DENGAN KERACUNAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun haruslah dipersiapkan
dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau secara berlebihan justru mendatangkan
bahaya baru. Identifikasi racun merupakan usaha untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang
diduga sebagai penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan penganggulangannya dapat
dilakukan dengan tepat, cepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita
berhadapan dengan keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta memerlukan
kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga mengamati efek dan gejala keracunan yang
timbul.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan.
Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah
satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Bisa gigitan
ular adalah kedaruratan medis, 95% gigitan ular terjadi pada anggota badan sehingga tindakan
pertolongan pertama dapat mudah dilakukan.
B.
1.
2.
Tujuan
Untuk mengetahui penatalaksanaan kedaruratan pada pasien dengan keracunan.
Untuk mengetahui penatalaksanaan kedaruratan pada pasien dengan gigitan binatang berbisa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Askep Gawat Darurat Keracunan
1. Pengertian
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh
dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik
kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan
bahkan dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen
kedaruratan datang karena masalah toksik.
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum,
alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Keracunan dapat diakibatkan oleh
kecelakaan atau tindakan tidak disengaja, tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau
dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan kriminal. Keracunan yang tidak disengaja
dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan rumah tangga maupun lingkungan
kerja.
2. Penyebab dan Jenis Keracunan
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung bahan
berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut antara lain:
a. Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan merupakan proses awal dari
akibat aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan
tersebut untuk kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga
disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa,
parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat racun.
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara lain:
1)
Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di
tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi dirinya dari suhu
yang agak tinggi dengan jalan membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian
itu, kuman ini banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang
sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah
memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian disusul
dengan penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh
kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara
dan susah menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan penyuntikan
serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu dalam hal ini yang penting
ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian direbus
bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan
jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat,
muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan.
Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita
dirangsang agar muntah. Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan encer
kalium permanganat (1 gram dalam 2 liter air), atau dengan putih telur campur
susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan kirim penderita ke rumah sakit.
3)
Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam
saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya
keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan
penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut,
nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih
nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah.
Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita diberi
minum air soda sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit dapat
diberikan untuk mengurangi sakitnya. Pada keracunan yang lebih berat, penderita
harus dirawat di rumah sakit.
4)
5)
Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida). Singkong beracun
biasanya ditanam hanya untuk pembatas kebun, dan binatangpun tidak mau
memakan daunnya. Racun asam biru tersebut bekerja sangat cepat. Dalam
beberapa menit setelah termakan racun singkong, gejala-gejala mulai timbul.
Dalam dosis besar, racun itu cepat mematikan.
b. Minyak Tanah
Penyebabnya karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak tanah:
Terutama pada anak-anak < 6 tahun. Khususnya pada negara-negara berkembang.
Daerah perkotaan > daerah pedesaan
Pria > wanita
Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua
Komplikasi
Efek toksis terpenting dari minyak tanah adalah pneumonitis aspirasi. Studi pada binatang
menunjukkan toksisitas pada paru > 140 x dibanding pada saluran pencernaan. Aspirasi
umumnya terjadi akibat penderita batuk atau muntah. Akibat viskositas yang rendah dan
tekanan permukaan, aspirat dapat segera menyebar secara luas pada paru. Penyebaran
melalui penetrasi pada membran mukosa, merusak epithel jalan napas, septa alveoli, dan
menurunkan jumlah surfactan sehingga memicu terjadinya perdarahan, edema paru, ataupun
kolaps pada paru. Jumlah < 1 ml dari aspirasi pada paru dapat menyebabkan kerusakan yang
bermakna.
Kematian dapat terjadi karena aspirasi sebanyak + 2,5 ml pada paru (pada lambung + 350
ml). Selain itu, jumlah 1 ml/kg BB minyak tanah dapat menyebabkan depresi CNS ringan sedang, karditis, kerusakan hepar, kelenjar adrenal, ginjal, dan abnormalitas eritrosit. Namun
efek sistemik tersebut jarang karena tidak diabsorbsi dalam jumlah banyak pada saluran
pencernaan. Minyak tanah juga diekskresikan lewat urine.
Penatalaksanaan
Monitor sistem respirasi Inhalasi oksigen
Nebulisasi dengan Salbutamol : bila mulai timbul gangguan napas
Antibiotika : bila telah timbul infeksi, tidak dianjurkan sebagai profilaksis
Hidrokortison : dulu direkomendasikan, sekarang jarang dilakukan
Kumbah lambung dan charcoal aktif (arang): beberapa literatur menolak penatalaksanaan
dengan kumbah lambung, dengan alasan dapat menyebabkan aspirasi dan kerusakan paru.
Sedangkan literatur lain memperbolehkannya, utamanya bila jumlah yang ditelan cukup
banyak, karena dikhawatirkan terjadi penguapan dari lambung ke paru.
Antasida: untuk mencegah iritasi mukosa lambung
Pemberian susu atau bahan dilusi lain
Bila terjadi gagal napas, dapat dilakukan ventilasi mekanik (Positive End Expiratory
Pressure / PEEP)
c. Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang berada dalam
golongan propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan golongan propuxur lainnya adalah
sama. Contoh golongan karbamat lain adalah carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid, aphox),
timethacarb (landrin) dan lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia urin, miosis, fasikulasi
otot, cemas dan kejang. Miosis, salvias, lakrimasi, bronkospasme, keram otot perut, muntah,
hiperperistaltik dan letargi biasanya terlihat sejak awal. Kematian biasanya karena depresi
pernafasan.
1) Efek muskarinik (parasimpatik) berupa: miosis (pinpoint), Hipersalivasi, lakrimasi,
Hipersekresi bronchial, Bronkospasme, Hiperperistaltik : mual, muntah, diare, kram perut.,
Inkontinensia urin, Pandangan kabur, Bradikardi
2) Efek nikotinik berupa: fasikulasi otot, kejang, kelumahan otot, paralysis, ataksia,
takikardi (hipertensi).
3) Efek SSP berupa: sakit kepala, bicara ngawur, bingung, kejang, koma, dan depresi
pernafasan.
4) Efek pada kardiovaskular bergantung pada reseptor mana yang lebih dominan.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat kontak dengan insektisida, pemeriksaan
klinis dan menyeluruh dan terakhir pemeriksaan laboratorium.
Penatalaksanaan
1) General Management
a) Airways: jaga jalan nafas, bersihkan dari bronchial sekresi.
b) Breathing: beri oksigen 100% , bila tidak adekuat lakukan intubasi
c) Circulation: pasang IV line, pantau vital sign.
2)
Spesifik terapi
a) Bilas lambung ( 100-200 ml ), diikuti pemberian karbon aktif. Direkomendasikan pada
kasus yang mengancam.
b) Karbon aktif . Dosis 12 tahun : 25 100 gr dalam 300-800 ml.
3) Pharmacologik terapi
Atropine: 12 tahun: 2-4 mg IV setiap 5-10 menit sampai atropinisasi. Dosis
pemeliharaan 0,5 mg/30 menit atau 1 jam atau 2 jam atau 4 jam sesuai kebutuhan. Dosis
maksimal 50 mg/24 jam. Pertahankan selama 24-48 jam.
Supportif : diazepam 5-10 mg IV bila kejang dan furosemide 40-160 mg bila ronki basah
basal muncul.
d. Bahan Kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan-bahan kimia biasa seperti
bahan kimia rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau produk industri. Beberapa
jenis bahan kimia yang harus diperhatikan karena berbahaya adalah:
Bahan
Kimia
AgNO3
HCl
Penjelasan
H2S
H2SO4
NaOH
NH3
HCN
HF
HNO3
Berikut adalah beberapa alternatif obat yang dapat anda gunakan untuk
pertolongan pertama terhadap korban keracunan bahan kimia:
Jenis Peracun
Asam-asam korosif seperti asam sulfat (H 2SO4),
fluoroboric acid, hydrobromic acid 62%, hydrochloric
acid 32%,hydrochloric acid fuming 37%, sulfur dioksida,
dan lain-lain. Bila tertelan berilah bubur aluminium
hidroksida atau milk of magnesia diikuti dengan susu atau
putih telur yang dikocok dengan air.
Alkali (basa) seperti amonia (NH3), amonium hidroksida
(NH4OH), Kalium hidroksida (KOH), Kalsium oksida
(CaO), soda abu, dan lain-lain.
Kation Logam seperti Pb, Hg, Cd, Bi, Sn, dan lain-lain
Pestisida
Garam Arsen
Pertolongan Pertama
Bila
tertelan
berilah
bubur
aluminium hidroksida atau milk of
magnesia diikuti dengan susu atau
putih telur yang dikocok dengan air.
Jangan diberi dengan karbonat atau
soda kue.
Bila tertelan berilah asam asetat
encer (1%), cuka (1:4), asam sitrat
(1%), atau air jeruk. Lanjutkan
dengan memberi susu atau putih
telur.
Berikan antidote umum, susu,
minum air kelapa, norit, suntikan
BAL, atau putih telur.
Minum air kelapa, susu, vegeta,
norit, suntikan PAM
Bila tertelan usahakan pemuntahan
dan berikan milk of magnesia.
3. Manifestasi Klinis
Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara pemberian, apakah
melalui kulit, mata, paru, lambung, atau suntikan, karena hal ini mungkin mengubah tidak hanya
kecepatan absorpsi dan distribusi suatu bahan toksik, tetapi juga jenis dan kecepatan
metabolismenya. Pertimbangan lain meliputi perbedaan respons jaringan. Hanya beberapa racun
yang menimbulkan gambaran khas seperti adanya bau gas batu bara (saat ini jarang), pupil
sangat kecil (pinpoint), muntah, depresi, dan hilangnya pernafasan pada keracunan akut morfin
dan alkaloidnya. Pupil pinpoint merupakan satu-satunya tanda, karena biasanya pupil berdilatasi
pada pasien keracunan akut. Kecuali pada pasien yang sangat rendah tingkat kesadaranya,
pupilnya mungkin menyempit tetapi tidak sampai berukuran pinpoint. Kulit muka merah, banyak
berkeringat, tinitus, tuli, takikardi, dan hiperventilasi sangat mengarah pada keracunan salisilat
akut (aspirin).
Onset (Masa
Awitan)
Gejala Saluran Cerna Atas (Mual, Muntah) yang Dominan
< 1 jam
Mual, muntah, rasa yang tak lazim di mulut,
mulut terasa panas
1-2 jam
Mual, muntah, sianosis, sakit kepala,
pusing, sesak nafas, gemetar, lemah,
pingsan.
1-6 jam (rerata 2-4)
Mual, muntah, diare, nyeri perut.
8-16 jam (2-4
muntah)
6-24 jam
Jasad
Renik/Toksin
Garam logam
Nitrit
Staphylococcus
Aureus dan
enterotoksinnya
Bacillus Cereus.
Jamur
berjenis Amanita.
Streptococcus
Pyogene
Corynebacterium
diphtheria
Salmonella
spp (termasuk
S.Arizonae), E.
coli
enteropatogenik,
dan
Enterobakteriacae,
V. cholera (01 dan
3-5 hari
1-6 minggu
1-beberapa minggu
3-6 bulan
non-01),
vulvinicus, V.
fluvialis.
Virus-virus enterik
Giardia lamblia
Entamoeba
hystolitica
Taenia sanginata
dan taenia solium
1-6 jam
Tetrodotoxin
Chlorinated
hydrocarbon
>72 jam
Fosfat organic
Jamur
jenis muscaria
Ciguatoxin
Clostridium
botulinum dan
toksinnya.
Triortrocresyl
phosphate.
Scombrotoxin
(histamine)
Monosodium
glutamate (MSG)
Asam nikotinat
Saxitoxin
(paralytic shelifish
poisoning: PSP)
Brevetoxin
(neurotoxic
shelifish
poisoning: NSP)
Dinophysis toxin,
okadaic acid,
pectenotoxin,
yessotoxin
(Diarrheic
shelifish
poisoning:DSP)
Domoic Acid
(Amnestic shelifish
poisoning: ASP)
24 jam
Muntah, diare, sakit perut, bingung, hilang
(gastrointestinal)
ingatan, deisorientasi, kejang dan koma.
sampai 48 jam
(neurologis)
Gejala Infeksi Umum (Demam, Mengigil, Lemah, Sakit, Pembengkakan Kelenjar
Limfe)
4-28 hari (rerata 9
Gastroenteritis, demam, edema disekitar
Trichinella
hari)
mata, berkeringat, nyeri otot, mengigil,
spiralis
lemah, sulit bernafas.
7-28 hari (rerata 14
hari)
10-13 hari
Salmonella typhi
Toxoplasma
gondii
Bervariasi,
bergantung pada tipe
penyakit
Mungkin virus
Bacillus anthracis,
brucella
melitensis, B.
abortus, B.
suis, coxiella
bernetti,
francisella
tularensis, listeria
monocytogenes,
M. tuberculosis,
mycobacterium sp,
pasteurella
multocida,
streptobacillus
moniliformis,
campylobacter
jejuni, leptospira
SSP.
c.
d.
e.
a. Dapatkan kontrol jalan panas, ventilasi, dan oksigenisasi. Pada keadaan tidak ada
kerusakan serebral atau ginjal, prognosis pasien bergantung pada keberhasilan penatalaksanaan
pernapasan dan sistem sirkulasi.
b. Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu tertelan, gejala,
usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat.
c. Tangani syok yang tepat.
d. Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
e. Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk menurunkan efek
toksin.
f. Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu sistem saraf pusat atau
pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat.
g. Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang ditelan, yaitu:
1) Diuresis untuk agen yang dikeluarkan lewat jalur ginjal
2) Dialisis Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal
dan cartridge containing an adsorbent [karbon atau resin], dimana setelah detoksifikasi
darah dikembalikan ke pasien.
h. Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.
i.
Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
j.
Menurunkan peningkatan suhu.
k. Berikan analgesik yang sesuai untuk nyeri.
l.
Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
m. Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma.
n. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan kejang.
o. Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukkan tanda dan gejala masalah
potensial dan prosedur untuk bantuan ulang.
Pengkajian.
Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang
mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran.
Riwayat kesadaran: riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui
setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang
ditimbulkan dan kapan terjadinya.
b.
Intervensi
Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan
hidup, mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yang meliputi sirkulasi:
1) Airway, breathing, circulating, eliminasi untuk menghambat absorbsi melalui pencernaan
dengan cara kumbah lambung, emesis, atau katarsis.
2) Berikan anti dotum sesuai anjuran dokter minimal 2 x 24 jam.
Perawatan suportif meliputi:
1) Mempertahankan agar pasien tidak sampai demam atau mengigil,monitor
perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan,
sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal
atau kematian.
2) Monitor vital sign setiap 15 menit untuk beberapa jam dan laporkan perubahan
segera kepada dokter.
3) Catat tanda-tanda seperti muntah, mual, dan nyeri abdomen serta monitor semua
muntah akan adanya darah. Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan
intravenous sesuai anjuran dokter.
4) Jika pernafasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin
bisa diperlukan.
5) Jika keracunan sebagai usaha untuk membunuh diri maka lakukan safety
precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan juga
masalah kelainan kepribadian, reaksi depresi, psikosis neurosis, mental retardasi dan lainlain.
jika timbul gejala yang tidak dikehendaki dan ulangi pemberian obat seperti pada
premedikasi, sebelum pemberian infus antibisa diteruskan.
Beberapa tindakan lain yang perlu dilakukan antara lain:
1) Luka akibat gigitan, potesial mudah terkena infeksi bakteri. Selain diperlukan obat
golongan antibiotika, juga perlu dilakukan tindakan pencegahan tetanus dengan memperhatikan
tingkat imunisasinya.
2) Pemberian cairan infus
3) Jika terjadi nekrosis jaringan, perlu dilakukan pembedahan
4) Perdarahan, termasuk gangguan koagulasi, koagulasi intravaskuler dan afibrinogenemia
perlu diatasi, tetapi tidak dilakukan sebelum netralisasi bisa mencukupi.
5) Pemberian morfin merupakan kontraindikasi. Diazepam dengan dosis sedang akan
memberikan hasil yang memuaskan.
6) Jika antibisa tidak dapat mengatasi syok, diperlukan plasma volume ekspander atau
mungkin obat golongan vasopresor.
7) Pada penderita gagal ginjal, perlu dilakukan hemodialisa atau dialisa peritoneal.
c. Tindakan Yang Keliru
Kekeliruan dalam tindakan penanggulangan dapat terjadi, antara lain:
1) Infeksi/eksisi daerah gigitan yang dapat merusak urat saraf dan pembuluh darah.
2) Pendinginan daerah gigitan, sehingga penderita mengalami radang dingin (frostbite), selain
menderita karena gigitan.
3) Pemberian serum antibisa yang sebetulnya tidak diperlukan.
4) Memulangkan penderita dari rumah sakit tanpa waktu yang cukup untuk observasi,
sehingga penderita akan dibawa kembali ke rumah sakit dalam keadaan sekarat.
5) Memberikan serum antibisa kepada anak-anak lebih sedikit daripada kepada orang dewasa.
Padahal seharusnya diberikan dalam jumlah yang sama dengan orang dewasa, bahkan mungkin
diperlukan lebih besar mengingat perbandingan bisa per kg berat badan lebih tinggi.
6) Pemberian serm antibisa yang tidak cukup. Seorang penderita mungkin hanya memerlukan
1 ampul serum antibisa sedangkan pemderita lain dapat memerlukan 10 ampul.
2. Lebah
Akibat yang ditimbulkan oleh sengatan serangga biasanya ringan dan tidak banyak
bahayanya. Dasar timbulnya reaksi dari penderita adalah suatu reaksi alergi. Reaksi alergi ini
tergantung pada individu. Kematian disebabkan reaksi anafilaksis dan timbul biasanya akibat
sengatan. Manfestasi klinis dalam bentuk urtikaria eksterna sampai reaksi alergi kronis yang
muncul hebat dengan reaksi anafilaksis didahului oleh reaksi setempat berupa kemerahan,
bengkak, rasa terbakar kemudian mual, muntah dan kesadaran menurun.
Jika seseorang disengat lebah untuk pertama kali biasanya akan menimbulkan rasa sakit
lokal yang spontan, pembengkakan lokal, dan pruritus. Setelah tersengat lebah, kelenjar bisa
yang masih menempel segera dibuang dengan ujung kuku atau dengan pisau, karena masih dapat
memompakan bisa. Selanjutnya jika reaksi yang timbul ringan, dapat diberi obat golongan
antihistaminika. Sedangkan jika timbul reaksi yang berat, pemberian adrenalin sampai 0,5 mg
secara IM. Dan jika terjadi obstruksi saluran udara, pemberian adrenalin dapat dilakukan secara
inhalasi dengan inhaler yang terukur. Kolaps peredaran darah perifer, selalu memerlukan
pemberian adrenalin secara parenteral.
3. Binatang Laut
a. Ubur-ubur
Dengan tentakel yang ditembakkan biasanya hanya menyebabkan gatal dan edema lokal,
hiperemis. Reaksi anafilaksis terjadi bila jumlah serangan banyak, berupa oksilasi tekanan darah,
kegagalan pernapasan dan kardiovaskuler.
Pengobatan:
1) Resusitasi
2) Torniquet arterial
3) Lokal dengan pasir panas, alkohol
4) Obat-obata: narkotik, anestesi lokal, kortison krem
Prognosis: baik bila masa 10 menit dilewati setelah keracunan.
b. Gurita (Octopus)
Bisa dari saluran ludah yang mengandung hyaluronidase, dengan neurotoksin yang bersifat
blokade pada neuromuskuler. Zat ini sesuai dengan anticholinterase.
Gambaran klinis:
1) Bekas gigitan tidak sakit, hanya bengkak dengan cairan seromorrhagis.
2) Beberapa menit kemudian muncul gejala keracunan, dengan bentuk paralisis otot, kadangkadang diikuti mual, muntah, hipotensi dan bradikardia. Gejala ini biasanya berakhir setelah
beberapa jam.
Pertolongan:
1) Luka gigitan dicuci, sebelum dipasang torniquet arterial.
2) Jalan napas dipertahankan kalau perlu resusitasi.
3) Simptomatis
c. Ikan beracun
Tusukan dari salah satu sirip bila ereksi yang memang mengandung bisa. Bisa ini bersifat
hyaluronidase yang menyebabkan jaringan nekrosis, vasokonstriksi dan myotoksin.
Gambaran klinik:
1) Rasa sakit yang hebat pada saat tertusuk, sering menyebabkan pingsan.
2) Reaksi radang tampak pada bekas sengatan, lemas, di daerah regional terasa sakit.
3) Sistemik berupa kegagalan kardiovaskuler akibat depresi miokardial dan hilangnya tonus
pembuluh darah. Paralise umum yang kadang-kadang diikuti koma.
4) Apabila masa akut dilewati, penyembuhan lamban berupa luka lama sembuh akibat keadaan
umum yang buru.
Pertolongan:
1) Pasang torniquet arterial
2) Suntik anestesi lokal untuk mengurangi sakit
3) Daerah luka dihangati dan rendam dengan air hangat kuku atau larutan kalium permanganan
(PK)
4) Obat-obatan: narkotik, ATS, toksoid, antibiotik
5)
Debridemen luka
c)
d)
e)
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat
Intervensi:
a) Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
c) Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
d) Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
e) Lakukan insfeksi terhadap luka alat invasif setiap hari
f) Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
g) Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuka atau
antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
h) Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
i) Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
j) Berikan obat antiinfeksi (antibiotik)
4) Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
Tujuan : Meredakan nyeri
Intervensi:
a) Sengat kalau masih ada dicabut dengan pinset
R/ : mengeluarkan sengat serangga yang masih tertinggal.
b) Berikan kompres dingin
R/ : meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
c) Lakukan tehnik distraksi relaksasi
R/ : mengurangi nyeri
d) Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti diphenhidramin (Benadryl)
dalam bentuk krim/salep atau pil, losion Calamine
R/ : mengurangi gatalgatal
5) Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
Tujuan: Menangani penyebab, memperbaiki suplai darah ke jaringan
Intervensi:
a) Atasi setiap penyebab shock yang mungkin dapat di atasi (perdarahan luar)
R/: Mengurangi keparahan
b) Pasien dibaringkan kepala lebih rendah.
R/: Kepala lebih rendah supaya pasien tidak hilang kesadaran
c) Kaki di tinggikan dan di topang
R/: Meningkatkan suplai darah ke otak
d) Longgarkan pakaian yang ketat atau pakaian yang menghalangi
R/: Sirkulasi tidak terganggu
e) Periksa dan catat pernapasan nadi dan tingkat reaksi tiap 10 menit
R/: Mengetahui tingkat perkembangan pasien
6) Rasa gatal, bengkak dan bintikbintik merah berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan: Mencegah peradangan akut
Intervensi:
a) Pasang tourniquet pada daerah di atas gigitan
R/: Mencegah tersebarnya racun ke seluruh tubuh
b) Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk
menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti nyamuk)
R/: Untuk menghindari terkontaminasi lebih lanjut pada luka
c) Kolaborasi dalam pemberian antihistamin dan serum Anti Bisa Ular (ABU)
polivalen i.v dan disekitar luka. ATS dan penisilin procain 900.000 IU.
R/: Mencegah terjadinya infeksi
d. Evaluasi
1) Analisa gas darah dan frekuensi pernapasan dalam batas normal dengan bunyi nafas
vesikuler.
2) Tidak mengalami dispnea atau sianosis
3) Suhu dalam batas normal
4) Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
5) Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
BAB III
KESIMPULAN
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh
dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik
kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan
bahkan dapat menimbulkan kematian. Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan atau
meng-inaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk
memelihara sistem organ vital, menggunakan antidotum spesifik untuk menetralkan racun, dan
memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi.
Ada tiga famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hydrophidae, dan Viperidae. Bisa ular
dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan perdarahan. Banyak bisa yang
menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap di lokasi pada anggota badan yang tergigit. Balutan
yang kuat dapat dilakukan beberapa jam tanpa membahayakan peredaran darah keseluruhan
anggota tubuh. Balutan yang kuat membatasi perubahan lokal di daerah gigitan dan juga untuk
meningkatkan reaksi terhadap antibisa. Dalam mengatasi gigitan ular berbisa, pemberian serum
antibisa yang cukup dan pengaturan ventilasi yang memadai merupakan tindakan yang utama.
Sedangkan tindakan yang bersifat supportif merupakan tindakan sekunder dan dilakukan sesuai
dengan kondisi penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Fajri.
(2012). Keracunan
Obat
dan
bahan
Kimia Berbahaya.
Dari:http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-berbahaya/.
Diakses tanggal 4 Mei 2012.
Indonesiannursing. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Luka Bakar (Combustio).
Dari:http://indonesiannursing.com/2008/10/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-luka-bakarcombustio/. Diakses tanggal 16 April 2012.
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.
Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, vol: 3. Jakarta:
EGC.
Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan Serangga.
Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-kegawatdaruratan-pada-pasien.html.
Diakses tanggal 16 April 2012.