Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HONK) PADA


DIABETES MELLITUS TIPE II

DISUSUN OLEH
Yudha Satria
NIM 030.10.285

PEMBIMBING
dr. Asep Syaiful K, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 28 DESEMBER 2015 5 MARET 2016

LEMBAR PERSETUJUAN

Presentasi Laporan Kasus dengan judul


Hiperosmolar Non Ketotik (HONK) pada penderita Deiabetes Mellitus Tipe II

Penyusun:
Yudha Satria
030.10.285

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih
periode 28 Desember 2015 5 Maret 2016

Jakarta, Februari 2016

dr. Asep Syaiful K, Sp.PD

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS


1

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 28 DESEMBER 2015 05 MARET 2016
Nama Mahasiswa

: Yudha Satria

NIM

: 030.10.285

Dokter Pembimbing

: dr. Asep Syaiful K, Sp.PD

I. IDENTITAS PASIEN
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Asuransi
No. RM
Tanggal masuk RS

Pasien
Ny. K
61 tahun
Perempuan
Pisangan Baru Tengah RT/RW 01/11
Islam
Tionghoa
Menikah
SMA
IRT
BPJS
958299
27 Januari 2016

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada anak pasien pada tanggal 28
Januari 2016 pukul 13.00 WIB di Lantai VI Barat RSUD Budhi Asih.
Keluhan utama
Penurunan kesadaran sejak 2 jam SMRS
Keluhan tambahan
Demam, tampak lemas, penurunan nafsu makan, sulit tidur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diantar ke IGD RSUD Budhi Asih oleh anaknya pada tanggal 27
Januari 2016 pukul 12.00 dengan keluhan bicara meracau sejak 2 jam SMRS.
Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Sebelumnya, pasien
tampak tidur seperti biasa setelah diberi sarapan oleh anak pasien. Saat akan diberikan
obat, pasien tampak meracau dan tidak respon saat dipanggil oleh anaknya.
Satu bulan SMRS, pasien mempunyai riwayat jatuh di kamar mandi. Menurut
anak pasien, sebelumnya pasien sering mengeluhkan nyeri kepala hebat yang terus
menerus. Nyeri kepala yang dirasa pasien sudah cukup lama kurang lebih selama 6
bulan dan memberat dalam 1 bulan yang lalu. Pasien merasakan nyeri kepala yang
berputar dan rasa kaku yang menjalar hingga ke tengkuk. Anak pasien menyangkal
2

adanya gangguan penglihatan, mata berair, gangguan penciuman, telinga berdenging


dan bicara pelo pada pasien. Setelah jatuh, pasien merasakan kedua kakinya lemas,
sehingga tidak dapat berjalan lagi. Sejak saat itu, semua aktivitas sehari hari
dilakukan di atas tempat tidur.
Satu hari SMRS, pasien mengeluh demam tinggi. Demam dirasakan terus
menerus namun demam turun saat diberikan obat penurun panas. Selain itu, menurut
anak pasien, pasien sempat mengeluhkan adanya sesak nafas, mual, nyeri perut dan
sulit tidur. Keluhan kejang, nyeri kepala hebat, muntah, gangguan BAK dan BAB
disangkal oleh anak pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. Pasien mempunyai riwayat


diabetes mellitus sejak 3 tahun yang lalu, pernah berobat ke puskesmas namun

jarang kontrol.
Tidak ada riwayat alergi (makanan, obat, cuaca, dan debu), riwayat asma,
penyakit paru dan penyakit jantung, hepatitis, darah tinggi, stroke dan
keganasan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat alergi,
asma, penyakit paru dan penyakit jantung, kencing manis, darah tinggi dan keganasan
pada keluarga disangkal.
Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang ibu rumah tangga dan sehari hari beraktivitas di dalam
rumah. Kebiasaan makan teratur, gemar mengonsumsi gorengan dan jarang
berolahraga. Sejak satu bulan yang lalu, pasien mengaku kedua kakinya lumpuh, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari hari dan semua aktivitas dilakukan di atas tempat
tidur.
Silsilah Keluarga
Kesan :
Ayah pasien menderita DM
Tidak ada anggota keluarga lain yang
memiliki keluhan DM, HT ataupun
keluhan serupa
3

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan dilakukan di 601 RSUD Budhi Asih pada tanggal 28 Januari
2016 pukul 14.00 WIB.
Kesan Umum
Kesadaran
: sopor (E3M5V2)
Kesan sakit : tampak sakit sedang
Kesan gizi
: gemuk
Terpasang monitor dan sungkup oksigen
Tanda Vital
Nadi
: 120 x/menit, reguler, isi cukup, kuat
Laju nafas
: 24 x/menit, reguler
Tekanan darah : 113/62 mmHg
Suhu
: 38,2C (aksila)
Data Antropometri
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT
: 25,2 kg/m2
Status Internus
Kepala
: Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, dan tidak
mudah dicabut.
o Wajah : simetris
o Mata : alis warna hitam distribusi merata, oedema palpebra -/-, bulu
mata berwarna hitam tidak mudah dicabut, konjunctiva palpebra
anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung
+/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
o Hidung: normosepti, deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-)
o Telinga: normotia, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-), serumen (-)
o Mulut : bibir simetris, sianosis (-), mukosa bibir basah, mukosa lidah
merah muda, tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, detritus (-), faring
tidak hiperemis, oral higine baik
o Tenggorok
: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-),
detritus (-)
4

Leher
Thorax

: simetris, pembesaran KGB (-)


:

Paru
Kiri
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan

Perkusi

Belakang
Simetris saat statis dan
dinamis
Simetris saat statis dan
dinamis
Vocal fremitus (+)
Vocal fremitus (+)
Suara nafas vesikuler
Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Suara nafas vesikuler
Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+)

Tidak terlihat pulsasi ictus cordis


Teraba ictus cordis di linea midklavikula kiri sela iga V
Batas kanan : sela iga III-V, linea sternalis dekstra
Batas kiri : sela iga V, di linea midklavikula sinistra
Batas atas : sela iga III, di linea sternalis sinistra
Bunyi jantung I & II reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

Kanan

Depan
Simetris saat statis dan
dinamis
Simetris saat statis dan
dinamis
Vocal fremitus (+)
Vocal fremitus (+)
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
Suara nafas vesikuler
Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Suara nafas vesikuler
Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+)

:
Tampak datar, venektasi (-), spider naevi (-)
Bising usus (+) 2x/menit
Dinding perut: supel, NT (+) pada epigastrium, Turgor kulit : Baik
Tidak teraba pembesaran hepar
Limpa
: Tidak teraba membesar
Ginjal
: ballotment (-/-), nyeri ketuk CVA (-/-)
Timpani pada semua regio, shifting dullness (-)

Punggung
Genitalia
Anorektal
Ekstremitas
Akral Dingin
Akral Sianosis
CRT
Oedem
Tonus Otot
Trofi Otot
Kekuatan motorik

: ulkus decubitus (+)


: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
:
Superior
-/-/<2
-/normotonus
normotrofi
3 5

Inferior
-/-/<2
-/normotonus
normotrofi
3 3
5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan darah
Laboratorium Darah 27 Januari 2016 pukul 17.00 di IGD RSUD Budhi Asih
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Darah lengkap
Leukosit
18.6 ()
103/ul
3.6 11
Eritrosit
4
106/ul
3.8 5.2
Hemoglobin
11.3
g/dl
11.7 15.5
Hematokrit
34
%
35 47
3
Trombosit
394
10 /ul
150 440
RDW
12.6
%
< 14
MCV
84.9
U
80 100
MCH
28.0
Pcg
26 34
MCHC
32.9
g/dL
32 36
Kimia klinik
Metabolisme karbohidrat
GDS
705 ()
mg/dl
< 110
Ginjal
Ureum
108 ()
mg/dL
13 43
Kreatinin
3.20 ()
mg/dL
< 1.2
Elektrolit
Natrium (Na)
140
mmol/L
135 155
Kalium (K)
3.2
mmol/L
3.6 5.5
Clorida (Cl)
104
mmol/L
98 109
Laboratorium Darah 27 Januari 2016 di IGD RSUD Budhi Asih
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Metabolisme karbohidrat
GDS (jam 13.00)
631
mg/dl
GDS (jam 14.00)
590
mg/dl
GDS (jam 15.00)
540
mg/dl
GDS (jam 16.00)
520
mg/dl
GDS (jam 17.00)
418
mg/dl
GDS (jam 18.00)
333
mg/dl
GDS (jam 19.00)
265
mg/dl
GDS (jam 20.00)
220
mg/dl

Nilai Rujukan
< 110
< 110
< 110
< 110
< 110
< 110
< 110
< 110

Laboratorium Darah 27 Januari 2016 di Lantai VI Barat RSUD Budhi Asih


Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Metabolisme karbohidrat
GDS (jam 22.00)
215
mg/dl
< 110
GDS (jam 23.00)
156
mg/dl
< 110
GDS (jam 00.00)
144
mg/dl
< 110
Laboratorium Darah 27 Januari 2016 pukul 22.00 Lantai VI Barat RSUD Budhi Asih
6

Pemeriksaan
Kimia klinik (AGD)
pH
pCO2
pO2
HCO3
Total CO2
Saturasi O2
Kelebihan basa (BE)

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

7.49
27
106
21
22
98
-0.7

mmHg
mmHg
Mmol/L
Mmol/L
%
U

7.35 7.45
35 45
80 100
21 28
23 27
95 100
- 2.5 2.5

Laboratorium Darah 28 Januari 2016 pukul 11.00 Lantai VI Barat RSUD Budhi Asih
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Kimia klinik
Hati
AST/SGOT
20
mU/dl
< 27
ALT/SGPT
17
mU/dl
< 34
Albumin
2,5
g/dl
3,2 4,6
Lemak
Kolesterol total
144
mg/dL
< 200
Trigliserida
258
mg/dL
< 150
HDL direk
21
mg/dL
>= 40
LDL direk
71
mg/dL
< 100
Laboratorium Darah 28 Januari 2016 pk 18.00 di Lantai VI Barat RSUD Budhi Asih
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Metabolisme karbohidrat
GDS
138
mg/dl
< 110
Laboratorium Darah 28 Januari 2016 pukul 22.30 Lantai VI Barat RSUD Budhi Asih
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Kimia klinik (AGD)
pH
7.57
7.35 7.45
pCO2
22
mmHg
35 45
pO2
122
mmHg
80 100
HCO3
20
Mmol/L
21 28
Total CO2
20
Mmol/L
23 27
Saturasi O2
99
%
95 100
Kelebihan basa (BE)
-0.9
U
- 2.5 2.5
Laboratorium Darah 28 Januari 2016 pukul 22.30 di IGD RSUD Budhi Asih
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Darah lengkap
Leukosit
18.0 ()
103/ul
3.6 11
6
Eritrosit
3.6
10 /ul
3.8 5.2
Hemoglobin
10.3
g/dl
11.7 15.5
7

Hematokrit
Trombosit
RDW
MCV
MCH
MCHC
2. EKG

29
254
11.5
83.4
29.4
35.2

%
103/ul
%
U
Pcg
g/dL

35 47
150 440
< 14
80 100
26 34
32 36

Kesan: irama sinus, tahikardia


IV.

RESUME
Wanita, 61 tahun, mengalami penurunan kesadaran sejak 2 jam SMRS.
Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Sebelumnya, pasien
tampak tidur seperti biasa setelah diberi makan makan oleh anak pasien. Saat akan
diberikan obat, pasien tampak meracau dan tidak respon saat dipanggil oleh
anaknya. Satu hari SMRS, pasien mengeluh demam tinggi. Demam dirasakan terus
menerus namun demam turun saat diberikan obat penurun panas. Riwayat trauma
(+) jatuh di kamar mandi 1 bulan yang lalu, kaki kanan dan kiri lemas, tidak bisa
berjalan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah,
kesadaran sopor, tampak sakit sedang. Selain itu, didapatkan febris, takikardia, dan
takipneu. Status generalis dalam batas normal. Status lokalis didapatkan ulkus
decubitus di punggung pasien, tampak tidak dilakukan perawatan luka. Pada
ekstremitas, didapatkan kesan hemiparesis dekstra. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan adanya leukositosis, hiperglikemia dan gangguan fungsi ginjal.

V.

DAFTAR MASALAH
8

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
VI.

Penurunan kesadaran
Mual
Anoreksia
Lemas
Riwayat DM tidak terkontrol
Riwayat stroke
Ulkus decubitus
Hemiparesis dekstra
Leukositosis
Hiperglikemia
Gangguan fungsi ginjal

DIAGNOSA BANDING
1.
2.
3.
4.
5.

Penurunan kesadaran ec HONK pada DM tipe II


Syok sepsis
Ulkus decubitus
Gangguan fungsi ginjal
Riwayat stroke lama

VII. PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap
2. Oksigenisasi 3 l/p
3. Diet cair, melalui NGT atau oral; kebutuhan kalori 1300 cc
4. Non-medikamentosa

Tirah Baring
Observasi KU, tanda vital, tanda-tanda syok
Menjelaskan / edukasi kepada keluarga tentang penyakit pasien dan
komplikasinya, pengobatan, dan prosedur yang akan dilakukan.

5. Medikamentosa (terapi di IGD)


IVFD Asering 500 cc + Kcl 15 meq/6 jam
Drip Paracetamol 500 mg
Inj. Meropenem 3 x 1 gram
Inj. Levofloxacin 1 x 500 mg
Inj. Pumpitor 1 x 40 mg
Inj. Citicolin 2 x 1 gram
Drip insulin sesuai GDS
VIII. PROGNOSA
Quo ad vitam
Quo ad sanationnam
Quo ad fungsionam

: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

IX. SARAN
Pemeriksaan :
Pemeriksaan urin lengkap
9

Pemeriksaan USG ginjal


Pemeriksaan CT Scan

ANALISA KASUS
Diagnosis HONK, sepsis, ulkus dekubitus dan gangguan fungsi ginjal
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik yang dilakukan.
1. HONK (Hiperosmolar non ketotik)
Masalah
Anamnesis
- Pasien diantar ke IGD RSUD Budhi
Asih oleh anaknya pada tanggal 27
Januari 2016 pukul 12.00 dengan
keluhan bicara meracau sejak 2 jam
SMRS.
- Sebelumnya, pasien tampak tidur
seperti biasa setelah diberi sarapan
oleh anak pasien.
- Pasien mempunyai riwayat diabetes
mellitus sejak 3 tahun yang lalu,
pernah berobat ke puskesmas namun
jarang kontrol.

Interpretasi

HONK adalah hiperglikemia berat


(kadar glukosa serum > 600
mg/dL) yang tanpa disertai ketosis.
Hiperglikemia
menyebabkan
hiperosmolalitas, diuresis osmotik,
dan dehidrasi berat.
Perubahan pada status mental
dapat bekisar dari disorientasi
sampai koma.
Derajat gangguan neurologis yang
timbul
berhubungan
secara
langsung
dengan
osmolaritas
efektif serum.

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: sopor
Sopor
Tanda vital
Faktor yang memulai timbulnya
Nadi: 120 x/menit, reguler, isi
koma hiperosmolar hiperglikemik
non ketotik (HHNK) adalah
cukup, kuat
diuresis glukosuria. Glukosuria
10

Laju nafas: 24 x/menit, reguler


Tekanan darah : 113/62 mmHg
Suhu : 38,2C (aksila)
Punggung
: ulkus dekubitus

Pemeriksaan Penunjang
GDS = 705 mg/dL

mengakibatkan kegagalan pada


kemampuan
ginjal
dalam
mengkonsentrasikan urin, yang
akan semakin memperberat derajat
kehilangan air.
Demam, takikardi, takipneu
merupakan tanda dehidrasi berat
atau tanda adanya infeksi yang
mendasari terjadinya HONK
Ulkus dekubitus
komplikasi akibat imobilisasi pada
pasien,
keadaan
DM
mempermudah terjadinya luka dan
keadaan
hiperglikemia
memperlambat penyembuhan, luka
yang tidak terawat merupakan
sumber infeksi.
Hiperglikemia

2. Sepsis
Masalah
Anamnesis

Interpretasi

Sepsis adalah suatu sindroma klinik


yang terjadi oleh karena adanya respon
tubuh
yang
berlebihan
terhadap

rangsangan
produk
mikroorganisme.
Ditandai dengan panas, takikardia,
Pasien
mempunyai
riwayat takipnea, hipotensi dan disfungsi organ
diabetes mellitus sejak 3 tahun berhubungan dengan gangguan sirkulasi
yang lalu, pernah berobat ke darah.
puskesmas namun jarang kontrol. Sepsis sindroma klinik yang ditandai
dengan 2 diantara 4 gejala berikut:
Hiperthermia/hipothermia
(>38C;
<35,6C)
Takipnue (respiratory rate >20/menit)
Takikardia (pulse >100/menit)
Leukositosis/leukopenia atau >10%
sel imatur sel darah putih pada SADT
Dan ditemukan adanya bukti infeksi
Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah
prokalsitonin (PcT); Creactive Protein
(CrP).
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: sopor
Tanda vital
Nadi: 120 x/menit, reguler, isi cukup, kuat
Laju nafas: 24 x/menit, reguler

Keluhan bicara meracau sejak 2


jam SMRS.
pasien mengeluh demam tinggi
sejak 1 hari SMRS

11

Tekanan darah : 113/62 mmHg


Suhu : 38,2C (aksila)
Punggung
: ulkus dekubitus
Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 18.600 / uL
3. Gangguan fungsi ginjal
Masalah
Pemeriksaan penunjang
Ureum : 108 mg/dL
Kreatinin : 3,2 mg/dL

Interpretasi
Gangguan ginjal merupakan komplikasi
mikrovaskular akibat penyakit Diabete
Mellitus tipe II. Keadaan ini terjadi pada
35-45% pasien dengan diabetes tipe 1 dan
< 20 % pasien dengan diabetes tipe 2.
Lesi awal adalah hiperfiltrasi glomerolus
(peningkatan laju filtrasi glomerulus)
yang menyebabkan penebalan difus pada
membrane basal glomerulus. Gambaran
klinis awalnya asimtomatik, kemudian
timbul hipertensi, edema, uremia. Dapat
didiagnosis sebagai AKI bila memenuhi
kriteria RIFLE/AKIN dan PGK/CKD jika
ditemukan Laju filtrasi glomerulus (LFG)
kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
atau Kerusakan ginjal (renal damage)
yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan structural atau fungsional,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).

4. Ulkus dekubitus

Masalah
Anamnesis
Satu bulan SMRS, pasien
mempunyai riwayat jatuh di
kamar mandi. Setelah jatuh,
pasien merasakan kedua kakinya
lemas, sehingga tidak dapat
berjalan lagi. Sejak saat itu,
semua aktivitas sehari hari
dilakukan di atas tempat tidur.

Pemeriksaan Fisik
Punggung
: ulkus dekubitus

Interpretasi
Ulkus dekubitus dapat terjadi pada
pasien yang lumpuh. Penekanan atau
trauma pada kulit, terutama di atas
sakrum dan tumit, mudah terserang.
Perawatan yang cermat dan aktivitas lebih
awal biasanya dapat mencegah ulkus
dekubitus. Sekali ulkus ini terjadi, terapi
sukar, mungkin diperlukan eksisi jaringan
nekrotik dan pencangkokan kulit.
Penyembuhan yang lambat pada pasien
DM, akan memperparah prognosis ulkus
dekubitus dan dapat menjadi sumber
infeksi pada pasien DM.
12

5. Riwayat stroke lama


Masalah
Anamnesis
Satu bulan SMRS, pasien
mempunyai riwayat jatuh di
kamar mandi. Setelah jatuh,
pasien merasakan kedua kakinya
lemas, sehingga tidak dapat
berjalan lagi. Sejak saat itu,
semua aktivitas sehari hari
dilakukan di atas tempat tidur.
Pemeriksaan Fisik
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis (+)
3 5
Refleks patologis (-)
Motorik
3 3
Sensorik sulit dinilai

Interpretasi
Stroke/CVD
merupakan
komplikasi makrovaskular pada penderita
Diabetes Mellitus. Hiperglikemia atau
keseimbangan kadar gula darah yang
dibiarkan dalam waktu lama akan
meningkatkan resiko aterosklerosis yang
dapat terjadi akibat akumulasi lipid,
sehingga akan menghambat aliran darah
ke otak atau trombus yang disebabkan
oleh aterosklerosis menyumbat pembuluh
darah di otak.

PERJALANAN PENYAKIT
Tgl 28 Januari 2016 di Lantai VIBarat (pk.06.00)
S
Sulit berkomunikasi, demam (+) hari ke 2, lemas, mual (+), muntah (-), lemas
13

tungkai bawah kanan dan kiri, luka pada punggung (+), nafsu makan (), BAK (+)
KU: TSS/sopor
TD : 115/64; HR 120x/m; RR 24x/m S: 38,20 C
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: supel, BU (+), NT (+) di epigastrium
Punggung: luka/ulkus (+)
Ekstremitas: oedem ekstremitas (-), akral dingin (-), CRT<2s
Pemeriksaan neurologis:
Kaku kuduk (-)
+ +
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
+ +
Refleks patologis (-)
Motorik
3 5
3

Sensorik sulit dinilai


Hasil laboratorium: leukositosis, hiperglikemia, gangguan fungsi ginjal (terlampir)
Penurunan kesadaran ec HONK pada DM tipe II
Suspek sepsis
Ulkus dekubitus
Gangguan fungsi ginjal
Riwayat stroke lama
- Oksigenisasi 3 l/m
- IVFD Asering 500 cc + Kcl 15 meq/6 jam
- Inj. Novalgin 1 amp / 8 jam
- Inj. Meropenem 3 x 1 gram
- Inj. Levofloxacin 1 x 500 mg
- Inj. Pumpitor 1 x 40 mg
- Drip insulin sesuai GDS
- Inj. Citicolin 2 x 1 gram
Rencana:
Hitung balance cairan
Cek UL, ur/cr, elektrolit
Konsultasi Sp.B
28 Januari 2016 di Lantai VIBarat (pk.20.00)
Produksi urin > 12 jam (-); demam (+), penurunan kesadaran
TD 110/60; N 130 x/m; S 38,2oC; RR 22 x/m
28 Januari 2016 di Lantai VIBarat (pk.21.30)
TD 80/60; N 128 x/m; S 40,1oC, RR 24 x/m
P= Drip paracetamol 1 gram, loading cairan RL 250 cc

Tgl 28 Januari 2016 di Lantai VIBarat (pk.22.00)


S
demam (+) hari ke 3, BAK ()
14

KU: TSB/sopor
TD : 80/60; HR 120x/m; RR 24x/m S: 40,10 C
Mata : CA (-/-), SI (-/-), pupil anisokor
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: supel, BU (+), NT (?)
Punggung: luka/ulkus (+)
Ekstremitas: oedem ekstremitas (-), akral dingin (-), CRT<2s
Pemeriksaan neurologis:
Kesan hemiparesis dekstra
Syok septik
HONK pada DM tipe II
Ulkus dekubitus
Gangguan fungsi ginjal (AKI dd CKD stage IV)
Riwayat stroke lama
Hipokalemia
- Oksigenisasi 3 l/m
- Terapi lain lanjut
Rencana:
Ulang AGD, darah lengkap
- Berikan drip Paracetamol 500 mg, bila S > 37,5oC (pk 23.30)

Tgl 28 Januari 2016 di Lantai VIBarat (pk.22.30)


S 40,9oC RR 32 x/m saturasi 91%
Hasil AGD terlampir
Terapi: drip paracetamol 500 mg

Tgl 29 Januari 2016 di Lantai VIBarat (pk.06.00)


S
Sulit berkomunikasi, demam (+) hari ke 3, lemas, mual (+), muntah (-), lemas
tungkai bawah kanan dan kiri, luka pada punggung (+), nafsu makan (), BAK ()
O
KU: TSB/sopor
TD : 70/50; HR 140x/m; RR 36x/m S: 40,70 C
Mata : CA (-/-), SI (-/-), pupil anisokor
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: supel, BU (+), NT (?)
Punggung: luka/ulkus (+)
Ekstremitas: oedem ekstremitas (-), akral dingin (-), CRT<2s
Pemeriksaan neurologis:
Kesan hemiparesis dekstra
A
Syok septik
Penurunan kesadaran ec HONK pada DM tipe II
Ulkus dekubitus
Gangguan fungsi ginjal
Riwayat stroke lama
P
- Oksigenisasi 3 l/m
- Diet cair / NGT 6 x 150 cc
15

IVFD Asering 500 cc + Kcl 15 meq/6 jam


Inj. Novalgin 1 amp/8 jam
Insulin drip 0,5 U/jam
Cek GDS/ jam
Infus Albumin 2% 100 cc
Inj. Amikasin 3 x 500 mg
Inj. Pumpitor 1 x 40 mg
Inj. Citicolin 2 x 1 gram
Terapi lain lanjut

Bila TD tetap/turun: dobutamin drip mulai 5 mg/kgBB/jam lalu naik 2


mg/kgBB/jam Observasi TD dan tanda vital lain
Tgl 29 Januari 2016 di Lantai VIBarat (pk.16.10)
Pasien apnue, dilakukan RJP 5 siklus
Didapatkan:
- Pupil midriasis maksimal
- Nadi tidak teraba
- Denyut jantung tidak terdengar
- EKG : flat
Pasien dinyatakan meninggal dunia pada pukul 16.25

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah komplikasi
metabolik akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 yang
lebih tua. Pada kondisi ini, terjadi hiperglikemia berat (kadar glukosa serum > 600
mg/dL) yang tanpa disertai ketosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas,
diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal
bila tidak segera ditanganin.1

16

B. EPIDEMIOLOGI
1. Statistik Amerika Serikat
Tidak ada studi berbasis populasi dari HHS yang telah dilakukan. Menurut
National Hospital Discharge Survey AS yang didanai oleh Pusat Statistik Kesehatan
Nasional Amerika serikat, ada 10.800 kejadian tahunan untuk HNS di Amerika
Serikat 1989-1991. HHS mempengaruhi sekitar 1 dari 500 pasien dengan DM.
Insiden keseluruhan HHS kurang dari 1 kasus per 1000 orang-tahun, sehingga secara
signifikan kurang umum daripada KAD (Diabetes Ketoasidosis). Seperti prevalensi
DM tipe 2 yang meningkat, kejadian HHS kemungkinan akan meningkat juga.2
2. Demografi Sehubungan dengan Usia
HHS memiliki usia rata-rata onset awal dekade ketujuh kehidupan. Rata-rata usia
pasien dengan HHS adalah 60 tahun. Laporan kejadian kasus yang paling sering
dipublikasikan adalah usia 57-69 tahun. Sebaliknya, usia rata-rata onset untuk
Diabetes Ketoasidosis adalah awal dekade keempat kehidupan.. HHS juga dapat
terjadi pada orang yang lebih muda. Secara khusus, karena laju peningkatan obesitas
pada anak-anak, prevalensi DM tipe 2 juga meningkat pada kelompok usia ini dan
dapat menyebabkan peningkatan insiden HHS pada populasi ini.2
Masyarakat yang hidup di panti jompo beresiko untuk HHS. Hal hal yang
mendasari adanya pencegahan hidrasi yang memadai, termasuk imobilitas, usia lanjut,
kelemahan, demensia, agitasi, dan aktivitas yang menurun, menempatkan pasien pada
risiko. Gangguan indera, seperti tuli dan kebutaan, dapat menyebabkan isolasi sosial
dan juga meningkatkan risiko HHS. 2
3. Demografi Sehubungan dengan Jenis Kelamin
Tidak ada predileksi seks dicatat dalam seri yang paling sering dipublikasikan
HHS. Namun, beberapa data menunjukkan bahwa prevalensi sedikit lebih tinggi pada
wanita dibandingkan pada laki-laki. Dalam Survei Discharge US National Hospital
(lihat di atas), 3700 orang adalah laki-laki dan 7100 adalah perempuan.
4. Demografi Sehubungan dengan Ras
Afrika Amerika, Hispanik, dan penduduk asli Amerika yang terpengaruh oleh
HHS sebagai konsekuensi dari peningkatan prevalensi DM tipe 2 .Dalam Survey
National Hospital Discharge AS dari 10.800 buangan rumah sakit daftar HHS di
Amerika Serikat antara tahun 1989 dan 1991, ada 6300 pasien putih dan 2.900 pasien
Amerika-Afrika, sisa pembuangan orang-orang dari ras lain atau ras tidak diketahui. 2
C. ETIOLOGI
Koma hiperosmolar hipoglikemik nonketotik dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut: 3
1. Infeksi
17

a. Selulitis
b. Infeksi gigi
c. Pneumonia
d. Sepsis
e. Infeksi saluran kemih
2. Pengobatan
a. Obat kemoterapi
b. Glukokortikoid
c. Fenitoin
d. Diuretik tiazid
e. Propanolol
3. Noncompliance, maksudnya adalah ketidakpatuhan penderita Diabetes Melitus
terhadap penatalaksanaan yang dianjurkan, misalnya dalam hal mengkonsumsi
makanan, tidak patuh meminum obat, melewatkan jadwal penyuntikan, dan lain-lain.
4. Diabetes Melitus tidak terdiagnosis.
5. Penyalahgunaan obat, seperti alkohol dan kokain.
6. Penyakit penyerta
a. Infark miokard akut
b. Tumor yang menghasilkan hormone adrenokortikotropin
c. Kejadian serebrovaskular
d. Sindrom cushing
e. Hipertermia
f. Hipotermia
g. Trombosis mesenterika
h. Pankreatitis
i. Emboli paru
j. Gagal ginjal
k. Luka bakar berat
l. Tirotoksitosis
D. PATOMEKANISME
Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa glukosa
kedalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta
di p u l a u - p u l a u l a n g e r h a n s d i p a n k r e a s . I n s u l i n y a n g d i k e l u a r k a n
o l e h s e l b e t a di ibaratkan sebuah anak kunci yang dapat membuka pintu
masuknya glukosa kedalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme
menjadi energi ataut e n a g a . B i l a i n s u l i n t i d a k a d a , m a k a g l u k o s a
t i d a k d a p a t m a s u k s e l s e h i n g g a glukosa akan tetap berada dalam
pembuluh

darah

yang

artinya

kadarnya

dalam

darah

meningkat

(hiperglikemik).2,3 Mekanisme timbulnya penyakit kencing manis atau diabetes


mellitus adalah sebagai berikut. Pada kondisi normal, glukosa dalam tubuh yang
berasal dari makanan, diserap ke dalam aliran darah dan bergerak ke sel-sel di dalam
tubuh. Glukosa tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pengubahan
18

glukosa dalam darah menjadi energi dilakukan oleh hormon insulin yang dihasilkan
oleh kelenjar pankreas. Hormon insulin juga berfungsi untuk mengatur kadar glukosa
dalam darah. Secara normal, glukosa akan masuk ke sel-sel dan kelebihannya
dibersihkan dari darah dalam waktu 2 jam. Namun apabila insulin yang tersedia
jumlahnya terbatas dan atau tidak bekerja dengan normal, maka sel-sel di dalam tubuh
tidak terbuka dan glukosa akan terkumpul dalam darah. Kadar glukosa darah di atas
10 mmol per liter merupakan kondisi di atas ambang serap ginjal. Apabila kadar
glukosa dalam darah berlebihan, maka sebagian glukosa kemudian dibuang bersama
urin. Peristiwa terbuangnya glukosa bersama-sama urin tersebut dikenal dengan
glukosuria/kencing manis.4
Mekanisme hampir serupa dengan KAD. Pada mulanya sel pankreas gagal
atau terhambat oleh beberapa keadaan stres yang menyebabkan sekresi insulin mejadi
tidak adekuat. Pada keadaan stres terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga
pembentukan glukosa meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer,
akhirnya akan timbul hiperglikemia. Selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang
menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun, dan
sebagai akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.5 Sampai saat ini para ahli belum dapat menetapka, mengapa pada
pasien hiperosmolar tidak terjadi ketossis atau ketoasidosis. Beberapa hipotesis
diajukan tetapi rupanya patogenesis yang diajukan Gerich mendapat perhatian dan
pandangan lebih tepat. Beberapa hipotesis mengenai KHNK sebagai berikut :
1. Pada pasien KHNK diduga kadar insulin masih cukup untuk mencegah ketosis
tetapi tak dapat mempertahankan homeostasis glukosa. Hipotesis ini ternyata tidak
benar, karena diketahui bahwa kadar insulin pada keadaan hiperosmolar dan
ketoasidosis diabetik sama. William menduga kadar insulin vena porta cukup
banyak atau sel-sel lemak yang sensitif terhadap insulin.
2. Peran hiperosmolar dan dehidrasi. Pada binatang percobaan, dengan mengurangi
cairan ternyata intoleransi glukosa akan diikuti pengurangan pelepasan asam
lemak bebas, sehigga diduga dehidrasi mempunyai sifat antiketogenik (Mencegah
lipolisis).
Peran penurunan hormon lipolitik, seperti hormon pertumbuhan, kortison,
glukagon, katekolamin (hormon stres) kadar hormon lipolitik yang berkurang ini
memang telah dibuktikan pada koma hiperosmolar, sehingga kadar asam lemak bebas
lebih sedikit atau mempunyai kadar sama dengan pada ketoasisdosis diabetik. Shunt
mengajukan hipotesis bahwa prostalglandin E2 (PGE2) mempunyai sifat anti lipolisis
19

yang lebih kuat dibandingkan insulin sehingga bila PGE2 meninggi tentu dapat
mencegah ketosis, tetapi hal ini belum terbukti. 5
E. PATOFISIOLOGI
Sindrom Hiperglikemia

Hiperosmolar

Non

Ketotik

mengambarkan

kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin


menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi
glukosa di plasma. 6

Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glikogenolisis yang dapat


meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan
hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam
intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak
merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan. 7
20

Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga


timbul glikosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan
(poliuria). Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan
diikuti hilangnya potasium,sodium dan phospat. 6,7
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%
sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urin yang disebut
glukosuria.
Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
(HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada
kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat
derajat kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa
diatas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan volume intravaskular atau
penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerular,
menyebabkan konsentrasi glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak
dibandingkan natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak
cukup untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi
insulin.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga
pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun
mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Kemudian produksi insulin yang kurang pun akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan
pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan
banyak makan yang disebut poliphagia. Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi
homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik
berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport
oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma. Hemokonsentrasi akan meningkatkan
21

viskositas

darah

dimana

dapat

mengakibatkan pembentukan

bekuan

darah,

tromboemboli, infark cerebral, jantung


Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan
tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan
kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya
akan menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan
stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan
elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi. 6,7
F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui mempunyai
DM, dan pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemi
oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang semakin memperberat masalah,
misalnya diuretic. 7,8
Keluhan pasien HHNK ialah : rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki
kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika
dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien dating dengan disertai keluhan saraf
seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor
yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin
dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh
yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen,
yang membaik setelah rehidrasi adekuat.
Perubahan pada status mental dapat bekisar dari disorientasi sampai koma.
Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan
osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari
350 mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat
berupa kejang umum, local, maupun, mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang
bersifat reversible dengan koreksi deficit cairan. 9
Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK adalah konsentrasi
glukosa darah yang sangat tinggi (> 600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang
tinggi (> 320 mOsm per kg air [normal = 290 5]), dengan pH lebih besar dari 7,30
dan disertai ketonemia ringan atau tidak. Separuh pasien akan menunjukkan asidosis
metabolik dengan anion gap yang ringan (10 12). Jika anion gap nya berat (>12),
harus dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah dan
penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang dapat
22

menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium dapat meningkat atau


normal. Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN), dan hematokrit hampir
selalu meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilangan berbagai macam
elektrolit. 9
Kehilangan Elektrolit pada HHNK
Elektrolit
Hilang
Natrium
7 13 mEq per kg
Florida
3 7 mEq per kg
Kalium
5 15 mEq per kg
Fosfat
70 140 mEq per kg
Kalsium
50 100 mEq per kg
Magnesium
50 100 mEq per kg
Air
100 200 mEq per kg
G. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip Penatalaksanaan
Angka kematian pada koma hiperosmolar tinggi (>50%). Akibatnya terapi
segera sangat mendesak. Tindakan yang paling penting adalah pemberian cairan
intravena dalam jumlah besar untuk memulihkan sirkulasi dan aliran urin. Defisit
cairan rata-rata adalah 10 sampai 11 liter. Sementara air tawar akan sangat diperlukan,
terapi awal harus berupa larutan garam isotonik, 2 sampai 3 liter harus diberikan
dalam 1 sampai 2 jam pertama. Kemudian salin separuh kekuatan dapat digunakan.
Begitu kadar glukosa mencapai normal, dapat diberikan dekstrose 5 persen sebagai
pembawa air tawar. Jika komahiperosmolar dapat dipulihkan dengan cairan saja,
insulin harus diberikan untuk mengendalikan hiperglikemia lebih cepat. Banyak
penulis menganjurkan dosis kecil insulin tetapi mungkin diperlukan jumlah yang lebih
besar terutama pada pasien obesitas. Garam kalium biasanya diperlukan lebih awal
dalam terapi koma hiperosmolar disbanding pada ketoasidosis karena pergeseran K +
plasma intraseluler selama peningkatan terapi tanpa asidosis. Jika terdapat asidosis
laktat, natrium bikarbonat harus diberikan sampai perfusi jaringan dapat dipulihkan.
Antibiotika diperlukan jika infeksi merupakan penyakit. 10
Penatalaksanaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)
meliputi lima pendekatan8:
a. Rehidrasi intravena agresif
b. Penggantian elektrolit
c. Pemberian insulin intravena
d. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
e. Pencegahan
2. Penatalaksanaan Medikamentosa
23

a. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan HHNK adalah
penggantian

cairan

yang

agresif,

dimana

sebaiknya

dimulai

dengan

mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg,
atau total rata-rata 9 L). Penggunaan larutan isotonik akan dapat menyebabkan
overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu
cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin difus. Sehingga pada
awalnya sebaiknya diberikan 1L normal saline per jam. Jika pasiennya mengalami
syok hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma expanders. Jika pasien dalam
keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan monitor hemodinamik. Pada awal terapi,
konsentrasi glukosa darah akan menurun, bahkan sebelum insulin diberikan, dan hal
ini dapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang diberikan.
Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per
jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang atau gangguan
ginjal.
b. Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena
konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Konsentrasi kalium yang
sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan
kalium serum masuk ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terusmenerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor.
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L), pemberian
insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai
tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3,3 mEq per L). Jika konsentrasi kalium lebih
besar dari 5,0 mEq per L (5,0 mmol per L), konsentrasi kalium harus diturunkan
sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya konsentrasi kalium ini perlu
dimonitor tiap dua jam. Jika konsentrasi awal kalium antara 3,3-5,0 mEq per L , maka
20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan
(2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan konsentrasi kalium
antara 4,0 mEq per L (4,0 mmol per L) dan 5,0 mEq per L.
c. Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pamberian cairan
yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka
cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi,
kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal
0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1U/kgBB per jam sampai
24

konsentrasi glukosa darah turun antara 250 mg per dL (13,9 mmol per L) sampai 300
mg per Dl. Jika konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dL per jam,
dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa darah sudah
mencapai dibawah 300 mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dan
dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan
hyperosmolar.
3. Penatalaksanaan Non Medikamentosa
Pasien Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK) biasanya
datang dengan keadaan penurunan kesadaran dan dalam keadaan gawat darurat, oleh
karena itu pemberian obat secara non farmakologi akan kurang tepat karena
memberikan efek yang cukup lama. Penatalaksaan yang tepat bagi pasien (KHHNK)
yaitu secara medikamentosa. Selain itu dapat juga dengan dilakukan pencegahan
penyakit Diabetes Melitus yang biasanya merupakan penyebab awal KHHNK,
meliputi:
1. Terapi gizi
a. Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan
kebutuhan individual.
b. Latihan jasmani
c. Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan
metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan, dan
tingkat kebugaran, juga oleh kada insulin plasma, kadar glukosa darah,
kadar benda keton dan imbangan cairan tubuh
2. Identifikasi dan Mengatasi Faktor Penyebab
a. Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan antibiotik
kepada semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi
antibiotik dianjurkan sambil menunggu kultur pada pasien usia lanjut
dan pada pasien hipotensi. Berdasarkan penelitian terkini, peningkatan
konsentrasi C-reactive protein dan interleukin-6 merupakan indikator
awal sepsis pada pasien dengan HHNK.
3. Pencegahan
a. Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya
penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa
darah dan compliance yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap
persediaan air. Jika pasien tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga
terdekat sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk memperhatikan
25

adanya perubahan status mental dan kemudian menghubungi dokter


jika hal tersebut ditemui. 7,9,11
Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan harus diberikan
edukasi yang memadai mengenai tanda dan gejala HHNK dan juga edukasi mengenai
pentingnya asupan cairan yang memadai dan pemantauan yang ketat. Kemudian diet
yang baik merupakan salah satu pencegahan dari HHNK. Diet yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak,
sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat 60-70%; Protein 10-15%; Lemak 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan
kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi
resistensim insulin dan memperbaiki respons sel-sel terhadap stimulus glukosa.
Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat
mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status
DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan
tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan
juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan
melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati,
yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak
jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging
dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat
penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping
akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat
dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan
penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan
sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan
mineral.11 Selain diet, dengan berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan
menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat
dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk
penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal
dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous,
Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai
zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan
26

kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara
lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang,dan lain sebagainya. Olahraga aerobik
ini paling tidak dilakukan selama total30-40 menit per hari didahului dengan
pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan
memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan
juga meningkatkan penggunaan glukosa.12
H. PROGNOSIS
Keadaan

Koma

Hiperosmolar

Hiperglikemik

Non

Ketotik

(HHNK)

merupakan salah satu komplikasi akut atau emergensi Diabetes Melitus (DM).
Kedaruratan ini pun masih merupakan penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas
dari pasien penderita Diabetes Melitus (DM). Angka kejadian Keadaan Hiperosmolar
Hiperglikemik masih sulit diperkirakan karena belum ada studi populasi tentang
keadaan ini, namun diperkirakan kurang dari 1% dari semua penderita diabetes yang
dirawat di Rumah Sakit. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. Prognosis
dari kasus ini biasanya buruk, meskipun sebenarnya kematian dari pasien bukan
disebabkan oleh sindrom hiperosmolar itu sendiri melainkan oleh karena penyakit
yang mendasarinya atau menyertainya. Angka kematiannya berkisar antara 30 50
% yang merupakan angka kematian yang tinggi hal ini disebabkan karena seringnya
terjadi kegawatan ini pada usia lanjut dan berhubungan dengan penyakit penyakit
kardiovaskular atau penyakit yang mendasari lainnya, infeksi, dehidrasi, dan
osmoralitas darah yang sangat tinggi. 11,12
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC. 2006.
2. Hemphill, Robert R. Hyperosmolar

Hyperglicemic

State.

Available

at:

http://emedicine.medscape.com/article/1914705-overview#a0156 . Update on 2012.


Accessed on: February 1st, 2016.
3. Soewondo, Pradana. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik. Dalam : Aru
W. Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing. 2009.
4. Foster, Daniel W. Diabetes Mellitus. In: Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam
edisi 13, editor edisi bahasa inggris, Kurt J. Isselbacher et al; editor bahasa Indonesia,
Ahmad H. Asdie. Jakarta: EGC. 2000. p.768-77.
5. Kurnia. Mekanisme Terjadinya Diabetes. Available at: http://id.shvoong.com/
medicine-and-health/epidemiology-public-health/2094446-mekanisme-terjadinya-dia
betes/#ixzz1PmiprcMK. Update on 2010. Accessed on: February 1st, 2016.

27

6. Mansjoer, Arif, Triyanti, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3. Jakarta: Media
Aesculapuis. 2007. p.165-7.
7. Sudoyo, A.W, Setiyohadi, B, Alwi, I, Simadibrata, M., Setiati, S. Diabetes Mellitus.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: FKUI. 2006.
8. Soegondo S. Obesitas. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Eds). Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2007; 4;3:1919-25.
9. Stoner, Hyperglycemic hyperosmolar state, American Academy of Family Physician.
Available at: http://www.aafo.org/afp/20050501/1723.html. Accessed on: February
3rd, 2016.
10. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8 Vol 2. H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, editor. Jakarta :
EGC. 2002.
11. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care.
2004;27(Suppl 1):S15-S35.
12. WHO. Diabetes Mellitus, WHO Geneva, Available at: http//www.who.int.inf.
fs/en/fact 138.html. Accessed on: February 3rd, 2016.

28

Anda mungkin juga menyukai