Anda di halaman 1dari 2

Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)

Oleh: Pekik Argo Dahono


Pembangkit listrik tenaga angin atau bayu (PLTB) mengalami perkembangan yang sangat pesat
dalam 20 tahun terakhir ini, terutama di belahan Eropa utara. Jerman dan Denmark telah
menggunakan tenaga angin untuk membangkitkan hampir 20% kebutuhan energi listriknya. Pada
akhir tahun 2010, diperkirakan PLTB terpasang di dunia akan mencapi lebih dari 150 GW.
Sebagai negara yang berada di ekuator, potensi dari PLTB memang tidak terlalu besar. Akan
tetapi berdasarkan data yang ada, ada beberapa daerah di Indonesia, misal NTB dan NTT, yang
mempunyai potensi bagus. Sebagian besar daerah di Indonesia mempunyai kecepatan angin ratarata sekitar 4 m/s, kecuali di dua propinsi tersebut. Oleh sebab itu, PLTB yang cocok
dikembangkan di Indonesia adalah pembangkit dengan kapasitas di bawah 100 kW. Tentu saja
ini berbeda dengan Eropa yang berkonsentrasi untuk mengembangkan PLTB dengan kapasitas di
atas 1 MW atau lebih besar lagi untuk dibangung di lepas pantai.
Masalah utama dari penggunaan PLTB adalah ketersediaannya yang rendah. Untuk mengatasi
masalah ini maka PLTB harus dioperasikan secara paralel dengan pembangkit listrik lainnya.
Pembangkit listrik lainnya bisa berbasis SEA atau pembangkit konvensional. Walaupun sebuah
PLTB hanya membangkit daya kurang dari 100 kW, kita bisa membangun puluhan PLTB dalam
satu daerah. Dengan memanfaatkan PLTB maka kebutuhan akan bahan bakar fossil akan jauh
berkurang. Selain mengurangi biaya operasi, penggunaan PLTB akan meningkatkan jaminan
pasokan energi suatu daerah. Di daerah kepulauan seperti halnya NTB dan NTT, yang mana
semua kebutuhan energinya harus didatangkan dari daerah lain, keberadaan PLTB akan
membantu meningkatkan kemandiriannya. Di banding dengan diesel, PLTB mempunyai potensi
mengurangi emisi CO2 sebesar 700 gram untuk setiap kWh energi listrik yang dibangkitkan.
Gambar 2 memperlihatkan skema PLTB yang cocok untuk daya kurang dari 100 kW. Turbin
angin memutar generator tegangan bolak-balik. Karena kecepatan angin berubah-ubah maka
tegangan AC yang dihasilkan generator mempunyai frekuensi yang berubah-ubah. Tegangan AC
yang frekuensinya berubah-ubah ini harus diubah menjadi tegangan DC yang tetap dengan
menggunakan penyearah. Tegangan DC ini selanjutnya diubah menjadi tegangan AC frekuensi

50 Hz dengan menggunakan inverter. Keluaran inverter diparalel dengan jaringan listrik yang
ada. Dengan menggunakan konsep ini, semua energi listrik yang dibangkitkan oleh PLTB bisa
dikirim ke jaringan untuk dimanfaatkan. Pembangkit semacam ini juga tidak memerlukan batere
yang mahal dan butuh pemeliharaan rutin.
Teknologi turbin atau kincir angin yang diperlukan dalam PLTB telah dikuasai oleh orang
Indonesia dan beberapa industri lokal telah mampu membuatnya dengan baik. Generator yang
digunakan bisa menggunakan generator induksi (yang murah dan kokoh) atau generator magnet
permanen yang efisien. Kedua teknologi generator ini telah dikuasai oleh orang Indonesia dan
beberapa industri telah mampu membuatnya. Yang menjadi masalah adalah bahan baku yang
sebagian besar harus didatangkan dari luar. Teknologi penyearah dan inverter juga dikuasai oleh
orang Indonesia walaupun industri yang mampu membuatnya masih terbatas. Di Indonesia juga
tidak tersedia orang yang menguasai teknologi komponen elektronika daya, apalagi industrinya.
Semua komponen elektronika daya harus didatangkan dari luar. Di Indonesia, peneliti yang
mendalami teknologi elektronika daya juga sangat terbatas. Perkembangan kebutuhan akan
pembangkit listrik berbasis SEA ini sebaiknya diambil oleh pemerintah Indonesia untuk
mengembangkan industri elektronika daya berserta sumber daya manusianya.

Gambar 2. Pembangkit listrik tenaga bayu

Anda mungkin juga menyukai