersebut untuk menjadi bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Sementara itu, modal disetor bagi BPR yang berbentuk badan hukum Koperasi adalah
simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang
tentang perkoperasian. Paling sedikit 50% dari modal disetor BPR wajib digunakan untuk
modal kerja.
Salah satu pertimbangan dalam pemberian izin BPR oleh BI adalah hasil analisis atas
potensi dan kelayakan pendirian BPR yang harus disampaikan sebagai salah satu persyaratan,
yang meliputi penilaian terhadap :
a. Aspek demografi dan ekonomi wilayah;
b. Jumlah dan pertumbuhan lembaga perbankan termasuk lembaga keuangan mikro;
c. Rencana kegiatan usaha yang mencakup sumber dana dan penyaluran dana serta
langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud;
d. Proyeksi keuangan secara bulanan untuk tahun pertama, dan secara tahunan untuk 2
tahun berikutnya, sejak BPR melakukan kegiatan operasional; dan
e. Perencanaan sumber daya manusia.

2.3.3 Perizinan Bank Perkreditan Rakyat


1. Usaha BPR harus mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan, kecuali apabila kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan undang-undang tersendiri.
2. Ijin usaha BPR diberikan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank
Indonesia.
12

3. Untuk mendapatkan ijin usaha, BPR wajib memenuhi persyaratan tentang susunan
organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan rencana
kerja, hal-hal lain yang ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan
Bank Indonesia, dan memenuhi persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat
BPR di kecamatan. BPR dapat pula didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya
sepanjang di ibukota kabupaten Jan Kotamadya belum terdapat BPR.
4. Pembukaan kantor cabang BPR di ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten,
dan kotamadya hanya dapat dilakukan dengan ijin Menteri Keuangan setelah
mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor
tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank
Indonesia.
5. Pembukaan kantor cabang BPR di luar ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota
Kabupaten, dan kotamadya serta pembukaan kantor di bawah kantor cabang BPR wajib
dilaporkan kepada Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut
ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
6. BPR tidak dapat membuka kantor cabangnya di luar negeri karena BPR dilarang
rnelakukan kegiatan usaha dalam valuta asing (transaksi valas).
2.3.4 Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank Perkreditan Rakyat
Dengan dikeluarkannya UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK, fungsi pengaturan dan
pengawasan dilakukan sepenuhnya oleh OJK. Bentuk pengaturan dan pengawasannya
ditujukan kepada:
1. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
2. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
3. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

2.3.5 Alokasi Kredit Bank Perkreditan Rakyat


Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :
a. Dalam memberikan kredit, BPR harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
b. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai
batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lainnya yang serupa,
13

yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang
terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan
BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
c. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai
batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang
dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10%
atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi
(dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya
terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau
lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan
keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari
modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :
1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai
batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang
dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait,
termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR
tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai
batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang
dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10%
atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi
(dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya
terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau
lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan
keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari
modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
2.4 KEGIATAN USAHA BANK PERKREDITAN RAKYAT

14

Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan
mendapatkan keuntungan atau laba. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect (selisih
antara bunga pinjaman dan bunga simpanan) dan pendapatan bunga. Untuk mewujudkan
tugas pokoknya tersebut, BPR dapat melakukan usaha berikut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang dapat berupa deposito
berjangka, tabungan, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, kecuali
simpanan giro. Simpanan giro ini merupakan larangan usaha bagi BPR.
2. Memberikan kredit kepada masyarakat.
Bank Perkreditan Rakyat, memiliki tugas pokok diantaranya memberikan kredit kepada
masyarakat. Umumnya kredit ini diberikan kepada petani, pedagang, dan lain sebagai
nya yang memiliki ekonomi yang lemah.
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
2.4.1 Larangan bagi Bank Perkreditan Rakyat
Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan
BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR tersebut antara lain :
1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam kegiatan lintas pembayaran
(LLP)
2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing, kecuali melakukan transaksi jual
beli uang kertas asing (money changer)
3. Melakukan penyertaan modal
4. Melakukan kegiatan usaha perasuransian
5. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud diatas.
2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Bank Perkreditan Rakyat
a. Kelebihan Bank Perkreditan Rakyat
Bank Umum memang punya keunggulan teknologi, sumber dana yang melimpah, networking
secara nasional, lalu lintas pembayaran melalui cek dan bilyet giro, dan sebagainya. Tetapi
BPR juga punya keunggulan hubungan personal yang kuat dengan nasabahnya. BPR mampu
memberi pelayanan yang prima karena pelayanan yang dilakukan BPR adalah face to face.
BPR juga mampu menyesuaikan kondisi, adat istiadat, budaya dan perikehidupan masyarakat
sekitarnya.
15

b. Kekurangan Bank Perkreditan Rakyat


Tidak bisa melakukan kegiatan usaha dalam lalu lintas pembayaran, tidak bisa memberikan
jasa simpanan dalam bentuk giro, tidak bisa memberikan jasa perasuransian, tidak bisa ikut
serta dalam penyertaan modal, serta tidak melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta
asing. Hal ini dikarenakan Bank Indonesia melarang BPR melakukan hal-hal tersebut.

2.5 FUNGSI, PERANAN DAN TUJUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT


2.5.1 Fungsi dan Peranan Bank Perkreditan Rakyat
Keberadaan Bank Perkreditan Rakyat dari sisi kepentingan pemerintah untuk :
a. Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak memiliki
akses ke bank umum.
b. Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola nasional agar
akselerasi pembangunan di sektor pedesaan dapat lebih dipercepat.
c. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat pedesaan.
d. Mendidik dan mempercepat pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan lembaga
keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan renternir.
2.5.2 Tujuan Bank Perkreditan Rakyat
Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.
Bank Kredit Desa (BKD)
Badan Kredit Desa (BKD) terdiri dari Bank Desa dan Lumbung Desa yang didirikan
berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 No.357, Risjksblad Tahun 1937 No.9 dan tahun 1938 N.
3/H yang berkedudukan di Pulau Jawa dan Madura serta telah mendapat izin dari Menteri
Keuangan. Untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan usaha Badan Kredit Desa,
berdasarkan Peraturan bank Indonesia No.6/27/PBI/2004 tanggal 13 Desember 2004, Bank
Indonesia menyerahkan pembinaan dan pengawasan Badan Kredit Desa kepada PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero), yang kemudian berdasarkan UU No.7 tahun 1992 tentang
Perbankan menjadi kewenangan, tugas, dan tanggung jawab Bank Indonesia. Penyerahan
kewenangan pembinaan dan pengawasan kepada BRI tersebut didasarkan pada alasan
keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki. Atas dasar tersebut, BI meminta BRI agar
16

melakukan pengawasan terhadap Badan Kredit Desa dengan pertimbangan bahwa selama ini
BRI memiliki SDM serta jaringan kantor yang memadai untuk melakukan fungsi pengawasan
terhadap Badan Kredit Desa. Pelimpahan wewenang tersebut dengan sendirinya akan
berakhir pada saat lembaga pengawas jasa keuangan didirikan. Pelaksanaan fungsi
pengawasan tersebut dilakukan sesuai peraturan dan pedoman yang ditetapkan oleh BI.
Selanjutnya, BRI diwajibkan menyampaikan laporan kepada BI secara triwulanan berupa :
a. Rekapitulisasi neraca & laba rugi BKD
b. Analisis perkembangan BKD, permasalahan atau kendala yang dihadapi, tindakan
perbaikan yang telah dilakukan, serta usul/dan/atau pertimbangan mengenai tindak
lanjut yang diperlukan.
c. Analisis kemungkinan beroperasinya BKD sebagai BPR, baik dilihat dari jumlah
permodalan maupun total asset.

BAB III
PENUTUP

3.1
3.1.1

KESIMPULAN
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk
deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu,

3.1.2

dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998


Sasaran BPR adalah melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang,
pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau
oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan. Dalam
melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan

17

prinsip kehati-hatian. Landasan Hukum BPR ialah UU No.7/1992 tentang Perbankan


3.1.3

sebagaimana telah diubah dengan membuat UU No.10/1998.


Pemenuhan persyaratan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and
proper test) BPR. Untuk memperoleh izin usaha, seseorang wajib memenuhi
persyaratan minimal tentang susunan organisasi dan kepengurusan, pemodalan,
kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan rencana kerja. Dengan
dikeluarkannya UU Perbankan No.10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan UU
No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, fungsi perizinan, pengaturan, dan pengawasan

3.1.4

perbankan dilakukan sepenuhnya oleh Bank Indonesia.


Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan
mendapatkan keuntungan atau laba. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect
(selisih antara bunga pinjaman dan bunga simpanan) dan pendapatan bunga.

3.1.5

Fungsi dan peranan BPR : 1. Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang
sulit atau tidak memiliki akses ke bank umum. 2. Membantu pemerintah mendidik
masyarakat dalam memahami pola nasional agar akselerasi pembangunan di sektor
pedesaan dapat lebih dipercepat. 3. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha
terutama bagi masyarakat pedesaan. 4. Mendidik dan mempercepat pemahaman
masyarakat terhadap pemanfaatan lembaga keuangan formal sehingga terhindar dari
jeratan renternir. Tujuan BPR : Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke
arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

3.2

SARAN
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) semakin banyak berdiri dimasyarakat kita, idealnya

semakin bergairah pula dunia usaha kecil dan menengah sehingga BPR benar-benar berperan
penting dalam meningkatkan roda perekonomian masyarakat kecil. Dewasa ini telah muncul
juga BPRS yang melaksanakan operasionalnya berdasarkan pada prinsip syariah sehingga
semakin beragam pilihan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas kredit yang dapat diambil
untuk mengembangkan usahanya. Masyarakat kita terutama ekonomi lemah masih
mengalami kekurangan secara structural tentang permodalan, modal adalah masalah klasik
yang terus menghantui dan menjadi barang mewah bagi mereka, maka solusi terbaik adalah
bagaimana BPR dapat melaksanakan program yang dapat membantu secara riil usaha
masyarakat ekonomi lemah dengan pengelolaan yang professional.
18

DAFTAR RUJUKAN
Compusstreet. 2012. Fungsi dan peranan bank umum bank, (Online),
http://compusstreet.blogspot.com/2012/03/fungsi-dan-peranan-bank-umumbank.html, diakses 30 Januari 2013.
Hau Van Jau, Hanafi. Bank Perkreditan Rakyat, (Online),
https://id-id.facebook.com/HanafiHauVanJau/posts/387398947963413, diakses 30
Januari 2013.
Indonesia, bkd. 2011. Badan kredit desa, (Online),
http://bkd-indonesia.blogspot.com/2011/01/badan-kredit-desa.html,diakses 30 Januari
2013.
Kangobed. 2013. Bank Perkreditan Rakyat, (Online),
http://kangobed.blogspot.com/2013/05/bank-penkreditan-rakyat.html, diakses 30
Januari 2013.
19

Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia.
Singojuruh, Mynet. 2013. contoh makalah bank perkreditan rakyat, (Online),
http://mynet-singojuruh.blogspot.com/2013/12/contoh-makalah-bank-perkreditanrakyat.html, diakses 30 Januari 2013.
Wikipedia. bank perkreditan rakyat, (Online),
http://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Perkreditan_Rakyat, diakses 30 Januari 2013.

20

Anda mungkin juga menyukai